RESOPIM (Revolusi, Sosialisme, Pimpinan Nasional)
Cuplikan Pidato Ir. Soekarno 17 Agustus 1959
Maka itu
tepat-maha-tepatlah, bahwa kita pada 5 Juli 1959 kembali kepada Undang-Undang
Dasar 1945. Dengan kembali kita kepada UndangUndang Dasar 1945 itu, maka kita menemukan kembali Revolusi kita,
rediscover our Revolution -, menemukan kembali Revolusi kita, yang sejak
tahun 1950 kita tinggalkan, dan kita lupakan, dan kadang-kadang kita durhakai. "Sistim politik
yang kita anut, tidak memberikan manfaat kepada rakyat banyak. Kita harus
tinjau kembali sistim itu, kita harus herzien sistim itu. Ya, tinjau kembali
sistim itu, dan menggantinya dengan
satu sistim yang lebih sesuai dengan kepribadian bangsa kita, lebih memberi pimpinan ke arah tujuan yang satu itu,
yaitu masyarakat keadilan sosial.
Nasional kita setia
kepada Pancasila, - internasional kita setia
kepada Pancasila. Nasional kita setia kepada Proklamasi, - internasional kita
setia kepada Proklamasi." Demikianlah jawaban yang kita berikan kepada
segala tentangan dan tantangan terhadap Revolusi kita itu. Dan karena jawaban
yang tegas dan tepat ini, dan atas dasar jawaban yang tegas dan tepat ini, maka
Revolusi kita pada akhir tahun 1958 itu dapat diselamatkan, dapat
"survive", meskipun belum mencapai kemenangan terakhir secara keseluruhan.
Serentak Rakyat Indonesia dengan kembali kita kepada
UndangUndang Dasar '45 itu lantas laksana mendapat "Wahyu
Cakraningrat" kembali, serentak jiwa Revolusi yang tadinya laksana padam
itu lantas hidup kembali dan bangkit kembali! Maka pada 17 Agustus 1959 saya
mengucapkanlah satu pidato, yang berhubung dengan hidup kembalinya jiwa
Revolusi itu, saya namakan "Penemuan kembali Revolusi kita","The
rediscovery of our Revolution".
syarat-syarat
mental daripada perjoangan kita sungguhlah menjadi
lengkap! Yaitu:
Kesatu : Revolusi.
Kedua : Ideologi Nasional Progresif
(yaitu Undang-Undang Dasar '45 + Manipol/ USDEK).
Ketiga : Pimpinan Nasional.
Tritunggal itu baru berupa pemenuhan satu syarat. Hasil
masih harus diperjoangkan. Kemenangan
masih harus diperjoangkan. Tritunggal
hanyalah satu syarat untuk lancarnya
dan nanti berhasilnya perjoangan.
Bagaimana
situasi sekarang? Persyaratan perjalanan kita sekarang sudah lengkap: RIL – R I
L - "Revolution, Ideology, Leadership". Atau Re-so-pim, yaitu "Revolusi, Sosialisme, Pimpinan
Nasional". Dengan lengkapnya persyaratan perjalanan itu, sekarang kita
boleh berjalan terus. Malah alat-alat perjalananpun sudah kita
miliki semuanya a la kadarnya:
Kesatu : Sudah
barang tentu RIL - Revolution, Ideology,
Leadership, - atau Re-so-pim, Revolusi, Sosialisme,
Pimpinan Nasional.
Kedua : Alat-alat teknis, yang berupa
skill dan alat-alat industri.
Ketiga : Modal, yang berupa kekayaan
materiil, manpower, dan
lain sebagainya.
Keempat : Angkatan Bersenjata yang lumayan.
Kelima : Kerja-sama dengan dunia luar.
Dan sebagainya lagi, dan sebagainya lagi.
Dengan adanya alat-alat ini, maka perjalanan kita itu,
asalkan penggerakan tekad dan energi cukup, bisalah berlangsung dengan tidak
ngulerkambang.
Maka jagalah jangan sampai ada kemerosotan dalam
pemakaian alat-alat itu:
a. Konsolidirlah
selalu segala alat perjoangan.
b. Maksimalkanlah dan perluaskanlah selalu pemakaian alat
perjoangan.
c. Perbaikilah
dan sempurnakanlah selalu mutunya alat perjoangan.
d. Koreksilah
selalu jikalau ada kesalahan atau kekeliruan dalam pemakaian alat perjoangan.
Ini minta satu approach yang dinamis dan dialektis,
satu cara-kerja yang dinamis dan dialektis.
Dinamis, oleh karena masyarakat bertumbuh secara dinamis.
Misalnya taraf pendidikan bertumbuh secara dinamis, jumlah murid bertumbuh
secara dinamis, kemajuan teknis bertumbuh secara dinamis, jumlah penduduk
bertumbuh secara dinamis, kesadaran Rakyat bertumbuh secara dinamis,
tuntutan-tuntutan-hidup bertumbuh secara dinamis. Tidakkah saya menamakan Revolusi
kita ini "Revolusi-tuntutan-meningkat", atau Inggeris-nya "a
Revolution of rising demands"? Siapa yang tidak dinamis, tak mungkin akan
dapat meladeni pertumbuhan masyarakat yang amat dinamis itu!
Dan dialektis?
Dialektis, oleh karena segala pertumbuhan selalu menjadi dialektis
dengan timbulnya persoalan-persoalan-penentang, yaitu dengan timbulnya
contradicties. Kemajuan, perbaikan, kemenangan, pun menimbulkan
persoalan-persoalan-penentang, atau contradicties, yang segera harus dihadapi dan dipecahkan, agar tidak menjadi rintangan
bagi pertumbuhan selanjutnya. Siapa yang tidak dialektis, tak mungkin dapat
meladéni dengan segera segala contradicties itu!
Tetapi janganlah heran! Sebab, di masa yang lampau,
kegiatan nasional kita terpaksa terbagi-bagi:
Kecuali membangun, kita harus menyelamatkan Negara dari
pem-berontakan dan subversi asing.
Kecuali membangun, kita harus mengamankan daerah-daerah
dari gerombolan-gerombolan yang menggarong dan mengganas.
Kecuali membangun, kita masih harus menjebol sisa-sisa
lama dari alam kolonial, yang membikin golongan-golongan bersikap reformistis,
konservatif, liberal, kadang-kadang kontra-revolusioner.
Kecuali membangun, kita harus menanam dasar-dasar baru
yang merupakan syarat mutlak bagi suatu Negara Merdeka seperti Indonesia,
dengan penduduk 92 juta, begitu luas dalam daerahnya, begitu kaya-raya dalam
alamnya.
Kecuali membangun, kita harus berjoang menyelesaikan
persoalan Irian Barat.
Pendek-kata, dalam masa yang lampau, perhatian dan
kegiatan kita terpaksalah terbagi antara
apa yang tempohari saya namakan destruksi dan konstruksi
Tetapi ini kali saya juga sudah dapat membawa hasil-hasil-pertama daripada Perjoangan
Bangsa Indonesia, yaitu tercapainya dasar-dasar. Konsepsi buat Revolusi kita, Kenegaraan kita, dan Kebangsaan kita
Konsepsi itu sudah
menjadi Konsepsi Nasional, sudah menjadi milik Bangsa Indonesia secara keseluruhan, sudah
mulai dilaksanakan, dengan hasil yang
amat baik. Pendek-kata saya tonjolkan, bahwa sudah menjadi kenyataan;
Satu: Bahwa Indonesia, juga sesudah merdeka sebagai Republik,
akan tetap bertumbuh atas dasar Revolusi, - yaitu Revolusi yang multicomplex.
Dua: Bahwa penghidupan Nasional didasarkan atas Pancasila,
jelasnya Manipol/USDEK = Sosialisme Indonesia.
Tiga: Bahwa Amanat Penderitaan Rakyat dilaksanakan di bawah
satu Pimpinan Nasional
di antara mereka itu tadinya banyak yang mengira bahwa
syarat mutlak untuk kemajuan Negara dan Bangsa ialah kemajuan teknik dan modal
uang semata-mata.
Mereka tidak tahu,
bahwa dalam abad ke-XX salah satu dasar bagi kemajuan nasional ialah Konsepsi
ideologi yang progresif revolusioner, berdasarkan atas kepribadian nasional.
Asal
segala persoalan, terutama sekali persoalan pembangunan, kita selesaikan atas
dasar Konsep Sosial ke arah Sosialisme,
Konsep Sosial yang bewust-sebewustnya menuju kepada Masyarakat Sosialisme :
1.
Pertama:
Ikut-sertakan seluruh pekerja dalam memikul tanggungjawab dalam produksi dan
alat-alat-produksi
2.
Kedua:
Adakanlah terus-menerus - frappez, frappez toujours - retooling mental dan retooling organisasi, sesuai dengan
Manipol/USDEK.
3.
Ketiga:
Resapkan dasar RIL, atau Resopim sampai ke peloksok-peloksok, sampai ke
desa-desa, sampai ke gunung-gunung
Tetapi,
jangan dilupakan, bahwa dalam kegembiraan mengenai hasil-hasil dalam bidang
keamanan phisik, kita harus tetap waspada, harus tetap tak boleh lengah. Sebab
pada waktu pemberontak-pemberontak itu melakukan pemberontakannya, mereka
mempunyai dasar-fikiran yang berlainan sekali dengan dasar-fikiran kita,
berlainan dengan tujuan-asli dan upaya Revolusi. Kita harus tetap waspada, jangan sampai dengan pulihnya keamanan
phisik, keamanan politik menjadi terganggu atau goncang.
Inilah Ordening Baru di bidang politik secara
organisatoris yang didasarkan atas semangat Golong-Royong, Musyawarah dan
Mufakat. Organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga Negara tersebut, semuanya
mengejar satu tujuan utama, yaitu melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat
berdasarkan Resopim.
Demokrasi kita tidak lain tidak bukan ialah mencari sintese, mencari akumulasi fikiran dan tenaga untuk melaksanakan Amanat Penderitaan
Rakyat, semuanya atas pedoman Ordening
Baru yaitu: Revolusi-Manipol/ USDEK-Pimpinan Nasional. Dus Demokrasi
Terpimpin tidak mencari menghasilkan kemenangan
sesuatu golongan atau kekalahan
sesuatu golongan, - ia hanya menghasilkan akumulasi maksimal daripada
fikiran-fikiran-baik, cara-cara-baik, kemajuan-kemajuan positif untuk Rakyat
secara Keseluruhan, - tidak untuk sesuatu golongan atau partai.
maka
Demokrasi Terpimpin kita itu tegas-nyata mempunyai dua unsur, unsur "demokrasi", dan unsur
"terpimpin".
Rakyat sudah dipimpin
oleh Manipol, maka Angkatan Bersenjatapun harus dipimpin oleh Manipol. Sekali lagi saya ulangi di sini: bukan Angkatan Bersenjata atau bedil yang
memimpin Manipol, tetapi Manipol yang memimpin Angkatan Bersenjata dan bedil!
Tentang pengertian
sosialisme dan pelaksanaan sosialisme
inipun tak boleh ada antagonisme dan kontradiksi di kalangan pemimpin-pemimpin
kita, baik pemimpin preman maupun pemimpin militer.
Mengertilah,
bahwa :
Nasionalisasi
belum merupakan sosialisme!
Indonesianisasi
belum merupakan sosialisme!
Nasionalisasi dan Indonesianisasi itu hanyalah sekadar batu-loncatan saja ke arah sosialisme, - itupun jikalau nasionalisasi dan Indonesianisasi itu
dijalankan atas dasar Manipol/USDEK.
Karena itu maka di dalam salah satu pidato di Surabaya
(Hari Pemuda) saya berkata: "Siapa yang setuju kepada Pancasila, harus
setuju kepada Nasakom; siapa yang tidak setuju kepada Nasakom, sebenarnya tidak
setuju kepada Pancasila!" Sekarang saya tambah: "Siapa setuju kepada
Undang-Undang Dasar '45 harus setuju kepada Nasakom; siapa tidak setuju kepada
Nasakom, sebenarnya tidak setuju kepada Undang-Undang Dasar '45!"
Pancasila
adalah alat pemersatu!
Pancasila bukan alat pemecahbelah Dengan Pancasila, kita juga mempersatukan
tiga aliran besar yang bernama Nasakom itu. Jadi jangan mempergunakan Pancasila
untuk mengadudomba antara kita dengan kita.
Bagi kita, kemerdekaan adalah satu pepundén yang keramat!
Pendirian kita dalam memerdekakan Irian Barat ialah bahwa
kedaulatan kita sudah meliputi Irian
Barat itu, - dari Sabang sampai Merauke". Saya tidak pernah
berkata: "Mari memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Republik", saya
selalu berkata: "mari memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik".
Dalam perjoangan, peganglah
teguh segala apa yang sudah didapat, dan perjoangkanlah secara teratur apa yang
belum tercapai. Kedaulatan atas Irian Barat sejak hari Proklamasi '45 sudah di tangan kita, dan tentang pendirian ini kita tidak ragu-ragu lagi, malah
kita pegang teguh mati-matian dengan segala macam perjoangan. Tingkat pendirian
yang akan datang ialah: memancangkan
Sang Merah-Putih di Irian Barat, dan pemancangan Sang Merah-Putih itu pasti
akan terjadi apabila kekuasaan Pemerintah
di daerah itu di tangan kita. Oleh sebab
itu maka apa yang telah ada dalam genggaman kita, kita genggam teguh, dan apa
yang belum tercapai, yaitu kekuasaan pemerintah, marilah kita perjoangkan.
Kita bertekad bulat, kita mendesak terus. Kita merasa
kuat, oleh karena kita memang kuat, dan oleh karena kita di fihak yang benar,
dan oleh karena kita tidak berjalan sendiri
Cita-cita
Revolusi kita adalah, kataku, kongruen dengan "the social conscience of
Man". Itulah sebabnya maka Revolusi Indonesia amat populer di kalangan
tiga-perempat umat manusia itu, dan bahwa semboyan-baru "freedom to be
free", "bebas untuk merdeka", yang saya lansir di luar-negeri
dalam perjalanan muhibah yang akhir ini, disambut amat baik sekali oleh mereka
itu, terutama sekali oleh Rakyat-Rakyat Asia, Afrika, dan Amerika Latin
Dengan salam itu pula nanti akhir bulan ini Insya Allah
saya akan menuju Beograd di Yugoslavia untuk mewakili Bangsa Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi Negara-Negara yang
berpolitik bebas dan aktif, yang akan dimulai pada tanggal l September yang
akan datang.
Konferensi Tingkat Tinggi Negara-Negara Bebas dan
Konferensi Asia-Afrika itu adalah komplementer
satu sama lain, artinya "mengkomplitkan" satu sama lain. Dua
Konferensi ini isi-mengisi satu sama
lain.
Konferensi Asia-Afrika adalah penggabungan
(samenbundeling) daripada rasa nasionalisme
anti imperialisme di Asia-Afrika
Dengan
mensponsori K.T.T. dan ikut dalam K.T.T. maka Indonesia merasa setia kepada
kepribadiannya, setia kepada sumbernya yang tertulis dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar, setia kepada garis-azasi daripada politik-luar-negerinya.
Tahun
1957 saya namakan tahun penentuan, dan saya mintakan penentuan-penentuan; tahun
1958 saya namakan tahun tantangan, dan saya mintakan jawaban-jawaban-tegas atas
beberapa tantangan; tahun 1959 kita kembali kepada Undang-Undang Dasar '45, dan
saya tonjoli tahun 1959 itu dengan pidato "Penemuan Kembali Revolusi
Kita", yaitu dengan penegasan setegas-tegasnya daripada Konsepsi Nasional
yang kemudian oleh Rakyat dinamakan Manipol/USDEK.
Apakah
garis-azasi politik-luar-negeri kita itu?
Pertama :
Bebas dan Aktif.
Kedua : Solidaritas Asia-Afrika.
Ketiga :
"Tetangga baik", good
neighbour policy.
Untuk
apa?
Untuk
Perjoangan menentang Kolonialisme-imperialisme (pertama).
Untuk
mempertumbuhkan Kepribadian Nasional (kedua).
Untuk
Persahabatan dan Perdamaian antar-bangsa (ketiga).
Sejak
penerimaan itulah Konsepsi Nasional menjadi bulat, yaitu Konsepsi Tritunggal
R.I.L., ("Revolution, Ideology, Leadership") -
atau Konsepsi Resopim:
"Revolusi, Sosialisme, Pimpinan Nasional".
Tetap
berjalan terus, mcnuju Matahari, sebab Matahari itu sudah terbit, dan jalan
sudah terang-benderang!
Bangsa yang berjalan terus akan Besar.
Bangsa yang mandek, akan kerdil.
Bangsa yang mundur, akan hancur.
Hancur-lebur, tidak tahan sinarnya Matahari!
0 Response to "RESOPIM (Revolusi, Sosialisme, Pimpinan Nasional)"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)