Revolusi Industri dan Pengaruhnya Terhadap Indonesia
REVOLUSI
INDUSTRI DAN PENGARUHNYA PADA KEHIDUPAN DI INDONESIA
1. MASYARAKAT EROPA MASA PRA-REVOLUSI INDUSTRI
Tata kehidupan feodalisme mulai muncul di Eropa sejak
terhentinya lalu lintas perdagangan antara Eropa dengan dunia Timur. Karena
perdagangan di Laut Tengah dikuasai ole pedagang-pedagang Islam, maka
kesempatan bagi para pedagang non-Islam untuk melakukan aktivitasnya menjadi
terhambat. Keadaan seperti ini juga menyebabkan terjadinya perubahan dalam
kehidupan masyarakat Eropa, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan
budaya. Sistem kehidupan feodal dan gerejani berkembang dengan pesat, sehingga
dapat menguasai seluruh sektor kehidupan masyarakat Eropa.
Namun akibat meletusnya Perang Salib (1096-1291) kontak antara
Eropa dengan dunia Timur (Timur Tengah dan Asia lainnya) mulai hidup kembali.
Keadaan ini bertambah ramai dengan munculnya kota-kota dagang, seperti Genoa,
Florence, Venesia, dan Iain-lain yang menjadi pusat-pusat perdagangan di daerah
Eropa bagian selatan.
Perkembangan kota-kota dagang itu, juga diikuti dengan munculnya
usaha-usaha industri secara kecil-kecilan dalam bentuk industri rumahan (home
industry). Sekitar tahun 1200, home industry semakin cepat berkembang dan
bahkan mereka membentuk kelompok-kelompok dalam bentuk gilda.
Pada sekitar tahun 1350 di Eropa mulai berkembang perserikatan
kota-kota dagang yang disebut dengan hansa. Tujuan terbentuknya hansa adalah
untuk secara bersama-sama melindungi usaha dan perdagangan serta memiliki
armada laut atau pasukan sendiri untuk menjaga keamanan dalam perdagangan.
Sementara itu dalam Abad Pertengahan, Inggris masih merupakan
negara agraris. Seluruh kehidupan masyarakat Inggris masih merupakan negara
kaum bangsawan dan tuan-tuan tanah. Tanah-tanah itu diperuntukkan sebagai
tempat pemeliharaan ternak domba (biri-biri) yang menghasilkan bahan baku wol
untuk komoditi ekspor. Bahan baku wol itu sebagian besar diekspor ke Vlanderen
dan Italia Utara. Sejak abad ke-14, Inggris di bawah perlindungan Raja Edward
III mulai membangun industri-industri laken (sejenis kain wol).
Perkembangan kehidupan masyarakat dan majunya ilmu pengetahuan
Eropa, membawa pengaruh dan mendorong munculnya revolusi industri di Inggris.
2. REVOLUSI INDUSTRI DI INGGRIS
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Inggris sangat
maju karena didukung oleh faktor keamanan dan politik Inggris.
Penelitian-penelitian ilmiah yang dibantu oleh modal yang besar banyak
dilakukan, sehingga pabrik-pabrik besar juga dapat dibangun. Faktor penentu
lain adalah penemuan yang dilakukan oleh Abraham Darby seorang insinyur
berkebangsaan Inggris yang berhasil menggunakan batu bara (coke) untuk
melelehkan besi dan mendapatkan nilai besi yang lebih sempurna. Juga penemuan
mesin uap oleh James Watt insinyur berkebangsaan Skotlandia pada tahun 1763.
Berkat alat-alat tersebut aktivitas industri berkembang pesat. Mesin uap
menjadi alat yang dikenal luas dan dimanfaatkan pada pabrik-pabrik seperti
pabrik tekstil. Perkembangan tersebut menjadi pendorong munculnya masyarakat
modern.
3. REVOLUSI SOSIAL DI INGRIS
Revolusi Sosial adalah revolusi yang ingin mengubah hidup rakyat
yang dianggap tidak baik menjadi lebih baik. Walaupun sistem pemerintahan
Inggris setelah Kongres Wina disusun secara liberal (sehingga di Inggris tidak
timbul revolusi politik seperti di negara-negara Eropa lainnya), tetapi dengan
timbulnya industrialisasi secara besar-besaran (akibat Revolusi Industri)
keadaan masyarakat Inggris pada saat itu sangat menyedihkan, seperti:
·
Kota-kota industri (Manchester, Liverpool) penuh sesak oleh kaum
buruh. Bahkan harga makanan di kota-kota itu mahal dan ditambah lagi degan
adanya Corn Laws. Perumahan tidak memadai dan mencukupi, sehingga kaum buruh
hidup berjejal di tempat atau pelosok yang kotor dan tidak sehat.
·
Nasib buruh tidak pernah dipedulikan oleh majikannya, hanya
tenaganya diperas habis sehingga hidup mereka sengsara. Untuk melupakan
kesengsaraan itu mereka biasa mencari hiburan dengan Minum-minuman keras,
sehingga hal ini malahan menambah kesengsaraan hidupnya.
·
tidak hanya tenaga laki-laki, tetapi tenaga wanita dan anak-anak
pun banyak sekali dipergunakan oleh majikan karena dipandang upahnya jauh lebih
murah. Mereka hanya dipekerjakan sebagai penarik hasil tambang di bawah tanah.
·
Jam kerja mereka 12 jam sehari atau lebih, sehingga habis kerja
kaum buruh tidak punya tenaga lagi untuk memikirkan tentang perbaikan hidup
atau pembangunan keluarga, lebih-lebih lagi tentang pendidikan anak. Keadaan
keluarga kaum buruh makin lama makin buruk, sehingga keadaan masyarakat pun makin
lama makin kacau, karena keluarga adalah salah satu sendi dari masyarakat.
Catholic Emancipation Bill (1829) Pemerintah
Inggris mengeluarkan undang-undang ini dengan maksud untuk menggantikan
undang-undang yang disebut Test Act (dikeluarkan tahun 1673). Dalam Test Act
ditetapkan bahwa orang-orang yang bergama Katolik-Roma, tidak boleh menjadi
pegawai negeri atau anggota parlemen Inggris. Mereka yang terkena Test Act itu
adalah bangsa Irlandia yang beragama Katolik-Roma, sehingga mereka inilah yang
terus bergejolak dan menuntut penghapusan Test Act itu. Pada tahun 1829 Test
Act dicabut dan dikeluarkan Catholic Emancipation Bill (1829), yang menetapkan
hak yang sama bagi umat Protestan dan Katolik untuk menjadi pegawai negeri atau
anggota parlemen. Hanya raja dan perdana menteri yang harus beragama Protestan.
Reform Bill (1832) Undang-undang ini menetapkan cara pemilihan terhadap
anggota parlemen, antara lain:
·
Perwakilan di parlemen disesuaikan dengan jumlah penduduk.
·
Hak pilih didasarkan atas pembayaran pajak.
·
Rotten-Borroughs (daerah-daerah yang kosong akibat urbanisasi)
dihapuskan.
Abolition Bill (1333) Suatu gerakan untuk menghapuskan sistem
perbudakan pada daerah-daerah jajahan Inggris yang dianggap tidak
berperikemanusiaan dan tidak sesuai lagi dengan zaman liberal
Factory act (1833)Pada tahun 1833 pemerintah Inggris mengeluarkan Factory Act yang
bertujuan untuk menetapkan:
·
Anak-anak yang berusia 9 tahun tidak boleh dipekerjakan sebagai
buruh perusahaan atau buruh tambang.
·
Anak-anak di atas usia 9 tahun hanya boleh bekerja selama 9 jam
sehari dengan 2 jam mendapat pendidikan yang diberikan dari pihak majikan.
Porr Low Untuk mengatasi masalah pengangguran pemerintah mengeluar kan
Poor Law (1834) yang menetapkan:
·
Mendirikan rumah-rumah kerja pengemis dan penganggur, serta
mereka tidak diperkenankan untuk berkeliaran lagi.
·
Mendirikan rumah-rumah perawatan bagi pengemis dan penganggur
yang cacat atau sakit.
·
Memberikan bantuan kepada mereka yang tidak dapat bekerja karena
usia lanjut.
Corn laws Pada tahun 1815, para tuan tanah berhasil menciptakan Corn Laws,
yaitu melarang impor gandum dari luar negeri. Harga gandum di dalam negeri
tetap tinggi dan kaum buruh dengan upah yang rendah hampir tak dapat hidup,
sehingga mereka selalu menuntut kenaikan upah. Tuntutan itu justru mematikan
kaum borjuis pemilik perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam partai liberal.
Pada tahun 1839 mereka mengadakan gerakan anti Corn Law League di bawah
pimpinan Richard Cobden dan John Bright di kota Manchester. Gerakan ini
menuntut dihapuskannya Corn Law dan pada tahun 1846 pemerintah terpaksa
menghapuskannya.
Dalam revolusi sosial
ini kaum buruh tidak tinggal diam dan menunggu belas kasihan dari pemerintah,
namun mereka juga semakin sadar dan insyaf bahwa nasib mereka ada di tangan
mereka sendiri. Mereka harus mengolah sesuai dengan cita-citanya. Pada mulanya
memang mereka tidak dapat bergerak. Hal ini disebabkan adanya Combination Laws
tahun 1824, maka hampir di seluruh kota-kota industri di Inggris timbul serikat
sekerja (Trade Union) yang bertindak sangat agresif, namun kurang paham
terhadap pentingnya berorganisasi, sehingga akhirnya merugikan diri sendiri.
Pemogokan-pemogokan yang membabi-buta akhirnya gagal semua dan menggoncangkan
kepercayaan kaum buruh terhadap efektivitas gerakan serikat sekerja. Gerakan
Chartisme (1848) juga mengalami kegagalan, karena lebih memen-tingkan agitasi
daripada organisasi.
Baru pada tahun 1851,
muncul serikat sekerja yang tersusun dan teratur baik, yaitu The Amalgamated
Society of Engineers (persatuan insinyur). Agitasi ditinggalkan dan diganti
dengan Collective bargaining (perjanjian kerja yang berlaku untuk semua buruh,
didapatkan dengan jalan perundingan dengan buruh atau dengan majikan), dan
pemogokan dilakukan setepat-tepatnya. Maka sejak saat Itu, Trade Unionism maju
dengan pesat dan berkembang menjadi suatu kekuasaan yang dapat mengimbangi
kekuasaan kapitalis.
4. INDUSTRIALISASI DAN IMPERIALISME
Kemajuan teknologi
industri ini menimbulkan babak baru dalam bidang imperialisme. Sebelumnya,
imperialisme bersifat hanya untuk memenuhi kebutuhan setiap negara, yaitu
berupa logam mulia (emas dan perak), kejayaan negeri, dan menyebarkan agama
Nasrani. Kemudian diganti dengan usaha-usaha untuk mencari ruang lingkup bagi
industrinya, terutama untuk pengambilan bahan baku atau bahan mentah maupun
untuk penjualan barang-barang hasil produksi industrinya.
Dalam memenuhi
kebutuhan industrinya, setiap negara imperialis selalu ingin mendapatkan
daerah-daerah jajahan yang diinginkan untuk tempat pemasaran hasil industrinya,
tempat pengambilan bahan mentah atau bahan baku, dan tempat penanaman modal
lebih.
Perkembangan politik
imperialisme Inggris mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Ratu
Victoria (1837-1901) yang didampingi oleh menteri-menteri utama, seperti
William Ewart Gladstone, Palmerstone, Benjamin Disraeli, Joseph Chamberlaine,
Cecil John Rhodes. Semua tokoh-tokoh tersebut merupakan arsitek-arsitek
imperialisme Inggris sejak pertengahan abad ke-19. Atas jasa dari Disraeli, Inggris
pada tahun 1875 berhasil menguasai Terusan Suez dan tahun 1876 Ratu Victoria
dinobatkan menjadi Maharani India (The Empress of India).
B. PROSES INDUSTRIALISASI PADA MASA KOLONIAL
Berkembangnya sistem
liberal dan terbukanya Indonesia bagi para pengusaha swasta dan para pemilik
modal menyebabkan Indonesia dijadikan tempat berkembangnya berbagai bentuk
usaha untuk merhperoleh keuntungan dalam jumlah yang besar. Terlebih lagi
tujuan dilaksanakannya politik liberal di Indonesia adalah untuk memajukan
usaha swasta. Untuk mencapai tujuan itu ditempuh beberapa cara yaitu:
·
Menghapuskan sistem tanam paksa dan perbudakan;
·
Memperluas penanaman modal pengusaha swasta Belanda;
·
Mengeluarkan Undang-Undang Agraria tahun 1870.
Dengan keluarnya
Undang-Undang Agraria, muncul perusahaan-perusahaan perkebunan swasta di
berbagai wilayah di Indonesia. Dalam Undang-Undang Agraria tahun 1870
ditetapkan bahwa perusahaan perkebunan dapat melakukan penyewaan tanah dengan
jangka waktu mencapai 75 tahun. Aturan lainnya adalah penduduk dilarang menjual
tanahnya kepada orang asing. Undang-undang tersebut telah menarik
pengusaha-pengusaha asing ke Indonesia, sehingga perusahaan-perusahaan
perkebunan semakin banyak mengembangkan usahanya di Indonesia seperti
perkebunan tebu di Jawa Timur dan Jawa Tengah; perkebunan tembakau di daerah
Surakarta, Yogyakarta, Jawa Timur dan juga di daerah Deli Serdang (Sumatera
Utara); perkebunan teh di Jawa Barat; perkebunan karet di Sumatera Utara,
Jambi, dan Palembang; perkebunan kina di Jawa Barat serta perkebunan kelapa
sawit di daerah Sumatera Utara.
Perkebunan-perkebunan
besar itu memproduksi hasil-hasil perkebunan dalam jumlah yang sangat besar.
Untuk mengolah hasil perkebunan itu, pada pusat-pusat perkebunan didatangkan
mesin-mesin industri dan didirikan pabrik-pabrik yang digunakan untuk mengolah
hasil-hasil perkebunan menjadi barang yang siap dikonsumsi. Barang-barang yang
siap dikonsumsi itulah yang kemudian dikirim ke Eropa untuk dipasarkan.
Proses industrialisasi
pada pusat-pusat perkebunan itu sangat besar manfaatnya dalam kegiatan
perekonomian dari pemerintah kolonial Belanda di Indonesia maupun bagi bangsa
Indonesia. Dalam kegiatan perindustrian itu, para pengusaha perkebunan
memperoleh tenaga perkebunan atau tenaga industri dari rakyat dengan sistem
bayar upah. Sedangkan bagi bangsa Indonesia mulai diperkenalkan teknologi maju
berupa mesin-mesin industri. Namun dalam pelaksanaan kegiatan industri ini,
rakyat Indonesia tetap saja menjadi korban. Sistem upah yang diberlakukan para
pengusaha kurang sesuai dengan prinsip keadilan. Para pengusaha dengan sesuka
hatinya memberikan upah-upah kepada para pekerja. Upah yang diterima oleh
masyarakat jauh dari jangkauan mencukupi. Para pekerja juga tidak dapat
mengelak dari kenyataan itu karena para pekerja itu merupakan pekerja- pekerja
yang telah dikontrak oleh suatu perusahan perkebunan. Para pekerja tidak dapat
lari dari pekerjaannya meski menerima upah yang rendah, karena para pekerja
akan dikenakan sanksi (poenale sanctie).
Walaupun kenyataan
kehidupan masyarakat Indonesia semakin menderita akibat berkembangnya
perkebunan-perkebunan besar di Indonesia, namun para pengusaha ataupun pemilik
perkebunan itu telah berhasil memperkenalkan teknologi modern kepada rakyat
Indonesia. Teknologi modern itu berupa perangkat-perangkat mesin industri untuk
mengolah hasil-hasil perkebunan seperti pabrik gula, pabrik rokok, pabrik teh,
pabrik Kina, pabrik karet, pabrik minyak.
Dengan potensi
kekayaan alam Indonesia yang besar, para pengusaha swasta juga menanamkan modalnya
pada industri-industri pertambangan minyak bumi di daerah Plaju dan Sungai
Gerong (Sumatera Utara), Bunyu dan Tarakan (Kalimantan Timur). Industri
pertambangan batubara di daerah Ombilin (Sumatera Barat), industri pertambangan
timah di Pulau Bangka, Belirung, 'dan Singkep juga ikut berkembang.
Selain pembangunan
pusat-pusat perkebunan, pusat-pusat perindustrian maupun pusat-pusat
pertambangan, juga dibangun sarana-sarana perhubungan dari pusat-pusat
perkebunan, industri maupun industri pertambangan sampai bandar-bandar maupun
pelabuhan-pelabuhan untuk menunjang kelancaran aktivitas ekonomi. Oleh karena
itu, baik di Pulau Jawa maupun Pulau Sumatera dibangun sarana-sarana
perhubungan seperti jalan raya, jalan kereta api, jembatan-jembatan,
pelabuhan-pelabuhan baru dan sarana perhubungan lainnya. Untuk pengangkutan
hasil-hasil bumi dan industri dari Indonesia ke Eropa dibangun armada pelayaran
yang kuat dan tangguh, sehingga dapat menjaga dan mendptakan keamanan dalam
berbagai aktivitas kehidupan masyarakat pada masa itu.
C. TRANSPORTASI DALAM AKTIVITAS PERDAGANGAN DAN INTEGRASI
EKONOMI
Dengan dibukanya
perkebunan-perkebunan di wilayah Indonesia diikuti pula dengan
pembangunan sarana transportasi dari pusat perkebunan menuju ke
bandar-bandar perdagangan atau pelabuhan-pelabuhan. Pembangunanjalan-jalan itu
juga memberikan keuntungan kepada bangsa Indonesia, sehingga bangsa
Indonesia juga ada yang terjun dalam ekonomi perdagangan. Selain
pembangunan transportasi darat, pemerintah kolonial Belanda juga
membangun transportasi laut, untuk menghubungkan satu pulau dengan pulau
lainnya di wilayah Indonesia. Seperti transportasi laut yang dilakukan oleh
pemerintah kolonial Belanda dari Kepulauan Maluku ke wilayah Indonesia
bagian barat. Pada masa itu pemerintahan kolonial Belanda memiliki
pusat perdagangan di Ambon dan Batavia. Ambon menjadi pusatperdagangan
pemerintah kolonial Belanda di daerah Indonesia bagian timur, yaitu
untuk memperoleh rempah-rempah. Rempah-rempah yang diperoleh di
Kepulauan Maluku dibawa ke Batavia dan selanjutnya dari Batavia dikirim ke
negeri Belanda.
Transportasi darat dan
laut menjadi sarana perdagangan pemerintah kolonial Belanda pada
abad ke-19 yang sangat penting untuk menunjang roda perekonomian
Belanda. Sarana transportasi itu terus berkembang dengan pesat yang
memberikan sumbangan yang sangat besar bagi pemerintah kolonial
Belanda. Di lain pihak, bangsa Indonesia mempergunakan sarana transportasi
darat' maupun laut bukan sebagai pelaku dalam bidang perekonomian,
tetapi sebagai tenaga kerja paksa yang mengangkut hasil- hasil
perkebtman milik pemerintah kolonial Belanda atatt sebagai pengayuh yang
menjalankan perahu-perahu milik pemerintah kolonial Belanda. Kemajuan
transportasi itu tidak pernah dirasakan dengan baik oleh rakyat Indonesia.
Walaupun demikian,
transportasi yang diusahakan oleh pemerintah kolonial Belanda baru
dapat dinikmati manfaatnya oleh rakyat Indonesia setelah Indonesia
merdeka. Jalan-jalan raya atau jalan-jalan kereta api yang dibangun
Belanda sangat besar manfaatnya setelah Indonesia merdeka. Demikian pula
pelabuhan-pelabuhan yang dibangun pada masa pemerintahan kolonial
Belanda karena pelabuhan-pelabuhan itu menjadi salah satu sarana tempat
penyeberangan dari satu pulau ke pulau lainnya dalam segala aktivitas kehidupan
masyarakat Indonesia.
D. PERTUMBUHAN, MOBILITAS, DAN PERSEBARAN PENDUDUK DI
BERBAGAI DAERAH
Berkembangnya sarana
transportasi darat dan laut membawa perubahan berarti pada
kehidupan rakyat Indonesia dan juga pemerintah kolonial Belanda.
Alat pengangkutan hasil-hasil bumi dan tenaga kerja semakin mudah.
Kemajuan alat pengangkutan ini memicu pergerakan dan perpindahan
orang dan juga hasil bumi dari satu tempat ke tempat lain menjadi
semakin terwujud. Dari sinilah kemudian timbul mobilitas sosial. Mulailah
terjadi persebaran penduduk yang didorong oleh adanya kebutuhan permintaan
akan tenaga kerja di suatu pulau. Penduduk tidak lagi hanya terkonsentrasi
di Pulau Jawa atau Sumatera saja tetapi sudah mulai menyebar ke
berbagai daerah.
1. Mobilitas Sosial
Kata "mobilitas" berarti bergerak dari tempat yang
satu ke tempat yang lainnya, dan kata "sosial" menunjuk
pada masyarakat. Jadi, secara sederhana "mobilitas
sosial" dapat diartikan sebagai pergerakan masyarakat atauperpindahan
masyarakat dari satu daerah ke daerah yang lainnya. Mobilitassosial pernah
dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada masa pemerintahan kolonial
Belanda. Hal itu terjadi ketika dibukanya perkebunan-perkebunan
besar di wilayah Indonesia.
Perkembangan perkebunan-perkebunan besar yang dibuka di wilayah
Indonesia memberikan keuntungan yang sangat besar kepada
perusahaan-perusahaan swasta Belanda dan pemerintah kolonial
Belanda. Kekayaan bumi Indonesia berupa hasil-hasil perkebunan dan
industri pertambangan mengalir ke negeri Belanda sehingga negeri Belanda
menjadi pusat perdagangan hasil produksi dari tanah jajahan. Tetapi
di pihak lain, kesejahteraan hidup penduduk pribumi mengalami
kemunduran sementara itu pertumbuhan penduduk melampaui pertumbuhan
jumlah bahan makanan. Bahkan krisis yang dialami pihak perkebunan
tahun 1885 telah membawa akibat buruk pada penduduk,
pemungutan uang sewa tanah, upah kerja di pabrik dan di perkebunan menurun
dengan drastis. Hasil usaha-usaha kerajinan menurun akibat
banyaknya barang-barang dari luar negeri yang diimpor. Penghasilan
pengangkutan gerobak menurun setelah adanya jalan kereta api.
Sementara itu, perkebunan-perkebunan swasta semakin bertambah banyak
baik di daerah-daerah Jawa maupun di luar daerah Jawa. Akibatnya timbul
masalah ketenagakerjaan. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerjapada
perkebunan-perkebunan tersebut, pemerintah kolonial melakukan mobilitas
sosial, yaitu dengan mendatangkan para pekerja dari daerah-daerah lainnya
ke pusat-pusat perkebunan. Para pekerja itu dikontrak dalam jangka waktu
tertentu dan mereka disebut dengan kuli kontrak. Praktik-praktik sistem
kerja kontrak itu telah membawa kehidupan yang lebih buruk bagi para
pekerja, ditambah lagi dengan tindakan-tindakan pemerasan
danpenekanan-penekanan yang dilakukan oleh para mandor dan pengusaha tersebut.
Kebijakan pemerintah kolonial yang liberal telah banyak membawa perubahan
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan itu sangat terasa,
yaitu dengan meresapnya ekonomi uang dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan
masyarakat pedesaan. Di samping itu, kerja upahan yang diperkenalkan
pada perkebunan-perkebunan dan perusahaan-perusahaan menyebabkan
banyak orang mulai menggantungkan kehidupannya pada upah pekerjaan
di perkebunan-perkebunan maupun perusahaan-perusahaan. Dampak yang
dirasakan adalah masyarakat pedesaan mulai meninggalkan pekerjaannya
sebagai petani dan kemudian mencari pekerjaan pada perusahaan-perusahaan
(pabrik-pabrik) maupun perkebunan-perkebunan sebagai buruh. Dengan
demikian, lahirlah golongan buruh di lingkungan penduduk Indonesia.
Perkembangan itu membawa pertumbuhan danmunculnya kota-kota baru di sekitar
perusahaan maupun perkebunan. Ini disebabkan karena adanya
mobilitas sosial atau terjadinya perpindahan penduduk dalam usaha
untuk mendapatkan pekerjaan maupun membuka usaha sendiri secara
kecil-kecilan.
Pelaksanaan sistem tanam paksa pada masa pemerintahan kolonial Belanda
di Indonesia menyebabkan terjadinya perubahan demografi dan proses
mobilitas sosial di seluruh wilayah Indonesia. Tanah-tanah yangsemula merupakan
tanah pertanian rakyat, selanjutnya menjadi tanah-tanah perkebunan
milik pemerintah yang ditanami tanaman yang laku di pasar Eropa.
Juga tanah-tanah perkebunan pemerintah kolonial Belanda digarap oleh
masyarakat pribumi secara paksa. Peralihan kepemilikan tanah dari milik
pribumi menjadi milik pemerintah kolonial dan pengusaha swasta asing
berdampak luas kepada penduduk pribumi yang sesungguhnya merupakan
pemilik sah tanah tersebut.
Pembukaan wilayah Indonesia menjadi tempat penanaman modal
swasta asing menjadikan semakin banyak bermunculan
perkebunan-perkebunan besar swasta. Keadaan ini mempengaruhi
kondisi demografis dari wilayahIndonesia. Para pengusaha perkebunan tersebut
mengusahakan untuk menanam tanaman yang dapat menguntungkannya.
Bahkan perkebunan- perkebunan itu dijadikan sebagai tempat tujuan
untuk bekerja menambahupah. Akibat perkembangan yang pesat pada
perkebunan-perkebunan tersebut dan terjadi mobilitas sosial. Pada
pusat-pusat perkebunan itu muncul kota-kota yang berfungsi sebagai
tempat perkembangan perekonomian penduduk.
Blitar, pada tanggal 14 Pebruari 1945 terjadi pemberontakan PETA
di bawah pimpinan Supriyadi (putra Bupati Blitar). Dalam memimpin pemberontakan
ini Supriyadi tidak sendirian tetapi dibantu oleh teman-temannya seperti dr.
Ismail, Mudari, Suwondo. Pada pemberontakan itu, orang-orang Jepang yang ada di
Blitar dibinasakan. Pemberontakan heroik ini benar-benar mengejutkan Jepang,
terlebih lagi pada saat itu Jepang terus menerus mengalami kekalahan di dalam
Perang Asia Timur Raya dan Perang Pasifik. Kemudian Jepang mengepung kedudukan
Supriyadi, namun pasukan Supriyadi tetap mengadakan aksinya. Jepang tidak
kehilangan akal, ia melakukan suatu tipu muslihat dengan menyerukan agar para
pemberontak menyerah saja dan akan dijamin keselamatannya serta akan dipenuhi
segala tuntutannya. Tipuan Jepang tersebut ternyata berhasil dan akibatnya
banyak anggota PETA yang menyerah. Pasukan PETA yang menyerah tidak luput dari
hukuman Jepang dan beberapa orang dijaruhi hukuman mati seperti Ismail dan
kawan-kawannya. Di samping, itu ada pula yang meninggal karena siksaan Jepang.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pendudukan Jepang di bumi
Indonesia tidak dapat diterima. Jepang juga sempat mengadakan pem- bunuhan
secara besar-besaran terhadap masyarakat dari lapisan terpelajar di daerah
Kalimantan Barat. Tidak kurang dari 20.000 orang yang menjadi korban keganasan
pasukan Jepang. Hanya sebagian kecil saja yang dapat menyelamatkan diri dan
lari ke Pulau Jawa. Setelah kekahalan-kekalahan yang dialami oleh Jepang pada
setiap peperangannya dalam perang pasifik, akhirnya pada tanggal 14 Agusuts
1945 Jepang menyerah kepada pasukan sekutu.
Bab 3
PENDUDUKAN MILITER
JEPANG DI INDONESIA
A. Latar belakang
Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe sebagai Perdana
Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang
tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak pertengahan
tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus
dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia
Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk
industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.
Admiral Isoroku
Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang
sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi
besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut
pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal
penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal
selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2
kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7
Desember 1941, akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika
Serikat di Pearl Harbor di
kepulauan Hawaii. Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang
mereka miliki, mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu
penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang
dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7
resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai
dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang ditugaskan
menyerang Pearl Harbor.
Hari minggu pagi
tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang
yang terdiri dari pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur
diberangkatkan dalam dua gelombang. Pengeboman Pearl Harbor ini berhasil
menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain
itu pemboman Jepang tesebut juga menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika.
Lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka.
Namun tiga kapal induk Amerika selamat, karena pada saat itu tidak berada
di Pearl Harbor. Tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang.
Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan
negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang
dan menduduki Hndia-Belanda adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama
minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya.
Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia
Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak utama.
B. Organisasi Yang Dibuat Oleh Jepang
C. Perlawanan Rakyat
terhadap Jepang
Pemberontakan dipimpin
seorang ulama muda Tengku Abdul Jalil, guru mengaji di Cot Plieng Lok Seumawe.
Usaha Jepang untuk membujuk sang ulama tidak berhasil, sehingga Jepang
melakukan serangan mendadak di pagi buta sewaktu rakyat sedang melaksanakan
salat Subuh. Dengan persenjataan sederhana/seadanya rakyat berusaha menahan
serangan dan berhasil memukul mundur pasukan Jepang untuk kembali ke
Lhokseumawe. Begitu juga dengan serangan kedua, berhasil digagalkan oleh
rakyat. Baru pada serangan terakhir (ketiga) Jepang berhasil membakar masjid
sementara pemimpin pemberontakan (Teuku Abdul Jalil) berhasil meloloskan diri
dari kepungan musuh, namun akhirnya tertembak saat sedang salat.
2.Peristiwa Singaparna
Perlawanan fisik ini
terjadi di pesantren Sukamanah Jawa Barat (Singaparna) di bawah pimpinan
KH. Zainal Mustafa, tahun 1943. Beliau
menolak dengan tegas ajaran yang berbau Jepang, khususnya kewajiban untuk
melakukan Seikerei setiap pagi, yaitu memberi penghormatan kepada Kaisar Jepang
dengan cara membungkukkan badan ke arah matahari terbit. Kewajiban Seikerei ini
jelas menyinggung perasaan umat Islam Indonesia karena termasuk
perbuatan syirik/menyekutukan Tuhan. Selain itu beliaupun tidak tahan melihat
penderitaan rakyat akibat tanam paksa.
Saat utusan Jepang
akan menangkap, KH. Zainal Mustafa telah mempersiapkan para santrinya yang
telah dibekali ilmu beladiri untuk mengepung dan mengeroyok tentara Jepang,
yang akhirnya mundur ke Tasikmalaya.
Jepang memutuskan
untuk menggunakan kekerasan sebagai upaya untuk mengakhiri pembangkangan ulama
tersebut. Pada tanggal 25 Februari 1944, terjadilah pertempuran sengit antara
rakyat dengan pasukan Jepang setelah salat Jumat. Meskipun berbagai upaya
perlawanan telah dilakukan, namun KH. Zainal Mustafa berhasil juga ditangkap
dan dibawa ke Tasikmalaya kemudian dibawah ke Jakarta untuk menerima
hukuman mati dan dimakamkan di Ancol.
3.Peristiwa Indramayu, April 1944
Peristiwa Indramayu
terjadi bulan April 1944 disebabkan adanya pemaksaan kewajiban menyetorkan
sebagian hasil padi dan pelaksanaan kerja rodi/kerja paksa/Romusha yang telah
mengakibatkan penderitaan rakyat yang berkepanjangan.
Pemberontakan ini
dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawan di desa Karang Ampel, Sindang
Kabupaten Indramayu.
Pasukan Jepang sengaja bertindak kejam terhadap rakyat di kedua
wilayah (Lohbener dan Sindang) agar daerah lain tidak ikut memberontak setelah
mengetahi kekejaman yang dilakukan pada setiap pemberontakan.
Teuku Hamid adalah
seorang perwira Giyugun, bersama dengan satu pleton pasukannya melarikan diri
ke hutan untuk melakukan perlawanan. Ini terjadi pada bulan November 1944.
Menghadapi kondisi
tersebut, pemerintah Jepang melakukan ancaman akan membunuh para keluarga
pemberontak jika tidak mau menyerah. Kondisi tersebut memaksa sebagian pasukan
pemberontak menyerah, sehingga akhirnya dapat ditumpas.
Di daerah Aceh lainnya timbul pula upaya perlawanan rakyat
seperti di Kabupaten Berenaih yang dipimpin oleh kepala kampung dan dibantu
oleh satu regu Giyugun (perwira tentara sukarela), namun semua berakhir dengan
kondisi yang sama yakni berhasil ditumpas oleh kekuatan militer Jepang dengan
sangat kejam.
Pemberontakan Peta
5.Perlawanan PETA di Blitar (29 Februari 1945)
Perlawanan ini
dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail. Perlawanan
ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi, Romusha maupun Heiho yang
dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan. Sebagai putera rakyat
para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di samping itu sikap para
pelatih militer Jepang yang angkuh dan merendahkan prajurit-prajuritIndonesia.
Perlawanan PETA di Blitar merupakan perlawanan yang terbesar di Jawa. Tetapi
dengan tipu muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri (Komandan pasukan Jepang),
pasukan PETA berhasil ditipu dengan pura-pura diajak berunding. Empat perwira
PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco
Supriyadi berhasil meloloskan diri.
6.Perlawanan PETA di Meureudu, Aceh (November 1944)
Perlawanan ini
dipimpin oleh Perwira Gyugun T. Hamid. Latar belakang perlawanan ini karena
sikap Jepang yang angkuh dan kejam terhadap rakyat pada umumnya dan prajurit
Indonesia pada khususnya.
7.Perlawanan PETA di Gumilir, Cilacap (April 1945)
Perlawanan ini
dipimpin oleh pemimpin regu (Bundanco) Kusaeri bersama rekan-rekannya.
Perlawanan yang direncanakan dimulai tanggal 21 April 1945 diketahui Jepang
sehingga Kusaeri ditangkap pada tanggal 25 April 1945. Kusaeri divonis hukuman
mati tetapi tidak terlaksana karena Jepang terdesak oleh Sekutu.
8.Perlawanan Pang Suma
Perlawanan Rakyat yg
dipimpin oleh Pang Suma berkobar di Kalimantan Selatan. Pang Suma adalah
pemimpin suku Dayak yg besar pengaruhnya dikalangan suku-suku di daerah Tayan
dan Meliau. Perlawanan ini bersifat gerilya untuk mengganggu aktivitas Jepang
di Kalimantan.
Momentum perlawanan
Pang Suma diawali dengan pemukulan seorang tenaga kerja Dayak oleh pengawas
Jepang, satu diantara sekitar 130 pekerja pada sebuah perusahaan kayu Jepang.
Kejadian ini kemudian memulai sebuah rangkaian perlawanan yang mencapai puncak
dalam sebuah serangan balasan Dayak yang dikenal dengan Perang Majang Desa,
dari April hingga Agustus 1944 di daerah Tayan-Meliau-Batang Tarang (Kab. Sanggau).
Sekitar 600 pejuang kemerdekaan dibunuh oleh Jepang, termasuk Pang Suma.
Perlawanan Koreri di Biak
Perlawanan ini
dipimpin oleh L. Rumkorem, pimpinan Gerakan “Koreri” yang berpusat di Biak.
Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh penderitaan rakyat yang diperlakukan
sebagai budak belian, dipukuli, dan dianiaya. Dalam perlawanan tersebut rakyat
banyak jatuh korban, tetapi rakyat melawan dengan gigih. Akhirnya Jepang
meninggalkan Pulau Biak.
9.Perlawanan di Pulau Yapen Selatan
Perlawanan ini
dipimpin oleh Nimrod. Ketika Sekutu sudah mendekat maka memberi bantuan senjata
kepada pejuang sehingga perlawanan semakin seru. Nimrod dihukum pancung oleh
Jepang untuk menakut-nakuti rakyat. Tetapi rakyat tidak takut dan muncullah
seorang pemimpin gerilya yakni S. Papare.
10.Perlawanan di Tanah Besar Papua
Perlawanan ini
dipimpin oleh Simson. Dalam perlawanan rakyat di Papua, terjadi hubungan kerja
sama antara gerilyawan dengan pasukan penyusup Sekutu sehingga rakyat
mendapatkan modal senjata dari Sekutu.
11.Gerakan bawah tanah
Sebenarnya bentuk
perlawanan terhadap pemerintah Jepang yang dilakukan
rakyat Indonesia tidak hanya terbatas pada bentuk perlawanan fisik
saja tetapi Anda dapat pula melihat betnuk perlawanan lain/gerakan bawah tanah
seperti yang dilakukan oleh:
·
Kelompok Sutan Syahrir di daerah Jakarta dan Jawa
Barat dengan cara menyamar sebagai pedagang nanas di Sindanglaya.
·
Kelompok Sukarni, Adam Malik dan Pandu Wiguna. Mereka berhasil
menyusup sebagai pegawai kantor pusat propaganda Jepang Sendenbu (sekarang
kantor berita Antara).
·
Kelompok Syarif Thayeb, Eri Sudewo dan Chairul Saleh. Mereka adalah kelompok mahasiswa
dan pelajar.
·
Kelompok Mr. Achmad Subardjo, Sudiro dan Wikana. Mereka adalah
kelompok gerakan Kaigun (AL) Jepang.
Mereka
yang tergabung dalam kelompok di bawah tanah, berusaha untuk mencari informasi
dan peluang untuk bisa melihat kelemahan pasukan militer Jepang dan usaha
mereka akan dapat Anda lihat hasilnya pada saat Jepang telah kalah dari Sekutu,
kelompok pemudalah yang lebih cepat dapat informasi tersebut serta merekalah
yang akhirnya mendesak golongan tua untuk secepatnya melakukn proklamasi.
Demikianlah
gambaran tentang aktifitas pergerakan Nasional yang dilakukan oleh kelompok
organisasi maupun gerakan sosial pada masa pemerintah pendudukan Jepang, tentu
Anda dapat memahami sebab-sebab kegagalan dan mengapa para tokoh pergerakan
lebih memilih sikap kooperatif menghadapi pemerintahan militer Jepang yang
sangat ganas/kejam.
D. Periode menjelang
Kemerdekaan RI
Pada 6 Agustus 1945, 2 bom atom dijatuhkan ke dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasakioleh Amerika Serikat. Ini menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan
sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diterbangkan
ke Vietnamuntuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju
kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24
Agustus.
Sementara itu, di
Indonesia, Sutan Syahrir telah mendengar
berita lewat radio pada tanggal 10 Agustus 1945, bahwa Jepang telah menyerah kepada
Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan
kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah
Jepang. Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air pada
tanggal 14 Agustus 1945, Syahrir mendesak
agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun Soekarno belum yakin
bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu
dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat
fatal jika para pejuang Indonesia belum siap,dan pd 15 Agustus - Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan
Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah
berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Belanda.
Para pemuda pejuang,
termasuk Chaerul Saleh, yang tergabung
dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari
tanggal 16 Agustus 1945 mereka menculik
Soekarno dan Hatta, dan membawanya ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal
sebagai peristiwa
Rengasdengklok. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang
telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun
risikonya.
Malam harinya,
Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, bertemu dengan Jenderal Moichiro Yamamoto dan bermalam di kediaman Laksamana Muda Maeda Tadashi. Dari komunikasi antara Hatta dan tangan kanan komandan Jepang
di Jawa ini, Soekarno dan Hatta menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah
kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi untuk memberikan kemerdekaan.
Mengetahui bahwa
proklamasi tanpa pertumbahan darah telah tidak mungkin lagi, Soekarno, Hatta
dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat dan menyiapkan teks Proklamasi yang kemudian dibacakan pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945.
Tentara Pembela
Tanah Air, kelompok
muda radikal, dan rakyat Jakarta mengorganisasi pertahanan di
kediaman Soekarno. Selebaran kemudian dibagi-bagikan berisi tentang pengumuman
proklamasi kemerdekaan. Adam Malik juga mengirim pesan singkat pengumuman
Proklamasi ke luar negeri.
E. Pasca-Kemerdekaan
18 Agustus 1945 PPKI
membentuk sebuah pemerintahan sementara dengan Soekarno sebagai Presiden dan
Hatta sebagai Wakil Presiden. Piagam Jakarta yang memasukkan kata
"Islam" di dalam sila Pancasila, dihilangkan dari mukadimah
konstitusi yang baru.
Republik Indonesia
yang baru lahir ini terdiri 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.
Pada 22 Agustus Jepang mengumumkan mereka menyerah di depan umum
di Jakarta. Jepang melucuti senjata mereka dan membubarkan PETA Dan Heiho.
Banyak anggota kelompok ini yang belum mendengar tentang kemerdekaan.
23 Agustus - Soekarno mengirimkan pesan radio pertama ke seluruh
negeri Indonesia. Badan Keamanan Rakyat, angkatan
bersenjata Indonesia yang pertama mulai dibentuk dari bekas anggota
PETA dan Heiho. Beberapa hari sebelumnya, beberapa batalion PETA telah
diberitahu untuk membubarkan diri.
29 Agustus - Rancangan konstitusi bentukan PPKI yang telah diumumkan
pada 18 Agustus, ditetapkan sebagai UUD 45. Soekarno dan Hatta secara resmi diangkat menjadi Presiden
dan Wakil Presiden. PPKI kemudian berubah nama menjadi KNIP (Komite Nasional
Indonesia Pusat). KNIP ini adalah lembaga sementara yang bertugas sampai pemilu
dilaksanakan. Pemerintahan Republik Indonesia yang baru, Kabinet Presidensial, mulai bertugas
pada 31 Agustus.
F. Sekutu
Sesuai dengan perjanjian Wina pada tahun 1942, bahwa
negara-negara sekutu bersepakat untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang kini
diduduki Jepang pada pemilik koloninya masing-masing bila Jepang berhasil
diusir dari daerah pendudukannya.
Menurut Sekutu sebagai
pihak yang memenangkan Perang Dunia II, Lord Mountbatten sebagai Komandan
Tertinggi Sekutu di Asia Tenggara adalah orang yang diserahi tanggung jawab
kekuasaan atas Sumatra dan Jawa. Tentara Australia diberi tanggung
jawab terhadap Kalimantan dan Indonesiabagian Timur.
15 September 1945, tentara sekutu tiba di
Jakarta, ia didampingi Dr Charles van der Plas, wakil Belanda pada
Sekutu. Kehadiran tentara sekutu ini, diboncengi NICA (Netherland
Indies Civil Administration - pemerintahan sipil Hindia Belanda) yang dipimpin
oleh Dr Hubertus J van Mook.
G. Dampak pendudukan militer Jepang di Indonesia
1. Dampak terhadap Kehidupan Ekonomi
Pendudukan Jepang
membawa dampak yang besar terhadap kehidupan ekonomi Indonesia. Ketika Jepang
menduduki Indonesia, objek-objek vitak alat-alat produksi telah hancur
sehingga pada awal pendudukan Jepang sebagian besar kehidupan ekonomi lumpuh.
Pemerintah pendudukan Jepang mulai mengeluarkan peraturan-peraturan untuk
menjalankan roda ekonomi. Pengawasan terhadap peredaran dan penggunaan sisasisa
persedian barang diperketat. Untuk mencegah meningkatnya harga barang,
dikeluarkan peraturan pengendalian harga dan dijatuhkan hukuman berat bagi pelanggarnya.
Pemerintah Jepang
mengembangkan pola Ekonomi Perang di mana setiap wilayah harus
melaksanakan autarki, artinya setiap daerah harus memenuhi
kebutuhannya sendiri dan memenuhi kebutuhan perang. Tuntutan kebutuhan pangan
pada tahun 1942 semakin meningkat. Pengerahan kebutuhan perang semakin
meningkat. Dilancarkanlah kampanye pengerahan dan penambahan bahan pangan
secara besar-besaran. Rakyat dituntut untuk menaikkan produksi tanaman jarak
dan menjadi pekerja romusha.
2. Dampak terhadap Mobilitas Sosial
Di samping menguras
sumber daya alam, Jepang juga melakukan eksploitasi tenaga manusia. Puluhan
hingga ratusan penduduk dikerahkan untuk kerja paksa guna membangun sarana dan
prasarana perang. Mereka dipaksa bekerja keras sepanjang hari tanpa diberi
upah, makan pun sangat terbatas, sehingga banyak yang kelaparan, sakit dan
meninggal. Untuk mengerahkan tenaga kerja, tiap-tiap desa dibentuk panitia
pengerahan tenaga yang disebut Rumokyokai. Jepang memobilisasi para
pemuda untuk membentuk tentara cadangan, yang diharapkan membantu Jepang
melawan Sekutu.
Pengerahan tenaga di
desa-desa, menimbulkan perubahan sosial yang luas. Para romusha yang
berhasil melarikan diri kembali ke desanya masing-masing membawa pengalaman
baru dan membuka isolasi desa. Pada Januari 1944, Jepang memperkenalkan
sistem tonarigumi (rukun tetangga). Tonarigumi merupakan
kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 10-20 rumah tangga. Sistem
tonarigumi ini bertujuan mengawasi aktivitas penduduk yang dicurigai. Untuk
situasi perang, tonarigumi difungsikan untuk latihan pencegahan bahaya udara,
kebakaran, pemberantasan kabar bohong dan mata-mata musuh.
3. Dampak dalam Bidang Birokrasi
Setelah Jepang
berhasil menguasai wilayah Indonesia maka Jepang segera membagi wilayah Indonesia,
dalam tiga pemerintahan militer pendudukan sebagai berikut.
a) Wilayah I, meliputi Jawa dan Madura, yang diperintah
oleh angkatan darat yang berpusat di Jakarta (Tentara Keenam Belas).
b) Wilayah II, meliputi Sumatera seluruhnya, diperintah
oleh angkatan darat yang berpusat di Bukittinggi (Tentara Kedua Puluh Lima).
c) Wilayah III, meliputi Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa
Tenggara dan Maluku yang Diperintah oleh angkatan laut yang berpusat di Makasar
(Armada Selatan Kedua).
Masing–masing ketiga
wilayah itu dipimpin oleh kepala staf tentara/armada dengan gelargunseikan (kepala
pemerintahan militer) dan kantornya disebut gunseikanbu. Usaha
membentuk pemerintahan militer pendudukan sementara ternyata banyak mengalami
kesulitan karena Jepang kekurangan staf pegawai–pegawainya. Dengan demikian,
Jepang terpaksa mengangkat pegawai dari bangsa Indonesia. Pada saat
pemerintahan sementara tersebut, orang–orang Indonesia banyak
menduduki jabatan– jabatan tinggi. Namun demikian, pada Agustus 1942 masa
pemerintahan militer sementara berakhir. Jepang telah mengirimkan tenaga
pemerintahan sipil ke Indonesia. Sejak itu, jabatan–jabatan penting yang
diduduki oleh orang Indonesia mulai diganti.
Pada pertengahan 1943
kedudukan Jepang dalam Perang Pasifik mulai terdesak, maka jepang kembali
memberi kesempatan kepada bangsa Indonesia, untuk turut mengambil bagian dalam
pemerintahan. Untuk itu, pada 5 September 1943 Jepang membentuk Badan
Pertimbangan Keresidenan (Syu Sang Kai) dan Badan Pertimbangan Kotapraja
Istimewa (Syi Sang In). Banyak orang Indonesia yang menduduki
jabatan–jabatan tinggi dalam pemerintahan, antara lain: Prof. Husein
Djajadiningrat sebagai kepala Departemen Urusan Agama, Sutarjo Kartohadikusumo
sebagai kepala pemerintahan (syucokan) di Jakarta, dan R.M.T.A
Suria sebagai kepala pemerintahan (syucokan) di Bojonegoro. Di samping
itu ada 7 orang Indonesia yang menduduki jabatan sebagai penasehat pada
pemerintahan militer, di antaranya: Ir. Soekarno (Departemen Urusan Umum), Mr.
Suwandi dan dr. Abdul Rasyid (Departemen Urusan Dalam Negeri), Prof. Dr. Mr.
Supomo (Departemen Kehakiman), Mochtar bin Prabu Mangkunegara (Departemen Lalu
Lintas), Mr. Muh. Yamin (Departemen Propaganda), dan Prawoto Sumodiloyo
(Departemen Ekonomi). Dengan demikian pendudukan Jepang di Indonesia membawa
dampak yang sangat besar, dalam birokrasi pemerintahan. Selama zaman Hindia
Belanda, jabatan–jabatan penting dalam pemerintahan tidak pernah diberikan
kepada Indonesia.
4. Pengaruh dalam Bidang Militer
Awal 1943, keadaan
Perang Pasifik mulai berubah. Ekspansi tentara Jepang berhasil dihentikan
Sekutu dan Jepang beralih sikap bertahan. Karena sudah kehabisan tenaga
manusia, Jepang menyadari bahwa mereka memerlukan dukungan dari penduduk
masing–masing daerah yang diduduki. Pemerintahan militer Jepang mulai
memikirkan pengerahan pemuda–pemudi Indonesia guna membantu perang
melawan Sekutu. Jepang lalu membentuk kesatuaan–kesatuaan pertahanan sebagai
tempat penggemblengan pemuda–pemuda Indonesia di bidang kemiliteran.
Pemuda yang tergabung dalam berbagai kesatuan pertahanan menjadi pemuda–pemuda
yang terdidik dan terlatih dalam kemiliteran. Dalam perjuangan untuk merebut
kemerdekaan dan perjuangan
mempertahankan KemerdekaanIndonesia di kemudaian hari, pelatihan militer ini akan
sangat berguna.
a. Seinendan (Barisan Pemuda)
Seinendan dibentuk pada 9 Maret
1943. Anggota terdiri atas para pemuda yang berumur 14 sampai 22 tahun. Mereka
dididik secara militer agar nantinya dapat mempertahankan tanah air mereka
dengan kekuatan sendiri; meski tujuan yang sebenarnya adalah mempersiapkan para
pemuda Indonesiauntuk membantu tentara Jepang dalam menghadapi Sekutu
dalam Perang Asia Timur Raya (Perang Pasifik).
b. Keibodan (Barisan Pembantu Polisi)
Anggota Keibodan terdiri
atas pemuda berusia 23 sampai 25 tahun yang dibentuk pada 29 April 1943.
Barisan ini di Sumatera disebut Bogodan, di Kalimantan
disebut Borneo Konen Hokukudan. Mereka memperoleh pendidikan guna
dapat membantu tugas–tugas polisi Jepang. Organisasi Keibodanberada
di bawah pengawan polisi Jepang secara ketat agar anggotanya tidak terpengaruh
oleh golongan nasionalis.
c. Heiho (Pembantu Prajurit Jepang)
Heiho adalah organisasi militer
yang anggotanya adalah orang– orang pribumi, dibentuk pada April
1943. Para anggotanya mendapat pelatihan kemiliteran yang lengkap.
Setelah lulus anggotanya langsung dimasukkan ke dalam kesatuan komando tentara
Jepang dan siap dikirim ke medanpertempuran, seperti ke Malaya,
Birma, dan Kepuluan Solomon.
d. Fujinkai (Barisan Wanita)
Fujinkai dibentuk pada Agustus
1943, anggotanya adalah kaum wanita berusia 15 tahun ke atas. Tujuannya juga
untuk membantu tentara Jepang dalam perang.
e. Jawa Hokokai ( Perhimpunan Kebaktian Rakyat Jawa)
Perkumpulan ini
dibentuk pada 1 Maret 1994 setelah Pusat Tenaga Rakyat dibekukan. Jawa
Hokokai adalah organisasi resmi pemerintah yang diawasi langsung oleh
para pejabat militer yang dipersiapkan sebagai gerakan total dalam menghadapi
serangan Sekutu. Tugas pokoknya adalah mengumpulkan dana, bahan pangan, dan
besi–besi tua untuk keperluan perang. Karena organisasi ini membuat rakyat
resah, susah, dan menderita, maka tidak mendapat dukungan rakyat.
Kegiatan Jawa Hokokai meliputi usaha-usaha dalam hal:
1) Melaksanakan segala sesuatu dengan nyata dan ikhlas
untuk menyumbangkan segenap tenaga kepada Jepang;
2) Memimpin rakyat untuk menyumbangkan tenaga berdasarkan
semangat persaudaraan antarsesama bangsa;
3) Memperkokoh pembelaan terhadap tanah air;
4) Memperteguh kehidupan pada masa perang.
f. Seisyintai (Barisan Pelopor)
Badan ini bagian
dari Jawa Hokokai, dibentuk pada 25 September 1944. Tujuannya
adalah meningkatkan kesiapsiagaan rakyat, terutama para pemudanya untuk bertahan
total bila diserang Sekutu. Oleh karena Seisyintai merupakan
kekuatan inti Jawa Hokokai, maka pimpinan diserahkan kepada tokoh–tokoh
pergerakan seperti: Bung Karno, R.P. Soeroso, Otto Iskandardinata, dan Buntaran
Martoatmojo. Badan ini juga diberi latihan dasar kemiliteran.
g. Pembela Tanah Air (Peta)
Pembela Tanah Air
dibentuk pada 3 Oktober 1943. Tugasnya: mempertahankan Indonesiadengan
sekuat tenaga dan daya bila datangnya serangan Sekutu. Pembentukan Peta
dilakukan atas perintah Gatot Mangkupraja kepada panglima tertinggi Jepang
Letjen Kumaichi Harada pada 7 September 1943). Untuk menjadi anggota Peta, para
pemuda dididik secara militer secara khusus di Tangerang. Latihannya sangat
disiplin dan berat, sedangkan untuk menjadi komandan Peta mereka dididik lewat
Pendidikan Calon Perwira di Bogor. Dari Peta ini muncul tokoh–tokoh militer
yang militan, antara lain Jenderal Soedirman, Jenderal Gatot Subroto,
Supriyadi, Jenderal Ahmad Yani, Jenderal Soeharto (Presiden RI) dan sebagainya.
Pelatihnya adalah Kapten Yanagawa.
5. Bidang Kebudayaan
Pada masa Jepang,
bidang pendidikan dan kebudayaan diperhatikan dan bahasa Indonesia mulai
dipergunakan. Bahasa Indonesia dijadikan sebagai pelajaran utama, sedangkan
bahasa Jepang dijadikan sebagai bahasa wajib. Dengan semakin meluasnya
penggunaan bahasa Indonesia, komunikasi antarsuku
di Indonesia semakin intensif yang pada akhirnya semakin merekatkan
keinginan untuk merdeka. Pada 1 April 1943 dibangun pusat kebudayaan
di Jakarta, yang bernama “Keimin Bunka Shidoso”.
6. Pengaruh dalam Kehidupan Politik
Pada masa Jepang,
semua organisasi kebangsaan yang telah berdiri sejak zaman Hindia Belanda
dibubarkan dan dilarang. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Bala Tentara
Jepang No. 2 tanggal 8 Maret 1942 yang berisi bahwa bangsa Indonesia dilarang
berserikat dan berkumpul. Segenap pelanggaran terhadap undang-undang larangan
ini, akan diambil tindakan oleh Dinas Polisi Rahasia Jepang yaitu Kempeitai dengan
siksaan yang sangat kejam. Para pemimpin organisasi kebangsaan yang
telah dibubarkan tadi selalu dicurigai dan diawasi. Jepang betul-betul
mengetahui keaadan politikIndonesia. Ini terlihat ketika Jepang hendak
menduduki Indonesia mereka telah dilengkapi dengan berbagai macam
dokumen yang berisis tentang situasi politik zaman Hindia Belanda, termasuk
pata tokoh pemimpin bangsa Indonesia.
Semua organisasi
pergerakan nasional dibubarkan, kecuali golongan Islam yang mendapatkan
perlakuan lain karena sikapnya yang anti Barat. Sampai November 1943, Jepang
memperkenankan berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang dibentuk
pada zaman Hindia Belanda. Namun, setelah MIAI mengalami perkembangan pesat,
para tokohnya mulai diawasi secara ketat. Akhirnya MIAI dibubarkan dan diganti
oleh Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Walapun secara tegas
Jepang memberlakukan undang-undang larangan berserikat dan berkumpul, para
tokoh pergerakan nasional tetap berusaha membela dan memperbaiki nasib
rakyat Indonesia. Mereka tetap memperjuangkanIndonesia merdeka.
Mereka dalam perjuangannya harus ekstra berhati-hati karena Jepang tidak segan
membunuh siapa saja yang menentangnya.
Melihat situasi
seperti itu tokoh-tokoh pergerakan tidak mengambil sikap radikal atau
nonkooperatif, melainkan kooperatif. Sikap kooperatif ini memungkinkan mereka
bekerja sama dengan Jepang dan duduk di badan-badan bentukan Jepang. Beberapa
kebijaksanaan pemerintahan Jepang dimanfaatkan untuk kepentingan perjuangan
nasional serta kasatuan-kesatuan pertahanan. Pada akhir 1944, pasukan Jepang
dalam Perang Asia Timur Raya mulai terdesak. Pulau Salpan yang strategis sudah
dikuasai oleh pasukan Amerika Serikat sehingga mengancam posisi tentara Jepang.
Peristiwa tersebut mengakibatkan Perdana Menteri Tojo digantikan oleh Perdana
Menteri Koiso. Keadaan Jepang pada waktu itu semakin buruk ditambah dengan
perlawanan rakyat yang semakin menyala. Untuk menyikapi hal tersebut pada 9
September 1944 pada sidang parlemen Jepang, Koiso mengemukakan janji
kemerdekaan di kemudian hari kepada Indonesia.
Akhir dari penjajahan
Jepang sudah di ambang pintu. Sekutu melancarkan bom ke dua kotasentral di
jepang, Hirosima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus. Pada tanggal 14
Agustus 1945, ketiga pemimpin Indonesia, Soekarno, Moh Hatta dan dr, Radjiman
kembali dari Da Lat, Vietnam, untuk bertemu dengan pimpinan Jepang di sana guna
membahas kemerdekaan Indonesia. Keseokan harinya mereka bertiga sampai
di Indonesia setelah sebelumnya mendarat di Singapura. Karena
informasi yang belum begitu canggih dan larangan Jepang,
masyarakat Indonesia tidak mengetahui tentang janji kemerdekaan
tersebut, begitu pun dengan para pemimpin Indonesia. Akhirnya setelah
melalui proses melelahkan, Jepang menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945.
Peristiwa menyerahnya Jepang kepada Sekutu merupakan peristiwa bersejarah yang
mengubah kondisi Indonesia.
a. Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Pada 1944, kedudukan
tentara Jepang di medan Perang Pasifik makin terdesak. Di
berbagaimedan pertempuran, Jepang menderita kekalahan. Ditambah dengan
timbulnya pemberontakan oleh rakyat Indonesia maka kedudukan Jepang
semakin terjepit. Pertahanan Jepang sudah rapuh dan bayangan kekalahan sudah
semakin nyata. Namun, Jepang masih berusaha menarik simpati
rakyatIndonesia dengan menjanjikan kemerdekaan di kemudian hari.
Pada 1 Maret 1945,
pemerintahan Jepang di Jawa dipimpin Saiko Syikikan Kumakici Harada, membentuk
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dalam bahasa
Jepangnya disebut Dokuritsu Junbi Cosakai. Yang diangkat sebagai
ketua BPUPKI ialah Dr. K.R.T. Rajiman Wedyodiningrat. Ia dibantu oleh 2 ketua
muda yaitu seorang Jepang (Syucokan Cirebon) dan R.P. Suroso. Ia
diangkat pula sebagai kepala sekretariat BPUPKI, dibantu oleh Toyohiko Masuda
dan Mr. A.G. Pringgodigo. Anggotanya 60 orang ditambah 7 orang Jepang tanpa hak
suara. Dalam kesempatan itu Ir. Soekarno tidak menjadi ketua, karena ia ingin
lebih aktif dalam berbagai diskusi. Pelantikan anggota-anggota BPUPKI dilakukan
pada tanggal 2 Mei 1945, bertepatan dengan hari ulang tahun raja Jepang (Tenno
Heika).
Pelantikan itu
dihadiri oleh dua pembesar Jepang, yaitu Jenderal Itagaki dan Jenderal Yiciro
Najano. Pada peresmian itu, bendera Merah Putih dikibarkan di samping bendera
Hinomaru. Tugas pokok BPUPKI adalah melakukan penyelidikan terhadap usaha-usaha
persiapan Kemerdekaan Indonesia. Untuk itu, BPUPKI, telah membentuk beberapa panitia kerja,
yakni :
1) Panitia perumus terdiri atas 9 orang diketuai Ir.
Soekarno. Tugasnya merumuskan naskah Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar.
2) Panitia Perancang UUD diketuai Ir. Soekarno. Dari sini
dibentuk lagi panitia kecil, yang diketuai oleh Prof. Dr. Mr. Supomo.
3) Panitia ekonomi dan keuangan, diketuai oleh Drs. Moh.
Hatta.
4) Panitia Pembela Tanah Air, diketuai oleh Abikusno
Cokrosuyoso.
1) Masa Sidang Pertama (29 Mei 1945 – 1 Juni 1945)
Setelah panitia
terbentuk, BPUPKI segera mengadakan bersidang yang akan dilaksanakan dalam dua
tahap.Dalam persidangan ini dibicarakan masalah dasar negara. Beberapa orang
tokoh yang berpidato untuk mengusulkan konsepsi yaitu: Mr. Muh. Yamin, Ir.
Soekarno dan Prof. Mr. Supomo. Pada 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin berpidato
dengan judul: asas dan dasar Negara kebangsaan Republik Indonesia.
Dalam pidatonya ia mengusulkan lima pokok yang akan
dijadikan dasar negara, yaitu:
1. Peri Kebangsaan;
2. Peri Kemanusiaan;
3. Peri Ketuhanan;
4. Peri Kerakyatan;
5. Kesejahteraan Rakyat.
Pada 31 Mei 1945 Prof.
Dr. Mr. Supomo berpidato tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan dasar
negara yang berisikan lima asas, yaitu:
1. Paham negara persatuan;
2. Perhubungan negara dan agama;
3. Sistem badan permusyawaratan;
4. Sosialisme negara;
5. Hubungan antarbangsa.
Tetapi ia tidak
menyebutkan secara eksplisit bahwa kelima hal tersebut diusulkan sebagai dasar
negara. Keterangan itu diajukan untuk dijadikan bahan masukan dalam merumuskan
dasar negaraIndonesia merdeka nanti. Pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno
tampil berbicara tentang dasar falsafah negara Indonesia merdeka yang
juga terdiri atas lima asas, yaitu:
1. Kebangsaan Indonesia;
2. Internasionalisme atau Peri-Kemanusiaan;
3. Mufakat atau Demokrasi;
4. Kesejahteraan Sosial;
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kelima asas itu, “atas
petunjuk seorang ahli bahasa”, oleh Ir. Soekarno diberi nama Pancasila,
kemudian disusulkan dijadikan dasar Negara Indonesia. Dalam masa siding
tersebut belum didapat kata sepakat mengenai Dasar Negara Indonesia.
Setelah pembicaraan selesai, sidang berikutnya ditunda sampai bulan Juli.
Sambil menunggu masa siding berikutnya maka 9 orang BPUPKI membentuk Panitia
Kecil yang beranggotakan ke-9 orang: Ir. Soekarno (Ketua), Drs. Moh. Hatta, Mr.
A.A. Maramis, Abikusno Cokrosutoso, Abdulkahar Muzakkir, Haji Agus Salim, Mr.
Achmad Soebarjo, K.H.A Wachid Hasyim, dan Mr. Moh. Yamin. Panitia Kecil
(Panitia Sembilan) tersebut terus bekerja keras merumuskan rancangan Pembukaan
Undang-Undang Dasar yang nanti harus mengandung “asas dan tujuan negara Indonesiamerdeka.”
Akhirnya tugas itu terselesaikan pada 22 Juni 1945 dan hasil rumusannya
disebut Piagam Jakarta atau Jakarta Charter,
sesuai dengan nama yang diberikan oleh Mr. Muh. Yamin.
Di dalam Piagam
Jakarta alinea ke-4 dirumuskan lima asas falsafah negara Indonesia merdeka
yaitu:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Piagam Jakarta dengan
beberapa perubahan, terutama mengenai rumusan Pancasila, kemudian dijadikan
pembukaan UUD 1945.
2) Masa Sidang Kedua (10 Juli – 17 Juli 1945)
Dalam sidang kedua ini,
yang dibahas adalah Rancangan Undang-Undang Dasar beserta pembukaannnya.
Panitia perancang UUD yang diketuai Ir. Soekarno, menyetujui bahwa Pembukaan
UUD diambilkan dari Piagam Jakarta. Untuk merumuskan UUD
panitia perancang membentuk lagi panitia kecil, yang diketuai oleh Prof. Dr.
Hoesein. Pada 14 Juli 1945 Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia
perancang UUD kepada sidang, yaitu :
(a) Pernyataan Indonesia Merdeka;
(b) Pembukaan Undang-Undang Dasar;
(c) Undang-Undang Dasar (Batang Tubuh).
Akhirnya, sidang
BPUPKI menerima bulat hasil kerja panitia itu. Setelah BPUPKI berhasil
menyelesaikan tugasnya maka pada 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan.
b. Pembentukan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
Setelah BPUPKI
dibubarkan, pemerintahan Jepang di Jawa atas perintah Jenderal Terauchi
membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu
Junbi Inkai. Paraanggotanya akan dipilih langsung oleh Jenderal
Terauchi. Penguasa perang tertinggi di Asia Tenggara yang berkedudukan di Saigon
(Vietnam). Untuk menyempurnakan PPKI, pada tanggal 9 Agustus 1945 Ir. Soekarno,
Drs. Moh. Hatta, dan dr. Rajiman Wedyodiningrat dipanggil ke Da Lat (Vietnam)
olehJenderal Terauchi. Dalam pertemuan itu Ir. Soekarno diangkat menjadi
ketua PPKI dan Moh. Hatta menjadi wakil ketua. Jepang berjanji akan mengesahkan
Kemerdekaan Indonesia, besok pada 24 Agustus 1945.
Jika Indonesia sudah merdeka, wilayahnya meliputi seluruh bekas
wilayah kekuasaan Hindia Belanda.
Setelah mereka tiba
kembali di Indonesia (15 Agustus 1945) maka susunan anggota PPKI segera
disempurnakan, yakni terdiri atas 12 orang wakil dari Jawa, 2 orang wakil dari
Sumatra, 2 orang wakil dari Sulawesi, seorang wakil dari Nusa Tenggara, dan 2
orang wakil dari golongan Cina. Jumlah seluruhnya 21 orang, sebagai penasihat
PPKI ialah Mr. Achmad Soebarjo. Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, PPKI
dijadikan badan nasional dan anggotanya ditambah 6 orang lagi tanpa
sepengetahuan Jepang. Dengan demikian, PPKI bukan merupakan panitia pemberian
Jepang tetapi milik bangsa Indonesiasendiri. PPKI telah menjadi badan
perwakilan seluruh rakyat Indonesia dan dijadikan wadah perjuangan
oleh pemimpin nasional, guna mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Dengan
demikian, pemerintahan Jepang berhasil melakukan pengekangan terhadap berbagai
kegiatan pergerakan nasional. Namun mereka tidak berhasil melakukan pengekangan
terhadap kesadaran nasional rakyat Indonesia.
0 Response to "Revolusi Industri dan Pengaruhnya Terhadap Indonesia"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)