Ratna Sarumpaet, Tukang Kritik Yang Anti Kritik
Pertama
kali mengenal Ratna Sarumpaet, saya agak terkesima dan tertarik dengan beberapa
upayanya untuk membela kepentingan rakyat menengah kebawah, terutama tentang
banyaknya kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat. Saat itu tahun 2009, saya
menonton acara kesukaan saya di TV One, Indonesia Lawers Club (ILC) yang
dipromotori oleh Ilyas Karni. Saya begitu tertarik dengan kritikan-kritikan
pedas yang ditujukan oleh Ratna kepada pemerintah saat itu karena belum ada
tokoh yang mampu mengkritisi kebijakan pemerintah dihadapan public sejak era
reformasi sepengetahuan saya.
Saya
juga tertarik dengan nada suara yang melengkig dan tinggi yang bisa memancing
amarah orang-orang yang mendegarnya. Orang yang dikritik tampaknya harus
memasang kesabaran ekstra untuk menghadapi perempuan kelahiran sumatera utara
ini. Meskipun bahasanya sederhana dan kurang memiliki referensi yang jelas saat
berdiskusi dan berargumen, tetapi posisinya yang selalu mengatasnamankan dan
memihak kepada rakyat kecil memang menjadi penentu kemenangannya tersendiri
saat debat maupun saat berargumen di dalam sebuah forum interaktif.
Lama
kelamaan, saya selalu mengikuti perekembangan bu Ratna, terutama karena kami
memiliki latar belakang daerah asal yang sama (meskipun akhir-akhir ini dia
melepaskan identitas ke Batakannya), selalu ada ketertarikan saat melihat dia
berargumen. Biasanya lawan debatnya dalam berargumen akan menggeleng-gelengkan
kepala karena pendapatnya yang mengatasnamakan kepentingan rakyat dengan nada
yang tinggi.
Belakangan
ini, kita akrab dengan Ratna Sarumpaet Crisis Center. Lembaga ini menjadi wadah
yang positif dalam mengkritisi setiap kebijakan pemerintah yang jauh dari
esensinya dan tidak memihak kepada rakyat. Semua kasus besar selalu ditangani
oleh lembaga ini, seperti kasus pembunuhan Angeline, kasus korupsi, kasus SARA
oleh Rhoma Irama, Banjir, Tsunami Aceh, hingga Ratna Sarumpaet mendapat
penghargaan atas jasanya seperti Tsunami Award, NETPAC Award, Yout Prize, dan
Public Prize.
Kebiasaannya
untuk mengkritik pedas bahkan bernada menghina seseorang sudah menjadi
identitas utama ibu dari Atiqah hasiholan ini. Tahun 2015, saya pernah melihat
dan mendengar kritikan seorang Ratna yang mengatakan bahwa “Indonesia tidak
memiliki seorang Presiden/pemimpin”, dimana saat itu memang situasi politik Negara
sedang dalam keadaan gaduh karena kasus Budi Gunawan yang akan diangkat menjadi
Kapolri, dan memang saat itu tidak ada keputusan dan tindakan cepat dan
pemerintah untuk mengatasi hal ini, padahal hal ini merupakan hak perogratif
seorang presiden dalam mengangkat Kapolri walau harus melalui persetujuan DPR
RI.
Pernyataan
yang kontroversial lainnya adalah saat diskusi tentang kasus Angeline di ILC
TV-One, dimana Ratna Sarumpaet menyatakan bahwa “Jokowi adalah penyebab
Angeline terbunuh, dimana Jokowi tidak mampu memberikan kesejahteraan kepada
masyarakat Indonesia, sehingga ibu kandung Ibu Angeline menjual Angeline kepada
orang lain, dank arena harta warisan, nyawa Angeline menjadi tumbal yang mahal”.
Beberapa
argument Ratna Sarumpaet memang tidak realistis, bayangkan saja jika kita
logikakan, Jokowi saja belum 1 tahun bekerja di kursi pemerintahan RI. Tetapi,
alasan dia menyudutkan presiden Jokowi
sangat tidak tepat karena Angeline saja sudah berusia lebih dari 7 tahun,
berarti jika kita berangkat dari pernyataan “pemerintah tidak mampu memberikan
kesejahteraan kepada ibu angeline sehingga Angeline dijual kepada orang lain,
itu ada pada masa pemerintahan SBY, bukan Jokowi”. Jadi, itu hanya sebagian
kecil saja dari pernyataan ratna Sarumpaet yang asal-asalan ngomong saja tanpa
ada perhitungan yang relevan dan logis.
Kasus
terakhir yang dicampuri oleh Ratna Terompet eh maaf Sarumpaet ini adalah
tentang penggusuran warga yang berada di Kampung Pulo. Ratna Sarumpaet bak
kesetanan melengkingkan suara kerasnya saat mengkritisi gubernur DKI Jakarta,
Basuki Thahaja Purnama (Ahok).
Ratna
dengan latar belakang yang membela pihak yang kecil datang ke lokasi dan
memberikan dukungan kepada warga yang akan digusur untuk tidak mau berpindah. Padahal,
alasannya jelas, untuk merelokasi warga yang di Kampung Pulo dan sekitarnya
agar memperlancar pembangunan di bantaran sungai, sehingga pada musim
penghujan, kampong pulo tidak akan tenggelam lagi seperti yang selama ini
terjadi.
Ratna
mengatakan bahwa tindakan penggusuran sangat tidak manusiawi. Tidak manusiawi
bagaimana coba? Warga kampong pulo direlokasi, dipindahkan ke sebuah rusun yang
lebih mewah dan bagus dari tempat tinggal semula. Tidak ada penggusuran
semanusiawi yang begini di didunia ini. Bahkan, pemerintah DKI Jakarta sudah
terlalu baik memberikan tempat tinggal gratis selama 3 bula kepada para warga. Jikapun
mereka bayar pada 4 bulan berikutnya, mereka tetap dibantukan dan diberikan
kemurahan dengan hanya membayar Rp 350.000,00 perbulannya. Sangat murah bukan?
Baru-baru
ini saya mengkritik bu ratna terompet eh salah lagi Sarumpaet melalui akun
Twitter pribadinya. Saya memberikan gambaran bahwa Ahok sebenarnya tidak ingin
melihat para warga Kampug Pulo kebanjiran setiap tahun. “jika mereka kebanjiran
nanti bulan desember, toh ibu juga
menuntut kepada pemerintah soal penanganan banjir, jadi semua urusan jadi
kesalahan pemerintah”.
Banyak
yang saya kritik tentang pendapat Bu Ratna, mungkin karena kritikan saya
terlalu pedas baginya, dia pun akhirnya kapok dan tidak tahan menanggapi
kritikan saya karena saya berargumen yang realistis dan beropini untuk tujuan
jangka panjang. Ratna membalas dengan retweet “pemikiran ABG”.
Segitu
kecilkan pemikiran seorang aktivis yang tidak mau menerima kritik sampai-sampai
tidak mau mendengar saran dari anak muda? Nenek tua ini memang sepertinya tidak
ingin dikritik. Saya kembali membalas dengan “pemikiran nenek tua” disertai
dengan retweet dari orang lain yang mengatakan bahwa “maklum @JhonMiduk, udah
bau tanah”. Tetapi saya tidak menangapinya kembali.
Beberapa
saat kemudian, yang benar saja, Twitter saya di Blokir sama RatnaSpaet, saya
tidak kecewa tetapi saya mendapatkan sebuah bukti valid bahwa Ratna Sarumpaet
adalah tukang kritik yang anti kritik.
0 Response to "Ratna Sarumpaet, Tukang Kritik Yang Anti Kritik"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)