Makalah Pembelajaran E-Learning
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di
dalam era globalisasi saat ini, kemajuan teknologi dan informasi berkembang
sangat pesat. Seiring dengan berkembanganya teknologi dan informasi kebutuhan
akan suatu konsep dan mekanisme belajar mengajar berbasis teknologi
informartika menjadi tidak terelakkan lagi. Salah satu contoh dari mekanisme
belajar mengajar yang berbasis teknologi informatika adalah pembelajaran
elektronik atau yang biasa disebut dengan e-learning. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Darin E. Hartley (2001) yang menyatakan e-learning
merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan
ajar ke siswa dengan menggunakan media
internet, intranet atau media jaringan komputer lainnya. Kegiatan belajar
mengajar dengan menggunakan sistem e-learning sangat bermanfaat bagi peserta
didik ataupun pendidik guna mempermudah kegiatan belajar mengajar.
Saat ini konsep e-learning
sudah banyak diterima oleh masyarakat dunia, terbukti dengan maraknya
implementasi e-learning khususnya di lembaga pendidikan. Beberapa perguruan
tinggi menyelenggarakan kegiatan pembelajaran elektronik sebagai suplemen
terhadap materi pelajaran yang disajikan secara reguler di kelas. Namun,
beberapa perguruan tinggi lainnya menyelenggarakan e-learning sebagai
alternatif bagi mahasiswa yang karena satu dan lain hal berhalangan mengikuti
perkuliahan secara tatap muka.
Selain dari
pembelajaran elektronik, terdapat salah satu model pembelajaran yang dapat
menumbuhkan sifat kerjasama antar siswa di dalam kelas. Model pembelajaran
tersebut adalah model pembelajaran kooperatif, dimana kegiatan pembelajaran yang
dilakukan adalah dengan cara bekerjasama antara satu siswa dengan siswa lainnya
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Model pembelajaran
kooperatif dapat memotifasi siswa, memanfaatkan seluruh energi sosial siswa dan
saling mengambil tanggung jawab.
Model pembelajaran
kooperatif memiliki beberapa tipe, salah satu tipe model pembelajaran kooperatif
yang dapat membangun kepercayaan diri siswa dan mendorong partisipasi mereka
dalam kelas adalah model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted
Individualization (TAI). Model Pembelajaran tipe Team
Assisted Individualization (TAI) membantu siswa mengimpelementasikan
ide mereka bersama dan memperbaiki pemahaman.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dengan latar belakang yang diuraikan
diatas, maka terdapat perumusan masalah yaitu:
1. Pengertian Pembelajaran
Elektronik?
2. Pengertian Pembelajaran Kooperatif?
3. Pengertian Resourced Based Learning?
4. Apa saja fitur – fitur dan aspek penting di dalam
pembelajaran elektronik?
5. Bagaimana strategi yang di lakukan di dalam
pembelajaran elektronik?
6. Apa saja keuntungan dan kelemahan pembelajaran
elektronik?
7. Apa saja langkah – langkah dalam resourced based
learning?
8. Apa saja keuntungan dan kelemahan dalam resourced
based learning?
9. Apa saja unsur –
unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif?
10. Apa saja
karakteristik pembelajaran kooperatif?
11. Bagaimana langkah –
langkah yang dilakukan dalam pembelajaran kooperatif?
12. Apa saja dasar
pertimbangan pelaksanaan pembelajaran kooperatif?
13. Apa saja model
pembelajaran kooperatif?
14. Apa saja kelebihan
dan kelemahan dalam
pembelajaran kooperatif?
C.
Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan
yang dapat bermanfaat bagi kelompok kami atau para pembaca lainnya, dalam
pemahaman prosedur dan sistem kerja. Secara terperinci tujuan dari makalah ini
adalah :
1. Memenuhi kriteria penilaian tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar
2. Mengetahui pengertian pembelajaran elektronik, resources based learning dan pembelajaran
kooperatif
3. Mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai pembelajaran elektronik, resources based
learning dan pembelajaran kooperatif
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A. Pengertian E-Learning
Menurut Prof. Dr. Sulistyoweni Widanarko
”E-Learning adalah proses pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi (TIK) secara sistematis dengan mengintegrasikan semua komponen
pembelajaran, termasuk interaksi pembelajaran lintas ruang dan waktu, dengan
kualitas yang terjamin”. Sedangkan menurut Allan J. Henderson ”E-learning adalah pembelajaran jarak jauh yang
menggunakan teknologi komputer, atau biasanya Internet, Henderson menambahkan
juga bahwa e-learning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di
tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran
di kelas”. Menurut Maryati ”e-learning merupakan pembelajaran dengan
menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat komputer”. Sedangkan
menurut Matthew Comerchero dalam bukunya yang berjudul E-Learning, Concepts and Techniques mendefinisikan
”E-learning
adalah sarana pendidikan yang mencakup motivasi diri sendiri,
komunikasi, efisiensi, dan teknologi”.
Dari
beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pembelajaran elektronik atau E-learning adalah suatu kegiatan
belajar mengajar jarak jauh yang dilakukan oleh seorang pendidik dengan para
peserta didik dengan menggunakan teknologi komputer atau biasa disebut dengan
internet.
B.
Pengertian
Resource Based Learning
Model pembelajaran
berdasarkan sumber (resource based leraning) menurut Sagala (2010:65) adalah
segala bentuk belajar yang langsung menghadapkan murid dengan suatu atau sejumlah
secara sumber belajar secara individual atau kelompok dengan segala kegiatan
belajar yang bertalian dengan hal tersebut. Sedangkan model pembelajaran berdasarkan sumber (resource based
leraning) menurut Percival dan
Ellington (1988,dikutip oleh Siregar dan Nara ,2011: 135) suatu model
pembelajaran yang berorientasi pada siswa dengan menggunakan sumber belajar
manusiawi dan non manusiawi secara optimal.
Dari dua definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis aneka sumber (Resource
based learning) adalah model pembelajaran yang membebaskan siswa untuk
menggunakan berbagai macam sumber belajar yang dapat membantu siswa dalam
memecahkan masalah, menemukan, dan meneliti dengan langkah-langkah yang sudah
ditentukan.
Nasution (2011:18)
menyatakan bahwa “resource
based learning” merupakan
segala bentuk belajar yang langsung menghadapkan murid dengan suatu atau
sejumlah sumber belajar secara individual atau kelompok dengan segala kegiatan
belajar yang berhubungan dengan hal tersebut. Menurut pengertian ini, resource based learning merupakan bentuk
belajar yang membebaskan siswa untuk menggunakan sumber belajar dalam belajar
untuk memecahkan masalah belajarnya atau mencapai tujuan yang diharapkan. Resource Based Learning dapat digunakan
dalam pelajaran berprogram atau modul yang mengikuti langkah- langkah yang
telah ditentukan, atau dalam melakukan tugas yang bebas berdasarkan teknik
pemecahan masalah, penemuan, dan penelitian, bergantung kepada keputusan guru
serta kemungkinan yang ada dalam rangka kurikulum yang berlaku di sekolah itu.
Sejalan dengan hal
tersebut guru mempunyai pilihan untuk menggunakan alat pengajaran atau tidak.
Kebanyakan guru tidak merasa perlu untuk membuat atau menggunakannya namun “learning resource” atau sumber belajar yang
digunakan harus sesuai karena sumber belajar tersebut ditujukan kepada murid.
Dengan menggunakan sumber belajar sebagai alat pengajaran diharapkan memupuk
sikap positif terhadap belajar, untuk menyelidiki dan menemukan sendiri,
memupuk pengertian, memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri
dengan bimbingan guru, dan membangun kepercayaan atas kesanggupan sendiri. Hal
ini didukung oleh pendapat Jerome S.Bruner (dikutip oleh nasution,2011:21) yang
sangat menganjurkan kemampuan anak untuk menemukan sendiri pengetahuannya.
Pengertian modul menurut Houston &
Houson (1992,dikutip oleh Wena,2009:230) adalah seperangkat aktivitas yang
bertujuan mempermudah siswa untuk mencapai seperangkat tujuan pembelajaran. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa modul adalah suatu
paket belajar yang lengkap yang terdiri atas serangkaian kegiatan belajar yang
disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara
khusus dan jelas.
Jadi, dengan
menggunakan Resource Based Learning di dalam proses pembelajaran dengan bimbingan guru peserta didik mampu
belajar berprogram dengan menggunakan modul sesuai langkah-langkah yang sudah
ditentukan, mampu memecahkan masalah,menemukan, dan meneliti dengan teknik
bervariasi.
C. Pengertian
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori
kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun
pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional (Rustaman et al., 2003: 206).
Sistem
pembelajaran gotong royong atau cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi
kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam
tugas-tugas yang terstruktur. Anita
Lie (2008:28), menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran
gotong royong yaitu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa-siswa lain dalam tugas yang
terstruktur. Ada lima unsur dasar pembelajaran cooperative
learning yang membedakannya
dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan model
pembelajaran kooperatif dengan benar akan menunjukkan pendidik mengelola
kelas lebih efektif.
Pembelajaran
kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar
kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam
belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif
sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang
bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2002:14).
Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang
apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan
kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama
belajar bersama dalam kelompok.
Jadi
pada pembelajaran kooperatif ini siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam
kelompok, saling memimpin, saling bertanggung jawab dalam kesetaraan
pembelajaran yang senasib dan sepenanggungan, menciptakan hubungan antar
personal, saling mendukung, membantu dan saling peduli dalam mencapai tujuan
yaitu keberhasilan dalam menguasai materi belajar.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan
oleh para ahli di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah model pembelajaran
yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya
bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan
rendah, perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang berbeda
untuk saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar
belajar semua anggota maksimal.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
E-Learning
1. Sejarah dan Perkembangan E-learning
E-learning atau pembelajaran
elektronik pertama kali diperkenalkan oleh universitas Illinois
di Urbana-Champaign dengan menggunakan sistem instruksi berbasis komputer
(computer-assisted instruction ) dan komputer bernama PLATO. Sejak itu,
perkembangan E-learning dari masa ke masa adalah sebagai berikut:
a.
Tahun 1990 : Era CBT (Computer-Based
Training) di mana mulai bermunculan aplikasi e-learning yang berjalan dalam PC
standlone ataupun berbentuk kemasan CD-ROM. Isi materi dalam bentuk tulisan
maupun multimedia (Video dan AUDIO) DALAM FORMAT mov, mpeg-1, atau avi.
b.
Tahun 1994 : Seiring dengan diterimanya CBT
oleh masyarakat sejak tahun 1994 CBT muncul dalam bentuk paket-paket yang lebih
menarik dan diproduksi secara massal.
c.
Tahun 1997 : LMS (Learning Management
System). Seiring dengan perkembangan teknologi internet, masyarakat di dunia
mulai terkoneksi dengan internet. Kebutuhan akan informasi yang dapat diperoleh
dengan cepat mulai dirasakan sebagai kebutuhan mutlak , dan jarak serta lokasi
bukanlah halangan lagi. Dari sinilah muncul LMS. Perkembangan LMS yang makin
pesat membuat pemikiran baru untuk mengatasi masalah interoperability antar LMS
yang satu dengan lainnya secara standar. Bentuk standar yang muncul misalnya
standar yang dikeluarkan oleh AICC (Airline Industry CBT Commettee), IMS,
SCORM, IEEE LOM, ARIADNE, dsb.
d.
Tahun 1999 sebagai tahun Aplikasi E-learning
berbasis Web. Perkembangan LMS menuju aplikasi e-learning berbasis Web
berkembang secara total, baik untuk pembelajar (learner) maupun administrasi
belajar mengajarnya. LMS mulai digabungkan dengan situs-situs informasi,
majalah, dan surat kabar. Isinya juga semakin kaya dengan perpaduan multimedia
, video streaming, serta penampilan interaktif dalam berbagai pilihan format
data yang lebih standar, dan berukuran kecil.
2.
Fitur – fitur E-learning
Menurut Clark
& Mayer, e-learning memiliki
fitur – fitur sebagai berikut :
Ø Konten yang relevan dengan tujuan belajar.
Ø Menggunakan metode instruksional seperti contoh dan praktek untuk membantu
belajar.
Ø Menggunakan elemen media seperti kalimat dan gambar untuk
mendistribusikan konten dan metode belajar.
Ø Pembelajaran dapat secara langsung dengan instruktur ataupun belajar secara individu.
Ø Membangun wawasan dan teknik baru yang dihubungkan dengan tujuan belajar.
3.
Aspek Penting dalam E-learning
a. E-learning menciptakan
solusi belajar formal dan informal.
Salah satu kesalahan berpikir tentang e-learning
adalah e-learning
hanya menciptakan sistem belajar secara formal, seperti dalam bentuk kursus.
Namun faktanya adalah saat
ini 80% pembelajaran didapat secara informal. Banyak orang saat beraktivitas
sehari - hari dan menghadapi suatu masalah membutuhkan solusi secepatnya. Dalam
hal ini, e-learning
haruslah memiliki karakteristik berikut:
Ø Just in time atau tersedia untuk
pengguna ketika mereka membutuhkannya untuk menyelesaikan tugasnya.
Ø On demand atau tersedia setiap saat.
Ø Bite Sized atau tersedia dalam ukuran yang kecil agar dapat digunakan secara
cepat.
b. E-learning menyediakan akses keberbagai macam sumber pembelajaran baik itu konten ataupun manusia.
Kesalahan lainnya dalam berpikir tentang e-learning bahwa e-learning hanya membuat kontens aja, sebenarnya e-learning adalah sebuah aktivitas sosial. E- learning menyediakan pengalaman belajar yang kuat melalui komunitas online pengguna e-learning. Karena manusia adalah makhluk sosial, jadi ada banyak kesempatan untuk berkomunikasi, berkolaborasi, dan berbagi ilmu antara sesama pengguna e-learning.
c. E-learning mendukung sekelompok orang atau grup
untuk belajar bersama.
E-learning
bukan aktivitas individu saja, tetapi juga mendukung
sekelompok orang atau grup untuk belajar bersama, baik untuk
berkomunikasi, berkolaborasi, berbagi ilmu dan membentuk sebuah komunitas online yang dapat dilakukan secara
langsung (synchronous) atau
tidak langsung (asynchronous).
d. E-learning membawa
pembelajaran kepada pelajar bukan pelajar ke pembelajaran.
Bentuk pembelajaran tradisional bahwa pelajar harus pergi
keluar untuk mencari pembelajaran mereka sendiri. Sedangkan Model e-learning disebut juga Pull Model of Learning.
4.
Strategi E-Learning
Dalam pengembangan suatu aplikasi
e-learning perlu diperhatikan bahwa materi yang ditampilkan harus menunjang
penyampaian informasi yang benar, tidak hanya mengutamakan sisi keindahan saja,
tetapi harus memperhatikan dengan seksama teknik belajar – mengajar yang
digunakan serta memperhatikan teknik evaluasi kemajuan peserta didik dan
penyimpanan data kemajuan peserta didik.
Menurut Koswara (2006) ada beberapa strategi pengajaran yang dapat
diterapkan dengan menggunakan teknologi e-learning adalah sebagai berikut :
a. Learning by doing.
Simulasi
belajar dengan melakukan apa yang hendak dipelajari. Contohnya adalah simulator
penerbangan (flight simulator), dimana seorang calon penerbang dapat dilatih
untuk melakukan penerbangan suatu pesawat tertentu seperti ia berlatih dengan
pesawat yang sesungguhnya
b. Incidental learning.
Tidak
semua hal menarik untuk dipelajari, oleh karena itu dengan strategi ini seorang
peserta didik dapat mempelajari sesuatu melalui hal lain yang lebih menarik,
dan diharapkan informasi yang sebenarnya dapat diserap secara tidak langsung.
Misalnya mempelajari geografi dengan cara melakukan “perjalanan maya” ke
daerah-daerah wisata.
c. Learning by reflection.
Mempelajari
sesuatu dengan mengembangkan ide atau gagasan tentang subyek yang hendak
dipelajari. Peserta didik didorong untuk mengembangkan suatu ide atau gagasan
dengan cara memberikan informasi awal dan aplikasi akan “mendengarkan” dan
memproses masukan ide atau gagasan dari peserta didik untuk kemudian diberikan
informasi lanjutan berdasarkan masukan dari peserta didik.
d. Case-based learning.
Mempelajari
sesuatu berdasarkan kasus – kasus yang telah terjadi mengenai subyek yang
hendak dipelajari. Strategi ini tergantung kepada narasumber ahli dan
kasus-kasus yang dapat dikumpulkan tentang materi yang hendak dipelajari.
Peserta didik dapat mempelajari suatu materi dengan cara menyerap informasi
dari narasumber ahli tentang kasus-kasus yang telah terjadi atas materi
tersebut.
e. Learning by exploring.
Mempelajari
sesuatu dengan cara melakukan eksplorasi terhadap subyek yang hendak
dipelajari. Peserta didik didorong untuk memahami suatu materi dengan cara
melakukan eksplorasi mandiri atas materi tersebut. Aplikasi harus menyediakan
informasi yang cukup untuk mengakomodasi eksplorasi dari Peserta didik.
Mempelajari sesuatu dengan cara menetapkan suatu sasaran yang hendak dicapai
(goal-directed learning). Peserta didik diposisikan dalam sebagai seseorang
yang harus mencapai tujuan dan aplikasi menyediakan fasilitas yang diperlukan
dalam melakukan hal tersebut, kemudian peserta didik menyusun strategi mandiri
untuk mencapai tujuan tersebut.
5.
Manfaat E-Learning
Ada beberapa
manfaat pembelajaran elektronik atau e-learning, di antaranya adalah:
a.
Pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and
place flexibility).
b.
Bertambahnya Interaksi pembelajaran antara
peserta didik dengan guru atau instruktur (interactivity enhancement).
c.
Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas
(global audience).
d.
Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi
pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities).
Selain itu,
manfaat e-learning juga dapat dilihat dari 2 sudut pandang :
a.
Manfaat bagi siswa
Dengan kegiatan e-Learning dimungkinkan berkembangnya fleksibilitas
belajar yang tinggi. Artinya, kita dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap
saat dan berulang-ulang. Selain itu kita juga dapat berkomunikasi dengan
guru/dosen setiap saat, misalnya melalui chatting dan email. Mengingat sumber
belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses melalui
internet, maka kita dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan
saja dan dari mana saja, juga tugas-tugas pekerjaan rumah dapat diserahkan
kepada guru/dosen begitu selesai dikerjakan.
b.
Manfaat bagi pengajar.
Dengan adanya kegiatan e-Learning manfaat yang diperoleh
guru/dosen antara lain adalah bahwa guru, dosen dan instruktur akan lebih mudah
melakukan pembaruan materi maupun model pengajaran sesuai dengan tuntutan
perkembangan keilmuan yang terjadi, juga dapat dengan efisien mengontrol
kegiatan belajar siswanya.
6. Keuntungan dan Kelemahan menggunakan
E-learning
a.
Keuntungan menggunakan e-Learning diantaranya
sebagai berikut :
Ø
Fleksibel karena siswa dapat belajar kapan saja,
di mana saja, dan dengan tipe pembelajaran yang berbeda-beda.
Ø
Menghemat waktu proses belajar mengajar.
Ø
Mengurangi biaya perjalanan.
Ø
Menghemat biaya pendidikan secara keseluruhan
(infrastruktur, peralatan, buku-buku).
Ø
Menjangkau wilayah geografis yang lebih luas.
Ø
Melatih pembelajar lebih mandiri dalam
mendapatkan ilmu pengetahuan.
b.
Kelemahan menggunakan e-learning diantaranya
sebagai berikut :
Ø
Karena e-learning menggunakan teknologi
informasi, tidak semua orang terutama orang yang masih awam dapat
menggunakannya dengan baik.
Ø
Membuat e-learning yang interaktif dan sesuai
dengan keinginan pengguna membutuhkan programming yang sulit, sehingga
pembuatannya cukup lama.
Ø
E-learning membutuhkan infrastruktur yang baik
sehingga membutuhkan biaya awal yang cukup tinggi.
B. Resources Based Learning/Modul
1. Langkah-Langkah Pelaksanaan Resources
Based Learning
Langkah-langkah
untuk melaksanakan model pembelajaran resource based leraning yaitu:
a.
Guru melaksanakan pembelajaran matematika dengan menggunakan model Resource Based Learning.
b.
Pengenalan materi matematika dan
penyelesaiannya.
c.
Guru memberikan contoh soal dan cara
mengembangkannya menjadi sub –sub
pertanyaan dan penyelesaiannya.
d.
Guru membagi siswa dalam kelompok –kelompok.
e.
Guru membagi lembar kerja.
f.
Siswa menyelesaikan masalah matematika yang
diajukan secara berkelompok.
g.
Guru membimbing, mengawasi, dan membantu siswa
yang mengalami kesulitan menyelesaikan masalah matematika.
h.
Siswa menuliskan hasil diskusi kelompok ke dalam
lembar hasil diskusi.
i.
Masing –
masing kelompok yang telah selesai melakukan diskusi harus melaporkan kerja
kelompoknya kepada guru.
j.
Guru meminta beberapa kelompok yang sudah
selesai untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
k.
Guru menegaskan kembali hasil diskusi yang telah
disajikan siswa.
l.
Guru melakukan evaluasi terhadap hasil diskusi
siswa.
m.
Mengadakan ulangan harian.
2. Kelebihan Dan Kekurangan Resources Based
Learning
Belajar
dengan menggunakan aneka sumber atau resource based leearning mempunyai banyak
kelebihan dan manfaat. Menurut Nasution (2011:26-28) mengemukakan kelebihan
resource based learning ada 7 manfaat yaitu:
a.
Memberi kesempatan untuk merencanakan kegiatan
belajar dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia.
b.
Memberi pengertian kepada siswa tentang luas dan
aneka ragamnya sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar sehingga akan menambah dan memperluas
cakrawala sains dalam diri siswa.
c.
Mendorong minat siswa untuk belajar aktif,
berpikir lebih kritis, merangsang untuk bersikap lebih positif dan merangsang
untuk berkembang lebih jauh untuk
mencapai tujuan hidup serta melibatkan diri dalam pendidikannya.
d.
Meningkatkan motivasi belajar dengan menyajikan
berbagai kemungkinan tentang bahan pelajaran, metode kerja, dan medium
komunikasi.
e.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja
menurut kecepatan dan kesanggupan masing-masing dan tidak dipaksa bekerja
menurut kecepatan yang sama dalam hubungan kelas.
f.
Lebih fleksibel dalam penggunaan waktu dan ruang
belajar.
g.
Mengembangkan kepercayaan akan diri sendiri
dalam hal belajar yang memungkinkannya untuk melanjutkan belajar sepanjang
hayat.
Sedangkan
kelemahan dari model pembelajaran Resource Based Learning sebagai berikut :
a)
Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan
kegiatan dengan menggunakan bahan atau alat dalam belajar.
b)
Guru harus memperhatikan waktu, karena
pembelajaran bisa lama atau lebih pendek semua bergantung pada guru untuk
mengorganisasikan waktu.
C.
Pembelajaran Kooperatif
1. Tujuan
Pembelajaran Kooperatif
Slavin
(2005) mengemukakan tujuan yang paling penting dari model pembelajaran
kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan,
dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang
bahagia dan memberikan kontribusi. Slavin (2005) mengemukakan bahwa tujuan
model pembelajaran kooperatif adalah menciptakan norma-norma yang proakademik
di antara para siswa, dan norma-norma pro-akademik memiliki pengaruh yang amat
penting bagi pencapaian siswa.
Arend (1997, dalam Ibrahim, 2000:7-9)
menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.
Pertama, pada pembelajaran kooperatif dapat
memberikan keuntungan baik pada siswa dengan kemampuan rendah maupun kemampuan
tinggi yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik (Slavin, 1995).
Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah. Jadi siswa
dengan kemampuan rendah memperoleh bantuan dari teman sebaya yang punya
kemampuan lebih tinggi tetapi mempunyai orientasi bahasa yang sama. Dalam
proses tutorial ini, siswa dengan kemampuan tinggi akan meningkat kemampuan
akademiknya karena memberi pelayanan tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam
tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
Tujuan ke dua dari pembelajaran kooperatif
adalah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya,
kelas sosial, kemampuan akademik maupun jenis kelamin. Pembelajaran kooperatif
memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk
bekerja saling bergantung satu sama lain untuk menyelesaikan tugas-tugas
bersama. Mereka dilatih untuk saling menghar-gai satu sama lain.
Tujuan ke tiga adalah pengembangan keterampilan
sosial. Pembelajaran kooperatif mengajarkan kepada siswa keterampilan
bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki siswa
karena saat ini banyak pekerjaan orang dewasa di masyarakat yang dilakukan dalam suatu organisasi yang
membutuhkan kerja kolaborasi, dimana satu dengan yang lain saling membutuhkan
dan saling mengisi.
2. Unsur-unsur Dasar dalam Pembelajaran Kooperatif
Ada 4 unsur pokok model pembelajaran
kooperatif, yaitu: 1. adanya peserta dalam kelompok, 2. adanya aturan kelompok,
3. adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan 4. adanya tujuan yang akan
dicapai (Sanjaya, 2009: 241).
a.
Adanya
Peserta dalam Kelompok
Peserta pembelajaran kooperatif adalah para
siswa yang melakukan kegiatan belajar secara berkelompok. Pengelompokan siswa
bisa dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, misalnya minat, bakat
kemampuan akademis, dst. Pertimbangan apapun yang dipilih dalam mengelompokkan
siswa, tujuan pembelajaran harus yang diutamakan.
b.
Adanya
Aturan Kelompok
Aturan kelompok merupakan sesuatu yang telah
disepakati oleh pihak-pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik
maupun siswa sebagai anggota kelompok.
c.
Adanya
Upaya Belajar Setiap Anggota Kelompok
Upaya belajar merupakan segala aktivitas siswa
untuk meningkatkan kemampuan, baik kemampuan yang telah dimiliki, maupun
kemampuan yang baru. Aktivitas belajar siswa dilakukan secara berkelompok,
sehingga diantara mereka terjadi saling membelajarkan melalui tukar pikiran,
pengalaman, maupun gagasan.
d.
Adanya
Tujuan yang Akan Dicapai
Aspek tujuan dalam model pembelajaran ini
dimaksudkan untuk memberikanb arah pada perencanaan, pelaksanaan, dan juga
evaluasi. Dengan adanya tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat
memahami sasaran setiap aktivitas belajar.
Anita Lie (2008:28) mengatakan untuk mencapai hasil yang optimal
lima unsur model pembelajaran gotong royong atau pembelajaran kooperatif harus
diterapkan, yaitu:
a. Saling ketergantungan positif, dimana
keberhasilan kelompok tergantung pada usaha setiap anggotanya.
b. Tanggung jawab perseorangan, sebagai akibat
dari unsur pertama maka setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas
keberhasilan kelompok.
c. Tatap muka, setiap anggota harus bertemu dan
berdiskusi, kegiatan interaksi ini membantu siswa untuk membentuk sinergi yang
menguntungkan semua anggota.
d. Komunikasi antar anggota, dimana keberhasilan
kelompok tergantung pada kesediaan para anggota untuk saling mendengar dan
kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
e. Evaluasi proses kelompok, dimana evaluasi
sangat penting untuk perbaikan kegiatan kelompok lebih efektif. Pelaksanaan
tidak harus setiap kali ada kerja kelompok tetapi bisa diadakan selang beberapa
waktu setelah beberapa pemebelajaran cooperrative learning.
Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif
menurut Lungdren (1994), seperti yang di kutip oleh Isjoni (2011: 16) sebagai
berikut:
a. Para siswa harus memiliki pandangan bahwa
mereka adalah senasib.
b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab siswa
lain dalam kelompoknya dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka
mempunyai tujuan yang sama.
d. Para siswa berbagi tugas dan tanggung jawab
diantara para anggotanya.
e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau
penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara
mereka memperoleh ketrampilan bekerja sama selama belajar.
g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan
secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan
efektif pada diri siswa bila ditanamkan unsur-unsur dasar belajar kooperatif.
Dengan dilaksanakan pemblajaran kooperatif secara berkesinambungan dapat
dijadikan sarana bagi guru untuk melatih dan mengembangkan aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik siswa, khususnya ketrampilan sosial untuk bekal hidup
di masyarakat. Keberhasilan siswa pada pembelajaran ini juga berdampak pada
keberhasilan guru dalam mengelola kelasnya (Isjoni, 2011:102).
3. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif mempunyai karakter
tertentu sehingga dapat dibeda-kan dengan pembelajaran lainnya. Arend
(2004:316) mengemukakan bahwa ada empat karekteristik pembelajaran kooperatif,
yaitu: (a) siswa bekerja dalam tim-tim untuk menguasai materi pelajaran; (b)
tim tersusun dari siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; (c) jika mungkin, dalam satu tim
terdiri dari campuran dari berbagai suku, budaya, dan jenis kelamin; dan (d)
penghargaan diorientasikan pada kelompok maupun individu.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem
yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling berhubungan. Elemen-elemen
yang sekaligus merupakan karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut: saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas
individual, dan keterampilan hubungan antar pribadi (Nurhadi dan Senduk, 2003:
60). Berikut penjelasan untuk masing-masing elemen.
a.
Saling
Ketergantungan Positif
Saling ketergantungan positif adalah hubungan
yang saling membutuhkan. Saling ketergantungan positif menuntut adanya
interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi
untuk meraih hasil yang optimal, yang dicapai melalui: a. saling ketergantungan
pencapaian tujuan, b. saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, c.
saling ketergantungan bahan atau sumber belajar, d. saling ketergantungan
peran, dan saling ketergantungan hadiah.
b.
Interaksi
Tatap Muka
Interaksi tatap muka terwujud dengan adanya
dialog yang dilakukan bukan hanya antara siswa dengan guru tetapi juga antara
siswa dengan siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling
menjadi sumber belajar. Fakta seperti itu dibutuhkan karena ada siswa yang
merasa lebih mudah belajar dari sesama siswa.
c.
Akuntabilitas
Individual
Pembelajaran kooperatif terwujud dalam bentuk
belajar kelompok. Meskipun demikian penilaian tertuju pada penguasaan materi
belajar secara individual. Hasil penilaian pada kemampuan individual tersebut
selanjutnya disampaikan guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok
mengetahui siapa diantara mereka yang memerlukan bantuan dan yang dapat
memberikan bantuan.
d.
Keterampilan
Menjalin Hubungan antar Pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan
menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) dikembangkan.
Pengembangan kemampuan tersebut dilakukan dengan melatih siswa untuk bersikap
tenggang rasa, sopan, mengkritik ide bukan pribadi, tidak mendominasi
pembicaraan, menghargai pendapat orang lain, dst.
Sedangkan
Slavin (1995: 12-13) mengemukakan enam tipologi pembelajaran
kooperatif, yaitu adanya: (a) tujuan-tujuan kelompok; (b) tanggung jawab
individu; (c) peluang yang sama untuk sukses; (d) kompetisi tim; (e)
spesialisasi tugas; dan (f) penyesuaian pada kebutuhan individu. Ke enam
tipologi tersebut menjadi karak-teristik pokok dalam pembelajaran kooperatif.
Walaupun menggunakan tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang berbeda, namun ke
enam hal di atas harus tampak dalam proses pembelajaran, sehingga menampakkan
hal yang berbeda dengan metode kooperatif tradisional.
4. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif mempunyai 6
langkah/tahapan utama (Arend, 2004:371; Ibrahim dan kawan-kawan, 2000:11).
Tahapan pertama dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran,
setting pembelajaran, dan memotivasi
siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian materi yang sering kali
berupa bahan bacaan daripada penyampaikan secara verbal. Selanjutnya siswa
dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti dengan bimbingan guru
pada saat siswa bekerjasama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase
terakhir pembelajaran kooperatif adalah presentasi hasil akhir kerja kelompok,
atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan
terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
Setiap langkah pembelajaran kooperatif
membutuhkan perilaku guru yang berbeda. Perilaku guru yang harus tampak pada
setiap tahap dirangkum dalam tabel di bawah ini:
Ø Fase 1: Menjelaskan tujuan dan setting
pembelajaran serta memotivasi siswa
Tingkah laku guru: Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran, dan setting atau langkah-langkah pembelajaran yang akan
dilakukan, serta memotivasi siswa untuk belajar.
Ø Fase 2: Menyajikan informasi
Tingkah laku guru: Guru menyajikan informasi
kepada siswa secara verbal, demonstrasi, maupun lewat bahan bacaan.
Ø Fase 3: Mengorganisasikan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar
Tingkah laku guru: Guru menjelaskan kepada
siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok
agar melakukan transisi secara efisien
Ø Fase 4: Memandu kelompok bekerja dan belajar
Tingkah laku guru: Guru memandu
kelompok-kelompok agar mengerjakan
tugas-tugas mereka
Ø Fase 5: Melaksanakan Tes
Tingkah laku guru: Guru menilai penguasaan
siswa terhadap materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Ø Fase 6: Memberikan penghargaan
Tingkah laku guru: Guru mencari cara-cara untuk
memberi penghargaan usaha dan hasil belajar individu maupun kelompok
5. Dasar Pertimbangan Pelaksanaan Pembelajaran
Kooperatif
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif
didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu (Sanjaya, 2009: 243), yaitu
sebagai berikut.
a) Guru menekankan pentingnya usaha kolektif di
samping usaha individudual dalam belajar.
b) Guru menghendaki seluruh siswa berhasil dalam
belajar.
c) Guru ingin menunjukkan pada siswa bahwa siswa
dapat belajar dari temannya,
d) Guru ingin mengembangkan kemampuan komunikasi
siswa.
e) Guru menghendaki motivasi dan partisipasi siswa
dalam belajar meningkat
f) Guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.
6. Metode dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Ada 4 metode yang dapat dilaksanakan oleh guru
dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif (Trianto, 2007: 49). Keempat
metode dimaksud adalah: metode STAD, Metode Jigsaw, Metode GI (group
investigation), dan metode struktural.
a. Metode STAD
STAD
kependekan dari Student Team Achievement Divisions. Metode ini dikembangkan
oleh Robert Slavin dkk. dari Universitas John Hopkins. Dalam metode STAD guru
membagi siswa suatu kelas menjadi beberapa kelompok kecil atau tim belajar
dengan jumlah anggota setiap kelompok 4 atau 5 orang siswa secara heterogen.
Setiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik dan saling membantu untuk
menguasai materi ajar melalui tanya
jawab atau diskusi antar sesama anggota tim. Secara individual atau kelompok
setiap satu atau dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui
penguasaan mereka terhadap materi yang telah mereka pelajari. Setelah itu
seluru siswa dalam kelas tersebut diberikan materi tes tentang materi ajar yang
telah mereka pelajari. Pada saat menjalani tes mereka tidak diperbolehkan
saling membantu.Sintaks metode STAD terdiri atas 6 fase (Trianto, 2007: 54),
yaitu sebagai berikut ini:
Ø Fase ke-1: menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa untuk aktif belajar.
Ø Fase ke-2: menyajikan materi ajar kepada siswa
dengan jalan mendemonstrasikan atau melalui bahan bacaan.
Ø Fase ke-3: menjelaskan kepada siswa bagaimana
cara membentuk kelompok belajar .
Ø Fase ke-4: membimbing setiap kelompok belajar
untuk belajar dan bekerja.
Ø Fase ke-5: mengevaluasi hasil belajar dan kerja
masing-masing kelompok.
Ø Fase ke-6: Guru memberikan penghargaan pada
para siswa baik sebagai individu maupun kelompok, baik karena usaha yang telah
mereka lakukan maupun karena hasil yang telah meerka capai.
b. Metode Jigsaw
Metode
Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Aronson dan rekan-rekan sejawatnya
(Arends, 2008: 13). Dalam metode Jigsaw para siswa dari suatu kelas
dikelompokkan menjadi beberapa tim belajar yang beranggotakan 5 atau 6 orang
secara heterogen. Guru memberikan bahan ajar dalam bentuk teks kepada setiap
kelompok dan setiap siswa dalam satu kelompok bertanggung jawab untuk
mempelajari satu porsi materinya. Para anggota dari tim-tim yang berbeda tetapi
membahas topik yang sama bertemu untuk belajar dan saling membantu dalam
mempelajari topic tersebut. Kelompok semacam ini dalam metode Jigsaw disebut
kelompok ahli (expert group). Pelaksanaan metode Jigsaw terdiri dari 6 langkah
kegiatan (Trianto, 2007: 56-57) sebagai berikut:
Ø Fase ke-1: Guru membagi kelas menjadi beberapa
kelompok belajar. Setiap kelompok beranggotakan 5 – 6 orang siswa.
Ø Fase ke-2: Guru memberikan materi ajar dalam
bentuk teks yang telah terbagi menjadi beberapa sub materi untuk dipelajari
secara khusus oleh setiap anggota kelompok.
Ø Fase ke-3: Semua kelompok mempelajari materi
ajar yang telah diberikan oleh guru.
Ø Fase ke-4: Kelompok ahli bertemu dan membahas
topik materi yang menjadi tanggung jawabnya.
Ø Fase ke-5 : Anggota kelompok ahli kembali ke
kelompok asal masing-masing (home teams) untuk membantu kelompoknya.
Ø Fase ke-6: Guru mengevaluasi hasil belajar
siswa secara individual.
c. Metode Invenstigasi Kelompok (Group
Investigation)
Metode
investigasi kelompok dirancang oleh Herbert Thalen dan metode pembelajaran
kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit diimplementasikan (Arends,
2008: 14). Kompleksitas dan sulitnya implementasi metode ini dikarenakan
keterlibatan siswa dalam merencanakan topik-topik materi ajar maupun cara
mempelajarinya melalui investigasi. Pada metode investigasi kelompok, guru
membagi kelas menjadi beberapa kelompok secara heterogen yang masing-masing
beranggota 5 atau 6 orang siswa. Siswa memilih topik-topik tertentu untuk
dipelajari, melakukan investigasi mendalam terhadap sub-sub topik yang dipilih
kemudian menyiapkan dan mempresentasikan hasil belajar di kelas. Sharan dkk.
sebagaimana pendapatnya dikutip Arends (2008: 14) mendeskripsikan 6 langkah
metode investigasi kelompok sebagai berikut.
Ø Fase ke-1: pemilihan topik. Siswa memilih
sub-sub topik tertentu dalam bidang permasalahan umum yang biasanya dibahas
oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok kecil
yang beranggota 5 atau 6 orang.
Ø Fase ke-2: perencanaan kooperatif. Siswa dan
guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan pembelajaran yang
sesuai dengan sub-sub topik yang telah dipilih.
Ø Fase ke-3: implementasi. Siswa melaksanakan
rencana yang diformulasikan pada fase ke-2.
Ø Fase ke-4: analisis dan sintesis. Siswa
menganalisis dan mensistesis informasi yang diperoleh pada kegiatan fase ke-3.
Ø Fase ke-5: presentasi hasil akhir. Beberapa
atau semua kelompok melakukan presentasi di kelas tentang topik-topik yang
mereka pelajari di bawah koordinasi guru.
Ø Fase ke-6: evaluasi. Siswa dan guru
mengevaluasi kontribusi masing-masing kelompok terhadap kerja kelas secara
keseluruhan. Evaluasi dapat dilakukan secara individual, kelompok, atau keduanya.
d. Metode Struktural
Metode
struktural dikembangkan oleh Spencer Kagan dkk. Meskipun memiliki banyak
persamaan dengan metode lainnya, metode structural menekankan penggunaan
struktur tertent yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Dua macam
struktur yang dapat dipilih guru untuk melaksanakan metode structural adalah
think-pair-share dan numbered head together. Pelaksanaan think-pair-share
terdiri 3 langkah : thinking, pairing, dan sharing (Arends, 2008: 15-16).
Ø Langkah pertama: thinking (berpikir). Guru
mengajukan sebuah pertanyaan yang terkait dengan materi ajar dan memberikan
waktu satu menit kepada siswa untuk memikirkan sendiri jawabannya.
Ø Langkah kedua: pairing (berpasangan). Guru
meminta siswa untuk mendiskusikan secara berpasangan tentang apa yang siswa
pikiran
Ø Langkah ketiga: sharing (berbagi). Guru meminta
pasangan-pasangan siswa tersebut untuk berbagi hasil diskusinya dengan seluruh
siswa di kelas.
7. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Karli dan Yuliariatiningsih (2002: 72)
mengemukakan kelebihan model pembelajaran kooperatif, yaitu:
a.
Dapat
melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan,
sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka
dan demokratis.
b.
Dapat
mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa.
c.
Dapat
mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan
sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat.
d.
Siswa
tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek belajar karena
siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya.
e.
Siswa
dilatih untuk bekerjasama, karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi juga
tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan
kelompoknya.
f.
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang
dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi
dirinya.
Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber
pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari
luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut.
a.
Guru
harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih
banyak tenaga, pemikiran dan waktu;
b.
Agar
proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas,
alat dan biaya yang cukup memadai;
c.
Selama
kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan
yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan, dan
d.
saat
diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa
yang lain menjadi pasif.
|
BAB IV
STUDI KASUS
A. Pembelajaran Elektronik
Sistem
pembelajaran di SMA N 1 Sentolo masih menggunakan metode konvensional yaitu
pembelajaran pada satu tempat atau dalam satu kelas, sekolah ini telah memiliki
2 unitlaboratorium komputer dengan jumlah PC sebanyak 40 yang terkoneksi ke
jaringan internet dan lebih dari 10 orang guru memiliki kemampuan penggunaan
komputer dan akses internet yang sangat memadai yang dapat menjadi motor
penggerak penerapan
e-Learning. Keberadaan peralatan komputer dan koneksi internet saat ini dirasakan
masih belum optimal.Kondisi ini mendorong pihak sekolah untuk merintis
pengembangan e-Learning
dan akan terusditingkatkan ketersediaan dan
pemanfaatannya
Analisis :
Seharusnya SMA N 1 Solo sudah harus
menggunakan pembelajaran elektronik. Untuk memulainya, SMA N 1 Solo dapat
menerapkannya di dalam satu mata pelajaran terlebih dahulu, contohnya adalah mata
pelajaran TIK. Karena, pelajaran TIK sangat berkesinambungan dengan
pembelajaran elektronik dan dengan menggunakan metode pembelajaran elektronik,
para siswa akan mudah melakukan kegiatan belajar mengajar dengan guru tanpa
harus bertatap muka langsung.
B. Pembelajaran Kooperatif
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Pemerintah Indonesia sudah menyiapkan kurikulum
baru untuk siswa tingkat SD, SMP, SMA dan SMK. Kurikulum ini nantinya dapat
diterapkan pada tahun ajaran 2013-1014. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad
Nuh, sebelumnya mengemukakan bahwa perubahan yang paling besar terjadi di
tingkat SD.
Perubahan kurikulum ini akan bersifat tematik integratif. Siswa akan diajak
untuk melihat, memerhatikan dan mengobservasi lingkungan.
Pendekatan ini juga akan menjadikan mata pelajaran IPA dan IPS menjadi
materi pembahasan pada semua pelajaran. Ini berarti, mata pelajaran tidak
diajarkan secara terpisah tetapi dilebur dalam mata pelajaran lainnya. Dengan
kurikulum baru ini, mata pelajaran akan dilebur menjadi enam, yakni pendidikan
agama; pendidikan pancasila dan kewarganegaraan; bahasa Indonesia; matematika;
seni, budaya dan prakarya; pendidikan jasmani; olahraga dan kesehatan. Untuk bahasa Inggris di SD, keberadaannya
akan dipertahankan. Nantinya, bahasa Inggris tetap sebagai mata pelajaran
kelompok muatan lokal dalam kurikulum 2013. Implikasinya, akan ada tantangan
terhadap kualitas guru sekolah tersebut.
Menurut Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Sunaryo
Kartadinata, jika memang terjadi perubahan tersebut, konsekuensinya terhadap pelatihan
terhadap para guru. "Tidak serta merta guru bahasa misalnya dilatih untuk
mengajar IPA, maka harus ada upaya kolaboratif dan pembelajaran kooperatif
terhadap para guru," kata Sunaryo, Rabu (21/11).
Analisis:
Dalam menghadapi kurikulum yang baru, dimana para siswa di tuntut untuk
bisa mengeksplorasikan kemampuan mereka maka para pendidik atau guru harus
menggunakan pembelajaran kooperatif, dimana para siswa dapat berkerjasama
antara satu siswa dengan siswa lainnya dalam menyelesaikan suatu kasus.
|
BAB V
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Terdapat banyak metode pembelajaran yang
dapat di lakukan oleh para pendidik atau guru dalam melakukan kegiatan
pembelajaran di dalam kelas. Semua model pembelajaran sangat penting dalam mensukseskan
kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, para guru harus menguasai berbagai
macam model pembelajaran yang akan dilakukannya di dalam kegiatan belajar
mengajar, karena setiap mata pelajaran memiliki criteria masing – masing.
2.
Saran
Dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas, para guru
harus menguasai berbagai macam model pembelajaran yang akan di berikan kepada
para siswanya.
DAFTAR PUSTAKA
Arend,
R.I. 2004. Learning to Teach. New York. McGraw-Hill
http://www.m-edukasi.web.id/2012/11/manfaat-pembelajaran-elektronik-atau-e.html
(di akses pada tanggal 8 Febuari 2014)
http://indrayani.staff.ipdn.ac.id/?p=56
( di akses pada tanggal 8 Febuari 2014)
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_elektronik
(diakses pada tanggal 8 Febuari 2014)
http://www.zainalhakim.web.id/pengertian-e-learning.html
(diakses pada tanggal 8 Febuari 2014)
Ibrahim, Rahmadiarti, Nur, dan Ismono. 200.
Pembelajaran Kooperatif. Surabaya. University Press UNESA.
Isjoni, (2011), Pembelajaran Kooperatif:
Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Koswara, E.
2005. Konsep Pendidikan Tinggi Berbasis E-learning : Peluang dan Tantangan.
Prosiding
Lie, Anita, (2008), Cooperative Learning:
mempraktekkan Cooperatif Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
Nasution,S.2011.Berbagai
Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta : PT Bumi Aksara
Nurhadi dan Senduk, Agus Gerrad. (2003)
Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit
Universitas Negeri Malang.
Rustaman, N., Dirdjosoemarto, S., Yudianto,
S.A., Achmad, Y., Subekti, R., Rochintaniawati, D., & Nurjhani, M. (2003).
Common Text Book Strategi Belajar mengajar Biologi. (Edisi Revisi). Bandung:
JICA-IMSTEP-UPI.
Sagala,Syaiful.2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta
Sanjaya, Wina. (2009) Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.
Siregar dan Hartini Nara.2011.Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor :
Ghalia Indonesia.
Slavin, R.E. 1994. Educational Psychology,
Theory and Practice. Massacussett: Allyn and Bacon.
Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning:
Theory, Research, and Practice. Massacussett: Allyn and Bacon.
Slavin, Robert E., (2005), Cooperative
Learning: Teori, Riset, dan Praktek. Bandung: Nusa Media
Sugandi, A.I. (2002). Pembelajaran Pemecahan
Masala Matmatika Melalui Model Belajar Kooperatif Tope Jigsaw. (Studi
Eksperimen terhadap Siswa Kelas Satu SMU Negeri di Tasikmalaya). Tesis PPS UPI:
Tidak diterbitkan.
Trianto. (2007) Model-model Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka
0 Response to "Makalah Pembelajaran E-Learning"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)