Makalah Cina Pada Tahun 1980-1990
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karisma Deng semakin meningkat
setelah ia merehabilitasi orang-orang yang ditindas oleh rezim Mao serta
Kelompok Empat. Reformasi
terhadap kebijakan dalam negeri Deng Xiao ping terutama termanifestasi dalam 2
aspek. Pertama, Ia menganggap harus mengakhiri keadaan Tiongkok selama puluhan
tahun lalu yang terus menerus mengadakan gerakan politik, sehingga pembangunan
ekonomi tidak dapat berjalan dengan normal. Harus berupaya memelihara
stabilitas negara, untuk menciptakan iklim sosial yang diperlukan demi
pembangunan ekonomi. Beliau menekankan keharusan untuk dengan teguh tak
tergoyahkan menjadikan pembangunan ekonomi sebagai inti pekerjaan partai
berkuasa dan seluruh negara; Kedua, dengan setapak demi setapak mengubah cara
pengelolaan Negara terhadap pekerjaan ekonomi, yaitu dari semula yang sama
sekali bersandar pada perencanaan dan pengontrolan pemerintah berubah menjadi
mengakui peranan pengaturan penting pasar dalam operasi ekonomi. Sementara itu,
Deng Xiao ping menekankan pula keharusan mendorong secara menyeluruh reformasi
Negara atas sistem-sistem Iptek, pendidikan, kebudayaan dan kesehatan di atas
dasar perkembangan ekonomi (China Radio International).
Selain itu, Deng Xiao
Ping juga bertujuan untuk membangkitkan kembali Cina dengan modernisasi yang ia
bangun untuk memajukan Cina dan membuka diri bagi dunia luar. Modernisasi yang
dilakukan oleh Deng Xiao Ping meliputi bidang industri, pertanian, ilmu dan
teknologi, dan pertahanan Nasional berdasarkan pemikiran Marxisme-Leninisme dan
Mao Ze Dung dibawah partai Komunis Cina.
B. Rumusan Masalah
1. bagaimana sistem politik dan ekonomi
pada tahun 1981-1990?
2. bagaimana perubahan aspek pendidikan
pada tahun 1981-1990?
3. bagaimana perubahan dari aspek sosial
yang terjadi pada tahun 1981-1990?
C. Tujuan :
Untuk mengetahui kondisi RRC dari aspek
politik, sosial, ekonomi, dan pendidikan pada tahun 1981-1990.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Aspek ekonomi
Deng Xiaoping yang pada
masa Revolusi kebudayaan, mengalami pengasingan dari panggung politik Cina.
Pada tahun 1977an, mulai muncul kembali ke ranah politik Cina dengan dukungan
dari kelompok-kelompok pragmatis-realis. Deng dapat menyalurkan kembali
pemikirannya mengenai pembangunan ekonomi di Cina. Deng dengan pemikiran-
pemikirannya yang berbeda dengan Mao terus menyalurkan
pemikirannya untuk
pembangunan sosialis Cina. Rencana ini berjalan tanpa adanya kemelut yang
mengacaukan Cina seperti halnya kesalahan dalam Revolusi Kebudayaan waktu itu.
Dan dengan dikembalikannya TPR (tentara pembebasan rakyat) ke tempatnya semula,
ini menjadi dukungan tersendiri bagi Deng dan kawan-kawan. Karena setelah Mao
meninggal, kelompok Pragmatis-realislah yang mendominasi dalam kepartaian juga
pemerintahan di Cina.
Sejak
awal, Jepang dan macan-macan Asia berpengaruh penting terhadap reformasi
ekonomi China.[1]
Negara-negara itu menganut pandangan pragmatis dan nondoktrinal seperti Deng
dalam menjalankan kebijakan ekonomi. Meski begitu tidak satu pun dari negara-negara
itu yang mampu, dari dalam diri mereka sendiri, memberi model yang cocok:
kondisinya, terutama yang berasal dari ukuran luar biasa dan keragaman China,
sama sekali berbeda.[2]
Apalagi dalam era globalisasi yang dimulai sekitar tahun 1980 mustahil bagi China,
tidak seperti Jepang dan macan-macan Asia sebelumnya, membangun industri dan
perusahaan di balik tembok tarif sampai benar-benar siap berkompetisi di pasar
internasional. Faktor lain yang menambah ruwet adalah China, sebagai negara
Komunis, masih dipandang dengan rasa curiga oleh Amerika Serikat: sehingga
upayanya masuk WTO memakan waktu 15 tahun dan harus memenuhi banyak sekali
perjanjian paling detail yang pernah dibuat dengan negara manapun sangat
berbeda, misalnya, dengan persyaratan yang jauh lebih longgar bagi India
beberapa tahun sebelumnya. China, karena berbagai sebab, harus menemukan
jalannya sendiri.[3]
Jika Mao mempunyai perspektif yang
spesifik tentang sosialisme, maka Deng juga demikian. Dalam pemikiran Deng,
sosialisme yang berusaha diterapkan di RRC adalah sosialisme dengan
karateristik Cina, dimana prinsip-prinsip dasar Marxisme diintegrasikan dengan
kondisi aktual Cina.[4]
Menurut Deng, apapun dapat ditempuh untuk perkembangan pembangunan sosialis
RRC, walaupun itu dianggap konvergensi terhadap ideologi. Karena menurut Deng
ideologi tidak dapat dilaksanakan secara dogmatis, tetapi harus mengalir dan
dapat diterima. Sosialisme yang dimaksudkan oleh kelompok pragmatis-realis
adalah seperti halnya di Yugoslavia, dimana yang diperhitungkan dalam
pembangunan ekonomi adalah kekuatan pasar dan mengakui kepemilikan swasta,
disamping kepemilikan negara, dalam sektor pertanian.
Dalam menjalankan revolusi ekonominya, Deng mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang dianggap sebagai aplikasi dari gagasannya, salah
satunya adalah kebijaksanaan yang disebut sistem tanggung jawab (baogan daohu). Baogan daohu merupakan
kebijakan yang diperuntukkan untuk petani yang diberikan tanggung jawab
mengelola tanah negara, kemudian hasilnya akan dibagi untuk rakyat (petani) dan
negara.
Menurut Taniputera (2009) bagian yang diperoleh petani dari
baogan daohu tersebut menjadi hak milik dan boleh dijual di pasar bebas. Mereka
diberi kebebasan dalam melakukan proses penanaman mulai dari awal hingga akhir.
Dengan demikian, kendali ketat negara semasa pemerintahan Mao makin
diperlonggar. Hal ini malah mendongkrak hasil pertanian. Kerja di ladang hanya
membutuhkan waktu 60 hari setahun, dibandingkan dengan 250-300 hari semasa Mao.
Waktu yang tidak dipergunakan untuk mengolah ladang itu dipergunakan bagi
kegiatan lainnya yang mendatangkan profit. Karena itu, kemakmuran menjadi
meningkat. Rumah bata, televisi, dan mebel baru mulai menghiasi tempat kediaman
rakyat.[5]
Dibawah
ini adalah beberapa tabel indikator kemajuan pelaksanaan sistem ekonomi Deng
Xiaoping.
Tabel peningkatan berbagai hasil
produksi pertanian
1978
|
1980
|
1984
|
1987
|
|
Gandum
|
304,
77
|
320,
56
|
407,
31
|
402,
41
|
Kapas
|
2,
16
|
2,
07
|
6,
25
|
4,
19
|
Tumbuhan
penghasil minyak
|
5,
21
|
7,
69
|
11,
91
|
15,
25
|
Tebu
|
21,
11
|
22,
80
|
39,
51
|
46,
85
|
(Beijing
Review, 7-13 Maret 1988, dalam Taniputera, 2009: 598)
Mengenai pembandingan kebijakan
ekonomi komunis dengan kapitalis tersebut, Lebih lanjut Taniputera (2009)
mengungkapkan bahwa sebelumnya, para pekerja sektor industri diberikan gaji
yang sama terlepas dari jenis pekerjaan serta kinerja mereka (sebagaimana yang
umum di negara-negara komunis). Akibatnya, tidak ada semangat untuk
meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas produksi. Mirip dengan reformasi
pada bidang pertanian, para pekerja diberi insentif untuk meningkatkan
produksinya. Jika ternyata keuntungan perusahaan melebihi yang ditetapkan
negara, kelebihan itu menjadi hak pekerja dan diebrikan dalam bentuk bonus,
tunjangan, serta pembiayaan bagi inovasi di perusahaan itu.[6]
Dengan demikian, sistem penggajian
atau pengupahan akan disesuaikan. Bagi pekerja keras, ulet, dan beretos tinggi,
maka akan mendapatkan Insentif atau honor yang sesuai dengan apa yang
dilakukannya. Begitu sebaliknya, bagi yang malas, tidak disiplin, beretos
rendah, maka akan disesuakan pula honornya. Prinsip ini dirasa seseuai untuk
membentuk karakter rakyat China yang dicanangkan kembali untuk menanamkan
nilai-nilai filsafat Konfucius.
Dalam sistem ekonomi kapitalis ini,
kepala pabrik dapat memecat pegawainya yang tidak mematuhi peraturan
perusahaan, menentukan gaji dan bonus untuk pegawai, dan bebas menentukan
sendiri harga jual produknya. Sebelumnya pegawai dipekerjakan selama seumur
hidup, dan harga barang hasil produksi ditetapkan oleh negara. Kebijakan ini
cukup meningkatkan hasil industri di China..
Tabel
peningkatan berbagai hasil industri
1978
|
1981
|
1984
|
1987
|
|
Batu
bara
(dalam
100 juta ton)
|
6,
18
|
6,
22
|
7,
89
|
9,20
|
Minyak
mentah
(dalam
1 juta ton)
|
104,
05
|
101,
22
|
114,
61
|
134
|
Gas
alam
(dalam
100 juta m³)
|
137,
30
|
127,
40
|
124,
30
|
140,
15
|
Tenaga
listrik
(dalam
milyar kwh)
|
256,
6
|
309,
3
|
377
|
496
|
Baja
gulungan
(dalam
juta ton)
|
22,
08
|
26,
70
|
33,
72
|
43,
91
|
Baja
(dalam juta ton)
|
31,
78
|
35,
60
|
43,
47
|
56,
02
|
Besi
(dalam juta ton)
|
34,
79
|
34,
17
|
40,
01
|
54,
33
|
(Beijing Review, 7-13 Maret 1988, dalam
Taniputera, 2009: 599-600)
Diatas adalah beberapa data indikator mengenai kemajuan
“ekonomi Deng Xiaoping”. Kemajuan ekonomi yang progres ini tidak semata gagasan
tokoh-tokoh di pemerinthan, tetapi juga atas dukungan, pengertian, dan kerja
keras masyarakat yang menginginkan kemakmuran pula. Sehingga dapat terjadi
komunikasi dua arah antara rakyat dan negara.
Studi Lipset tentang kaitan antara pembangunan ekonomi dan
demokrasi dapat dikaitkan dalam kasus ini. Dimana dengan dicanangkannya sistem
ekonomi kapitalis, yang memberikan ruang kepada rakyat untuk berusaha
semaksimal mungkin dengan harapan mendapatkan hasil yang sepadan, berarti
dibukanya keran demokrasi ekonomi. Dengan demokrasi pula ekonomi mereka tidak
dibatasi oleh negara sehingga meningkat.
Cina memprioritaskan
kepada sektor ekonomi yang dapat menghasilkan pertumbuhan yang pesat tanpa
intervensi pemerintah yang besar. Cina juga membuka untuk penanaman modal asing
(PMA). Untuk membawa Cina ke dalam perekonomian global, kebijakan yang diambil
adalah kebijakan pintu terbuka (Kaifang Zhenzheb). Tujuan kebijakan ini adalah
untuk memperlancar jalannya modernisasi melalui pengembangan teknologi dan
kemampuan serta menarik para investor. Selain itu, kebijakan pintu menerapkan 3
cara alih teknologi yaitu joint venture, counter trade dan zona eksklusif
khusus. Hasilnya adalah ekspor terbuka juga dan produksi Cina meningkat dengan
tajam dan dalam waktu yang singkat tanpa pengeluaran dana pemerintah yang
besar. Reformasi ekonomi di bidang administrasi juga dilakukan bertahap dan
berhasil mengatasi hiperinflasi dan depresiasi. Pemerintah juga mendirikan
lembaga-lembaga yang memungkinkan untuk mengendalikan inflasi, juga pembaharuan
sistem perbankan dan pengembangan pasar modal.
Selama periode
perencanaan reformasi ekonomi, Deng dan kawan-kawan sebagai perumus kebijakan
pembangunan di RRC, mengadopsi pada model soviet yang memberikan penekanan
terhadap pembangunan sektor industri, khususnya bidang produksi padat modal.[7]
Begitu pula di Cina, hal serupa diterapkan pada kemajuan sektor industri,
dimana industrialisasi dilaksanakan dengan devisa dari sektor pertanian.
Sedangkan dalam pemilihan teknologi produksi barang- barang industri lebih
diperhatikan metode padat modalnya, dibandingkan dengan padat karya.[8]
Dalam reformasi ekonomi
RRC pasca 1978, pembaharuan ekonomi RRC yang dilakukan Deng dapat diuraikan
sebagai berikut:
Penghapusan komune rakyat
Komune merupakan bagian
terbesar dari sistem komune rakyat, menghimpun semua fungsi pemerintahan lokal,
yang meliputi bidang ekonomi, baik dalam produksi, distribusi, maupun konsumsi
masyarakat dan kesehatan serta pendidikan dan pertahanan rakyat. seperti halnya
yang terjadi pada masa revolusi kebudayaan, komune rakyat sangat terlihat
fungsinya, sehingga masyarakat sangat bergantung pada rakyat. komune rakyat dan
brigade produksi kemudian digantikan dengan pemerintah administratif, berbeda
dengan komune rakyat pemerintah administratif sangat berbeda. Peran pemerintah
administratif berfungsi sebagai organisasi penggantinya, terdiri dari
pemerintah kotapraja dan komite penduduk desa.[9]
Adapun pemerintah kotapraja mempunyai fungsi mengurus rencana administratif dan
produksi nasional, sementara komite penduduk desa memiliki otonomi lokal dalam
menjaga keamanan umum, penyelesaian pertengkaran dan urusan- urusan umum
lainnya.
Penghapusan monopoli negara
Pemerintah RRC
menghapus kebijakan mengenai pembelian hasil panen dengan sistem monopoli oleh
negara. Kebijakan ini merupakan langkah terbesar Cina untuk merombak
pembangunan ekonominya. Ini juga merupakan langkah perbaikan terbesar terhadap
struktur ekonomi pedesaan, setelah penghapusan sistem ekonomi rakyat. Penghapusan
monopoli negara, dan pemberlakuan makanisme pasar, dimana harga barang- barang
kini tidak ditetapkan oleh pemerintah, tetapi diserahkan pada kekuatan tarik-
menarik antara besarnya jumlah permintaan dengan besarnya jumlah penawaran yang
beredar di masyarakat, pertama kali dikemukakan oleh pemerintah RRC dalam
sidang Pleno ke-3 Komite Sentral PKC XII, tanggal 20 oktober 1984.[10]
Liberalisasi usaha dan manajemen
Perdana Menteri Zhao
yang merupakan keprcayaan Mao, pada bulan November 1981 menyampaikan rancangan
kerja pemerintah kepada parlemen (
kongres rakyat nasional), yang berupa sepuluh petunjuk pembangunan RRC yang
isinya:[11]
1. Pemerintah
ingin mempercepat pembangunan pertanian dengan menggunakan kebijakan yang tepat
dan pemikiran yang ilmiah.
2. Pemerintah
memberikan perhatian terhadap pembangunan industry barang- barang konsumsi dan mengatur
orientasi pembangunan industry berat.
3. Pemerintah
meningkatkan rasio penggunaan energy dan transportasi.
4. Pemerintah
mengadakan transformasi teknik setahap dalam unit-unit kunci, dan menjalankan penggunaan
yang maksimal terhadap perusahaan- perusahaan yang ada.
5. Pemerintah
melakukan konsolidasi di segala bidang dan penstrukturan kembali perusahaan-
perusahaan menurut kelompoknya.
6. Pemerintah
meningkatkan dana- dana pembangunan dan menggunakannya secara hemat, melalui perbaikan
metode persyaratan, akumulasi dan pengeluaran.
7. Pemerintah
tetap melaksanakan kebijakan pintu terbuka dan meningkatkan kemampuan untuk Berdikari.
8. Pemerintah
dengan aktif melakukan reformasi system ekonomi Negara dan memperlihatkan inisiatif
dalam setiap hal yang berkaitan dengan usaha ini.
9. Pemerintah
berupaya mempertinggi taraf keilmuan dan kebudayaan seluruh rakyat pekerja dan mengorganisasikan
kemampuan untuk menjalankan proyek-proyek penelitian ilmiah yang penting
10. Pemerintah
berusaha mewujudkan konsep segalanya
ditunjukan untuk rakyat dan memberikan perhatian menyeluruh terhadap produksi,
pembangunan dan penghidupan rakyat.
Pembukaan Diri Terhadap Modal Asing
Mulai tahun 1979,
pemerintah RRC mulai melaksanakan kebijakan keterbukaannya terhadap negara
luar. Beberapa wilayah di RRC dijadikan tempat untuk kawasan ekonomi terhadap
modal asing. Sejak reformasi ini, RRC mulai melakukan hubungan ekonomi dengan
negara luar, misalnya amerika. Pembukaan diri terhadap modal asing ini
memberikan kemajuan terhadap perekonomian di cina dari era reformasi ekonomi
Cina sampai saat ini.
Integrasi dalam Ekonomi Internasional
Setelah 1978, situasi
perekonomian RRC mulai terlihat perkembangannya. Negara ini mulai terlihat
eksistensinya dalam perekonomian internasional. RRC tidak hanya mentolelir
adanya pendekatan kapitalisme terhadap kebijakan ekonomi domestiknya, namun
juga kebijakan ekonomi luar negerinya.
Impor RRC terdiri dari
peralatan transportasi, mesin, besibaja dan bahan- bahan kimia. Dikawasan asia
tenggara komoditi ekspor cina prospeknya sangat baik. Ini terlihat pada
potensial RRC dalam merebut pasaran. Bisa kita lihat saat ini saja cina cina
dapat memonopoli perekonomian di dunia.
Jika pada masa Mao
Zedong nasionalisme dikendalikan bagi kepentingan politik saja, maka di era
modernisasi dan reformasi sekarang ini, nasionalisme condong membentuk semangat
China baru yang bercita-cita setara dengan kejayaan Qin Shihuang Di,
kaisar kuning yang mempersatukan seluruh daratan china.[12] Dua
peristiwa besar ini menjadikan cina banyak mengalami dinamika baik di bidang
sosial, ekonomi bahkan politik. Dan ini menjadikan China semakin belajar untuk
menemukan arah sistem politik dan ekonomi yang tepat untuk negaranya sesuai dengan
budaya China yakni Kapitalisme keluar, sosialisme kedalam.
2.2
Aspek Politik
Sejak reformasi ekonomi
digulirkan oleh Deng Xiao Ping pada akhir tahun 1970an, China sedang bergerak
menuju perubahan politik, ekonomi dan sosial. China yang selama ini sangat
dikendalikan oleh PKC berangsur-angsur mulai melakukan penyesuaian terhadap
perkembangan yang ada baik didalam maupun diluar negeri. Mau tidak mau harus
dipercayai bahwa pada suatu hari nanti demokrasi ekonomi yang dibangun harus
bertemu dengan demokrasi politik.
Pembangunan demokrasi
politik nampaknya menjadi pertanyaan besar ketika China masih berada dibawah
kendali satu partai tunggal yaitu PKC. Bagaimanakah PKC bertahan dan kebijakan
apa yang harus dilakukan oleh PKC untuk menyesuaikan diri terhadap perkembangan
liberalisasi ekonomi dan tuntutan demokrasi politik?
Pada awal gerakan
reformasi, PKC mengalami banyak kelumpuhan. Kelumpuhan ini dapat dilihat dari
kondisi partai yang mulai banyak terlihat tidak terurus. didistrik Yiyang,
Provinsi Hubei menunjukkan bahwa selamasetahun 47 dari 104 partai tingkat
cabang tidak pernah mengadakan rapat sekalipun. Gejala kelumpunan juga muncul
ketika terdapat situasi yang dramatis saat organisasi partai tidak memiliki
anggota atau sebaliknya anggota partai tidak memiliki induk organisasi yang
jelas. Bahkan surat kabar Renmin Ribao pada 5 Mei 1993 mencatat bahwa sebuah
distrik di Provinsi Hubei terjadi eksodus besar-besaran dimana 513 kader, 47
diantaranya adalah pemimpin partai dan mereka semua meninggalkan partai.
Alasannya menjadi jelas ketika menurut mereka menjadi kader partai dalam
kondisi reformasi ekonomi sangat berat karena mereka harus mengemban tugas
untuk membangun partai yang nampak sedikit memberikan imbal balik yang memadai
dibandingkan dengan perngorbanan yang mereka lakukan. Tercatat, para kader
partai hanya menerima 500-1000 yuan pertahun yang mungkin hanya separuh dari
penghasilan petani kaya yang maju akibat reformasi ekonomi yang penghasilannya
bisa dua hingga tiga kali lipat lebih besar.[13]
Beberapa fakta diatas
menunjukkan bahwa PKC tidak lagi sepopuler pada awal pembentukan RRC pada tahun
1950 sampai awal tahun 1970an. Bagaimanapun juga dampak dari reformasi ekonomi
yang tidak bisa ditinggalkan adalah munculnya kekuatan ideologi karena
masyarakat lebih fokus kepada pembangunan ekonomi. Respon masyarakat terhadap partai
secara umum dapat digolongkan menjadi dua hal, pertama, ketidakpedulian
masyarakat terhadap perkembangan partai dan kedua adalah ketidakpuasan terhadap
kepemimpinan partai. Masyarakat mulai tidak mempedulikan lagi hal ihwal tentang
politik dan partai. Disatu sisi hal ini justru menguntungkan karena masyarakat
akan lebih konsentrasi terhadap pembangunan ekonomi sehingga masalah politik
akan lebih mudah dikendalikan. Namun disisi lain justru muncul protes terhadap
partai seperti yang terjadi di Renshou, provinsi Sichuan yang menyerang dan
menduduki kantor pemerintah dan partai dengan jumlah demonstran mencapai 10
ribu orang. Hal serupa juga dilaporkan terjadi di beberapa provinsi lainnya
seperti di Anhui, Henan, Guangdong, Shanxi, dan sebagainya. Hal utama yang
memicu protes para petani adalah masalah korupsi yang muncul dikalangan kader
PKC meskipun kita tidak bisa mengatakan pada masa sebelumnya kader partai
terbebas dari korupsi.
Krisis kepercayaan ini
sebenarnya tidak hanya terjadi pada masa Deng namun sudah dimulai pada masa
Mao. Pada masa Mao, kuatnya dominasi partai membuat posisi kader sangat
menguntungkan. Selain memiliki kekuasaan secara politis namun jabatan sebagai
kader partai juga menguntungkan secara ekonomi. Oleh karena itu Mao menyadari kemungkinan
munculnya kelas baru dalam masyarakat China yang justru muncul bukan dari
masyarakat diluar partai namun justru didalam partai itu sendiri yaitu kelas
kader partai. Mao melihat kemungkinan ini merujuk kepada apa yang terjadi di
Yugoslavia.
Dalam krisis
kepercayaan ini, PKC tetap bertekad menjadi partai yang berkuasa. Namun disisi
lain golongan muda menghendaki demokrasi yang lebih luas.tarik menarik
kepentingan ini kemudian memunculkan peristiwa Tiananmen pada 3-4 Juni 1989.
Fenomena didunia internasional juga menunjukkan kecenderungan yang relatif
sama, runtuhnya rezim-rezim totaliter bekas Uni Soviet dan Eropa Timur serta
menggejalanya demokrasi global semakin mempersempit ruang PKC untuk
mengembangkan kekuatannya. Sementara itu kemajuan teknologi informasi telah
membuat rakyat semakin tahu dan pintar tentang penentuan nasib mereka. Apalagi
secara ekonomi China dihadapkan pada deretan etalase kapitalisme Barat di
pantai Timur mulai dari Jeoangm Korea Selatan, Hongkong dan Taiwan.
Bagaimana PKC bertahan
menghadapi badai demokrasi dan krisis kepercayaan dari rakyat China? Satu hal
yang mungkin terlepas dari analisis Barat mengenai perkembangan masyarakat
ketika kemajuan ekonomi yang diduga akan membangkitkan semangat demokrasi
politik. Hal itu adalah budaya politik di China yang berkembang selama ribuan
tahun yaitu Konfusianisme. Dalam kepercayaan Kofusian, ketertiban dan
keseimbangan merupakan hal yang paling utama. Hal inilah yang digunakan oleh
PKC untuk “mempertahankan” dominasi politiknya di China. Kekacauan di
negara-negara Eropa Timur, bekas Uni Soviet, Yugoslavia dan Afghanistan justru
dimanfaatkan oleh partai untu mempropaganda rakyat tentang pentingnya
stabilitas negara. Stabilitas ini akan dapat tercapai jika pemerintahan kuat.
Sementara disisi lain, partai dan pemerintah menjanjikan sebuah kemakmuran
besar yang dicapai melalui pembangunan ekonomi. Jadi seperti tali rantai yang
saling terkait satu sama lain, secara sederhana pengertian yang muncul adalah
bahwa jika menginginkan kemakmuran ekonomi, maka pembangunan ekonomi harus
terlaksana dengan baik. Syarat terlaksanakannya pembangunan ekonomi yang baik
adalah dengan adanya stabilitas politk dan stabilitas politik hanya bsia
terjadi jika pemerintahan kuat. Pemerintahan kuat ini hanya bisa terbentuk jika
legetimasi dari masyarakat tinggi. Oleh karena itu legetimasi terhadap
pemerintah dan partai menjadi syarat utama untuk mencapai kemakmuran secara
ekonomi.
Disisi lain, kita
melihat bahwa sekali lagi para elit China mengadakan modifikasi terhadap teori
politik Barat yang disesuaikan dengan kondisi domestik di China. Seperti yang
kita ketahui bersama, pada masa pertengahan kepemimpinan Mao, muncul kejenuhan
dalam masyarakat China dimana janji kemakmuran yang pada awal revolusi
digunakan PKC untuk menarik dukungan massa belum terwujud. Menurut teori Marx
dan Engels, kesadaran akan pertentangan kelas akan muncul dengan sendirinya
dari masyarakat dan hasil akhirnya adalah masyarakat tanpa kelas dimana
kemakmuran dinikmati bersama. Namun yang terjadi hingga pada pertengahan tahun
1960an dimana masyarakat secara umum telah ada satu kelas sosial tapikemakmuran
secara ekonomi tidak kunjung datang. Mao mulai mengalihkan definisi
pertentangan kelas tidak lagi terhadap kelompok kapitalis namun juga memasukkan
kelompok intelektual yang dianggap berseberangan dengan ide-ide komunisme Mao.
Disisi lain, Mao menangkap sinyal bahwa perubahan dalam masyarakat tidak lagi
bisa menunggu kesadaran secara otomatis, melainkan harus dipupuk dan diajarkan.
Teori Marx tidak bisa sepenuhnya dipakai di China karena karakteristik
masyarakat China adalah agraris bukan industri seperti thesis Marx.
Dalam reformasi ekonomi
pun, Deng juga menerapkan metode yang relatif sama dengan Mao. Reformasi
ekonomi tidak bisa bergerak dari bawah atau masyarakat. Hal ini sebabkan oleh,
pertama, masyarakat China yelah terbiasa dengan sistem komune dan menjadi satu
hambatan untuk berkembang secara mandiri. Fenomena ini juga terjadi pada
masyarakat Rusia pasca Uni Soviet ketika mengalami kebingingan untuk membangun
ekonomi karena selama lebih dari satu dasawarsa masyarakat telah terbiasa
dengan berbagai hal yang telah terencana secara terpusat dan semuanya
disediakan dan diatur oleh negara. Kedua, kebebasan yang mulai terbuka dalam
masyarakat China memungkinkan munculnya euforia yang justru membuka peluang
kekacauan. Kebebasan jika tidak diatur dengan cermat justru akan menimbulkan
kekacauan ketika tuntutan akan kebebasan tersebut menjadi sebuah gelombang
besar yang dapat mengacaukan sistem politik yang ada.
Kesimpulan terakhir
atas kebijakan yang harus diambil adalah tetap mengendalikan kebebasan dalam
konteks pembangunan ekonomi. Yang dilakukan adalah dengan memberikan insentif
untuk pembangunan ekonomi tetap dari atas atau partai dan pemerintah. Dengan
menggunakan sistem seperti ini kontrol politik dan ekonomi tetap berada
ditangan negara atau dengan kata lain, sistem kapitalisme tetap bertahan, dan
pada tataran dibawah akan muncul kebebasan yang akan mendorong aktifitas
ekonomi yang dapat digunakan sebagai klaim pembangunan ekonomi yang memakmurkan
rakyat. Sistem seperti ini dapat menjaga dua hal sekaligus yang saling terkait
dan menarik karena mengeliminasi pemikiran Barat pada satu sisi tentang
pertentangan antara kapitalisme dan komunisme yang digambarkan sebagai sebuah
dikotomi yang tidak dapat dan tidak akan pernah bertemu berjalan beriringan.
Disatu sisi sistem sosialisme akan terus terjaga dengan kekuatan negara dan PKC
yang besar, sementara kekuatan tersebut akan menjamin stabilitas untuk mendukung
kemajuan ekonomi dan dasi sisi masyarakat sendiri mulai muncul kekhawatiran
akan kekacauan dan perpecahan yang justru akan merugikan mereka sendiri jika
menuntut kebebasan terlalu besar.
Jika melihat kondisi
dan situasi dalam sistem internasional saat itu. sebenarnya posisi China dalam struktur kekuatan,
pengaruh dan kepentingan dalam sistem internasional. Sistem bipolar yang
berlangsung selama Perang Dingin telah usai, namun tidak bisa dikatakan sistem
ini telah berubah menjadi sistem uni polar dimana Amerika Serikat sebagai
pemimpinnya. Negara-negara bekas Uni Soviet dan Eropa Timur sekarang memang
telah berada dalam pengaruh kekuasaan dan pengaruh dari Amerika Serikat. Namun,
China sendiri sebenarnya berada dalam posisi yang lebih independen tidak
seperti negara bekas Uni Soviet atau Eropa Timur. Pada saat China sedang
mengalami kemunduran hubungan diplomatik dengan Uni Soviet, saat itu sebenarnya
China mulai memunculkan independensinya yang tidak berada dalam bayang-bayang
Uni Soviet maupun Amerika Serikat. Secara domestik para elit China mulai
memiliki kebebasan untuk menentukan perkembangan politiknya, namun secara
internasional, seiring dengan semakin menguatnya interdependensi negara bangsa
akibat globalisasi menghadapkan China pada pilihan yang tidak terelakkan yaitu
ikut serta dalam perkembangan dibelahan dunia yang lain termasuk demokratisasi.[14]
Kondisi sistem sosial,
kemajuan dan kecenderungan ekonomi serta aspirasi yang berkembang di China.
Kemajuan ekonomi yang sehat dan stabil hampir sulit untuk menghasilkanperubahan
politik terutama secara fundamental. Oleh karena itu secara tidak langsung,
kemajuan ekonomi China justru lebih mendukung dan mempertahankan sistem politik
yang ada dan menjamin stabilitas politik.
Sementara itu, aspirasi
yang berkembang dalam msyarakat China sendiri tidak bisa terlepas dari sistem
sosial dan kondisi ekonomi yang terjadi. Peristiwa Tiananmen yang dianggap
sebagai tonggal perjuangan demokrasi di China disatu sisi memunculkan
pertanyaan apakah peristiwa tersebut mewakili keseluruhan dari aspirasi
masyarakat China akan demokrasi? Gerakan pro-demokrasi yang memunculkan
peristiwa Tiananmen dalam pandangan China sendiri merupakan persekongkolan
Barat untuk menghancurkan sosialisme China dan bukan merupakan kesadaran politik
masyarakat China secara mayoritas.
Sementara itu, faktor
domestik juga harus diperhitungkan adalah jumlah penduduk China yang besar.
Dengan jumlah penduduk yang lebih dari satu milyar jiwa ini apakah kondusfif
untuk menerapkan demokrasi penuh yang multi partai seperti negara Barat yang
jumlah penduduknya lebih sedikit? Fenomena yang dijadikan rujukan adalah
fenomena demokratisasi di India. India dengan jumlah penduduk yang besar dan
menerapkan demokrasi seperti Barat menunjukkan negara disibukkan dengan
pertentangan kepentingan yang sangat beraneka ragam dan saling bersaing satu
sama lain. Dalam pandangan orang China sendiri, sistem pemerintahan terpusat
merupakan pilihan terbaik karena selama ratusan tahun China berada dalam sistem
kekaisaran dibawah pedoman Konfusianisme.
persepsi, motivasi,
cita-cita, nilai, ide dari para elit politik China. Hal penting yang sangat
berpengaruh terhadap masa depan China dan PKC adalah faktor kegagalan Uni
Soviet dalam melakukan reformasi. Para elit politik China serta sebagian
masyarakat melihat vahwa reformasi yang begitu cepat seperti yang terjadi di
Uni Soviet justru akan menimbulkan kekacauan. Kelompok moderat dan konservatif
bersepakat bahwa sosialisme dan diktator proletariat masih merupakan model yang
paling tepat di China dengan pertimbangan utama bahwa setiap negara harus
menerapkan model pembangunan politik berdasarkan situasi kondisi yang sangat
melekat dan berkarakter sendiri dari masing-masing negara.
2.3 Aspek Pendidikan
Pada tahun 1978
tepatnya dibulan Desember Deng mencetuskan ide reformasi ini didepan Rapat
Partai Komunis China (PKC). Reformasi tersebut sering disebut Sì gè Xià n Dà ihuÃ
(The Four Modernizations). Empat pilar empat modernisasi itu adalah Reformasi
Pertanian, Industri, Ilmu dan Teknologi dan Pertahanan. Maka sejak itu
berakhirlah era ketertutupan China dengan dunia luar (China sering disebut
negara tirai bambu karena sifat ketertutupannya itu, serupa dengan
negara-negara Eropa Timur saat itu yang disebut negara tirai besi). Guna
mendukung rencana pembangunan ekonomi tersebut maka ilmu pengetahuan,
teknologi, dan pendidikan pada umumnya akan mendapat perhatian khusus.[15]
Teknologi usang
digunakan oleh Cina di pabrik-pabrik mereka juga telah mengangkat industri
pembangunan. Untuk mengatasi masalah ini, Deng Xiaoping melakukan upaya untuk mendapatkan perusahaan
asing untuk membantu dalam meningkatkan pabrik lama dan membangun yang baru.
Selanjutnya, ia mendorong mahasiswa Cina untuk belajar.
Ilmu
dan modernisasi teknologi meskipun dipahami oleh pemimpin China sebagai kunci
untuk transformasi industri dan ekonomi, terbukti lebih dari tujuan teoritis
versus tujuan dicapai.Hal ini terutama disebabkan isolasi selama beberapa
dekade ilmuwan Cina dari masyarakat barat internasional, universitas ketinggalan
zaman, dan kurangnya keseluruhan akses ke peralatan ilmiah canggih, teknologi
informasi, dan knowhow manajemen.Menyadari perlunya bantuan teknis untuk memacu
modernisasi ini yang paling penting, Pemerintah China menimbulkan dukungan dari
United Nations Development Programme (UNDP) pada musim gugur 1978 untuk lingkup dan menyediakan
sumber daya keuangan untuk pelaksanaan pelengkap awal proyek ditargetkan. Proyek-proyek
awal dari 1979-1984 meliputi pembentukan luar negeri pelatihan on-the-job dan
program akademik, set-up dari pusat pengolahan informasi pada unit-unit
pemerintah kunci, dan pengembangan metode untuk membuat keputusan dalam konteks
Cina yang berbasis di pasar prinsip.Para penasihat kunci untuk Pemerintah Cina
atas nama UNDP adalah Jack Fensterstock dari Amerika Serikat.Upaya bantuan
teknis pertama (CPR/79-001) oleh UNDP menyebabkan masuknya lembaga pendanaan
multilateral skala besar termasuk Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Jumlah
periset dalam berbagai bidang akan ditingkatkan menjadi 800.000 orang.
Diharapkan pada tahun 1985, China hanya akan tertinggal sepuluh tahun
dibandingkan negara-negara maju dunia dalam bidang sains.[16]
Maka dalam waktu yang
relatif singkat, rezim reformasi ini mengadakan serangkaian perombakan dan
perubahan. Dalam arti sesungguhnya, terjadi pembalikan semua kebijakan masa
lampau. Pertama, pada tahun 1977 diumumkan sistem ujian untuk masuk
universitas. Kedua, pada 1986, diumumkan otonomi pendidikan tinggi. Ketiga,
untuk mengisi kekurangan tenaga ahli dengan terobosan teknologi mutakhir. Pada
1981, ia telah berhasil mendirikan tidak kurang 117 lembaga penelitian di
bidang ilmu pengetahuan.
Berbagai macam
restorasi di atas diiringi dengan kebijakan untuk rekonsiliasi dengan para
intelektual. Semua kebijakan baru ini tentu saja membawa angin segar bagi para
intelektual Cina yang selama 25 tahun hidup dalam tekanan berat. Semua
kebijakan itu dibarengi dengan tindakan Deng Xiaoping mengumumkan “Empat
Prinsip Dasar”, empat prinsip dasar yang tidak boleh dilangggar para intelektual:
(1) jalan sosialis,
(2) berpegang pada kediktatoran
proletariat,
(3) berpegang pada kepemimpinan PKC dan,
(4) berpegang pada Marxisme-Leninisme
dan Pikiran Mao Zedong.
Selama masa Reformasi
tercacat dua kampanye terhadap kaum intelektual: Kampanye Anti Polusi Rohani
(1983-1984) dan Kampanye Anti Liberalisasi Borjuis (1985-1987). Yang pertama
diarahkan untuk mencegah gelombang tuntutan akan kebebasan. Kedua kampanye ini
memang tidak sampai membawa korban seperti pada zaman Mao dulu, tetapi dilaksanakannya
kampanye seperti itu menandakan bahwa pihak penguasa di Cina masih ingin
mengawasi kaum intelektual. Lembaga sensor masih giat di Cina. Buku-buku atau
artikel mendapat pengawasan ketat dari berbagai macam lembaga, termasuk
kepolisian. Jikalau ada buku yang dicurigai berlawanan dengan pandangan
pemerintah, buku itu akan dilarang beredar. Kebijakan seperti ini tidak pernah
diumumkan secara resmi. Meski demikian, Pemerintah dapat sewaktu-waktu
mengeluarkan larangan dengan berbagai alasan seperti pornografi, membahayakan
keamanan negara, kontrarevolusi.[17]
2.4
Aspek Sosial Budaya
Langkah awal ketika Deng
Xiao Ping berkuasa adalah dengan menghentikan adanya “pertarungan kelas” yang
terjadi pada masa Mao ZeDong yang menjunjung tinggi ideologi komunis. Ia pun
mengadakan kebijakan “rehabilitasi” pada korban Revolusi Kebudayaan dari semua
lapisan masyarakat. Siapapun boleh meminta agar perkaranya nya dibuka kembali
dan nama baik mereka dapat direhabilitasi.[18]
Selain itu Deng Xiao
Ping pun menilai bahwa sistem ekonomi yang terencana oleh pusat pada masa Mao
tidaklah efisien dan kompetitif. Selama
30 tahun, perusahaan memboroskan bahan mentah, tenaga kerja dan tentunya modal.[19] Oleh
karena itu Deng Xiao Ping menjalan reformasi ekonomi untuk memajukan Cina dengan
mengadakan suatu politik “pintu terbuka” setelah menutup diri dengan tirai
bambunya. Politik pintu terbuka tersebut dimaksudkan sebagai bangsa Cina yang
telah terbuka bagi dunia luar dengan menarik penanaman modal asing di dalam
negeri.
Politik Pintu Terbuka
yang diciptakan untuk penanaman modal asing dan wisatawan mancanegara membawa
serta hubungan langsung antara kehidupan tradisional Cina dan kehidupan liberal
dunia barat. Dan untuk kepentingan tersebut RRC menciptakan Zona Ekonomi Khusus
( Special Economic Zones). Modernisasi pun mulai dirancang oleh pemerintahan
RRC. Selain itu, puluhan ribu mahasiswa dikirim ke Amerika Serikat untuk
menuntut ilmu di berbagai universitas terkemuka.[20]
Namun, kebijakan atas
politik pintu terbuka ini pun membawa dampak buruk bagi para buruh dan petani.
Hal ini disebabkan adanya sistem kontrak yang berlaku bagi petani dan
pemerintah atas pengolahan tanah pertanian. Awalnya, petani merasa adanya
keringanan atas kebijakan Deng Xiao Ping (1978-1985) namun dengan adanya politik
“pintu terbuka”, sistem perekonomian pun berubah menjadi sistem ekonomi pasar.
Dampaknya pun mulai dirasakan, para petani tidak lagi mendapatkan subsidi dari
Negara dan mereka pun dibiarkan terjun dalam pasar bebas yang penuh persaingan.
Dari sini lah mulai terlihat adanya asas kapitalisme. Jika petani yang tidak
memiliki keunggulan atau modal yang besar, mereka pun akan tertinggal jauh dan
terbelakang. Inilah yang dihadapi kebanyakan para petani setelah adanya
reformasi ekonomi dari Deng Xiao Ping.
Sebenarnya kehidupan
petani sebelum maupun setelah reformasi tidaklah menjadi lebih baik. Situasi
seperti itu disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. negara tidak mampu membeli surplus
gabah yang dihasilkan oleh petani
2. menurunnya investasi dibidang
pertanian,
3.seretnnya kenaikan pendapatan petani
datang dari pamong praja desa.
Yang terjadi
selanjutnya adalah para petani yang menderita kerugian pun pindah ke kota-kota
dengan harapan mendapatkan pekerjaan untuk mencukupi keluarga. Para petani yang
datang ke kota ini kemudian dinamakan sebagai “penduduk terapung”. Kemudian
para petani ini pada umumnya bekerja pada sektor informal atau menjadi buruh
swasta.[21]
Kerugian yang dihadapi
industri milik negara karena boros dalam modal, bahan mentah dan banyaknya
pegawai pun mengharus pemberhentian pada banyak buruh yang sebelumnya tidak
pernah terjadi pada masa Mao. Karena pada masa Mao, pengangkatan buruh bukanlah
didasarkan pada kebutuhan tenaga kerja namun berdasarkan ideologi komunis yang
begitu menjunjung tinggi para buruh. Dengan adanya pemberhentian para buruh ini
pun membuat angka pengangguran mulai terlihat dan semakin meningkat dari tahun
ke tahun. Hal ini disebabkan dengan adanya kebijakan pemerintah berupa
Keputusan Menteri Perburuhan dan Personalia pada tahun 1983, dimana manajer
bebas mencari buruh sesuai dengan standar yang ia tetapkan.
Selain itu, para buruh
pun tidak lagi mendapatkan subsidi apapun dari Negara yang dulunya selalu
mendapatkan kebutuhan pokok dari Negara. Dan buruh pun semakin banyak
kehilangan haknya yang semula dan yang paling terlihat adalah hak kerja yang
dijamin negara seumur hidup. Dengan adanya kebijakan “pintu terbuka” menjadikan
banyaknya buruh yang kehilangan pekerjaan menjadi buruh swasta pada perusahaan swasta
yang mulai berkembang di Cina.[22]
Selain itu para kaum
intelektual juga sudah dapat bernafas lega karena tidak lagi “diikat” oleh
pemikiran Mao Ze Dong yang mematikan hak mereka untuk berfikir. Namun tentunya,
kebebasan pun belum didapatkan seutuhnya karena jika ada suatu karya ilmiah
maupun seni yang menyerang atau menydutkan partai, masih diberikan hukuman yang
begitu berat. Hal ini tentunya belum dapat diterima oleh kalangan intelektual
Cina yang menginginkan adanya perubahan yang maju pada reformasi yang dijalankan
oleh Deng Xiao Ping.
Dan seperti yang
dikatakan oleh Deng Xiao Ping bahwa dalam waktu singkat berbagai kalangan “atas”
berhasil menikmati kenaikan taraf hidup yang mencolok. Dan sebagaimana
yang telah dilaporkan oleh Perdana Menteri Zhao Zi Yang (1985), masyarakat Cina
pun mulai dihinggapi “penyakit” masyarkat kapitalis liberal yaitu korupsi dan
inflasi karena kendurnya pengawasan. Hal
tersebut menurut para cendikiawan dan mahasiswa disebabkan oleh reformasi yang
berjalan setengah-setengah karena reformasi tersebut tidak merata dalam semua
wilayah Cina. Reformasi yang digalakan oleh Deng Xiao Ping hanya sebatas pada
bidang ekonomi yang menurut para intelektual hal tersebut hanya untuk
mendapatkan legitimasi di pemerintahan.[23]
Pada tahun 1986
berbagai propinsi dilanda demonstrasi mahasiswa yang menuntut dilaksankannya
demokrasi karena merasa bahwa ideologi Marxisme-Leninisme yang disokong partai
Komunis Cina tidak dapat menyesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di Cina
yang begitu menyulitkan kehidupan para buruh dan kaum petani. Pada tanggal 20
Desember terjadi demonstrasi mahasiswa di Shanghai yang mengajukan beberapa
tuntutan. Diantaranya:
1. hak kebebasan memasang poster diberikan
kembali
2. hak kebebasan pers
3. jaminan keamanan para mahasiswa yang
berdemonstrasi
4. melegalkan kegiatan demonstrasi mahasiswa.(4)
Puncak dari demonstrasi
mahasiswa yang merasa tidak puas dengan segala kebijakan pemerintah RRC pun
terjadi pada tahun 1989. Peristiwa ini dinamakan peristiwa Than An Men. Para
demonstran yang mayoritas terdiri dari mahasiswa dan rakyat menuntut untuk
bertukar pikiran dengan pemerintah RRC, namun ternyata pihak pemerintah selalu
menolak bahkan mengabaikan keinginan para demonstran. Pemerintahan RRC pun
terus menyatakan bahwa demokrasi tidaklah dapat dilakukan secara cepat dan
berlebihan, selain itu pemerintah RRC terus menjalankan kegiatan
pemerintahan tanpa menghiraukan gejolak
demonstrasi yang terjadi.
Namun demonstrasi
tidaklah mereda bahkan semakin menjadi-jadi terlebih saat mereka juga
mendapatkan dukungan dari para buruh, para cendikiawan dan berbagai lapisan
masyarakat lainnya. Mereka pun menganggap “pembangunan sosialis” yang
dilancarkan partai Komunis Cina sebagai demokrasi semu yang munafik. Dan partai
Komunis Cina pun tetap bersikukuh mempertahankan Prinsip dasar Marxisme dan
Leninisme.
Dan akhirnya pada
tanggal 4 Juni 1989 terjadilah letusan bentrok antara para demonstran dan
militer yang menyokong kesetiaan terhadap partai Komunis Cina. Menurut
pengumuna resmi, maka korban jiwa yang berjatuhan sebanyak 300 orang dan korban
luka berjumlah 7000 orang. Hal ini tentunya mendapatkan respon dan kecaman
terhadap pemerintahan RCC dari luar negeri. Diantaranya presiden Amerika George
Bush yang menghentikan penjualan senjata pada RRC dan Perancis yang memutuskan
hubungannya dengan RRC. Sedangkan Uni Soviet memberikan dukungan penuh terhadap
partai Komunis Cina.[24]
Bab III
Penutup
Pada
awal tahun 80-an, Deng Xiaoping mulai menjalankan politik “pintu terbuka” bagi
Cina yang dimaksudkan untuk mendatangkan investasi dari luar negeri. Dan dengan
berlakunya kebijakan tersebut, sistem perekonomian di RRC pun berubah menjadi
sistem ekonomi pasar sehingga bermunculanlah perusahaan-perusahaan swasta di
RRC.
Namun
modernisasi yang didengung-dengungkan oleh Deng Xiaoping hanya terjadi pada
bidang ekonomi. Hal inilah yang kemudian akan menimbulkan konflik dalam
masyarakat dengan diberlakukannya sistem ekonomi pasar. Karena sebelumnya
apapun kebutuhan masyarakat yang didominasi oleh buruh akan dipenuhi oleh
Negara. Tetapi setelah kebijakan modernisasi Deng Xiaoping, masyarakat masih
belum merasa kurang puas karena kebijakan tersebut masih saja membuat rakyat
merasa sulit.
Selain
itu buruh yang merupakan “tuan tanah” di Cina kini harus mengalami pemutusan
kerja karena ideologi komunis Cina yang dijalankan oleh Deng tidak lagi sama
seperti yang dulu dijalankan oleh Mao. Dan karena hal inilah banyak terjadinya
pengangguran, selain itu para petani tidak lagi disubsidi oleh Negara.
Kebijakan Deng menurut rakyat Cina masih belum dapat mengeluarkan Cina dari
penderitaan sosial maupun ekonomi.
Tetapi
dibalik itu semua, ketebukaan pun mulai dirasakan dengan adanya politik
“keterbukaan”. Banyak juga rakyat yang merasakan dampak positif dari adanya
kebijakan Deng. Dan strukutur kota di Cina pun kembali ramai dengan adanya para
pedagang informal maupun swasta.
Kaum
intelektual pun kini dapat bersekolah dan mendapatkan ilmu dari bangsa lain,
walaupun kebebasan berkarya masih saja diatur oleh Negara.
Kebijakan
dan modernisasi dari masa Deng Xiaoping paling banyak dirasakan hanya dari
sektor ekonomi, namun itu pun hanya dirasakan pada para pejabat pemerintah
dengan melakukan tindakan korupsi yang merugikan masyarakat maupun Negara. Oleh
sebab itulah mulai terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh
mahasiswa maupun kalangan lain dalam masyarakat. Tuntutan yang didengungkan
pada umunya sama, yaitu kebebasan.
Daftar Pustaka
Bakry, Umar
Suryadi, Masa Depan Komunisme Cina Pasca
Pembekuan PKUS, Jakarta 27 September 1991
Jacques, Martin.
2011. When China Rules the World. Jakarta: Kompas
Partogi
Nainggolan, Poltak. 1995. Reformasi Ekonomi RRC Era Deng Xiaoping.
Jakarta: PT Fajar Inter Pertama
Sutopo, FX.
2009. CHINA Sejarah Singkat.
Yogyakarta: Garasi
Sukisman, W.D. Sejarah Cina Kontemporer: Dari Revolusi
Nasional Melalui Revolusi Kebudayaan Sampai Modernisasi Sosialis jilid 2.
Jakarta: PT Pradnya Paramita
Taniputera,
Ivan. 2011. History of China.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Wibowo.I. 2000. Negara dan Masyarakat: Berkaca dari
Pengalaman Republik Rakyat Cina. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum dan
Pusat Studi Cina.
[1] Martin Jacques, “When
China Rules the World”, (Jakarta: Kompas, 2011), hal 172
[2] ibid
[3] ibid
[4] Poltak Partogi
Nainggolan, “ Reformasi Ekonomi RRC Era Deng Xiaoping”, (Jakarta: PT Fajar
Inter Pertama, 1995). hal 83
[5] Ivan Taniputera, History
of China, (Jogyakarta: Ar-Ruzzmedia, 2011), hal 598
[6] ibid
[7] Reformasi ekonomi merupakan salah satu
program di era Deng Xiaoping untuk membenahi sistem ekonomi China pasca
Revolusi kebudayaan.
[8] Ibid. hlm. 84.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] FX. Sutopo, “ CHINA
Sejarah Singkat”, ( Yogyakarta: Garasi, 2009), hlm. 135.
[13] I Wibowo, Partai Komunis
Cina, Quo Vadis? Kompas 27 Agustus 1993, dalam Bakri, Umar Suryadi, 1997, Cina
Quo Vadis? Pasca Deng Xiaoping, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
[14] Bakry, Umar Suryadi,
Masa Depan Komunisme Cina Pasca Pembekuan PKUS, Jakarta 27 September 1991, hal
21-22
[15] WD Sukisman, Sejarah
Cina Kontemporer jilid 2, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1987), hal 143
[16]Ivan Taniputera, History
of China, (Jogyakarta: Ar-Ruzzmedia, 2011), hal 597
[17]I. Wibowo, Negara dan
Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hal 240-242
[18] Wibowo, I. Negara dan
Masyarakat: Berkaca dari Pengalaman Republik Rakyat Cina (PT Gramedia 2000),
hlm 205
[20] Sukisman, W.D. Sejarah
Cina Kontemporer: Dari Revolusi Nasional Melalui Revolusi Kebudayaan Sampai Modernisasi
Sosialis. Hlm: 148
[21]Wibowo. I, ibid. Hlm: 168-189
[22] Ibid, hlm: 207-209
[23] Sukiman, W.D. Sejarah
Cina Kontemporer. Hlm: 148
[24] Ibid, hlm: 155
0 Response to "Makalah Cina Pada Tahun 1980-1990"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)