Makalah Masa Pergerakan Nasional
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembuatan
makalah ini dilatarbelakangi oleh keinginan kami untuk mengkaji secara lebih
mendalam mengenai Dinamika Pergerakan dan Krisis politik Hindia Belanda. Oleh
karena itu, materi ini sangat menarik untuk dikaji karena kekompleksitas aspek
– aspek yang ada didalamnya sangat banyak dan memiliki banyak pemikiran yang
menarik. Kebangkitan nasional dijiwai oleh semangat emansipasi dari status yang
terbelakang baik yang sifatnya mengakar pada tradisi maupun yang terpengaruh
oleh keadaan yang diciptakan dari sistem kolonial itulah hal – hal yang menarik
dari materi ini sehingga kami berniat unutk mengkaji materi ini menjadi bentuk
makalah yang utuh.
B Rumusan Masalah
1. Bagaimana dinamika yang terjadi pada masa Pergerakan Naional
?
2. Bagaimana
krisis politik yang terjadi pada masa pergerakan Nasional dan pengaruhnya
?
3. Bagaimana
proses organisasi – organisasi militer pergerakan menuju organisasi yang lebih radikal ?
4. Bagaimana Reaksi Pemerintah Kolonial terhadap kegiatan
organisasi – organisasi tersebut yg menjadi lebih radikal
?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana dinamika yang terjadi pada Masa pergerakan Nasional
2.
Untuk mengetahui bagaimana Krisis Politik yang terjadi pada Masa pergerakan
Nasional
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pencarian Identitas Organisasi Berbasis
Nasional.
Kebangkitan nasional dijiwai oleh
semangat emansipasi dari status yang terbelakang baik yang sifatnya mengakar
pada tradisi maupun yang terpengaruh oleh keadaan yang diciptakan dari sistem
kolonial. Kemudian muncullah idek kemajuan berupa cita – cita untuk memajukan
bangsa. Tahap berikutnya gerakan telah meluas menjadi gerakan total yang
mencakup segala aspek kehidupan manusia[1].
Dalam tahap ini organisasi – organisasi yang terbentuk belum sampai pada tahap
penentuan identitas. Identitas yang menjadi
dasar kegiatan bergorganisasi kala
itu sifatnya masih “ gamang “ dan belum secara terstruktur terbentuk. Proses
penentuan identitas sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh kultur budaya
para anggota – anggotanya. Misalnya : Organisasi Boedi Oetomo yang diisi oleh
para priyayi – priyayi Jawa sangat memiliki keterikatan dengan kultur
masyarakat Jawa[2].
Oleh karena itu Identitas organisasi Boedi Oetomo kala itu adalah Pemikiran
Jawa. Begitu pula dengan SI, SI yang diisi oleh para tokoh – tokoh agama Islam
menggunakan Islam sebagai sumber kesatuan yang melampaui batas batas etnis dan
berbagai subkultural.
Kesadaran tentang pentingnya gerakan
gerakan politis untuk melawan kolonialisme semakin berkembang dalam keseluruhan
pemikiran elit – elit Nasional. Gerakan – gerakan politis ini membentuk kultur
yang kuat untuk memobilisasi semangat perlawanan terhadap kolonialisme yang
terjadi. Pada akhirnya keberhasilan para tokoh – tokoh pergerakan menghimpun
dan memobilisasi segenap kekuatan rakyat membentuk sebuah semangat militanisme
yang sedikit demi sedikit mengarah kepada radikalisme.
B. Proses Radikalisasi.
Organisasi – organisasi utama yang terbentuk
selama periode 1915 – 1916 seperti BO dan SI sikapnya lunak dan cenderung loyal
terhadap Pemerintah kolonial Hindia – Belanda. Seiring dengan berjalannya waktu
tumbulah sikap politik yang radikal[3],
sebagai tindakan reaktif dari penindasan yang terjadi. Radikalisme yang - terjadi semakin ekstrem dipengaruhi oleh
munculnya pemimpin – pemimpin sosialisme dan Marxisme. Pemimpin – pemimpin sosialisme tersebut
berhasil memobilisasi rakyat setempat. Perkembangan politik yang terjadi mulai
mengarah kepada akselerasi politik. Derajar radikalisasi dalam BO merupakan
barometer bagi derajat konservatisme dan sifat reaksioner pemerintahan kolonial[4].
Tidak dspat dipungkiri bahwa walaupun BO dan SI cenderung lunak terhadap
pemerintah kolonial tetapi ternyata ada segmen – segmen tertentu dalam struktur
organisasi BO dan SI yang cenderung melawan arus dengan mendekatkan diri
terhadap tokoh tokoh sosialis dsn Marxis ( Sneevilt pada ISDV yang masuk dalam
struktur organisasi SI. Sebagai bentuk eksperesi revolusionalisme BO, BO menyatakan sikap solidaritas terhadap
dunia Perburuhan yakni pergolakan dan pemogokan pada awal abad ke 20.
Menjelang pembentukan Dewan Rakyat,
yaitu pada waktu pembentukan komite nasional, BO membuat program politik yang
mencakup tuntutan sebagai berikut[5] :
1. Mengusahakan sistem pemerintahan
parlementer.
2. Mengusahakan perundang – undangan yang
menjamin persamaan bagi semua warga masyarakat.
3. Mengusahakan kesempatan yang terbuka
bagi perkembangan semua golongan masyarakat.
Dalam menghadapi pembentukan Komisi
Perubahan Tata Pemerintahan HB, BO bersama - sama organisasi lain memprotes
pelbagai peraturan dan tindakan Pemerintah yang sangat membatasi kebebasan dan
melanggar hak – hak asasi manusia. Setelah kejadian tersebut BO akhirnya menyadari
bahwa hanya politiklah sarana yang efektif untuk memperjuangkan kemajuan rakyat
secara resmi dinyatakan dalam kongresnya di Sala pada bulan Desember 1921[6].
Aliran – aliran radikal dalam pergerakan
nasional mendapat dorongan yang kuat dari unsur unsur sosialis.
Dalam menghadapi propaganda politik
ternyata dikalangan – kalangan organisasi – organisasi pergerakan yang ada
suasana kebudayaan politik yang merupakan faktor tandingan. Dalam SI semangat
religius mulai bergolak menentang komunisme. Yang diperebutkan antara keduanya
adalah massa rakyat kecil yang paling menderita sebagai akibat eksploitasi
kolonial dengan kapitalismenya[7].
C. Pemerintah Hindia – Belanda dalam
Menghadapi Pergerakan Nasional.
Gubernur Jenderal Van
Limburg Stirum memiliki sikap yang toleran dan liberal terhadap organisasi –
organisasi pergerakan yang berkembang kala itu. Toleransi dan sikap Liberal
Gubernur Van Limburg Stirum terhadap
pergerakan nasional hanya mengundang membubungnya aspirasi nasional beserta
akselerasi tuntutan serta aktivitas kaum pergerakan disatu pihak, sedangkan
sebaliknya sikap revolusioner serta konservatif penggantinya, GJ Fock, semakin
meningkatkan proses radikalisasi.
Meskipun Gubernur Jendral setempat
bersikap toleran terhadap usaha pergerakan, tetapi ada beberapa aspek yang
dikekang oleh Pemerintah Gubernuran kolonialisme setempat. Aspek – aspek yang
dikekang tersebut antara lain : gerakan – gerakan yang dapat memobilisasi massa
pribumi untuk melawan koh kolonil lonialisme. Walaupun Pemerintah kolonialisme
bersikap lunak terhadap usaha pergerakan
yang ada, tetapi sikap Belanda tersebut hanya digunakan untuk alat kepentingan
Belanda. Belanda secara tidak langsung menyetujui organisasi – organisasi
tandingan yang dibentuk sebagai bagian mikro dari organisasi induk yang ada.
Organisasi tandingan yang dibentuk tersebut menyebabkan pemecah – belahan yang
akhirnya membentuk konfrontasi yang horisontal. Konfrontasi yang terjadi
tersebut menjadi faktor penghambat sebuah organisasi untuk memobilisasi massa
yang radikal untuk melawan kepentingan – kepentingan asing di Indonesia.
Van Limburg Stirum yang sangat
idealistis itu tidak ragu ragu untuk mengangkat beberapa tokoh radikal sebagai
anggotanya Dewan Rakyat, antara lain dengan maksud agar tertampung didalamnya
pelbagai aliran sehingga sifat demokratisasinya dapat ditonjolkan. Diantara
kaum radikal yang diangkat ialah Tjipto Mangunkoesoemo, Tjokroaminoto, Stokvis
dan Sneevilt[8].Pada
umumnya kaum moderatlah yang memenuhi kualifikasi untuk dipilih sebagai anggota
anggota Dewan Rakyat , sehingga tidak mengeherankan apabila Dewan Rakyat
mempunyai mayoritas anggota yang terdiri atas kaum moderat.
Politik segmentasi gubernemen
terhadap SI pada satu pihak sangat mengurangi kekuasaan pengurus pusatnya (
Centrale Comittee) atau lebih terkenal sebagai CSI ( Centrale Sarekat Islam,
dan pada pihak lain organisasi lokal atau afdeling SI mudah diawasi dan
dipengaruhi oleh Pangreh Praja setempat. Walaupun tokoh – tokoh SI diisi oleh
tokoh – tokoh yang populer dan berpengaruh, tetapi ada kesenjangan besar antara
pusat dan SI lokal sehingga tidak ada
ada kekuatan yang digunakan untuk memobilisasi
barisan SI sebagai kekuatan politik[9].
Disini Pemerintah kolonial menganggap SI sebagai kekuatan yang tidak besar
walaupun walaupun memiliki cabang – cabang yang banyak.
Reaksi Gubernermen HB menunjukkan kecenderungan untuk menahan
kecepatan perkembangan politik dengan menyatakan bahwa sebagian besar rekyat
belum siap untuk melakukan hak politiknya. Sebagai langkah konkretnya
dibentuklah Panitia Perubahan Pemerintahan. Ditegaskan bahwa yang berwenang
untuk mengadakan perubahan hanyalah badan legislatif Belanda. Nama Van Limburg
Stirum diidiskreditkan dan akhirnya dia tidak mempunyai dukungan baik di
Belanda maupun di HB. Sewaktu hasil Panitia Perubahan Sistem Pemerintahan
diumumkan, ternyata perubahan struktur tidak membawa fungki kekuasaan baru yang
mengarah pada Pemerintahan sendiri[10].
Pada saat itu kondisi ekonomi
nasional sedang mengalami sebuah krisis akibat penghematan yang dilakukan oleh
gubernemen HB. Masyarakat kala itu mengalami sebuah resistensi sosial maupun
berbagai keresahan yang dialaminya.Dampaknya yang terbesar ada pada kaum – kaum
rendahan karena pada saat itu terjadi penghentian pekerja ( PHK ) dalam jumlah
besar – besaran dan penarikan pajak yang cukup berat. Di perparah lagi dengan
upah dari pekerjaan mereka yang sangat tidak layak untuk diandalkan untuk
memenuhi kebutuhan sehari – harinya. Dampak yang terbesar ada pada para buruh
kereta api. Tetapi tokoh yang bernama Semaoen melakukan perlawanna terhadap
kebijakan gubernemen tersebut. Beliau melakukan propaganda besar – besaran
kepada parah buruh kereta Api untuk mogok bekerja. Pemogokan tersebut terjadi
pada 8 Mei 1923. Tetapi kemudian Semaoen ditangkap.
Tindakan Gubernemen tersebut
didasarkan atas perundang – undangan
yang menyatakan wewenang Gubernemen untuk melakukan tindakan yang tegas. Karena
pemogokan bersifat Revolusioner maka Gubernemen HB memecat semua pegawai maupun
buruh yang ikut mogok kerja.
Tindakan lain yang dilakukan
Gubernemen HB ialah Pembentukan Panitia Perburuhan yang bertugas meneliti
permasalahan sekitar peristiwa pemogokan tersebut. Atau dengan kata lain
Panitia ini merupakan organisasi yang sifatnya istimewa dengan tugas tugas yang
terkhusus. Dalam menanggapi tindakan Gubernemen tersebut Buruh tidak serta
merta menerimanya mentah – mentah tetapi mereka juga melakukan perlawanan
meskipun dengan tindakan – tindakan yang bersifat anarkis dan sporadis.
Kebijakan – kebijakan Gubernemen
yang tidak adil tersebut menimbulkan rasa kesatuan yang lebih bermakna dari
sebelumnya untuk melawan tindakan Gubernemen tersebut. Puncaknya adalah dengan
diadakannya sebuah manifesto politik yang dikeluarkan oleh Peerhimpunan
Indonesia pada tahun 1922, dimana tercantum prinsip – prinsip sebagai berikut[11] :
1 Dimasa depan perlu dibentuk suatu
sistem pemerintahan seperti yang dikehendaki oleh rakyat sendiri serta
bertanggung jawab kepadanya.
2. Sistem itu perlu diusahakan oleh bangsa
Indonesia sendiri menurut kemampuan serta tenaga sendiri tanpa bantuan pihak
lain.
3. Setiap perpecahan antara bangsa sendiri
harus dicela sekeras – kerasnya dan sebaliknya perlu diusahakan persatuan untuk
dapat mencapai tujuan bersama.
Sekali lagi bahwa dalam menghdapi
aksi – aksi yang dilancarkan oleh organisasi – organisasi pergerakan yang
semakin radikal itu, Gubernemen HB melakukan perlawanan yang lebih radikal
pula. Gubernemen HB melakukan kekerasan dan tindakan sewenang wenang untuk
menumpas perlawanan pribunmi tersebut. Efeknya adalah munculnya organisasi –
organisasi atau lembaga – lembaga baru dipenuhi oleh rasa
kecurigaan dari pihak kolonial apalagi bagi lembaga yang berpotensi untuk
mengancan kedudukan penguasa kolonial tersebut.
D. Suasana Baru Sesudah 1926
Dasawarsa ketiga abads ke 20 bagi
Indonesia merupakan periode mobilisasi politik massa yang bersifat radikal dan
penuh kekerasan. Mobilisasi yang dilakukan oleh SI berlandaskan kepada agama
sehingga oleh PKI lebih diarahkan kepada paham Marxisme dengan perjuangan
kelas. Ini didasarkan oleh adanya ketimpangan sosial yang menyakitkan pribumi,
disatu sisi pertumbuhan ekonomi perkebunan sangatlah kuat tetapi disisi lain
kehidupan rakyat kecil malah semakin memburuk ditambah lagi oleh tindakan
sewenang – wenang Penguasa Kolonial.
Faktor – faktor yang menghambat
Mobilisasi pergerakan Nasional antara lain[12] :
1. Konflik antar dan dalam Organisasi
2. Rivalitas antar pemimpin.
3. Pluralitas masyarakat Indonesia dengan
golongan politiknya.
4. Kesenjangan antara elite dan massa.
Rupanya terdapat solusi yang
diniloai cukup terstruktur untuk mengatasinya yakni, pendirian PNI. PNI
dinyatakan merupakan organisasi tanpa diskriminasi ras, suku, agama, golongan
sosial, dsb. Prinsip – prinsip fundamental yang dipakai ialah prinsip dar PI.
Hal ini didasarkan karena suhu pergerakan di Indonesia perlu melakukan sebuah
penyesuaian yang tidak mudah.Popularitas rapat – rapat umum yang
diselenggarakan oleh PNI disebabkan oleh pidato – pidati dari Soekarno yang
cukup menarik perhatian rakyat. Retorika dan bahasa yang disampaikan oleh
Soekarno betul betul mengagumkan rakyat Indonesia yang menyaksikannya. Prinsip
memobilisasi massa sangat efektif dilakukan oleh Soekarno untuk menjalankan
roda kepemimpinannya.
Dimata Guberhemen HB, Pergerakan
Nasional dibagi menjadi 2 Cabang yakni : Golongan Revolusioner dan Golongan
Evolusioner. Akselerasi politik yang mewarnai tahun 1929 merupakan proses yang
wajar terjadi apabila diperhatikan skenario politik yang berangkakakan dua
titik tolak yang pada hakikatnya bersifat antagonistis, ialah konservatisme
politik kolonial dan Progresivisme kaum nasionalis.
E. Krisis Dunia dan Politik Kolonial
Krisis ekonomi di Indonesia di mulai
pada awal tahun 30 – an diperparah dengan kondisi ekonomi dunia yang semakin
tidak menunjukkan kestabilan. Dampaknya antara lain :
1. Pengurangan kesempatan kerja. 4. Rendahnya
Upah.
2. Pemotongan Gaji
3. Turunnya harga Pertanian.
Kepentingan
kaum perkebunan dijadikan dasar politik ekonomi pemerintahan HB karena
dijadikan sebagai tolak – punggung perekonomian Pemerintahan Kolonial Terutama
golongan Vanderlandse Club ( VC ), Partai yang hendak mempertahankan status
Quo, yangh sikapnya sangat reaksioner terhadap gerakan nasionalis[13].
Dari pihak gerakan nasionalis ada pelbagai usaha untuk menyesuaikan diri,
antara lain dengan menjalankan politik kooperasi serta gerakan yang progresif –
moderat. Perjuangan Radikal yang hendak berkonfrontasi tidak
menghasilkan apapun dengan adanya
berbagai tindakan yang reaksioner.
·
Petisi
Soetardjo
-
Didirikan oleh
Soetardjo Kartohadikoesoemo
-
Pada Tanggal 15 Juli
1936.
-
Rumusan Petisi :
Bernada sangat moderat, yang sungguh mencerminkan tidak hanya jiwa kooperatif
tetapi juga sikap hati denga memakai langkah yang legal.
·
GAPI
-
Inisiatif dari Thamrin
( Tokoh Parindra )
-
Didirikan tanggal 19
Maret 1939
-
Tujuan : Membentuk
suatu badan persatuan yang akan mempelajari dan memperjuangkan kepentingan
rakyat, Mengusahakan kerja sama antara pasrpol parpol di Indonesia serta menjalankan aksi nersama.’
-
Asas : Penentuan nasib
sendiri, Kesatuan dan persatuan nasional serta demokrasi dalam segi politik,
sosial dan ekonomi.
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Organisasi
– organisasi utama yang terbentuk selama periode 1915 – 1916 seperti BO dan SI
sikapnya lunak dan cenderung loyal terhadap Pemerintah kolonial Hindia –
Belanda. Seiring dengan berjalannya waktu tumbulah sikap politik yang radikal,
sebagai tindakan reaktif dari penindasan yang terjadi. Krisis ekonomi di
Indonesia di mulai pada awal tahun 30 – an diperparah dengan kondisi ekonomi
dunia yang semakin tidak menunjukkan kestabilan. menjalankan roda kepemimpinannya.
Dimata Guberhemen HB, Pergerakan
Nasional dibagi menjadi 2 Cabang yakni : Golongan Revolusioner dan Golongan
Evolusioner. Akselerasi politik yang mewarnai tahun 1929 merupakan proses yang
wajar terjadi apabila diperhatikan skenario politik yang berangkakakan dua
titik tolak yang pada hakikatnya bersifat antagonistis, ialah konservatisme
politik kolonial dan Progresivisme kaum nasionalis
0 Response to "Makalah Masa Pergerakan Nasional"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)