Makalah Pergerakan Islam Modern
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemerdekan yang pernah diraih oleh Indonesia
disebabkan banyak kaum yang berperan untuk melepaskan diri dari para penjajah. umbuh dan berkembangnya nasionalisme di Indonesia
ditandai dengan munculnya golongan elite dan terpelajar pribumi, gerakan wanita dan , serta tidak lepas juga
dari peranan kaum moderen Islam.
Pada masa itu Islam identik dengan
kebangsaan. Pada waktu itu orang yang beragama Islam selalu digolongkan kepada
penduduk pribumi.
Ada beberapa hal yang perlu kita
singgung dalam mengualas pokok bahasan Gerakan Modern Islam di Indonesia ini.
Yang pertama adalah pola-pola umum dalam hal pembaharuan di organisasi islam
sendiri. Bila kita lihat, banyak sekali Kiyai atau Syaikh yang membawa pengaruh
pembaharuan seketika pulang dari perjalanannya ke Mekkah.
Dan bila kita telurusi, banyak
diantara mereka yang datang dengan gerakan modern itu yang terpengaruh dari
gerakan pembaharuan yang digagas Al-Afghani dan Muhammad Abduh yaitu
pembaharu-pembaharu dari Mesir yang menerbitkan pikiran-pikiran mereka ke dalam
beberapa majalah seperti Al-Manar atau Al-Urwa Al-Wutsqa.
Lalu gerakan modern seperti apa yang
dibawa? Hal ini bisa kita jawab lewat tabiat-tabiatnya bahkan juga organisasi
yang mereka bawa, contohnya dalam bidang pendidikan yang sebelumnya tradisional
yang berupa surau-surau dan pengajarannya masih berupa fiqh Qur’an dan Hadist.
Kemudian segera berganti dengan adanya kurikulum, pembagian jenjang pendidikan,
meja dan kursi serta buku-buku yang disadur dari Timur Tengah sendiri. Padahal
bila kita melihat dalam buku Deliar Noer, dikatakan bahwa orang-orang yang
memakai kursi dan bangku yang menggantikan cara tradisionil seperti lesehan
pada surau bisa dianggap murtad atau bila memakai barang-barang tersebut hukumnya
haram.
Contoh lain adalah banyaknya
majalah-majalah yang diterbitkan berlandaskan pada pemikiran dua pembaharu
Mesir tadi, seperti Al-Munir. Sebuah majalah berita yang mengedepankan masalah
Timur Tengah, pengajaran-pengajaran, kitab-kitab kecil, hingga biografi tokoh.
Kemudian pola selanjutnya adalah
banyaknya pembaharu dari Minangkabau. Hal ini memang membuat sedikit rancu
dengan adanya masyarakat adat dan masyarakat paderi di minangkabau. Namun perlu
kita ketahui juga bahwa dasar keagamaan golongan paderi begitu kuat, dan pula
adanya sebuah presisi atau anggapan bahwa orang yang sudah mapan pendidikannya
mampu melanjutkannya di Mekkah. Sekembalinya dari Mekkah, biasanya mereka
membawa faham-faham atau pemikiran yang baru. Memang tidak semua juga berasal
dari Minangkabau, adapula yang dari jawa dan atau bahkan dari masyarakat Arab.
Namun demikian, tonggak asalnya adalah orang-orang yang berasal dari daerah
ini.
Yang terakhir adalah pola umum yang
biasanya diusung adalah pemberdayaan pendidikan terlebih dahulu dan kemudian
penerbitan majalah-majalah atau harian organisasi. Hal ini memang bisa dianggap
lumrah, karena menurut al-Afghani sendiri, pendidikan memainkan perang penting
dalam mengusung gerakan
modern di mana pun. Dan juga hal ini juga tidak hanya kita
bisa temui dalam Islam saja, tahun 1900-1942 memang menjadi tonggak pergerakan
dengan muasalnya dari pendidikan yaitu contohnya Budi Utomo. Yang kita singgung
disini adalah surau-surau atau langgar-langgar yang didirikan pemimpin
organisasi. Tak pelik, hal ini membuat statement yang dirasa pantas yaitu tanpa
pendidikan maka tak akan tercerahkan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
peranan para ulama-ulama dalam gerakan moderen Islam di Indonesia?
2.
Bagaiamana pengaruh sarekat islam dan partai-partai lain dalam gerakan moderm
Islam di Indonesia ?
3.
Bagaimana reaksi Belanda terhadap adanya gerakan moderen Islam di Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui peranan-peranan ulama dalam gerakan moderen Islam di Indonesia.
2. Untuk
mengetahui pengaruh sarekat islam dan partai-partai lain dalam gerakan modern
Islam di Indonesia.
3. Untuk
mengetahui reaaksi Belanda terhadap adanya gerakan moderen Islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Asal-usul dan pertumbuhan gerakan
modern Islam pertama kali dimulai di Minangkabau. Minangkabau lebih dahulu oleh
karena pentingnya daerah ini dalam penyebaran pembaharuan ke daerah-daerah lain
juga karena di daerah ini tanda-tanda pertama daripada pembaharuan itu dapat
diamati pada waktu daerah-daerah lain seakan-akan masih merasa puas dengan
praktek-praktek tradisional mereka.
Persyarikatan Ulama, yang pada
umumnya terbatas pada daerah Majalengka, merupakkan suatu contoh dari gerakan
pembaharuan yang mempunyai sifat ganda. Mereka mengikuti mazhab tetapi
mengintroduksi pembaharuan-pembaharuan dalam bidang-bidang kegiatan yang
bersifat praktis.
2.1 Ulama-ulama di daerah
Minangkabau
è Syaikh Ahmad Khatib
Seorang pelopor dari golongan
pembaharuan dari daerah Minangkabau adalah Syaikh Ahmad Khatib yang menyebarkan
pikiran-pikirannya dari Mekkah pada masa dua puluh tahun terakhir dari abad
yang lalu sampai 10-15 tahun pertama di abad ini. Sebagai imam dari mazhab
Syafi’i tidaklah mungkin diharapkan dari Syaikh Ahmad Khatib untuk meninggalkan
mazhab ini. Tetapi ia tidak melarang murid-muridnya untuk membaca dan
mempelajari tulisan Muhamad Abduh, seperti yang terdapat di dalam majalah
al’Urwat, al-Wustqa, dan tafsir al-manar, walaupun ia membiarkan hal ini dengan
maksud supaya pemikiran yang dikemukakan oleh pembaharu mesir tersebut ditolak.
Mengenai masalah-masalah di
Minangkabau Syaikh Akhmad Khatib terkenal sangat dalam menolak dua macam
kebiasaan,ia sangat menentang Thariqat Naqsyabandiyah yang sangat banyak
dipraktekan pada masa itu seperti iapun juga sangat menentang peraturan-peraturan
tentang hal waris.
è Syaikh Thaher
Djalaludin
Syaikh Thaher Djalaludin yang dimasa
mudanya dipanggil Muhamad Taher bin Syaikh Muhamad, lahir di Ampek Angkek,
Bukittinggi, dalam tahun 1869 dan menetap di Malaya setelah ia kembali dari
Mekkah kira-kira tahun 1900.
Pengaruh Syaik Taher pada kolega
atau muridnya ini di Minangkabau dilakukan melalui majalah Al-imam, serta melalui sekolah yang
ia dirikan, yaitu Al-Iqbal al-Islamiyah, di Singapura bersama seorang yang
bernama Raja Haji Ali bin Ahmad pada tahun 1908. Syaik Taher mendirikan sekolah
Adabiyah di Padang.
Bulanan
Al-Imam, yang diterbitkan pada bagian kedua dari decade pertama abad ini memuat
artikel tentang pengetahuan popular, komentar tentang kejadian-kejadian penting
yang di dunia., terutama di dunia Islam, dan juga memuat artikel tentang
masalah-masalah agama. Majalah ini umumnya juga mempropagandakan perlunya umat
Islam mencapai kemajuan dan mendorong serta mendesak mereka agar tidak
ketinggalan di dalam berkompetisi dengan dunia barat.
è Syaikh Muhamad Djamil
Djambek
Syaikh Muhamad Djamil Djambek
dilahirka di Bukittinggi pada tahun 1860 sebagai anak dari Muhamad Saleh Datuk
Maleka. Ia memperoleh pendidikan di sekolah rendah yang mempersiapkan
pelajar-pelajar untuk sekolah guru (Kweekschool). Tetapi ia lebih tertarik pada
kehidupan parewa. Ketika Syaikh Djambek mulai memberikan pelajaran sekembalinya
dari Mekkah, ia masih mempergunakan cara-cara tradisional.
Pada tahun 1918 ia mendirikan suatu
lembaga yang sampai sekarang masih terkenal dengan nama Surau Inyik Djambek.
Surau ini merupakan pusat kegiatan untuk memberikan pelajaran agama, demikian
juga merupakan tempat pertemuan bagi organisasi-organisasi Islam serta tempat
pertemuan bagi organisasi-organisasi Islam serta tempat dimana makanan dihidangkan
bagi tokoh-tokoh yang diundangnya untuk berdialog.
Djambek tidaklanh banyak menulis,
sekali-sekali karanganya muncul dalam majalah Al-Munir. Fahamnya adalah
pengetahuan dalam ilmu falak, yang memungkinkan ia menyusun jadwal untuk waktu
sembahyang serta untuk keperluan berpuasa di dalam bulan Ramadhan.
Kira-kira tahun 1913 ia mendirikan
di Bukittinggi suatu organisasi yang bersifat sosial, Tsamaratul Ikhwan, yang
juga menerbitkan kitab-kitab kecil dan brosur-brosur tentang pelajaran
agama.
è Haji Abdul Karim
Amrullah (Haji Rasul)
Haji Abdul Karim Amrullah, yang juga
dikenal dengan nama Haji Rasul, dilahirkan di Maninjau pada tahun 1879 sebagai
seorang anak ulama yang bernama Syaikh Muhammad Amrullah gelar Tuanku Kisai. Ia
memperoleh pendidikan elementer secara tradisional pada berbagai tempat di
daerah Minangkabau dan pada tahun 1894 pergi ke Mekkah untuk belajar selama 7
tahun. Murid-muridnya antara lain termasuk Ibrahim Musa dari Parabek
(Bukittinggi) yang kemudian menjadi salah seorang pendukung yang penting dari
pembaharuan di Minangkabau.
Haji Rasul banyak mengadakan
perjalanan di luar daerahnya. Yang terpenting antaranya ialah kepergiannya ke
Malaya (1916) dan ke Jawa (1917). Dalam kunjungannya ke Jawa ini ia mengadakan
hubungan dengan pemimpin-pemimpin Serikat Islam dan Muhammadiyah. Dialah yang
memperkenalkan Muhammadiyah di Minangkabau pada tahun 1925.
Haji Rasul memang sangat aktif dalam
gerakan di daerah Minangkabau. Suraunya di Padang Panjang tumbuh menjadi
Sumatra Thawalib yang melahirkan Persatuan Muslim Indoensia, suatu partai
politik pada permulaan tahun 1930-an. Ia juga menjadi penasehat Persatuan
Guru-guru Agama Islam pada tahun 1920, ia juga memberikan bantuan pada usaha
mendirikan sekolah Normal Islam di Padang pada tahun 1931, ia menentang
Komunisme dengan sangat gigih pada tahun 1920-an dan menyerang ordonasi guru
pada tahun 1928 serta ordonasi “sekolah liar” tahun 1932 serta melakukan
propaganda ke daerah Sumatra.
è Haji Abdullah Ahmad
Haji Abdullah Ahmad lahir di Padang
Panjang pada tahun 1878 sebagai seorang anak dari Haji Ahmad yang dikenal
sebagai seorang ulama dan juga seorang pedagang kecil. Setelah ia menyelesaikan
pendidikan dasarnya pada sebuah sekolah pemerintah dan pendidikan agamanya di
rumah, ia pergi ke Mekkah pada tahun 1895 dan kembali ke Indonesia pada tahun
1899. Segera ia mulai mengajar di kota Padang Panjang, di aman ia terutama
memberantas bid’ah dan tarekat. Ia pun juga melakukan publikasi dengan jalan
menjadi agern dari berbagai majalah pembaharuan.
Kiprahnya adalah dengan membuka
sekolah Adabiyah dengan bantuan pedagang-pedagang dan untuk anak-anak dari
pedagang juga. Haji Ahmad juga sangat aktif menulis, malahan ia menjadi ketua
persatuan wartawan di Padang pada tahun 1914. Ia juga mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan siswa-siswa sekolah menengah pemerintah di Padang dan
sekolah dokter di Jakarta dan memberikan bantuannya dalam kegiatan Jong
Sumatranen Bond. Ia juga pendiri dari majalah Al-Munir yang diterbitkan di
Padang tahun 1911 sampai tahun 1916, Al-Akhbar tahun 1913 (suatu majalah
berita) dan menjadi redaktur dalam bidang agama dari majalah Al-Islam tahun
1916 yang diterbitkan oleh Serikat Islam.
Serta
ia juga meraih kehormatan gelar doctor dalam bidang agama di Kairo bersama Haji
Rasul.
è Al-Munir
Sebagai
pelopor majalah-majalah pembaharu suatu pembicaraan singkat tentang Al-Munir
bukanlah tidak pada tempatnya di sini. Majalah ini diterbitkan dua minggu
sekali di kota Padang dari tahun 1911 sampai tahun 1916. Tujuannya sebagai
“pemimpin dan pemajukan anak-anak bangsa kita… pada agama yang lurus dan
beritikad yang betul… dan menambah pengetahuan yang berguna dan mencari nafkah
kesenangan hidup supaya sentosa pula mengerjakan suruhan agama”. Di samping ini majalah
tersebut juga bermaksud berusaha kea rah “berkekalan damai sentosa pada antara
sama-sama manusia pada kehidupan” juga untuk mempertahankan islam terhadap
segala tuduhan dan salah sangka.
Isinya mencakup masalah agama
(seperti perlunya beragama), biografi Nabi Muhammad, pengertian tentang mahzab,
perlunya hisab dibandingkan dengan ru’yah dan masalah duniawi, seperti umpanya
kegunaan suratkabar dan majalah, kegunaan organisasi serta juga
kejadian-kejadian di luar negeri, terutama di Timur Tengah. Serta pengajaran
Tauhid dan Fiqh. Banyak juga artikelnya mengutip atau menyadur dari majalah
Al-Manar yang berasal dari Mesir.
è Syaikh Ibrahim Musa
Syaikh Ibrahim Musa dan Zainuddin
Labai Al-Junusi juga merupakan seorang pembaharu. Syaikh Ibrahim Musa
dilahirkan di Parabek, Bukittinggi, pada tahun 1882, dari daerah tersebut, ia
pergi ke Mekkah pada umur 18 tahun dan belajar di negeri itu selama 8 tahun.
Ia pun juga mengusung pendidikan
modern di daerah Minangkabau.
è Zainuddin Labai
Al-Junusi
Zainuddin Labai Al-Junusi dilahirkan
di Bukit Surungan, Padang Panjang pada tahun 1990. Ia adalah seorang
auto-didact, ia hanya bersekolah selama dua tahun di sekolah negeri dan dua
tahun lagi pada ayahnya. Selebihnya ia lebih banyak membaca buku-buku berbahasa
Belanda dan Arab. Sehingga ia memperoleh pengetahuan-pengetahuan seperti
Aljabar, ilmu bumi, kimia dan agama, walaupun dalam aljabar dalam kimia masih berupa kitab elementer.
Pada Tahun 1931 ia mengajar di surau
Jembatan Besi dan juga diajar oleh Haji Rasul dan Haji Abdullah Ahmad. Labai
sendiri banyak menulis artikel dalam majalah Al-Munir malahan menerbitkan lagi
majalah dengan nama yang sama di Padang Panjang. Ia lebih tertarik pada
kehidupan dan kegiatan kalangan kebangsaan seperti Mustafa Kamil. Ia juga
mengkordinis sistem sekolah modern seperti Sekolah guru Diniyah (1915) yang
menggunakan kurikulum dana mengajarkan matematika, sejarah, ilmu bumi di
samping pelajaran agama.
Dalam majalah Al-Munir juga ia
sering memasukkah fiqh, biografi Mustafa Kamil. Dalam organisasi ia juga
mengurus Thawalib dan mendirikan perkumpulah pelajar Diniyah.
Lembaga-lembaga dan
organisasi pembaharuan dalam bidang sosial dan pendidikan.
Tokoh-tokoh diatas bergerak dalam
bidang pendidikan, mereka semua menjadi guru, suatu lapangan yang secara
tradisional memang merupakan profesi para ulama di masa sebelumnya.
Pembaharuan- pembaharuan itu mengakui betapa pentingnya pendidikan untuk
membina dan membangun generasi yang lebih muda. Gerakan pembaharuan ini dapat
dipandang sebagai suatu kegiatan yang “menyaingi” sesame ulama yaitu ulam
atradisional.
Di samping itu para pembaharuan
tersebut khawatir bahwa pengaruh ulama dan pengaruh pemikiran Islam akan lenyap
dari generasi muda dengan berdirinya sekolah-sekolah pemerintahan yang secara
resmi memang mengambil sikap yang netral terhadap agama. Oleh sebab itu
walaupun ulama-ulama pembaharuan masih terus melakukan hubungan dengan
pelajar-pelajar dari sekolah negeri, namun hubungan seperti itu paling banyak
hanya dianggap sebagai tambal sulam dalam satu sistem yang sepenuhnya tidak memperhatikan
pelajaran agama.
Kebutuhan mayarakat akan
sekolah-sekolah dengan jumlah yang lebih banyak lagi tidak dapat dipenuhi atau
tidak mau dipenuhi oleh pemerintah dan juga tidak dapat dipenuhi oleh golongan
tradisi, menyebabkan golongan pembaharuan memerlukan bergerak di bidang
pendidikan.
Lembaga-Lembaga
·
Sekolah
Adabiyah
Sekolah
ini sama dengan sekolah HIS (Hollands Inlandse School). Tahun 1915 sekoalh ini
mengganti namamya menjadi Hollandsch Maleische School Adabiyah. Kebanggan
sekaloah ini terletak pada kenyataan bahwa ialah yang merupakn sekolah yang
pertama yang diasuh masyarakat dan terbit dari lingkungan Islam, untuk merombak
sistem pendidikan yang tradisional di daerah Minangkabau.
·
Surau
Jembatan Besi
Lembaga pendidikan yang lebih
penting dan mugnkin paling berpengaruh di daerah Minangkabau adalah sekolah
Thawalib. Sekolah ini tumbuh dari suatu surau yang disebut Surau Jembatan Besi.
Pada awalnya, surau ini masih mengedepankan pendidikan yang bersifat tradisional namun dengan masuknya
Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul, pelajaran yang lebih ditekankan adalah
pelajaran ilmu alat berupa kemampuan untuk menguasai bahasa Arab dan
cabang-cabangnya.
Dalam tahun 1916 sistem berkelas
diperkenalkan di surau ini. Tetapi para siswanya masih duduk di lantai. Mulanya
dijumpai tiga kelas saja, rendah, menengah, tinggi. Lambat laun bagian rendah
dipecah lagi menjadi empat bagian menjadi kelas 5, 6, dan 7.
Dalam sebuah rapat umum diadakan di
Padang Panjang dengan inisiatif seorang
bernama Bagindo Djamaluddin Rasjad yang
menceritakan segala manfaat yang dapat diperoleh dengan berorganisasi. Dengan
demikian ia menganjurkan agar persatuan atau organisasi dibentuk karena “dengan
bersyarikat semua dapat, dengan bercerai semuanya lari”.
·
Sumatra
Thawalib
Atas propaganda tersebut, seorang
siswa Haji Habib, mengambil inisiatif untuk membicarakan masalah ini dengan
teman-temannya. Maka berdirilah suatu persekutuan dikenal dengan nama
perkumpulan sabun yang berusaha memenuhi segala kebutuhan pelajar seperti
sabun, pensil, tinta dan sebagainya. Mulai tahun 1918 bagian dari keuntungan
perkumpulan itu disisihkan untuk membayar guru-guru. Pada tahun itu pula
perkumpulan sabun ini diubah menjadi Sumatera Thawalib.
Dalam perkembangan selanjutnya,
Sumatera Thawalib mulai dirasuki faham-faham komunis yang dibawa Datuk Batuah
yang terinsirasi pula oleh Serikat Islam yang sudah tercampur oleh komunis itu.
Seketika organisasi ini menjadi terbelah dua yang mana pro-komunis dan
anti-komunis. Dimana pro-komunis lebih menganggap bahwa pengaplikasian
pendidikan dibidang politik lebih penting, sementara anti-komunis berpendapat
bahwa komunisme melihat agama sebagai musuh dan tidak mempercayai adanya Tuhan.
Ajaran ini pun dilihat merusak hubungan keluarga, mengesampingkan segala peraturan
tentang hak milik, semuanya merupakan ajaran yang bertentangan sekali dengan
islam.
Haji Rasul dan Haji Abdullah Ahmad
pun yang notabenenya sebagai pengurus merasa terpukul dengan organisasi yang
dikelolanya itu.
·
Persatuan
Muslimin Indonesia (PERMI)
Pada tahun 1929 organisasi Thawalib
memperluas keanggotannya pada bekas pelajar dan guru-guru yang tidak lagi
mempunyai hubungan langsung dengan lembaga pendidikan tersebut. Organisasi ini
pada 1930 berubah menjadi Persatuan
Muslim Indonesia yang menjadi partai politik pada 1932.
Namun pada 1933, organisasi ini
mulai kehilangan perannya akibat adanya intimidasi dari pemerintah. Banyak dari
pemimpin-pemimpinnya yang dibuang dan guru-guru dilarang mengajar. Sehingga
menimbulkan angka sekolah dalam organisasi ini menjadi turun drastis.
·
Masyarakat
Arab
Seperti yang kita ketahui banyak
orang-orang arab yang tinggal di indonesia dengan alasan mencari nafkah.
Meskipun banyak diantara mereka yang menetap lama di indonesia, namun
ketertarikan mereka akan berita-berita dari Timur Tengah tidak surut yang
membuat mereka lebih berlangganan harian atau majalah dari Timur Tengah
sendiri. Contohnya saja Al-Urwa Al-Wutsqa yang diterbitkan di Paris pada tahun
1884 oleh kedua pembaharu, Jamal Al-Din al-Afghani dan Muhammad Abduh.
Tak pelik, mereka pun juga
mendirikan organisasi-organisasi yang berorientasi pada pendidikan pula yang
akan disinggung dibawah ini.
§ Jamiat Khair
Didirikan di Jakarta pada Tanggal 17
Juli 1905. Organisasi ini terbuka terbuka untuk setiap Muslim tanpa mengenal
diskriminasi asal-usul meskipun lebih banyak anggotanya adalah orang Arab. Dua
bidang kegiatan diperhatikan sangat oleh organisasi ini. Yang pertama,
pendirian dan pembinaan satu sekolah pada tingkat dasar, ang kedua, pengiriman
anak-anak muda ke Turki untuk melanjutkan pelajaran.
Jamiat Khair banyak mengundang
guru-guru dari daerah-daerah lain, salah satunya yang terpenting adalah Syaikh
Ahmad Soorkatti dari Sudan yang akan memainkan peranan penting atas terpecahnya
organisasi ini.
Pentingnya Jamiat Khair terletak
pada kenyataan bahwa ialah yang memulai organisasi dengan bentuk modern dalam
masyarakat islam (dengan anggaran dasar, daftar anggota tercatat, rapat-rapat
berkala) dan yang mendirikan suatu sekolah dengan cara-cara yang banyak sedikitnya
telah moderen (kurikulum, kelas-kelas dan pemakaian bangku-bangku, papan tulis
dan sebagainya)
Awalnya perpecahan dari Soorkatti
dan Jamiat Khair diawali oleh golongan Sayid yang biasanya merasa selalu
dihormati oleh golongan bukan Sayid. Namun demikian, pada saat itu golongan
bukan Sayid sedang naik daun bahkan ada seorang Kapten Arab dari seorang buka
Sayid. Sudah menjadi sebuah kebiasaan bila ada pertemuan dari Sayid dan bukan
Sayid, maka bukan Sayid diharuskan mencium tangan. Tetapi dalam kasus kapten
arab bertemu dengan golongan Sayid tidak demikian. Sehingga menimbulkan
ketegangan.
Soorkatti yang tidak yang
beranggapan pada persamaan umat Muslim mulai dimusuhi golongan Sayid memilih
untuk keluar dari organisasi ini dan medirikan Al-Irsyad
§ Syaikh Ahmad Soorkatti
dan Al-Irsyad
Al-Irsyad sendiri menjuruskan
perhatian pada bidang pendidikan terutama pada masyarakat Arab, ataupun pada
permasalahan yang timbul di kalangan masyarakat Arab, walaupun ada juga orang
indonesia yang menjadi anggotanya. Al-Irsyad juga berperan aktif pada masalah
islam dan juga meluaskan organisasinya dnegna bergabung dengan Muhammadiyah dan
Persatuan Islam, dan nantinya juga akan ikut serta dalam penggabungan MIAI.
Organisasi ini juga lebih banyak
menyadur dari pikiran-pikiran Abduh yang bermuara pada pendidikan bagi semua.
·
Muhammadiyah
Organisasi yang penting sebelum
perang dunia ke II dan bertahan sampai sekarang dalah Muhammadiyah, Didirikan
di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 oleh Kiyai Haji Ahmad Dahlan. Cita-Cita
yang didaulatkan mungkin juga didasarkan pada pemikiran pembaharuan dari Mesir
pula namun dilakukan dengan cara yang toleran.
Gerakan dia yang paling utama adalah
tentang kebersihan bagi umat Islam sendiri dan juga mengenai arah kiblat yang
harusnya menuju kearah ka’bah. Namun hal tersebut dipertentangkan oleh Kiyai
Haji Muhammad Halil. Kemudian menjadi anggota Budi Utomo dan mulai mengajar
disekolah pemerintah.
Dari sinilah ia mendapat berbagai
dukungan untuk mendirikan Muhammadiyah dengan maksud “menyebarkan pengajaran
Kanjeng Nabi Muhammad s.a.w kepada penduduk bumiputera” dan “memajukan hal
agama islam kepada anggota-anggotanya”. Untuk mencapai ini organasasi itu
bermaksud mendirikan lembara-lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan
tabligh di mana dibicarakan masalah-masalah islam, mendirikan wakaf dan
mesjid-mesjid serta menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat-surat kabar dan
majalah-majalah. Ada dua hal penting dalam Muhammadiyah ini. Organisasi wanita
dari Muhammadiyah bernama Aisyah, yang mementingkan kedudukan seorang wanita.
Majlis Tarjih pada tahun 1927 didirikan oleh Muhammadiyah yang berfungsi untuk
mengeluarkan fatwa atau memastikan hukum.
Dengan bantuan dari ulama-ulama
Minangkabau dan relasi-relasi, akhirnya banyak organsasi yang mendirikan cabang
Muhammadiyah, bahkan salah satunya Haji Rasul. Secara singkat Muhammadiyah
mulai dikenal ke pelosok negeri karena toleransinya yang kuat dan tidak adanya
unsur politik dalam organisasi ini.
·
Persatuan
Islam
Persatuan Islam (Persis) didirikan
di Bandung pada permulaan tahun 1920-an. Persis memberikan pendidikan Islam,
mendirikan Pesantren Persis di Bandung pada bulan Maret 1936 yang kemudian
dipindahkan ke Bargil, Jawa Timur.
2.2
Sarekat Islam
Perkembangan
Sarekat Islam dapat dibagi dalam empat bagian : periode pertama, dari 1911
sampai 1916 yang memberi corak dan bentuk bagi partai tersebut kedua dari 1916
sampai 1921 yang dapat dikatakan merupakan periode puncak, ketiga dari 1921
sampai 1927 periode konsolidasi. Dalam periode ini partai tersebut bersaingan
keras dengan golongan komunis, di samping juga mengalami tekanan-tekanan yang
dilancarkan oleh pemerintah Belanda. [1]
·
Sarekat
Islam 1911 sampai 1916
Sarekat Islam tumbuh dan berkembang
dari Rekso Roemokso pada awal 1912. Rekso Roemokso, yang didirikan oleh Haji
Samanhoedi bersama beberapa saudara, teman, dan pengikutnya, adalah sebuah
perkumpulan tolong-menolong untuk menghadapai para kecu yang membuat daerah
Lawean tidak aman, agaknya karena pencurian kain batik yang dijemur di halaman
tempat pembuatan batik.
Perkumpulan itu diberi nama Sarekat
Islam sejak awalnya, walaupun orang-orang Solo menamakanya Sarekat Dagang
Islam. Dalam kenyataanya, perkumpulan ini dari segi organisasi mengacu pada
Rekso Roemokso yang merupakan organisasi ronda dan bukan perkumpulan dagang,
seperti SDI Bogor.
Terjadi perkelahian antara pedagang
Tionghoa dengan pedagang SI ini. Serangkaian aksi boikot dilakukan terhadap
firma-firma Tionghoa. Sejumlah permintaan diajukan kepada hoofdbestur untuk memboikot
mereka yang melakukan praktek-praktek dagang yang tidak jujur dan bertingkah
laku sombong seperti rumah gadai yang memberi uang palsu dan berlaku kasar
kepada pelangganya. SI adalah organisasi pertama yang melancarkan boikot dengan
metode kekerasan.
Perintah residen pada 10 Agustus
untuk menghentikan semua kegiatan SI menandai titik perubahan kedua dalam
transformasi SI. Keputusan itu mendorong SI berkembang di luar Keresidenan
Surakarta. Dalam waktu kurang setahun SI meluas ke seluruh Jawa dan Madura.
Kunci perdagangan ini bukan lagi ronda dan boikot, tetapi surat kabar dan
vergadering yang mengungkapkan solidaritas bumiputra, yang dipimpin oleh
jurnalis yang lalu menjadi pemimpin SI yang profesional. Ekspansi SI ini
terjadi ketika kebijakan kolonial dan status hukum SI belum ditetapkan dan saat
Indistje Partij (IP) muncul dan menghilang seperti kilat sebagai partai poltik
pertama di Hindia yang menyerukan Hindia untuk orang Hindia. Dalam keadaan
seperti inilah dunia pergerakan lahir.[2]
Seorang
tokoh yang sangat penting yang memasuki Sarekat Islam dalam tahun-tahun pertama
organisasi ini berdiri dan yang kemudian menjadi seakan-akan satu-satunya
pemimpin dalam organisasi ini yang berhasil mempertahankan kedudukan
kepemimpinan ini sampai ia meninggal pada tahun 1934, ialah Oemar Said
Tjokroaminoto. Moeis bergabung ke Sarekat Islam atas permintaan Tjokroaminoto
yang melihat dia sebagai seorang Indonesia yang mempunyai pendidikan dan
pengalaman yang dapat diharapkan dengan sikap yang radikal pula terhadap
ketidakadilan dan segala macam penderitaan orang-orang Indonesia, sifat-sifat
yang sangat diperlukan pada masa itu untuk membina gerakan tersebut.
Seorang tokoh lain yang penting pula
yang bergabung pada Sarekat Islam dalam periode pertama ini ialah Haji Agus
Salim. Ia berhubungan dengan organisasi ini pada tahun 1915 sebagai
seorang”anggota seksi politik dari kepolisian”. Ia tidak populer dalam periode
pertama Sarekat Islam itu, tetapi ia berhasil untuk mencapai suatu kedudukan
kepemimpinan dalam periode-periode berikutnya, terutama dalam membentuk dan
memberi isi Sarekat Islam dengan warna Islamnya.
Sarekat
Islam pada tahun 1916 sampai 1921, ketika struktur organisasi telah banyak
sedikitnya stabil, Sarekat Islam memberikan perhatian kepada berbagai-bagai
masalah, baik politik maupun agama. Sifat politiknya tercemin dengan jelas pada
nama dari kongres-kongres tahunanya.Sifat politik dari organisasi ini
dirumuskan dalam keterangan pokok (asas) dan Program kerja yang disetujui oleh
kongres nasional yang kedua dalam tahun 1917. Keterangan pokok ini mengemukakan
kepercayaan central Sarekat Islam bahwa agama Islam itu membuka rasa pikiran
perihal persamaan derajat manusia sambil menjunjung tinggi kepada kuasa negeri
dan bahwasanya itulah (Islam) sebaik-baiknya agama buat mendidik budi pekerti
rakyat.
Progran Kerja dibagi atas delapan
bagian, mengenai politik Sarekat Islam menuntut berdirinya dewan-dewan daerah,
perluasan hak-hak Volksraad (Dewan Rakyat) dengan tujuan untuk
mentransformasikanya menjadi suatu lembaga perwakilan yang sesungguhnya untuk
keperluan legislatif.
Dalam bidang pendidikan partai
menuntut penghapusan peraturan yang mendiskriminasikan penerimaan murid-murid
di sekolah. Ia juga menuntut terlaksananya wajib belajar untuk semua penduduk
sampai berumur 15 tahun, bertambahnya jumlah sekolah, pemberian beasiswa kepada
pemuda-pemuda Indonesia untuk belajar di luar negeri.
Dalam bidang agama partai menuntut
dihapuskannya segala macam undang-undang dan peraturan yang menghambat
tersebarnya Islam, pembayaran gaji bagi kiayi dan penghulu, subsidi bagi lembaga-lembaga
pendidikan Islam dan pengakuan hari-hari besar Islam.
Sarekat Islam menuntut dalam hal
pemisahan antara kekuasaan Yudikatif dan eksekutif, partai juga menuntut
perbaikan dalam bidang agraria dan pertanian dengan menghapuskan particuliere
landerijen(milik tuan tanah), dan dengan mengadakan ekspansi serta perbaikan
irigasi.
Sifat politik dari Sarekat Islam
ialah kegiatan-kegiatan yang didalam Aksi Ketahanan Belanda Hindia, yang
mulanya didirikan atas inisiatif pengusaha Belanda yang khawatir bahwa Perang
dunia akan menyebar ke Indonesia dan oleh sebab itu akan menghancurkan
kedudukan dan kapital mereka. Untuk keperluan ini mereka mengundang
organisasi-organisasi termasuk Sarekat Islam, Budi Utomo, dan Prinsen Bon
(persatuan pangeran-pangeran) untuk bekerjasama. [3]
·
Sarekat
Islam 1921-1927
Tahun 1921 merupakan suatu tahun
perubahan Sarekat Islam di dalam perkembangannya pertamja dijumpai perubahan
pada keterangan asas dari partai dan kedua dicatat suatu perpecahan dengan
kalangan PKI. Kedua catatan ini tidaklah terjadi pada saat yang sama, bukan
pula keterangan asas itu disusun sebagai akibat dari perpecahan. Sebaliknya
dari keterangan asas itu disusun sebelum perpecahan terjadi. Tetapi kedua
kejadian itu tidaklah dapat dipisahkan satu
dari yang lain, terutama karena keterangan asas itu menekankan sekali
“kemerdekaan yang berasas ke-Islaman yang sesungguhnya melepaskan segala rakyat
daripada perhambaan macam apapun juga”. Dengan pandangan ini seperti ini
perpecahan tadi tampaknya didorong oleh penegasan Sarekat Islam bahwa
kebijaksanaan dan kegiatan-kegiatanya memang benar-benar semata-mata berdasar
Islam.
Tahun 1921 pun melihat permulaan
dari struktur baru Sarekat Islam yang seakan-akan mengemukakan bahwa partai
mulai dari saat itu merupakan kreasi baru, dan bukan sebagai kelanjutan dari
struktur yang lama. Keputusan terakhir tentang perubahan struktur ini
dihasilkan oleh Kongres Nasional ketujuh di Madiun tanggal 17 -20 Februari 1923.
Tiga buah organisasi Islam
berpartisipasi dalam kongres Al-Islam tahun 1922. Mereka adalah Sarekat Islam,
Muhamadiyah dan dan Al-Irsyad. Suatu pertikaian dicatat pada tahun 1926, yang
menyebabkan pihak Sarekat Islam mengambil langkah-langkah disiplin terhadap
muhamadiyah( yaitu bahwa anggota-anggota Muhamadiyah akan dikeluarkan dari
partai atau bila mereka menghendaki tetap di dalam partai, mereka harus
meninggalkan Muhamadiyah). Tahun 1927 Sarekat Islam berusaha memonopoli
persoalan khilafah dengan menganggap diri sebagai satu-satunya wakil pihak
Islam Indonesia dengan mengubah Majelis A’la Islam Hindia Syarqiyah (MAIHS)
sebagai bagian dari partai. [4]
·
Sarekat
Islam 1927-1942
Dalam tahun 1927 periode transisi
untuk mendirikan Partai Sarekat Islam dan menghapuskan struktur lama selesai.
Ini tidak berarti bahwa dalam periode terakhirini masalah-masalah struktur
tidak lagi dipersoalkan, tetapi perhatian lebih banyak ditujukan kepada
persoalan-persoalan teori dan falsafah seperti yang dicerminkan oleh Tafsir
Asas dan politik Hijrah, dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Suatu
sebab lain yang yang menyebabkan pecahnya Sarekat Islam adalah keputusanya pada
tahun 1927 untuk mengeluarkan semua anggota-anggota Muhamadiyah dari
lingkunganya. Perpecahan di dalam organisasi Sarekat Islam ini tidak dapat
dipulihkan pada waktu-waktu kemudian.
Mengenai masalah-masalah organisasi,
tahun 1933 mencatat suatu penyelesaian struktur partai, juga dasar partai yang
dihasilkan dalam tahun ini dianggap sebagai sesuatu yang telah sempurna dan
tidak diubah-ubah lagi sampai masa merdeka.[5]
2.3
Partai-partai
Islam Lain
- Persatuan Muslim Indonesia
Partai
yang dipendekan menjadi PMI, kemudian menjadi Permi, mulanya bergerak dalam
bidang pendidikan. Transformasinya menjadi partai politik terutama merupakan
hasil usaha dua orang tokohnya Haji Iljas Jakub dan Haji Muchtar Luthfi.[6]
Haji
Iljas melanjutkan pendidikan di Universitas Mesir dari situlah iya banyak
mendapat pengaruh banyak terhadap perkembangannya kemudian adalah latihan dan
hubungannya dengan Hizb al Wathan, sebuah partai politik di Mesir yang
didirikan oleh nasionalis Mustafa Kamil.[7]
Kunjungannya
ke Jawa pada tahun 1929, selama dua minggu untuk melanjutkan hubungan yang
telah dimulainya dengan pihak PNI dan pemimpin-pemimpin Sarekat Islam, sangat
memberikan pengaruh baginya untuk membina pemikiran tentang macam politik yang
diperlukan di Indonesia, yang menurut pendapatnya berupa perpaduan antara
dasar-dasar kedua partai tersebut : Islam dan kebangsaan.[8]
Haji
Muchtar Luthfi banyak memiliki kesamaan dengan Jakub ia banyak berhubungan
dengan aktivis-aktivis politik Hizb al Wathan. Ia juga banyak membantu Jakub
dalam Seruan Azhar dan Pilihan Timur.[9]
Pengalaman-pengalaman
mereka di Mesir dan pengamatan-pengamatan mereka tentang pertentangan antara
Sarekat Islam denagn PNI di Jawa mengenai masalah agama dan kebangsaan,
menyebabkan tumbuhnya pemikiran tentang suatu partai politik yang didasarkan
atas kedua dasar ini, yaitu Islam dan kebangsaan. Menurut anggota-anggota Permi
kedua dasar ini tidak dapat dilepaskan dari hidup seseorang.[10]
Dengan
dasar-dasar ini Permi menjalankan politik non-kooperasi. Partai tersebut
mempunyai cita-cita “Islam mulia” dan “Indonesia Sentosa via Indonesia
merdeka”. Sebagai halnya dengan Sarekat Islam, partai ini pun menyalahkan
kapitalisme dan imperialisme sebagai sebab-sebab bagi penderitaan rakyat di
Indonesia dan berpendapat bahwa suatu Indonesia merupakan langkah untuk
mencapai kemakmuran yang akan dengan sendirinya dengan kemerdekaan itu. Tambahan
lagi ia juga percaya bahwa ajaran-ajaran Islam hanya dapat ditegakan setelah
Indonesia mencapai kemerdekaan.[11]
Hubungan
yang erat antara Permi dan PNI, diperkuat pula dengan kontak-kontak pribadi
yang terjalin ketika Muchtar dan Djalaludin pergi ke Jawa dengan menimbulkan
ketidak senangan pada pihak Sarekat Islam dan Persis.[12]
Permi
tetap memainkan peranan dalam bidan pendidikan. Pada tanggal 1 Mei 1931
organisasi ini mendirikan Islamic Collage di Padang. Partai ini juga mendirikan
gerakan kepanduan Al-Hilal.
Selain
itu Permi juga aktif dalam bidang ekonomi. Permi mendirikan cabang-cabang di Sumatera Tengah, Bengkulu, Tapanuli,
Sumatera Timur dan Aceh. Permi diapndang sebagai partai yang dapat menyalurkan
aspirasi politik masyarakat Islam di
Sumatra, terutama setelah kemunduran Sarekat Islam.
Sambutan
positif di Sumatera ini menimbulkan kecurigaan pihak Belanda. Pidato
pemimpin-pemimpin Permi dianggap sangat radikal untuk kedua pihak dan gerakan
panduannya itu dianggap sebagai langkah permulaan untuk latihan militer.[13]
- Partai Islam Indonesia
Awal
mula berdiri Partai Islam Indonesia dikarenakan adanaya cabang-cabang yang
tidak menyetujui keputusan skorsing terhadap Sukiman dan kawan-kawannya dalam
Sarekat Islam pada tahun 1933.
Mula-mula
para pemimpin ini mendapatkan saluran aspirasinya dalam Islam Study Club yang
didirikan oleh Ahmad Kasmat di Yogyakarta, tetapi sifat akademis dari klub ini
membatasi gerak dan langkah yang diinginkan. Itulah yang menyebabkan mereka
memutuskan untuk mendirikan Partai Islam Indonesia pada tanggal 4 Desember 1938
dengan ketua Raden Wiwoho.[14]
Mulanya
PII tidak menyusun suatu program yang bersifat menyeluruh, partai ini juga
tidak menyusun dasar-dasar perjuanganya. Partai kelihatanya memberikan
perhatian mula-mula kepada soal-soal praktis saja, seperti masalah tuntutan
Indonesia berparlemen yang memang mendapat sokonganya. Lagipula perkembangan
yang pesat dari partai dengan berdirinya cabang-cabangnya di Jawa, Sumatera,
Kalimantan, dan Sulawesi menuntut perhatian yang lebih praktis ini.
Kongres
partai yang kedua di Solo, dari 25
sampai 27 Juli 1941 secara resmi mengemukakan kesediaan untuk duduk dalam
dewan-dewan perwakilan yang ada, dan menyokong tuntutan GAPI untuk Indonesia
Berparlemen, PII memang bersikap kooperasi. Tetapi aktivitas PII terhalang oleh
peraturan-peraturan yang lebih ketat yang dikeluarkan pemerintah sehubungan
dengan pecahnya Perang Pasifik.[15]
2.4 Reaksi
Belanda
Permulaan
abad ini mencatat apa yang di namakan politik Etis pemerintah yang tidak
melihat Indonesia semata-mata sebagai daerah yang dieksploitasikan demi
keperluan negeri belandasaja. Melainkan untuk kemakmuran penduduk Indonesia.[16]
Politik
liberal itu berkenaan dengan masalah bagaimana memilihara hubungan yang
memuaskan antara belanda dengan negeri jajahannya. Unifikasi merupakan suatu
istilah Hukum dan bukan merupakan pengertian tentang hubungan sosial pada
umumnya.
Setelah
tahun 1900 istilah ini mulai mengandung suatu usaha untuk mendirikan suatu
sistem Legislatif seperti dalam bidang-bidang administrasi kepegawaian, pendidikan, pajak dan
sebagainya untuk semua golongan penduduk baik eropa maupun Indonesia dengan di
dasarkan pada ukuran yang berlaku pada golongan Eropa.
Dalam
tahun 1905 pemerintah mengeluarkan suatu peraturan yang mengharuskan para guru agama
islam memiliki ijin khusus untuk mengajar. Peningkatan yang nyata dalam bantuan
yang diberikan oleh pemerintah kepada missi dan kegiatan Kristen adalah ketika Idenburg menjadi
Gubernur jenderal Indonesia (1909-1916) dan pada saat yang sama J. H.de Waal
Malefijt sebagai menteri jajahan pada tahun
(1909-1913) setelah tahun 1909 kelompok- kelompok Missi Kristen sangat cepat
memperluas kegiatan mereka di daerah kepulauan Indonesia. Salah satu cara yang
di pergunakan oleh pihak belanda untuk mengawasi islam di Indonesia, terutama
di Jawa, ialah peraturan
yang di keluarkan dalam tahun 1905 tentang pendidikan agama islam. Peraturan ini
mengharuskan ijin tertulis dari bupati atau pejabat yang sama kedudukannya
tentang pendidikan agama islam.
Kongres
Al-islam tahun 1926 menolak cara pengawasan dan menganggap bahwa pemberitahuan
secara periodik tentang kurikulum, guru- guru, dan murid-murid sebagai beban
berat, teruma karena masyarakat Madrasah dan lembaga pendidikan islam yang lain
tidak mempunyai biaya untuk menyelanggarakan administrasi sekolah dengan baik.[17]
Pada tanggal 14 Juli 1928 kira-kira dua
puluh orang pemimpin islam termasuk di antara ulama-ulama pembaharu, mengadakan
rapat di Bukittinggi
untuk membicarakan cara penolakan maksud pemerintah untuk memperlakukan
peraturan tersebut bagi daerah mereka. Kemudian suatu rapat di adakan di
bukittinggi tanggal 19 Agustus 1928, di hadiri lebih kurang 800 orang ulama dan
wakil-wakil dari 115 organisasi.[18]
Ordonansi
tahun 1932 mengemukan bahwa mereka yang ingin memberikan pelajaran di
sekola-sekolah yang tidak sepenuhnya ataupun sebagian di biayai oleh dana
pemerintahan harus mempunyai ijin tertulis pemerintah sebelum memulai pekerjaan
tersebut. Oleh
karena jumlah kecil saja dari lembaga-lembaga pendidikan swasta Indonesia di
bantu oleh pemerintah, maka banyak sekolah yang terkena peraturan. Di pulau Jawa semua sekolah Taman Siswa terkena oleh
peraturan ini, demikian juga sekolah Muhammadiyah.
Peraturan
tersebut memang kurang pada tempatnya terutama bertambahnya tuntutan agar
fasilitas pendidikan di perbanyak. Sedangkan pemerintahan pada waktu yang
sama melakukan tindakan penghematan
termasuk dalam bidang pendidikan.
Sarekat
islam (yang pada tahun 1932 telah berganti nama dengan partai SII atau Sarekat Islam Indonesia).
Mengeluarkan sebuah Manifesto yang melihat Ordonansi tersebut tentu semata-mata
akan menghalangi pihak rakyat dalam pemiliharaan kecerdasan rakyat pada
umumnya.
Sebuah
majalah resmi dari Permi, medan
Ra’yat mengemukakan bahwa ordonansi tahun 1932 itu lebih menekankan dari pada
ordonansi tahun 1925. Maka Permi pun menyelenggarakan rapat-rapat umum untuk
menjelaskan kepada masyarakat ramai betapa buruk akibat yang di timbulkan
Ordonansi itu. Dalam suasana beginilah Serekat
Islam memajukan
permohonan kepada pemerintah untuk memperoleh pengakuan secara hukum ini terjadi pada tahun 1913. Pendapat pihak Belanda tentang masalah
ini beragam, para pengusaha besar Belanda,
terutama golongan perkebunan sangat khawatir terhadap ini. Dari pihak lain
kalangan pemerintah berbagai usaha di lakukan untuk menghalangi penyebaran Serekat Islam dan adapula untuk
menghancurkannya sama sekali. Tapi usaha-usaha ini gagal. Direktur
Algemene secretaric (sekretariat gubernur jenderal) di Bogor mengusulkan tanggal 15 Mei 1913 untuk menolak
pengakuan dalam bentuk yang di minta oleh organisasi tersebut, yaitu pengakuan
untuk seluruh Indonesia, tetapi menyarankan agar pemerintah mengakui organisasi
tersebut secara setempat atas dasar permintaan setempat. Dalam tahun 1916
larangan mendirikan perkumpulan politik ( artikel 111 R.R ) sudah di cabut.
Oleh sebab itu, Gubernur jenderal Idenburg tidak mempunyai alasan lagi untuk
menolak pengakuan terhadap Centraal Serekat
Islam. Keputusan yang
berlawanan akan mungkin menimbulkan kesulitan dalam menjaga ketentraman
Indonesia.
Dalam
tahun 1918 sampai tahun berikutnya Serekat
Islam mengalami
kesulitan- kesulitan sebagai akibat dari tindakan-tindakan yang di ambil oleh pejabat-pejabat Belanda serta
pihak-pihak lain kalangan Belanda. Di beberapa tempat lain
partai ini di tuduh menghasut rakyat untuk memberontak terhadap pemerintahan
dan untuk membunuh semua orang belanda.sebagai akibatnya banyak menangkap
anggota Serekat Islam.[19]
Pada
tahun 1854 di ganti dengan Indische Staats
Regeling mulai tahun 1925. Hal ini bukan merupakan
hasil dari komisi Carpentier Alting. Oleh
sebab hasil komisi ini tidak dapat di setujui oleh para penentu kebijaksanaan
di negeri Belanda.
Salah satu kelemahan Indische Staats Regeling
ialah bahwa ia tidak memungkinkan sama sekali bagi orang Indonesia untuk
berpatisipasi secara sungguh-sungguh dalam pemerintahan. Oleh karena Indische
Staats Regeling merupakan dasar
bagi pemerintahan Hindia sampai masa Jepang
maka berarti sepanjang pemerintahan belanda kemungkinan untuk turut serta dalam
pemerintahan bagi orang Indonesia tidak pernah terwujud di negeri ini.
Konstitusi
1925 melanjutkan pengakuan hak berserikat dan berkumpul dan menyebutpula
kemerdekaan pers. Tetapi banyak pengaturan penghambat dalam bentuk ordonasi dan
artikel peraturan pidana tidak memungkinkan.[20]
Serekat
Islam juga melihat
penghancuran Partai
Nasional Indonesia
selama pemerintahan De
Graaff dan walaupun Serekat
Islam dalam banyak hal
berbeda pendapat dengan PNI tentang cara berhadapan dengan pihak belanda. Dalam tahun 1934 permi
dan serekat islam terkena peraturan larangan terbatas untuk mengadakan rapat,
hanya rapat anggota yang di perbolehkan dan inipun dengan ijin lebih dahulu dari pejabat
bersangkutan yang pada umumnya berusaha mempersukar partai. Peraturan baru ini
yang seperti di katakan di tujukan kepada partai nonkooperasi tambah melemehkan
serekat islam yanh kemudian pecah pula menjadi Serekat Islam dan penyadar.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Gerakan
pembaharuan Islam di Indonesia mulai berakar pada pergantian abad. Berkembang
dari masa ke masa dalam waktu empat puluh tahun, pada tahun 1940 gerakan
tersebut telah menghujam dalam di tanah : tempat Islam telah pasti.
Perkembangan dan penyebaran pembaharuan itu berasal dari kelompok kecil yang
terpisah, tetapi merupakan kekuatan bersatu yang harus dipertimbangkan bangsa
Belanda. Meskipun gerakan ini tidak sunyi dari kesulitan, tetapi pada akhirnya
ia dapat tegak berdiri menghadapi berbagai tantangan dan mampu turut memimpin
pergerakan nasional. Orang-orang Islam di Indonesia tidak terlepas dari
perkembangan dunia pada umunya. Inspirasi-inspirasi banyak datang dari luar
seperti Timur Tengah, Kairo dan Mesir yang merupakan pusat pengajaran agama
Islam sehingga memunculkan semangat para pemuda Indonesia akan pengetahuan
Islam pada umunya.
DAFTAR PUSTAKA
Noer, Deliar, Gerakan Moderen Islam di Indonesia
1900-1942, Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1994.
Takashi
Shiraishi dalam buku Zaman Bergerak.
http://yulianadeelee.blogspot.com/2012/10/laporan-buku
[1] Gerakan Moderen Islam 1900-1942, Deliar Noer hal :114.
[2]Zaman bergerak, Takashi Shiraishi, hal: 55.
[3]Ibid., hal: 132
[4]Ibid., hal: 144-153
[5]Ibid., hal :
[6] Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Deliar Noer, hal 170.
[7] Ibid hal 171.
[8] Ibid.
[9] Ibid hal 172.
[10] Ibid.
[11] Ibid hal 173.
[12] Ibid.
[13] Ibid hal 174.
[14] Ibid 177.
0 Response to "Makalah Pergerakan Islam Modern"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)