Unsur-Unsur Masyarakat

A.Sistem Mata Pencaharian
1.Sistem mata pencaharian Tradisional
            Perhatian para ahli antropologi terhadap bebagai macam system mata pencaharian atau system ekonomi hanya terbatas pada system-sistem yang bersifat tradisional saja,terutama perhatian terhadap kebudayaan suatu suku bangsa secara holistic.Berbagai system tersebut yaitu: berburu; beternak; bercocok tanam diladang; menangkap ikan; dan bercocok tanam  menetap dengan irigasi.
            Dari kelima system tersebut,seorang ahli antropologi juga hanya memperhatikan system produksi lokalnya termasuk sumber alam,cara mengumpulkan modal,cara pengerahan dan pengaturan tenaga kerja,teknologi produksi,system distribusi di pasar-pasar yang dekat saja,dan proses konsumsinya.Adapun proses,system distribusi,dan pemasaran  yang lebih jauh dari pasar-pasar sekitar komunitas menjadi lokasi dari penelitian,biasanya tidak mendapat perhatian lagi dari para ahli antropologi.Penelitian dan analisis terhadap proses-proses itu diserahkan kepada para ahli ekonomi.
            Selain perhatian terhadap berbagai aktivitas perdagangan jarak dekat,seorang ahli antropologi masa kini juga mulai menaruh perhatian terhadap anggaran pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani,biasanya diabaikan oleh para ahli ekonomi.
            Akhir-akhir ini,ada pula beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli antropolgi terhadap aktivitas-aktivitas pedagang di kota (kadang-kadang juga meliputi daerah distribusi yang luas),tetapi biasanya para ahli antropologi membatasi diri terhadap aktivitas perdagangan berdasarkan volume modal yang terbatas.Di Indonesia misalnya ada ahli antropologi  yang mempelajari pedagang-pedagang kaki lima,para pedagang  pasar,atau inang-inang yang membawa barang kelontong dari Singapura ke Medan atau Jakarta.
            Sistem ekonomi yang berdasarkan industri memang tidak menjadi perhatian para antropologi dan merupakan lapangan para ahli ekonomi sepenuhnya.Para ahli antropolgi hanya mempelajari hal-hal seperti: aspek kehidupan kaum buruh yang berasal dari daerah pedesaan dalam  industry atau pengaruh industry terhadap daerah pedesaan sekitarnya.

2.Memburu dan Meramu
            Mata pencaharian berburu (hunting) dan meramu (gathering) merupakan suatu mata pencaharian manusia  yang paling tua ,tetapi pada masa sekarang sebagian besar umat manusia telah beralih ke mata pencaharian lain,sehingga hanya lebiih-kurang setengah juta dari 3.000 juta penduduk dunia sekarang atau kira-kira 0.01% saja hidup dari berrburu dann meramu.Selain itu,keberadaan suku-suku bangsa yang berburu terdesak ke daerah-daerah yang paling tidak menguntungkan bagi kehidupan manusia,yaitu daerah pantai di dekat kutub yang terlampau dingin,atau daerah gurun yang terlampau kering.
            Walaupun suku-suku bangsa berburu dan meramu hanya tinggal sedikit dan sulit didatangi,para ahli antropologi masih tetap menaruh perhatian terhadap suatu bentuk mata pencaharian hidup umat manusia yang tertua,untuk dapat menaganalisis asas masyarakat dan kebudayaaan manusia secara historical.Di Indoensia masih ada juga bangsa yang hidup dari meramu,yaitu penduduk dari daerah rawa-rawa di pantai-pantai Irian Jaya yang hidup dari meramu sagu.
            Dalam hal itu para antropologi biasanya menaruh  perhatian terhadap permasalahan permasalahan seperti hak ulayat dann milik atas wilayah berburu,sumber-sumber airnya,hak milik atas wilayah berburu,sumbersumber lainnya,hak milik atas alat-alat berburu,senjata-senjata,perangkap-perangkap,alat-alat transportasi (karena harus pergi jauh dari tempat tinggal utamanya menuju ke tempat-tempat keberadaan binatang buruan.Hal itu memakan waktu berhari-hari lamanya sehingga harus berkemah di jalan dan mengangkut alat-alat dari suatu tempat ke tempat lain).Masalah tesebut sama dengan masalah sumber alam dan modal dalam ilmu ekonomi.
            Selain itu,para ahli antropologi juga menaruh perhatian terhadap persoalan seperti susunan kelompok-kelompok manusia dan hubungan antara mereka dalam hal berburu;msalah bantuan tenaga dalam pemburuan;masalah kepemimpinan dalam aktivitas berburu dan sebagainya;pokoknya berbagai persoalan tersebut boleh dikatakan sama dengan masalah tenaga kerja dalam ilmu ekonomi.
            Ilmu antropologi sejak dulu sudah menaruh perhatian terhadap teknik-teknik dan cara berburu,termasuk cara-cara yang berdasarkan ilmu gaib,yaitu upacara-upacara ilmu gaib untuk meninggikan hasil pemburuan.Semua maslaah tersebut sama dengan masalah produksi dan teknologi produksi dalam ilmu ekonomi.
            Ilmu antropologi juga menaruh perhatian terhadap adat-istiadat yang berhubungan dengan pembagian hasil pemburuan kepada kaum kerabat,para tetangga,dan orang-orang lain dalam masyarakatnya.Kemudian juga pada cara hasil pemburuan atau ramuan ittu diproses dan dijual kepada orang-orang lain diluar masyarakat sendiri,misalnya cara pengangkutannya ke desa-desa dan ke kota-kota ,cara-cara penjualannya kepada para tengkulak atau pasar-pasar kota dan sebagainya.Semua masalah tersebut dapat dikatakan sama dengan yang didalam ilmu ekonomi termasuk masalah konsumsi,distribusi,dan pemasaran.
3.Beternak
            Betenak secara tradisional (pastoralism) sebagai suatu mata pencaharian pokok yang dikerjakan dengan cara besar-besaran,pada masa sekarang  dilakukan oleh lebih kurang tujuh juta manusia,yaitu kira-kira 0,02% dari ke-3000 juta penduduk dunia.Sepanjang sejarah sampai sekarang suku-suku bangsa peternak didunia biasanya hidup di daerah-daerah gurun,sabana,dan stepa.Kira-kira lima juta orang peternak dari berbagai suku bangsa hidup di daerah-daerah stepa dan sabana di Asia Tengah.Mereka memelihara domba,kambing,unta,dan kuda.Kurang dari satu juta lagi hidup di daerah-daerah gurun,stepa,dan sabana di Asia Barat Daya,dan memelihara domba,kambing,unta dan kuda.Hanya beberapa ratus ribu peternak sajahidup di daerah stepa Siberia dan memelihara domba dan kuda,sedangkan sejuta lainnya tersebar di daerah-daerah gurun dan  stepa di Afrika Utara,memelihara unta dan kudan,atau di daerah-daerah sabana dan stepa di Afrika Timur dan Selatan yang memelihara sapi.
            Sepanjang sejarah,suku-suku bangsa peternak menunjukkan sifat-sifat agresif.Hal itu dapat kita menegrti karena mereka secara terus-menerus harus menjaga keamanan berates-ratus binatang ternak mereka terhadap serangan dan pencurian dari kelompok-kelompok tetangga.Selain itu,mereka  perlu makanan lain disamping daging,susu,dan keju,tetapi karena makanan lain itu,yaitu gandum dan sayur-mayur,harus mereka peroleh dari suku-suku bangsa lain yang hidup dari  bercocok tanam,maka tidak ada persoalan kalau merka dapat tukar menukar atau berdagang.Biasanya,mereka berusaha mendapatkan makanan itu dengan menguasai dan menjajah bangsa-bangsa yang hidup dari bercocok tanam.
            Bangsa-bangsa peternak biasanya hidup mengembara sepanjang musim semi dan musim panas pada suatu wilayah tertentu yang sangat luas,mereka berkemah dijalan pada malam hari.Dalam musim dingin mereka menetap disuatu perkemahan utama atau desa utama yang tetap.
            Di Afrika Timur (Misalnya di Abbesinia) ada suku-suku bangsa yang  hidup dari peternakan dan  kombinasi dengan bercocok tanam.Kedua aktivitas mata pencaharian hidup itu dilakukan oleh dua golongan masyarakat yang berbeda,dan dalam musim-musim yang berlainan.
            Dalam hal mempelajari masyarakat beternak,ilmu antropologi juga menaruh perhatian terhadap masalah-masalah yang sama seperti dalam bentuk mata pencaharian lain,yaitu masalah tanah tanah peternakan dan  modal,masalah tenaga kerja,maslah produksi dan teknologi produksi (bukan hanya meliputi cara-cara pemeliharaan ternak,melainnkan juga cara membuat mentega,keju,dan hasil-hasil susu lainnya) dan masalah konsumsi,distribusi,dan pemasaran hasil peternakan.
4.Bercocok Tanam di Ladang
            Bercocok tanam diladang merupakan suatu bentuk mata pencaharian manusia yang lambat laun juga akan hilang,diganti dengan bercocok tanam menetap.Seperti yang telah diuraikan,bercocok tanam diladang sebagian besar dilakukan di daerah-daerah rimba tropis,yaitu terutama di Asia Tenggara dan Kepulauan Asia Tenggara,derah sungai Kongo di Afrika,dan di daerah Sungai Amazone di Amerika Selatan.
            Cara bercocok tanam diladang ,yaitu (a) membuka sebidang tanah dengan memotong belukar,dan menebang pohon-pohon,kemudian dahan-dahan dan batang-batang yang jatuh bertebaran dibakar setelah kering; (b) lading-ladang yang dibuka dengan cara itu kemudian ditanami dengan pengolahan yang minimum dan tanpa irigasi; (c) sesudah dua atau tiga kali memungut hasilnya,tanah yang sudah kehilangan kesuburannta itu ditinggalkan; (d) sebuah ladang baru dibuka dengan cara yang sama,yaitu dengan menebang dan membakar pohon-pohonnya;  (e) setelah 10 hingga 12 tahun,mereka akan kembali lagi ke ladang pertama yang sudah tertutup         dengan hutan kembali.
            Para ahli antropologi biasanya menaruh perhatian terhadap persoalan dari bercocok tanah dan modal dari bercocok tanam diladang yang meliputi hak ulayat dan hak milik atas tanah hutan,sumber-sumber air dan sebagainya.
            Selain itu,mereka menaruh perhatian terhadap masalah susunan kelompok-kelompok manusia dan hubungan antara mereka dalam hal berladang; masalah kepemimpinan dan aktivitas berladang,masalah bantuan tenaga dan gotong royong pada musim-musim sibuk dan sebagainya.
            Antropologi juga memperhatikan teknologi dan cara-cara produksi dalam bercocok tanam diladang.Cara dan alat-alat yang dipergunakan untuk menebang pohon-pohon besar;cara dan saat membakar; cara menanam berbagai tumbuh-tumbuhan; cara menolak hama,burung,dan serangan binatang terhadap tanaman yang abru tumbuh; atau memungut hasil dan mengangkut hasil panen; dan juga berbagai upacara dan teknik ilmuu gaib untuk bercocok tanam di ladang.
            Masalah pembagian,distribusi,dan penjualan hasil-hasil ladang juga menjadi perhatian ilmu antropologi.Di berbagai tempat di Indonesia,bercocok tanam diladang banyak menghasilkan barang-barang untuk ekspor,seperti lada (sejak beberapa abad) atau karet.Penelitian para ahli antropologi mengenai pola-pola hubungan dan penjualan kepada tengkulak dan sebagainya,yaitu penelitian mengenai masalah pemasaran hasil bercocok tanam diladang,sangat penting.
5.Menangkap Ikan
            Di samping berburu dan meramu,menangkap ikan juga mata pencaharian yang sangat tua.Manusia zaman purba yang kebetulan hidup di dekat sungai,danau,dan laut,telah memanfaatkan sumber alam yang penting itu untuk keperluan hidupnya.Ketika manusia ,mengenal bercocok tanam,aktivitas menangkap ikan sering dilakukan sebagai mata pencaharian tambahan.Sebaliknya,masyarakat nelayan yang menangkap ikan sebagai mata pencaharian yang utama,juga bertani dan berkebun.
            Para nelayan yang menangkap ikan dilaut biasanya berlayar dekat pantai,terutam di daerah-daerah teluk.Menurut para ahli,lebih dari 50% ikan di seluruh dunia hidup dalam kawanan yang meliputi julah beribu-ribu ekor,dengan jarah 10 hinggs 30 Km dari pantai.Pada musim-musim tertentu kawanan ikan tadi malahan   lebih dekat lagi,dan masuk kedalam teluk-teluk untuk mencari air tenang dan untuk bertelur.Disamping jenis-jenis ikan yang datang dalam kawanan besar itu,banyak pula jenis ikan lain yang hidup sendiri-sendiri secara terpencar.
            Ada laut-laut tertentu yang pantainya menjadi daerah hidup kawanan ikan tertentu,yang bermigrasi menurut musim.Di laut-laut Eropa Barat dan Utara hidup ikan haring (Clupea Harengrat) dalam kawanan yang besarnya beratus-ratus ribu ekor,dan menyusuru pantai Inggris,Prancis utara,Belgia,Belanda,dan Denmark.Bagi para nelayan Negara-negara tersebut penangkapan ikan merupakan pokok dari usaha mereka sebagai nelayan.Serupa dengan itu,kawanan-kawanan ikan salm (salam salar) yang terdiri dari berpuluh ribu ekor pula,pada musim tertentu menyusuri panatai Alaska dan Kanada Barat Laut,dan sejak beberap abad telah menjadi sumber mata pencaharian hidup suku bangsa Eskimo dan Indian Nelayan ang hidup di daerah pantai tersebut.Di perairan sekitar pantai kepulauan Nusantara bagian barat terdapat kawanan besar ikan kembung (Scomber kanagurta),dan disekitar pantai kepulauan Nusantara bagian Timur terdapat ikan cakalang (katsuwonus Pelamis).
            Dalam mempelajari suatu masyarakat yang berdasarkan mata pencaharian sebagai nelayan,para ahli antropologi juga menaruh perhatian terhadap yang serupa,yaitu sumber daya alam dan modal,tenaga kerja,teknologi produksi,dan konsumsi distribusi dan pemasaran.
a) Masalah sumber alam dan modal dalam usaha mencari ikan meenyangku hal-hal seperti hak ulayat terhadap daerah-daerah tetentu dalam sungai,danau,atau pantai yang terdapat banyak ikan,binatnag kerangatau binatang air lainnya.Selain itu,ada juga masalah yang menyangkut misalnya hak atas tempat berlabuh perahu tertentu dan sebagainya.Hal yang terpenting dalam masalah  modal adalah hak milik atas alat-alat penangkap ikan,jerat,jala,dan sebagainya dan sudah  tentu soal hak milik atas perahu dan alat-alat berlayar.
b) Masalah tenaga kerja menyangkut hal-hal seperti usaha gotong royong dan cara-cara mengerhakan tenaga untuk menangkap ikan bersama-sama,cara mengerahkan awak kapal nelayan dan sebagainya.Selain itu masalah tenaga kerja juga menyangkut upah,bagi hasil dan sebagainya.
c) Masalah tenaga produksi menyangkut banyak hal seperti usaha gotong royong dan cara-cara menangkap ikan,cara memelihara alat-alat periakanan,juga mengenai cara membuat,memelihara perahu dan cara berlayar serta mengemudikan perahu.Dalam maslaah teknologi juga menyangkut upacara ilmu gaib menangkap ikan,dan segala ilmu dukun dan ilmu sihir untuk keselamatan nelayan di laut.
d) Masalah distribusi dan pemasaran juga menyangkut hal-hal yang ada hubungannya dengan cara pengawetann ikan dan  organisasi penjualan serta distribusi kepada tengkulak atau ke pasar-pasar ikan.
6.Bercocok Tanam Menetap dan Irigasi
            Bercocok tanam menetap pertama-tama timbul di beberapa daerah yang terletak di daerah perairan sungai besar yang tanahnya sanagt subur.Daerah-daerah itu  misalnya di perairan Sungai Nil atau daerah sungai Tigris dan Eufrat di daerah sekarang yang menjadi daerah Irak.
            Banyak suku bangsa yang melakukan bercocok tanam di ladang dan sekarang mulai berubah menjasi petani menetap.Perubahan ini  terjadi di daerah-daerah berpenduduk padat yang melebihi kira-kira 50 jiwa per kilometer persegi.Hal itu dapat mudah dimengerti karena bercocok tanam diladang sangat banyak memelukan tanah bagi setiap keluarga yang selalu berpindah-pindah keladang baru tiap satu tahun,dan akan digunakan lagi 10 tahun kemudian.Sebaliknya,pada bercocok tanam menetap satu keluarga dapat menggunakan satu bidang tanah yang terbatas secara tetap,kerna kesuburan tanah dapat dijaga dengan irigasi,pengolahan tanah dan pemupukan.
            Ilmu antropologi juga menaruh perhatian terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan bercocok tanam menetap,yaitu tanah dan modal,tenaga kerja,teknologi (masalah organisasi irigasi,pembagian air dan sebaginya),konsumsi,distribusi dan pemasaran.
H. Organisasi Sosial
1.Unsur-unsur khusus dalam Organisasi Sosial
            Setiap kehidupan masya   rakat diorganisasi dan diatur oleh adat-istiadat mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan tempat individu hidup dan bergaul dari hari ke hari.Kesatuan social yang paling dekat dan mesra adalah kesatuan kekerabatannya,yaitu keluarga inti dekat dan kaum kerabat lain.Kemudian ada kesatuan-kesatuan diluar kaum kerabat,tetapi masih ada dalam lingkungan komunitas.Karena tiap mayarakat manusia dan juga masyarakat desa terbagi kedalam lapisan-lapisan,maka tiap orang diluar maupun kerabatnya mengahdapi lingkungan orang-orang yang lebih tinggi daripadanya dan yang sama tingkatnya.Di antara golongan terakhir ini,ada orang-oang yang dekat padanya dan ada pula orang-orang yang jauh padanya.
2.Sistem Kekerabatan
            Dalam masyarakat dimana penagruh industrialisasi sudah masuk mendalam,tampak bahwa fungsi kesatuan kekerabatan yang sebelumnya penting dalam banyak sector kehhidupan seseorang,biasanya mulai berkurang dan bersamaan dengan adat istiadat yang mengatur kehidupan kekerabatan sebagai kesatuan mulai menegndor.Namun masih banyak sekali masyarakat di Afrika,Asia,Aoseania,dan Amerika Latin,yang berdasarkan pertanian dengan suatu kebudayaa agraris.Pada kebudayaan seperti itu hubungan kekerabatan dalam kehidupan masyarakat biasanya masing-masing sangat penting.
            Sejak masa pertengahan abad ke-19,para ahli antropologi seperti J.J.Bachofen, L.H Morgan, E.B.Taylor dan lain-lain telah banyak membuat analisis mengenai beragam system kekerabatan yang ada di dunia.Dengan demikian telah timbul kesadaran para ahli ilmu social bahwa bentuk masyarakat keluarga inti  berdasarkan monogamy seperti lazimnya dalam masyarakat Eropa Barat,ada prinsip keturunan patrilineal dan matrilineal dan juga prinsip kombinasi seperti bilineal dan ambilineal.Para ahli ilmu-ilmu social juga menjadi sadar bahwa disamping system perkawinan monogamy,yaitu perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita yang lazim di masyarakat Eropa Barat,bukanlah satu-satunya system untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan mngatur tanggungjawab manusia terhadap keturunannya.
            L.H. Morgan juga menemukan suatu metode penelitian system kekerabatan yang sangat penting,yaitu bahwa beragam system kekerabatan itu erat sangkut-pautnya  dengan system istilah kekerabatan.Suatu system kekerabatan tertentu dengan suatu struktur tertentu ,sehingga untuk membuat suatu deskripsi mengenai kekerabatan suku bangsa yang bersangkutan ,seorang peneliti pertama-tama harus mencatat semua istilah kekerabatan dalam bahasa suku bangsa tadi.Dalam tulisan-tulisan etnografi zaman sesudah Morgan,kita memang melihat bahwa daftar istilah-istilah kekerabatan tidak pernah ketinggalan.
            Dalam deskripsi-deskripsi etnografi mengenai beragam suku bangsa di seluruh dunia,para ahli antropologi juga banyak menaruh perhatian terhadap organisasi dan susunan masyarakat komunitas desa dan komunitas kecil.Berkaitan dengan itu persoalan yang telah banyak mendapat perhatian,yaitu:persoalan pembagian kerja dalam komunitas,berbagai aktivitas kerja sama atau gotong-royong dalam komunitas,hubungan dan sikap antara pemimpin dan pengikut dalam komunitas (yaitu soal prosedur mendapat keputusan bersama,soal membantah pimpinan dan sebagainya),cara-cara penggantian pimpinan,dann juga soal wewenang kepemimpinan dan kekuasaan pemimpin.Erat sangkut pautnya dengan itu,para ahli antropologi banyak meneliti mengenai penggolongan masyarakat dalam golongan-golongan horizontal yang seolah-olah berlapis-lapis dengan golongan yang masing-masing dipandang lebih tinggi atau lebih rendah daripada golongan lain.
            Sesudah perang dunia II kemantapan system pelapisan social yang berdasarkan adat istiadat tradisional pada hampir semua suku bangsa pribumi di Afrika,Asia,Oseania,maupun Amerika sudah mulai mengalami perubahan.Hal itu karena pengaruh pendidikan dan ekonomi luar yang menyebabkan bahwa para individu yang menurut adat tradisional dari suku bangsa bersangkutan tergolong lapisan social yang rendah,dapat menjadi lebih pandai atau lebih kaya daripada para individu yang menurut adat tradisional  tergolong lapisan social yang tinggi.Kedudukan social mereka bergeser dalam suatu proses mobbilitas social,system pelapisan social yang lama dan tradisional yang mulai berubah.Banyak ahli antropologi akhir-akhir ini mulai tertarik akan penelitian terhadap proses-proses mobilitas social seperti itu dan segala implikasinya.
            Tidak hanya dalam masyarakat pedesaan saja,tetapi juga dalam masyarakat perkotaan dinegara-negara yang sedang berkembang,di mana industry masih terbatas dan masih mengandung sifat-sifat suatu kota praindustri kuno,pelapisan masyarakat tradisional itu masih hidup atau sedang dikacaukan karena pergeseran akibat penagruh unsure-unsur baru melallui pendidikan dan ekonom masa kini.Pelapisan social tradisional dalam kota-kota istana,bekas pusat kerajaan-kerajaan kuno dalam kota-kota pusat pemerintahan,ibukota suatu daerah administrative,dan kota-kota pusat keagamaan,pelapisan social tradisional itu walaupun masih ada,tetapi sudah mulai bergeser karena pengaruh zaman baru.

I.Sistem Pengetahuan
1.Perhatian Antropologi terhadap pengetahuan
            Dalam suatu etnografi biasanya ada berbagai bahan keterangan mengenai system pengetahuan dan kebudyaan suku bangsa yang bersangkutan. bahan itu biasanya meliputi pengetahuan mengenai teknologi, seringkali juga ada keterangan menganai pengetahuan yang mencolok dan dianggap aneh oleh pengarangnya, seperti kepandaian suku-suku bangsa negerito di sungai Kongo Afrika Tengah dalam mengolah dan memasak bisa panah yang mujarab,pengetahuan mengenai obat-obat asli dari suku bangsa penduduk Sumatra Barat,atau pengetahuan dan teknologi suku bangsa penduduk Polinesia dan Mikronesia mengenai  pembangunan perahu dan kepandaian berlayar dengan seluruh seistem navigasinya.Malahan mengenai pengetahuan yang mencolok serupa itu telah telah ditulis dalam berbagai karangan khusus walaupun demikian,bahan itu seringkali kurang menjadi objek analisis para ahli antropologi;dalam karangan ilmu antropologi bahan itu hanya merupakan bahan istimewa saja.
            Perhatian yang sangat kurang itu mungkin disebabkan karena antara para ahli di eropa dulu ada suatu pendirian bahwa dalam kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa tidak ada system pengetahuan,dan kalaupun ada,maka hal itu tidak penting,atau merupakan pengecualian atau suatu keadaan istimewa.Bahkan pernah ada suatu masa ketika para ahli bangsa Eropa menco ba membuktikan dengan memakai metode-metode ilmianh bahwa manusia yang hidup dalalm masyarakat dilua lingkungan kebudayaan bangsa-bangsa Eropa itu (masyarakat primitive) tidak mungkuin dapat memiliki system pengetahuan dan ilmu pengetahuan.Seorang ahli filsafat bernama L.Levy-Bruhl misalnya,menulis sebuah buku beerjudul Les Fonctions Mentales dans les Societ’es Inferieures (1910).Di dalamnya ia menerangkan dengan mengambil bahan bukti dari metologi,ilmu gaib,ilmu dukun,dan kebudayaan berbagai suku bangsa di Luar Eropa,bahwa dasar-dasar cara berpikir manusia yang hidup dalam kebudayaan atau masyarakat rendah (inferieur),serupa itu sama sekali berbeda dengan dasar-dasar cara berpikir dalam masyarakat Eropa dan Amerika; karena cara berpikir yang berbeda itu maka orang dalam masyarakat yang rendah tidak dapat mempunyai ilmu pengetahuan seperti dalam dunia modern.
            Karangan Levy-Bruhl tersebut mendapat kritik hebat dari berbagai pihak,kemudian disusul dengan lebih-kurang 14 buah karangan lain  yang terbit antara tahun 1910 dan 1938.Demikian juga ada seorang ahli Psikologi bernama H.Werner,yang menulis sebuah  karangan mengenai ilmu psikologi,berjudul Einfuhrung in der Entwicklungspsychologie (1926).Di dalamnya diterangkan bahwa alam  pikiran bangsa-bangsa primitive mengundang banyak cirri-ciri yang sama dengan alam pikiran anak-anak,serta alam pikiran penderita penyakit jiwa dalam masyarakat bangsa-bangsa Eropa.Walaupun banyak pula mendapat kritik,tetapi pengaruh pandangan orang seperti Levy-Bruhl dan Werner itu sangat besar dalam dunia ilmu pengetahuan di Eropa pada waktu sebelum Perang Dunia II.Mungkin ini juga yang menjadi salah satu penyebab adanya perhatian dari sudut ilmu antropologi terhadap unsur pengetahuan dalam masyarakat suku-suku bangsa di luar lingkungan kebudayaan Eropa.
            Sekarang para ahli antropologi sudah sadar bahwa pendirian seperti itu tidak sesuai dengan kenyataan.Mereka sekarang sudah yakin bahwa suatu masyarakat,betapa kecil pun,tidak mungkin dapat hidup tanpa pengetahuan alam sekelilingnya dan sifat-sifat dari peralatan yang dipakainya.Berbeda dengan binatang,dalam hidpnya manusia tidak banyak dipimpin oleh nalurinya.
            Banyak suku bangsa di muka bumi tidak dapat hidup apabila mereka tidak mengetahui dengan teliti dalam musim-musim apa berbagai jenis ikan pindah ke hilir sungai; demikian juga manusia tidak dapat membuat alat-alat apabila manusia tidak mengetahui secara teliti,cirri-ciri dari bahan mentah yang mereka pakai untuk membuat alat-alat itu.Tiap kebudayaan memang selalu mempunyai suatu kompleks himpunan pengetahuan tentang alam,tentang segala tumbuh-tumbuhan,binatang,benda,dan manusia di sekitarnya,yang berasal dari pengalaman-pengalaman mereka lalu diabstraksikan menjadi konsep-konsep,teori-teori,dan pendirian-pendirian.
            Dalam buku antropologi dan etnografi bahan serupa itu sering kali tidak menjadi pokok sendiri,yang diuraikan dalam suatu bab tersendiri,tetapi diolah terpecah-pecah menjadi satu dengan berbagai pokok lain dalam bab tentang teknologi,tentang ilmu dukun dan lain-lain.Tentu saja,system pengetahuan suatu suku bangsa jauh lebih luas daripada pengetahuan tentang beberapa teknik pembuatan dan penggunaan alat-alat hidupnya saja,dan system pengetahuan itu harus dibedakan dengan tajam dari ilmu dukun.Sistem pengetahuan mengenai konsep-konsep dan paham-paham tentang alam gaib.Walaupun demikian,system pengetahuan dan ilmu dukun mempunyai banyak lapangan perpaduan,malah ada contoh dimana cabang-cabang ilmu pengetahuan berasal dari dunia gaib.Misalnya ilmu tentang pertanian yang dipadukan dengan ilmu dukun atau alam gaib dan juga konsepsi cara gaib yang memperlakukan tumbuh-tumbuhan dengan cara gaib.Begitu pula dengan ilmu pengetahuan manusia mengenai Kedokteran,mula-mula dari bersifat ilmu dukun saja.
            Jika ada buku-buku antropologi atau etnografi yang membicarakan pokok mengenai system pengetahuan dalam suatu bab yang khusus,maka bab itu biasanya diberi judul knowledge (pengetahuan),tetapi kadang-kadnag juga Science (ilmu pengetahuan).Saya mengusulkan untuk menggunakan istilah “system  pengetahuan” dan membedakan istilah itu secara tajam dari “Ilmu Pengetahuan”.Tiap kebudayaan bangsa-bangsa besar yang hidup dalam Negara-negara komplek dan modern,tetapi juga kebanyakan suatu kelompok suku bangsa yang berburu kecil,hidupnya terpencil dalam suatu daerah tundra,semua mempunyai system pengeatahuannya masing-masing.Diantara berbagai system itu ada system tertentu,yaitu system yang dasar-dasarnya diletakkan oleh filsafat Yunani Klasik,kemudian dikembangkan dalam  kebudayaan bangsa-bangsa Eropa Barat sesudah zaman yang dalam sejarah kebudayaan Eropa Barat disebut Zaman Renaissance,sejak kira-kira abad ke-16 hingga sekarang,dan berdasarkan suatu disiplin dan suatu kompleks metodologi sangat khusus.Sistem inilah yang pada hakikatnya hanya merupakan salah satu system diantara banyak system pengetahuan lain,yang sebaliknya kita sebut “ Ilmu Pengetahuan”.
2.Sistem Pengetahuan
            Uraian mengenai pokok-pokok khusus yang  merupakan isi dari system pengetahuan dalam suatu kebudayaan,akan merupakan suatu uraian tentang cabang-cabang  pengetahuan.Cabang-cabang itu sebaiknya dibagi berdasarkan pokok perhatiannya.Dengan demikian tiap suku bangsa di dunia biasanya mempunyai pengetahuan tentang:
a)      Alam sekitarnya;
b)      Alam flora di daerah tempat tinggalnya;
c)      Alam fauna di daerah tempat tinggalnya;
d)     Zat-zat,bahan mentah,dan benda-benda dalam lingkungannya;
e)      Tubuh manusia;
f)       Sifat-sifat dan tingkah laku sesame manusia; dan
g)      Ruang dan Waktu.
Pengetahuan tentang alam sekitarnya misalnya pengetahuan tentang musim-musim,tentang sifat-sifat gejala alam,tentang bintang-bintang dan sebagainya.Pengetahuan mengenai masalah tersebut biasanya berasal dari keperluan praktis yang berburu,bertani,dan berlayar menyeberangi laut dari suatu pulau ke pulau yang lain (seperti pada suku-suku bangsa penduduk Kepulauan Oceania).Pengetahuan tentang ala mini sering kali mendekati lapangan religi bailamana pengetahuan  ini bersangkutan dengan masalah asal mula alam,penciptaan alam,asal mula gejala-gejala,asal mula gerhana dan sebagainya.Pengetahuan ini seringkali berupa dongeng-dongeng yang dianggap suci.Dongeng-dongeng mengenai penciptaan alam dalam suatu kesusasteraan sering disebut kosmogoni,dan seluruh himpunan dongeng suci (mite) dalam ilmu antropologi dan juga filologi,penelitian foklor,sejarah kesusasteraan dan sebagainya,disebut mitologi.
      Pengetahuan tentang alam flora sudah tentu merupakan salah satu pengetahuan dasar bagi kehidupan manusia dalam masyarakat kecil,terutama bila mata pecaharian hidupnya yang  pokok adalah pertanian,tetapi juga bangsa-bangsa yang hidup dari berburu,peternakan,atau perikanan tidak dapat  mengabaikan pengetahuan tentang alam dan tumbuh-tunbuhan disekilikngnya.Selain itu,hampir semua suku bangsa yang hidup dalam masyarakat kecil mempunyai suatu pengetahuan tentang rempah-rempah yang dapat dipakai untuk menyembuhkan penyakit,untuk upacara keagamaan,untuk ilmu dukun dan sebagainya,atau suatu pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan untuk membuat bahan cat,untuk membuat berbagai racun senjata dan sebagainya.
      Pengetahuan tentang alam fauna sudah tentu merupakan salah satu pengetahuan dasar bagi  suku-suku bangsa yang hidup dai berburu atau perikanan,tetapi juga bagi yang hidup dari  pertanian.Daging binatang merupakan unsure penting dalam makanan suku-suku bangsa bertani juga.Selain itu,petani harus banyak mengetahui juga tentang kelakuan binatang untuk dapat menjaga tumbuh-tumbuhan di ladang atau disawah terhadap gangguan binatang-binatang itu.
      Pengetahuan tentang cirri-ciri dan sifat-sifat bahan mentah,benda-benda di sekelilingnya,juga sangat penting bagi manusia karena tanpa itu manusia tidak mungkin membuat dan menggunakan alat-alat dalam hidupnya.Sistem teknologi dalam suatu kebudayaan sudah tentu erat sangkut-pautnya dengan system pengetahuan tentang zat-zat,bahan mentah,dan benda-benda ini.
      Pengetahuan tentang tubuh manusia dalam kebudayaan-kebudayaan yang begitu banyak dipengaruhi ilmu kedokteran masa kini,sering juga luas sekali.Pengetahuan dan ilmu untuk menyembuhkan   penyakit dalam masyarakat pedesaan banyak dilakukan oleh para dukun dan tukang pijat,dan oleh karena itu penulis menyebutnya ilmu dukun.
      Dalam tiap masyarakat,manusia tidak dapat mengabaikan pengetahuan tentang sesame manusianya.Banyak suku bangsa yang belum terpengaruh ilmu psikolog modern,dalam hal bergaul dengan sesamanya harus berpegangan pada misalnya pengetahuan tentang tipe-tipe wajah (ilmu firasat),atau pengetahuan tentang tanda-tanda tubuh tersebut.Pengetahuan dan konsepsi tentang ruang dan waktu juga ada dalam banyak kebudayaan yang belum terpengaruh ilmu ilmu pasti modern.
      Akhirnya dalam bab ini suatu tulisan etnografi mengenai system pengetahuan harus juga dibicarakan tulisan,karena huruf mengabstraksikan dan mencakup suatu konsep,suatu suara,atau suatu komplek suara-suara.Hal itu berarti bahwa orang harus dapat menganalisis alam sekeliling tempat tinggal manusia atau pengupas suara-suara dalam bahasa.Dalam buku-buku etnografi,keterangan mengenai tulisan biasanya tercantum dalam bab yang mempunyai pokok hal-hal mengenai bahasa.
J.Sistem Religi
1.Perhatian Ilmu Antropologi Terhadap Religi
           Sejak lama,ketika ilmu antropologi belum ada dan hanya merupakan suatu himpunan tulisan mengenai adat-istiadat yang aneh-aneh dari suku-suku bangsa di luar Eropa,religi telah menjadi suatu pokok penting dalam buku-buku para pengarang tulisan etnografi mengenai suku-suku bangsa itu.Ada dua hal yang menyebabkan perhatian yang besar:
a)      Upacara keagamaan dalam kebudayaan suku bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan yang tampak secara lahir;
b)      Bahan etnografi mengenai upacara keagamaan diperlukan untuk menyusun teori-teori tentang asal mula religi.
Masalah asal muda dari unsur universal seperti religi,artinya masalah penyebab manusia percaya pada adanya suatu kekuatan gaib yang dianggap lebih tinggi daripadanya,dan penyebab manusia itu melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beragam untuk berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi,telah lama menjadi pusat perhatian banyak orang di Eropa,dan juga dari dunia ilmiah pada umumnya.Dalam memecahkan masalah asal mula suatu gejala,sudah jelas orang akan melihat pada sesuatu yang dianggapnya sia-sia bentuk-bentuk tua dari gejala tersebut.
2.Unsur-unsur Khusus dalam Sistem Religi
                 Dalam membahas pokok antropologi religi,sebaiknya juga dibicarakan system ilmu gaib sehingga pokok itu dapat dibagi menjadi dua pokok khusus yaitu: (1) system religi dan (2) Sistem ilmu gaib.
                 Semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan asas suatu getaran jiwa,yang biasanya disebut emosi keagamaan (religious emotion) yang setiap manusia pasti pernah mengalaminya walau hanya beberapa detik saja,dan kemudian menghilang lagi.Suatu system religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai cirri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu diantara pengikut-pengikutnya.Dengan demikian,emosi keagamaan merupakan unsur penting dalam suatu religi bersama dengan tiga unsure yang lain yaitu: (a) system keyakinan; (system upacara keagamaan); (c) suatu umat yang menganut religi itu.
                 Sistem keyakinan secara khusus mengandung banyak subsunsur.Roh-roh lain maupun yang jahat,hantu dan lain-lain;konsepsi tentang dewa tertinggi dan pencipta alam; masalah terciptanya dunia dan alam (kosmogoni);masalah mengenai bentuk dan sifat-sifat dunia dan alam (kosmologi); konsepsi tentang hidup dan maut; konsepsi tentang dunia roh,dunia akhirat dan lain-lain.
                 Adapun system kepercayaan dan gagasan,pelajaran,aturan agama,dongeng suci tentang riwayat dewa-dewa (mitologi),biasanya tercantum dalam suatu himpunan buku-buku yang biasanya juga dianggap sebagai kesusasteraan suci.Sistem  upacara keagamaan secara khusus mengandung  empat aspek yang menjadi perhatian para ahli antropologi antara ialah : (tempat upacara keagamaan dilakukan); (b) saat-saat upacara keagamaan dijalankan; (c) benda-benda dan alat upacara; (d) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.
                 Aspek yang berhubungan dengan tempat-tempat keramat upacara dilakukan,yaitu  makam,candi,pura,kuil,gereja,langgar,surau,masjid,dan sebagainya.Aspek ketiga adalah tentang benda-benda yang dipakai dalam upacara,termasuk patung-patung yang melambangkan dewa-dewa,alat bunyi-bunyian seperti lonceng suci,seruling suci,gendering suci dan sebagainya.Aspek yang keempat adalah aspek yang mengenai para pelaku upacara keagamaan,yaitu para pendeta,biksu,syaman,dukun,dan lain-lain.
                 Upacara-upacara itu juga banyak unsurnya.yaitu:bersaji,berkorban,berdoa,makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa,menari tarian suci,menyanyi nyanyian suci,berprosesi dan berpawai,memainkan seni drama suci,berpuasa,intoksikasi dan mengaburkan pikiran dengan makan obat bius sampai keerasukan,mabuk,bertapa dan bersemedi.
                 Subsunsur ketiga dalam religi adalah subsunsur mengenai umat yang mengatur agama atau religi yang beersangkutan.Secara khusus subsunsur itu meliputi masalah pengikut suatu agama,hubungannya satu dengan yang lain,hubungannya dengan para pemimpin agama,baik dalam saat adanya upacara keagamaan maupun dalam kehidupan sehari-hari; dan akhirnya subunsur itu juga meliputi masalah seperti organisasi dari para umat,kewajiban,serta hak-hak para warganya.
                 Pokok-pokok khusus dalam system ilmu gaib (magic) pada lahirnya memang sering tampak sama dengan system religi yang terdapat juga konsepsi-konsepsi atau ajarannya.Upacara ilmu gaib mempunyai aspek-aspek yang sama artinya;ada pemimpin atau pelakunya,yaitu dukun;ada saat tertentu untuk mengadakan upacara;ada peralatan untuk melakukan upacara,ada tempat tertentu untuk pelaksanaan upacara.
                  Walaupun pada lahirnya religi dan ilmu gaib sering kelihatan sama,walaupun sukar untuk menemukan batas dari upacara yang bersifat religi dan upacara yang bersifat ilmu gaib,pada dasarnya ada juga suatu perbedaan yang besar sekali pada kedua pokok itu.Perbedaan dasarnya terletak pada sikap manusia waktu ia sedang menjalankan agama,manusia bersikap menyerahkan diri kepada Tuhan,kepada dewa-dewa,kepada roh nenek moyang  yang intinya menyerahkan diri pada kekuatan tertinggi yang disembahnya.
K.Kesenian
1.Bab tentang Kesenian dalam Etnografi
  Perhatian terhadap kesenian atau segala ekspresi hasrat manusia akan keindahan,dalam kebudayaan suku-suku bangsa diluar Eropa,mula-mula bersifat deskriptif.Para pengarang etnografi masa akhir abad ke-19 dan  permulaan abad ke-20 dalam karangan-karangan mereka sering kali memuat suatu deskripsi mengenai benda-benda hasil seni,seni rupa,terutama seni patung,seni ukir,atau seni hias,pada benda-benda alat-alat sehari-hari.Deskripsi itu terutama memperhatikan bentuk,teknik pembuatan,motif perhiasan,dan gaya dari benda-benda kesenian tadi.Selain benda hasil seni rupa,lapangan kesenian lain yang juga sering mendapat tempat dalam sebuah karanga  etnografi adalah seni music,seni tari,dan drama.Bahkan  mengenai seni music yang hanya terbatas pada deskripsi mengenai alat bunyi-bunyian.Bahan seni drama sering juga terbatas hanya pada uraian mengenai dongengnya saja,atau karena seni drama pada banyak suku di dunia ada hubungannya dengan religi,maka seni drama sering juga dibicarakan dengan upacara-upacara keagamaan di dalam ini tentang religi.
        2.Lapangan-lapangan Khusus dalam Kesenian
            Apabila seorang ahli antopologi  ingin mengisi bab tentang kesenian dalam buku etnografinya.Dipandang  dari sudut cara kesenian sebagai ekspresi hasrat manusia akan keindahan itu dinikmati,maka ada dua lapangan besar,yaitu: (a) seni rupa atau kesenian yang dinikmati manusia dengan mata dan (b) seni suara,atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan telinga.Dalam seni rupa ada seni patung,relief,lukis,gambar,dan seni rias.Seni music ada yang vocal dan ada yang instrumental,dan seni sastra lebih khusus terdiri dari prosa dan puisi.Suatu lapangan seni yang meliputi kedua bagian tersebut adalah seni gerak dan seni tari,karena kesenian ini dapat dinikmati dengan mata ataupun telinga.Akhirnya ada satu lapangan kesenian yang meliputi keseluruhannya,yaitu seni drama yang mengandung unsure seni lukis,seni rias,seni music,seni sastra,dan seni tari,yang semua diintegrasikan menjadi satu kebulatan.Seni drama bisa bersifat tradisional,seperti wayang jawa atau bisa bersifat dengan teknologi modern,seperti seni film.

            

0 Response to "Unsur-Unsur Masyarakat"

Posting Komentar

Termimakasih buat partisipasinya ya :)