Terimakasih Presidenku
Rabu, 29 April 2015 tepat pukul
00.35 WIB, “doooorrr……” algojo memuntahkan peluru senapan mereka seketika itu
pula darah mereka mengalir, darah itu begitu segar, mungkin masih bercampur
dengan adonan narkoba yang masih terhisap saat beberapa tahun silam. 8 orang
pelaku duo Bali Nine (Australia), Martin Anderson (Ghana), Raheem Agbaje
(Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Sylester Obiekwe dan Okwudii Oyatanze
(Nigeria) akhirnya mengakhiri karier hidupnya di dunia ini tepatnya di
Nusakambangan. Sudah berakhir petualangan para pengguna dan pengedar narkoba
meski baru hanya 8 orang plus 6 orang pada bulan Februari silam.
Saya menjadi kembali berfikir,”ahh, kenapa Pemerintah dari dahulu tidak
melakukannya? Kenapa?”. Itulah yang menjadi pertanyaan sekarang. Pelaku
kasus diatas merupakan hasil tangkapan aparat sejak tahun awal 2000 hingga
tahun 2010. Tetapi, pemerintah yang berkuasa pada periode tersebut sepertinya
memilih untuk menunggu saja dan melimpahkan kasus ini ke pemerintahan yang
berikutnya. Jadinya, Joko Widodo kena batunya.
Sepertinya
pemerintahan sebelumnya terlalu menjaga citra baik di dunia internasional,
tetapi membiarkan lobang-lobang yang semakin menganga di dalam negaranya
sendiri. Ketika eksekusi mati selesai dilakukan, Tony Abbot (Perdana Menteri
Australia) langsung bereaksi keras dengan menarik duta besar Australia dari
Indonesia. Hal ini merupakan suatu tindakan protes Australia terhadap Indonesia
atas eksekusi terhadap warganya. Jelas, akibatnya hubungan diplomasi Australia
dengan Indonesia semakin meruncing dan memanas. Menteri Luar negeri Australia
juga secara langsung menyatakan “kita akan membalas!”.
Dari
respon Australia tersebut, ada suatu hal yang membuat hati saya tergelitik.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang merupakan presiden Indonesia pada periode
sebelumnya secara langsung membuat kicauan di akun Twitter dan Akun Facebooknya
“Harusnya saya memiliki agenda ke Australia
untuk urusan kenegaraan, tetapi karena kurang kondusif, saya akhirnya
membatalkan. Sangat disayangkan padahal, sebelumnya hubungan Australia dengan
Indonesia sangat erat, baik, dan hubungan diplomatisnya berjalan dengan baik,
pemerintah Indonesia harus memperbaiki hubungan ini, saya tidak setuju cara
pemerintah dalam menangani hubungan Internasional, tetapi kita punya
kedaulatan”.
Terdengar bagus memang,
tetapi tafsiran saya menyatakan bahwa seakan-akan SBY menganjurkan kepada
pemerintah Indonesia agar menjaga hubungan baik dengan tidak menciptakan
kontroversi bagi Negara lain. Tentu, tidak lain adalah seakan-akan menolak
hukuman eksekusi mati para terpidana narkoba, karena selama ini juga, belum
pernah ada pernyataan langsung SBY mendukung secara penuh tindakan pemerintah
dalam menangani eksekusi terpidana mati. SBY seakan-akan tutup mata dan tutup
telinga agar tidak terlalu bercampur tangan dalam hal-hal baru yang dilakukan
oleh pemerintah republic Indonesia.
Beruntung,
presiden Jokowi kita yang sekarang ini memiliki jiwa baja yang lebih tebal dari
tank “panser” buatan Jerman dan lebih gesit dari pesawat F-35 yang diciptakan
oleh Amerika Serikat. Jokowi tidak pernah ragu dalam bertindak, terutama soal
kedaulatan agar Negara lain tidak memandang Indonesia dengan sebelah mata.
Jokowi sempat diragukan oleh semua pihak, perlahan tetapi pasti, banyak alasan
untuk menyatakan bahwa Jokowi adalah Presiden yang paling tegas dan SBY adalah
presiden yang paling Bimbang yang pernah saya ketahui. Beruntung, Jokowi tidak
sama dengan SBY, kapasitasnya memang sama sebagai presiden, tetapi jiwanya
berbeda sebagai penyelenggara pemerintahan.
Eksekusi
mati terhadap pelaku kejahatan narkoba adalah sebuah langkah yang tepat walau
masalah ini merupakan warisan dari zaman Megawati dan SBY. Tetapi, Jokowi
dengan revolusi mentalnya menjadi hidup kembali karena ada pembeda dari antara
mereka bertiga, yaitu tindakan. Ya, tindakan adalah pembedanya, masalah yang
telah dikurung selama lebih dari 12 tahun, langsung seketika diselesaikan oleh
Joko Widodo.
Eksekusi
mati merupakan bukan upaya terbaik dalam memerangi narkoba, tetapi merupakan
upaya terakhir atau pilihan terakhir dalam memerangi individu pelakunya. Saya
berharap jika suatu saat nanti, eksekusi mati juga diberlakukan bagi para
pelaku korupsi agar Negara Indonesia kita ini bersih dari perilaku dan
tangan-tangan kotor koruptor kelas kakap terutama yang berada di Senayan sana.
Terimakasih Presidenku, Lanjutkan.
Jhon Miduk Sitorus
0 Response to "Terimakasih Presidenku"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)