Mengapa Nilai Rupiah bisa kembali menguat?
Uang kerta negara Indonesia |
Hampir
setahun pemerintahan presiden Joko Widodo (akrab disapa Jokowi) kita selalu
disuguhkan dengan berita nilai tukar rupiah yang tidak pernah membaik, malah
semakin lama semakin terpuruk terparah dan terakhir, sempat menyentuh angka Rp
14.800 / USD. Angka ini merupakan yang terendah sejak krisis moneter tahun 1998.
Semua
pihak resah dan khawatir akan dampak dari merosotnya nilai tukar rupiah ini. Bagi
banyak kalangan terutama kalangan pemegang saham, hal ini akan sangat
berpengaruh terhadap anjloknya penghasilan mereka juga serta nilai saham yang
mereka pegang sehingga banyak yang menjual sahamnya keperusahaan lain. Bagi kalangan
menengah kebawah, tingkat konsumsi semakin berkurang karena kurangnya daya beli
seiring dengan meningkatkan harga barang pokok.
Pada
awal bulan Oktober ini, setelah Joko Widodo mengeluarkan paket kebijakan
ekonomi jilid II yang lebih menekankan bidang fiscal dan moneter, maka
perubahan besar dalam perekonomian negara kita terjadi secara besar-besaran dan
membuahkan hasil yang sangat signifikan. Dalam kurun waktu beberapa hari saja,
nilai tukar Rupiah melonjak naik dari Rp 14.900 menjadi Rp 13.700/USD per tanggal 7 Oktober 2015. Sebuah hal yang
sangat aneh bukan? Bayangkan Pemerintahan Joko Widodo hanya bisa menekan nilai
Rupiah dengan rentangan Rp 1.000,00 lebih.
Efek
Ekonomi Global
Selama
ini, masyarakat banyak yang tidak paham kenapa Rupiah anjlok dan kenapa
tiba-tiba Rupiah bisa menguat secara tiba-tiba dalam kurun waktu yang singkat. Logikaya,
jika nilai Rupiah sempat anjlok terlalu jauh dalam setahun pemerintahan Jokowi
dari Rp 13.800 menjadi 14.900 per USD, harusnya butuh waktu lebih dari 1 tahun
untuk menaikkan nilai Rupiah tersebut secara internal. Tetapi saat ini kita
melihat Rupiah bisa kembali menukik tajam menguat menjadi 13.700 hanya dalam
beberapa hari saja. Ini adalah efek dari perekonomian global.
Jika
selama ini rakyat banyak menghujat pemerintah dan menyalahkan pemerintah atas
melemahnya nilai Rupiah terhadap dollar itu adalah tindakan yang tidak
sepenuhnya dibenarkan. Kita harus menyadari betapa perekonomian suatu negara
itu tergantung dari fluktuasi perekomian global pula. Jika ekonomi global
(dunia) sedang terguncang, maka ekonomi negara yang ada di bumi ini akan
terpengaruh. Jangan lupa juga pengaruh perekonomian negara-negara adidaya
secara ekonomi layaknya Amerika Serikat, China, Rusia, Jerman, Inggris, Eropa
secara keseluruhan, dan negara-negara yang memiliki kekuatan ekonomi global
lainnya.
Turunnya
nilai Rupiah sebenarnya sudah diprediksi oleh para ekonom nasional maupun
internasional. Apalagi karena ekonomi Indonesia memiliki simbiosis mutualisme
terhadap negara-negara ekonomi besar seperti China, AS, Jepang, dan lain-lain
maka Indonesia adalah salah satu negara yang sangat rentan terhadap efek
gejolak ekonomi global. Nilai Rupiah turun karena disebabkan oleh tiga faktor
eksternal yang sangat berpengaruh, yaitu naiknya perekonomian AS (pemegang mata
uang Dollar) dan Devaluasi yang dilakukan oleh negara Cina serta krisis
dibeberapa negara seperti Yunani.
Tumbuhnya
perekonomian AS yang sangat cepat membuat nilai Dollar semakin naik sehingga
nilai mata uang lainnya semakin menurun, kecuali nilai mata uang Poundsterling.
Tingginya mata uang tersebut berasal dari indeks harga saham di pasaran Amerika
Serikat juga ikut menaik secara bersamaan. Dengan demikian, timbul sebuah trust economic dan political bagi para pengusaha dan seluruh masyarakat untuk menggerakkan
perekonomiannya baik dalam hal konsumsi, produksi, maupun distribusi. Kondisi ini
sejalan dengan naiknya nilai import karena bahan baku didapatkan semakin murah
sementara harga jualnya setelah diproses di AS semakin tinggi. Jadi jelas
penguatan ekonomi seperti ini berpengaruh secara signifikan terhadap GDP AS.
Bagaimana
dengan Cina? Mengapa Cina juga tidak ingin seperti AS karena Cina adalah
kekuatan nomor 2 ekonomi terbesar di dunia saat ini? Alasannya sederhana, jika
Cina melakukan kebijakan yang sama, maka negara lain tidak akan mau bekerja
sama dengan Cina lagi. Sehingga Cina secara khusus membuat kebijakan Devaluasi
(menurunkan nilai mata uang negaranya) agar kemampuan konsumtif di
negara-negara pengimportnya tetap bertahan bahkan semakin mengalami
ketergantungan akibatt terpaan angina Dollar AS. Begitu juga dengan Yunani yang
mengalami krisis ekonomi, Yunani berpengaruh secara tidak langsung karena akan
menambah ketergantungan kepada Uni Eropa sehingga membuat kegiatan ekspor
Indonesia ke Eropa berkurang.
Rupiah
Kembali Menguat
Saat
ini kita dikejutkan dengan nilai rupiah yang kembali ke awal pemerintahan
Jokowi, bahkan sedikit masih lebih tinggi. Apakah ini pengaruh kebijakan
pemerintah secara langsung? Bisa juga yak arena Jokowi telah mengeluarkan paket
kebijakan ekonomi jilid I dan II. Paket kebijakan ini pada intinya adalah
penggenjotan dalam bidang infratruktur, fiscal, moneter, dan pembangunan
perekonomian lainnya.
Paket
kebijakan II agaknya lebih mentereng dibanding I karena Jokowi banyak mengubah
sistem dalam investor terutama masalah perizinan kepada pemerintah. Dari 2
minggu menjadi 3 jam, dari 1 minggu menjadi 2 jam saja. Hal ini membuat para
investor semakin bergairah menanamkan modalnya di Indonesia dan ingin berparter
dengan pemerintah karena ada trust political dan Good Governance yang baik
antara pemerintah dengan semua elemen masyarakat terutama dalam birokrasi itu
sendiri.
Eits
tunggu dulu, jangan terlalu berbangga dengan kebijakan pemerintah. Rupiah bisa
menguat juga karena faktor berikut ini seperti tingkat suku bunga AS yang
semakin lama semakin kecil sehingga membuat mata uang yang undervalue menjadi kuat kekar kembali. Faktor berikutnya adalah
karena kurangnya permintaan terhadap dollar AS oleh para masyarakat dunia
sehingga untuk sementara nilai Rupiah dan mata uang lainnya seperti negara
Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam dan Filiphina bisa bernafas lega kembali
bahkan ibarat bertambah umur.
Kondisi
ini tentu menjadi kabar gembira bagi para pedagang dan pemegang saham di
Indonesia. IHSG BEI menguat 102,08 poin menjadi 4.445,78 poin persaham. Kabar gembira
juga untuk seluruh masyarakat Indonesia karena hal ini akan berpengaruh
terhadap harga Bahan Bakar Minyak (BBM) karena minyak dunia sangat melonjak
turun dalam kisaran 45 USD/ Barrel.
Refleksi
Bagi
seluruh rakyat Indonesia, diperlukan dukungan secara moral dan fisik kepada
pemerintah agar memiliki trust economic yang
tinggi serta trust political yang
sangat baik. Tidak perlu bagi kita untuk menghujat tindakan pemerintah toh
sejauh apapun usaha pemerintah tetap ada pengaruh dari perekonomian global. Semua
negara akan terkena imbas dari efek ekonomi global baik dalam skala positif
maupun negatif. Karena presiden kita bukan superman
maka mari kita saling mendukung untuk Indonesia yang lebih maju.
Oleh : Jhon Miduk Sitorus, Mahasiswa
Universitas Negeri Jakarta.
0 Response to "Mengapa Nilai Rupiah bisa kembali menguat?"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)