KERANGKA DAN STRUKTUR KURIKULUM 2013
LATAR
BELAKANG
Penyelenggaraan
pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses
berkembangnya
kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan,
yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan
negara Indonesia sepanjang jaman.
Dari
sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu
unsur yang memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses
berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi
bahwa kurikulum yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan
sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia
berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, man-diri; dan (3)
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengembangan dan
pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi
pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang
Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
A.
PERLUNYA PENGEMBANGAN
KURIKULUM 2013
Di dalam
Penjelasan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Bagian Umum dijelaskan bahwa pembaruan pendidikan memerlukan strategi
tertentu, dan salah satu strategi pembangunan pendidikan nasional ini adalah
... “2. pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi.”
Pasal 35
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 juga mengatur bahwa ... “(2) Standar nasional
pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.” Selanjutnya di dalam
penjelasan Pasal 35 dinyatakan bahwa “kompetensi lulusan merupakan kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai
dengan standar nasional yanga telah disepakati.”
Pada hakikatnya
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal
1 Ayat (1) menyebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pengembangan
Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara
terpadu.
B.
RASIONAL PENGEMBANGAN
KURIKULUM 2013
Pengembangan
kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang dihadapi, baik
tantangan internal maupun tantangan eksternal. Disamping itu, di dalam
menghadapi tuntutan perkembangan zaman, dirasa perlu adanya penyempurnaan pola
pikir dan penguatan tata kelola kurikulum serta pendalaman dan perluasan
materi. Dan hal pembelajaran yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya
penguatan proses pembelajaran dan penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin
kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan.
- Tantangan
Internal
Tantangan
internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan
tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar
Nasional Pendidikan yang meliputi standar pengelolaan, standar biaya, standar
sarana prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar isi,
standar proses, standar penilaian, dan standar kompetensi lulusan. Tantangan
internal lainnya terkait dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia dilihat
dari pertumbuhan penduduk usia produktif.
Terkait dengan
tantangan internal pertama, berbagai kegiatan dilaksanakan untuk mengupayakan
agar penyelenggaraan pendidikan dapat mencapai ke delapan standar yang telah
ditetapkan. Di dalam Standar Pengelolaan hal-hal yang dikembangkan antara lain
adalah Manajemen Berbasis Sekolah. Rehabilitasi gedung sekolah dan penyediaan
laboratorium serta perpustakaan sekolah terus dilaksanakan agar setiap sekolah
yang ada di Indonesia dapat mencapai Standar Sarana-Prasarana yang telah
ditetapkan. Dalam mencapai Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, berbagai
upaya yang dilakukan antara lain adalah peningkatan kualifikasi dan sertifikasi
guru, pembayaran tunjangan sertifikasi, serta uji kompetensi dan pengukuran
kinerja guru. Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, dan Standar
Kompetensi Lulusan adalah merupakan standar yang terkait dengan kurikulum yang
perlu secara terus menerus dikaji agar peserta didik yang melalui proses pendidikan
dapat memiliki kompetensi yang telah ditetapkan. (Gambar 1).
Gambar
1
Terkait dengan
perkembangan penduduk, saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64
tahun) lebih banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan
orang tua berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan
mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%.
Gambar
2
Ini berarti
bahwa pada tahun 2020-2035 sumber daya manusia (SDM) Indonesia usia produktif
akan melimpah. SDM yang melimpah ini apabila memiliki kompetensi dan
keterampilan akan menjadi modal pembangunan yang luar biasa besarnya. Namun
apabila tidak memiliki kompetensi dan keterampilan tentunya akan menjadi beban
pembangunan. Oleh sebab itu tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana
mengupayakan agar SDM usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan
menjadi SDM yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar
tidak menjadi beban (Gambar 2).
- Tantangan
Eksternal
Tantangan eksternal
yang dihadapi dunia pendidikan antara lain berkaitan dengan tantangan masa
depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat,
perkembangan pengetahuan dan pedagogi, serta berbagai fenomena negatif yang
mengemuka.
Tantangan masa
depan antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait
dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan
industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat
internasional. Di era globalisasi juga akan terjadi perubahan-perubahan yang
cepat. Dunia akan semakin transparan, terasa sempit, dan seakan tanpa
batas.Hubungan komunikasi, informasi, dan transportasi menjadikan satu sama
lain menjadi dekat sebagai akibat dari revolusi industri dan hasil pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Arus globalisasi juga akan menggeser pola hidup
masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri
dan perdagangan modern seperti dapat terlihat di WTO, ASEAN Community, APEC, dan
AFTA. Tantangan masa depan juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi
dunia, pengaruh dan imbas teknosains, serta mutu, investasi dan transformasi
pada sektor pendidikan. Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International
TIMSS (Trends in International
Mathematics and Science Study) dan PISA (Program for International Student Assessment) sejak tahun 1999 juga
menunjukkan bahwa capaian anak-anak Indonesia tidak menggembirakan dalam
beberapa kali laporan yang dikeluarkan TIMSS dan PISA yang hanya menduduki
peringkat empat besar dari bawah. Penyebab capaian ini antara lain adalah
karena banyaknya materi uji yang ditanyakan di TIMSS dan PISA tidak terdapat dalam kurikulum
Indonesia.
Gambar
3
Kompetensi masa
depan yang diperlukan dalam menghadapi arus globalisasi antara lain berkaitan
dengan kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir jernih dan kritis, kemampuan
mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, kemampuan menjadi warga negara
yang bertanggungjawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap
pandangan yang berbeda, dan kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal.
Disamping itu generasi Indonesia juga harus memiliki minat luas dalam
kehidupan, memiliki kesiapan untuk bekerja, memiliki kecerdasan sesuai dengan
bakat/minatnya, dan memiliki rasa tanggung-jawab terhadap lingkungan.
Dilihat dari
persepsi masyarakat, pendidikan di Indonesia saat ini dinilai terlalu
menitik-beratkan pada aspek kognitif dan beban siswa dianggap terlalu berat.
Selain itu pendidikan juga dinilai kurang bermuatan karakter.
Penyelenggaraan
pendidikan juga perlu memperhatikan perkembangan pengetahuan yang terkait
dengan perkembangan neurologi dan psikologi serta perkembangan pedagogi yang
terkait dengan observation-based
(discovery) learning serta collaborative
learning.
Tantangan
eksternal lainnya berupa fenomena negatif yang mengemuka antara lain terkait
dengan masalah perkelahian pelajar, masalah narkoba, korupsi, plagiarisme,
kecurangan dalam ujian, dan gejolak sosial di masyarakat (social unrest)
- Penyempurnaan
Pola Pikir
Pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan masa depan hanya akan dapat terwujud apabila terjadi
pergeseran atau perubahan pola pikir. Laporan BSNP tahun 2010 dengan judul
Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI menegaskan bahwa untuk meningkatkan
kualitas pendidikan dalam menghadapi masa depan perlu dilakukan perubahan
paradigma pembelajaran melalui pergeseran tata cara penyelenggaraan kegiatan
pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas atau lingkungan sekitar lembaga
pendidikan tempat peserta didik menimba ilmu. Pergeseran itu meliputi proses
pembelajaran sebagai berikut:
a.
Dari berpusat pada guru menuju berpusat
pada siswa. Jika dahulu biasanya yang terjadi adalah guru berbicara dan siswa
mendengar, menyimak, dan menulis, maka sekarang guru harus lebih banyak
mendengarkan siswanya saling berinteraksi, berargumen, berdebat, dan
berkolaborasi. Fungsi guru dari pengajar berubah dengan sendirinya menjadi
fasilitator bagi siswa-siswanya.
b.
Dari satu arah menuju interaktif. Jika
dahulu mekanisme pembelajaran yang terjadi adalah satu arah dari guru ke siswa,
maka saat ini harus terdapat interaksi yang cukup antara guru dan siswa dalam
berbagai bentuk komunikasinya. Guru berusaha membuat kelas semenarik mungkin
melalui berbagai pendekatan interaksi yang dipersiapkan dan dikelola.
c.
Dari isolasi menuju lingkungan jejaring.
Jika dahulu siswa hanya dapat bertanya pada guru dan berguru pada buku yang ada
di dalam kelas semata, maka sekarang ini yang bersangkutan dapat menimba ilmu
dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh via
internet.
d.
Dari pasif menuju aktif-menyelidiki.
Jika dahulu siswa diminta untuk pasif saja mendengarkan dan menyimak baik-baik
apa yang disampaikan gurunya agar mengerti, maka sekarang disarankan agar siswa
lebih aktif dengan cara memberikan berbagai pertanyaan yang ingin diketahui
jawabannya.
e.
Dari maya/abstrak menuju konteks dunia
nyata. Jika dahulu contoh-contoh yang diberikan guru kepada siswanya kebanyakan
bersifat artifisial, maka saat ini sang guru harus dapat memberikan
contoh-contoh yang sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari dan relevan
dengan bahan yang diajarkan.
f.
Dari pembelajaran pribadi menuju
pembelajaran berbasis tim. Jika dahulu proses pembelajaran lebih bersifat
personal atau berbasiskan masing-masing individu, maka yang harus dikembangkan
sekarang adalah model pembelajaran yang mengedepankan kerjasama antar individu.
g.
Dari luas menuju perilaku khas
memberdayakan kaidah keterikatan. Jika dahulu ilmu atau materi yang diajarkan
lebih bersifat umum (semua materi yang dianggap perlu diberikan), maka saat ini
harus dipilih ilmu atau materi yang benar-benar relevan untuk ditekuni dan
diperdalam secara sungguh-sungguh (hanya materi yang relevan bagi kehidupan
sang siswa yang diberikan).
h.
Dari stimulasi rasa tunggal menuju
stimulasi ke segala penjuru. Jika dahulu siswa hanya menggunakan sebagian panca
inderanya dalam menangkap materi yang diajarkan guru (mata dan telinga), maka
sekarang semua panca indera dan komponen jasmani-rohani harus terlibat aktif
dalam proses pembelajaran (kognitif, afektif, dan psikomotorik).
i.
Dari alat tunggal menuju alat
multimedia. Jika dahulu guru hanya mengandalkan papan tulis untuk mengajar,
maka saat ini diharapkan guru dapat menggunakan beranekaragam peralatan dan teknologi
pendidikan yang tersedia, baik yang bersifat konvensional maupun modern.
j.
Dari hubungan satu arah bergeser menuju
kooperatif. Jika dahulu siswa harus selalu setuju dengan pendapat guru dan
tidak boleh sama sekali menentangnya, maka saat ini harus ada dialog antara
guru dan siswa untuk mencapai kesepakatan bersama.
k.
Dari produksi massa menuju kebutuhan
pelanggan. Jika dahulu semua siswa tanpa kecuali memperoleh bahan atau konten
materi yang sama, maka sekarang ini setiap siswa berhak untuk mendapatkan
konten sesuai dengan ketertarikan atau keunikan potensi yang dimilikinya.
l.
Dari usaha sadar tunggal menuju jamak.
Jika dahulu siswa harus secara seragam mengikuti sebuah cara dalam berproses
maka yang harus ditonjolkan sekarang justru adanya keberagaman inisiatif yang
timbul dari masing-masing individu.
m.
Dari satu ilmu pengetahuan bergeser
menuju pengetahuan disiplin jamak. Jika dahulu siswa hanya mempelajari sebuah
materi atau fenomena dari satu sisi pandang ilmu, maka sekarang konteks
pemahaman akan jauh lebih baik dimengerti melalui pendekatan pengetahuan multi
disiplin.
n.
Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan
kepercayaan. Jika dahulu seluruh kontrol dan kendali kelas ada pada sang guru,
maka sekarang siswa diberi kepercayaan untuk bertanggung jawab atas pekerjaan
dan aktivitasnya masing- masing.
o.
Dari pemikiran faktual menuju kritis.
Jika dahulu hal-hal yang dibahas di dalam kelas lebih bersifat faktual, maka
sekarang harus dikembangkan pembahasan terhadap berbagai hal yang membutuhkan
pemikiran kreatif dan kritis untuk menyelesaikannya.
p.
Dari penyampaian pengetahuan menuju
pertukaran pengetahuan. Jika dahulu yang terjadi di dalam kelas adalah
“pemindahan” ilmu dari guru ke siswa, maka dalam abad XXI ini yang terjadi di
kelas adalah pertukaran pengetahuan antara guru dan siswa maupun antara siswa
dengan sesamanya.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan kompetensi lulusan yang
menyangkut pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang dirumuskan berdasarkan kebutuhan pada tingkat individu, masyarakat, bangsa
dan negara, serta peradaban. Untuk
mencapai kompetensi lulusan ini, yang dirumuskan dalam bentuk Standar
Kompetensi Lulusan (SKL), kemudian dirumuskan materi inti pembelajaran yang
dirumuskan dalam bentuk Standar Isi (SI), proses pembelajaran yang dirumuskan
dalam bentuk Standar Proses, dan proses penilaian dalam bentuk Standar
Penilaian. Selanjutnya dirumuskan secara lebih detil mata pelajaran apa saja yang perlu
diajarkan untuk memenuhi pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.
Dilihat dari pendekatan
yang dilakukan dalam penyusunan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 dan KTSP 2006, dapat disimpulkan bahwa SKL
dirumuskan dari beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Ini berarti bahwa SKL satuan pendidikan ditetapkan dengan mengacu kepada mata
pelajaran yang harus diajarkan kepada peserta didik, atau dengan kata lain mata
pelajaran menjadi penentu rumusan SKL. Model pengembangan seperti ini
mengakibatkan terjadinya pemisahan antara satu mata pelajaran dengan mata
pelajaran lainnya. Pemisahan mata pelajaran yang lepas satu dengan yang lainnya
ini tidak sesuai lagi dengan tuntutan globalisasi yang menuntut agar semua mata
pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan dan konteks pemahaman akan jauh lebih baik dimengerti melalui
pendekatan pengetahuan multidisiplin.
Sejalan dengan
itu, perlu dilakukan penyempurnaan pola pikir dan penggunaan pendekatan baru
dalam perumusan Standar Kompetensi Lulusan. Perumusan SKL di dalam KBK 2004 dan
KTSP 2006 yang diturunkan dari SI harus diubah menjadi perumusan yang
diturunkan dari kebutuhan. Pendekatan dalam penyusunan SKL pada KBK 2004 dan
KTSP 2006 dapat dilihat di Gambar 4 dan penyempurnaan pola pikir perumusan
kurikulum dapat dilihat di Tabel 1.
Gambar 4
Tabel
1
- Penguatan
Tata Kelola Kurikulum
Penguatan tata kelola kurikulum diatur dengan mengacu pada UU 20/2003 tentang Sisdiknas. Pasal
38 ayat (1) pada UU No. 20 Tahun 23 tentang
Sisdiknas mengatur bahwa “Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan
dasar dan menengah ditetapkan pemerintah.” Selanjutnya ayat (2)
pada pasal yang sama mengatur bahwa “Kurikulum pendidikan dasar dan menengah
dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan
pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas
pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar
dan provinsi untuk pendidikan menengah.” Di dalam Penjelasan Umum undang-undang
yang sama dijelaskan bahwa “Pembaruan sistem pendidikan memerlukan strategi
tertentu. Srategi pembangunan pendidikan nasional dalam undang-undang ini
meliputi: ... 2. pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi.”
Selanjutnya di dalam Penjelasan Pasal 35 yang terkait dengan kompetensi
dijelaskan bahwa “Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar
nasional yang telah disepakati.”
Di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan bahwa
“Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan
dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi
mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik
pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.”
Pengembangan Kurikulum
Berbasis Kompetensi 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dimulai
dari penyusunan kerangka dasar kurikulum yang diturunkan dari tujuan pendidikan
nasional dan berdasarkan landasan filosofis, yuridis, dan konseptual yang
selanjutnya diturunkan ke dalam struktur kurikulum. Dari struktur kurikulum
selanjutnya diturunkan menjadi standar isi yang memuat berbagai mata pelajaran
dengan rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk masing-masing mata
pelajaran. Selanjutnya disusun standar proses, standar kompetensi lulusan, dan
standar penilaian yang kemudian diturunkan ke dalam pedoman dan silabus.
Selanjutnya silabus diturunkan menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran dan
buku teks untuk seterusnya dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran dan
penilaian. Perbedaan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan 2006 terletak pada peran guru pada bagian akhir kerangka kerja
penyusunan kurikulum. Kalau di dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004, peran
satuan pendidikan dan guru terbatas pada penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang diturunkan dari silabus yang sudah tersedia dan pemilihan
buku teks siswa untuk selanjutnya melaksanakan proses pembelajaran dan
penilaian. Sedangkan di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006, peranan
satuan pendidikan dan guru diperluas lebih lanjut sampai pada penyusunan
silabus berdasarkan pedoman yang diberikan.
Peranan satuan
pendidikan dan guru yang diperluas sampai penyusunan silabus ini berakibat pada
pemilihan buku teks oleh satuan pendidikan dan guru yang sangat beragam. Dalam
kenyataannya, satuan pendidikan dan guru memilih buku yang dihasilkan dari berbagai
kurikulum, seperti Kurikulum 1994, Kurikulum 2004, Kurikulum 2006, atau bahkan
dari sumber yang tidak jelas rujukannya. Pemilihan buku teks yang beragam ini
juga tentunya akan menghasilkan silabus yang sangat berbeda satu sama lain yang
seterusnya diturunkan menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran dan pelaksanaan
proses pembelajaran dan penilaian.
Oleh sebab itu,
agar kompetensi lulusan dapat dicapai sesuai dengan yang telah ditetapkan,
perlu ada perubahan yang signifikan. Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan standar
kompetensi lulusan berdasarkan kesiapan peserta didik,
tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya
yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan kewenangan menyusun silabus, tapi disusun pada tingkat
nasional. Guru lebih
diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran
tanpa harus dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu
yang banyak dan memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang sangat memberatkan
guru. Perbandingan
kerangka kerja penyusunan
kurikulum dapat dilihat pada Gambar
5.
Gambar 5
Hasil monitoring
dan evaluasi pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dilakukan
Balitbang pada tahun 2010 juga menunjukkan bahwa secara umum total waktu
pembelajaran yang dialokasikan
oleh banyak guru untuk beberapa mata pelajaran di SD, SMP, dan SMA lebih kecil
dari total waktu pembelajaran yang dialokasikan menurut Standar Isi. Disamping
itu, dikaitkan dengan kesulitan yang dihadapi guru dalam melaksanakan KTSP, ada
kemungkinan waktu yang dialokasikan dalam Standar Isi tidak dapat dilaksanakan
sepenuhnya. Hasil monitoring dan evaluasi ini juga menunjukkan bahwa banyak
kompetensi yang perumusannya sulit dipahami guru, dan kalau diajarkan kepada
siswa sulit dicapai oleh siswa.Rumusan kompetensi juga sulit dijabarkan ke
dalam indikator dengan akibat sulit dijabarkan ke pembelajaran, sulit
dijabarkan ke penilaian, sulit diajarkan karena terlalu kompleks, dan sulit
diajarkan karena keterbatasan sarana, media, dan sumber belajar.
Untuk
menjamin ketercapaian kompetensi sesuai dengan yang telah ditetapkan dan untuk
memudahkan pemantauan dan supervisi pelaksanaan pengajaran, perlu diambil
langkah penguatan tata kelola antara lain dengan menyiapkan pada tingkat pusat
buku pegangan pembelajaran yang terdiri dari buku pegangan siswa dan buku
pegangan guru. Karena guru merupakan faktor yang sangat penting di dalam pelaksanaan
kurikulum, maka sangat penting untuk menyiapkan guru supaya memahami
pemanfaatan sumber belajar yang telah disiapkan dan sumber lain yang dapat
mereka manfaatkan. Untuk menjamin keterlaksanaan implementasi kurikulum dan
pelaksanaan pembelajaran, juga perlu diperkuat peran pendampingan dan
pemantauan oleh pusat dan daerah.
- Pendalaman
dan Perluasan Materi
Berdasarkan
analisis hasil PISA 2009, ditemukan bahwa dari 6 (enam) level kemampuan yang dirumuskan di
dalam studi PISA, hampir semua peserta didik Indonesia hanya mampu menguasai
pelajaran sampai level 3 (tiga)
saja,
sementara negara lain yang terlibat di dalam studi ini banyak yang mencapai
level 4 (empat),
5 (lima),
dan 6 (enam).
Dengan keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama, interpretasi yang dapat
disimpulkan dari hasil studi ini, hanya satu, yaitu yang kita ajarkan berbeda
dengan tuntutan zaman (Gambar 6).
Gambar
6
Analisis hasil
TIMSS tahun 2007 dan 2011 di bidang matematika dan IPA untuk peserta didik
kelas 2 SMP juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Untuk bidang
matematika, lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level
menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir 50% peserta didiknya mampu
mencapai level tinggi dan advance. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang
diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan atau yang distandarkan
di tingkat internasional (Gambar 7).
Gambar
7
Untuk bidang
IPA, pencapaian peserta didik kelas 2 SMP juga tidak jauh berbeda dengan
pencapaian yang mereka peroleh untuk bidang matematika. Hasil studi pada tahun
2007 dan 20011 menunjukkan bahwa lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya
mampu mencapai level menengah, sementara hampir 40% peserta didik Taiwan mampu
mencapai level tinggi dan lanjut
(advanced).
Dengan keyakinan bahwa semua anak dilahirkan sama, kesimpulan yang dapat
diambil dari studi ini adalah bahwa apa yang diajarkan kepada peserta didik di
Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan atau distandarkan di tingkat
internasional. (Gambar 8).
Gambar
8
Hasil studi
internasional untuk reading dan literacy
(PIRLS) yang ditujukan untuk kelas IV SD juga menunjukkan hasil yang tidak jauh
berbeda dengan hasil studi untuk tingkat SMP seperti yang dipaparkan terdahulu.
Dalam hal membaca, lebih dari 95% peserta didik Indonesia di SD kelas IV juga
hanya mampu mencapai level menengah, sementara lebih dari 50% siswa Taiwan
mampu mencapai level tinggi dan advance. Hal ini juga menunjukkan bahwa apa
yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan dan distandarkan
pada tingkat internasional (Gambar 9).
Gambar 9
Hasil analisis
lebih jauh untuk studi TIMSS dan PIRLS menunjukkan bahwa soal-soal yang
digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik dibagi menjadi empat kategori,
yaitu:
-
low
mengukur kemampuan sampai level knowing
-
intermediate
mengukur kemampuan sampai level applying
-
high
mengukur kemampuan sampai level reasoning
Tabel
2
Analisis
lebih jauh untuk membandingkan kurikulum IPA SMP kelas VIII yang ada di Indonesia dengan materi
yang terdapat di TIMSS menunjukkan bahwa terdapat beberapa topik yang
sebenarnya belum diajarkan di kelas VIII
SMP (Tabel 2). Hal yang sama juga terdapat di kurikulum matematika kelas VIII SMP di mana juga terdapat beberapa
topik yang belum diajarkan di kelas XIII.
Lebih parahnya lagi, malah terdapat beberapa topik yang sama sekali tidak
terdapat di dalam kurikulum saat ini, sehingga menyulitkan bagi peserta didik kelas
VIII SMP menjawab pertanyaan yang
terdapat di dalam TIMSS (Tabel 3).
Tabel
3
Hal
yang sama juga terjadi di kurikulum matematika kelas IV SD pada studi internasional di mana
juga terdapat topik yang belum diajarkan pada
kelas IV
dan topik yang sama sekali tidak terdapat di dalam kurikulum saat ini, seperti
bisa dilihat pada Tabel 4.
Tabel
4
Dalam
kaitan itu, perlu dilakukan langkah penguatan materi dengan mengevaluasi ulang
ruang lingkup materi yang terdapat di dalam kurikulum dengan cara meniadakan
materi yang tidak esensial atau tidak relevan bagi peserta didik,
mempertahankan materi yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan
menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan internasional.
Disamping itu juga perlu dievaluasi ulang tingkat kedalaman materi sesuai dengan
tuntutan perbandingan internasional dan menyusun kompetensi dasar yang sesuai
dengan materi yang dibutuhkan.
KARAKTERISTIK
KURIKULUM 2013
Kurikulum 2013 adalah
kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi adalah outcomes-based curriculum dan oleh
karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang
dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum
diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum dartikan sebagai
pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh
peserta didik.
Kompetensi untuk Kurikulum 2013
dirancang sebagai berikut:
1.
Isi atau konten
kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) kelas
dan dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran.
2.
Kompetensi Inti (KI)
merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap,
pengetahuan, dan ketrampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus dipelajari
peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi
Inti adalah kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik untuk setiap
kelas melalui pembelajaran KD yang diorganisasikan dalam proses pembelajaran
siswa aktif.
3.
Kompetensi Dasar (KD)
merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu tema untuk
SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk SMP/MTS, SMA/MA,
SMK/MAK.
4.
Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar di jenjang pendidikan menengah diutamakan pada ranah sikap
sedangkan pada jenjang pendidikan menengah pada kemampuan intelektual
(kemampuan kognitif tinggi).
5.
Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris (organizing elements) Kompetensi Dasar
yaitu semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi
dalam Kompetensi Inti.
6.
Kompetensi Dasar yang
dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan
jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
7.
Silabus dikembangkan
sebagai rancangan belajar untuk satu tema (SD/MI) atau satu kelas dan satu mata
pelajaran (SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK). Dalam silabus tercantum seluruh KD untuk
tema atau mata pelajaran di kelas tersebut.
8.
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran dikembangkan dari setiap KD yang untuk mata pelajaran dan kelas
tersebut.
C.
PROSES PEMBELAJARAN
Proses pembelajaran
Kurikulum 2013 terdiri atas pembelajaran intra-kurikuler dan pembelajaran
ekstra-kurikuler.
1.Pembelajaran
intra kurikuler didasarkan pada prinsip berikut:
a.
Proses pembelajaran
intra-kurikuler adalah proses pembelajaran yang berkenaan dengan mata pelajaran
dalam struktur kurikulum dan dilakukan di kelas, sekolah, dan masyarakat.
b.
Proses pembelajaran di
SD/MI berdasarkan tema sedangkan di SMP/MTS, SMA/MA, dan SMK/MAK berdasarkan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dikembangkan guru.
c.
Proses pembelajaran
didasarkan atas prinsip pembelajaran siswa aktif untuk menguasai Kompetensi
Dasar dan Kompetensi Inti pada tingkat
yang memuaskan (excepted).
2.
Pembelajaran
ekstra-kurikuler
Pembelajaran
ekstra-kurikuler adalah kegiatan yang dilakukan untuk aktivitas yang dirancang sebagai kegiatan di luar kegiatan pembelajaran
terjadwal secara rutin setiap minggu. Kegiatan
ekstra-kurikuler terdiri atas kegiatan wajib dan pilihan. Pramuka adalah
kegiatan ekstra-kurikuler wajib.
Kegiatan ekstra-kurikuler
adalah bagian yang tak terpisahkan dalam kurikulum.Kegiatan ekstra-kurikulum
berfungsi untuk:
a.
Mengembangkan minat
peserta didik terhadap kegiatan tertentu yang tidak dapat dilaksanakan melalui
pembelajaran kelas biasa,
b.
Mengembangkan kemampuan
yang terutama berfokus pada kepemimpinan, hubungan sosial dan kemanusiaan,
serta berbagai ketrampilan hidup.
Kegiatan
ekstra-kurikuler dilakukan di lingkungan:
a.
Sekolah
b.
Masyarakat
c.
Alam
Kegiatan
ekstra-kurikuler wajib dinilai yang hasilnya digunakan sebagai unsur pendukung
kegiatan intra-kurikuler.
D.
PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
2013
Pengembangan
kurikulum didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1.
Kurikulum bukan hanya
merupakan sekumpulan daftar mata pelajaran karena mata pelajaran hanya
merupakan sumber materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi. Atas dasar
prinsip tersebut maka kurikulum sebagai rencana adalah rancangan untuk konten
pendidikan yang harus dimiliki oleh seluruh peserta didik setelah menyelesaikan
pendidikannya di satu satuan atau jenjang pendidikan, kurikulum sebagai proses
adalah totalitas pengalaman belajar peserta didik di satu satuan atau jenjang
pendidikan untuk menguasai konten pendidikan yang dirancang dalam rencana, dan
hasil belajar adalah perilaku peserta didik secara keseluruhan dalam menerapkan
perolehannya di masyarakat.
2.
Kurikulum didasarkan pada
standar kompetensi lulusan yang ditetapkan untuk satu satuan pendidikan,
jenjang pendidikan, dan program pendidikan. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah mengenai
Wajib Belajar 12 Tahun maka Standar Kompetensi Lulusan yang menjadi dasar
pengembangan kurikulum adalah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik
setelah mengikuti proses pendidikan selama 12 tahun. Selain itu sesuai dengan
fungsi dan tujuan jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta fungsi
dan tujuan dari masing-masing satuan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan
maka pengembangan kurikulum didasarkan pula atas Standar Kompetensi Lulusan
pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta Standar Kompetensi satuan
pendidikan.
3.
Kurikulum didasarkan pada
model kurikulum berbasis kompetensi. Model kurikulum berbasis kompetensi
ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan, ketrampilan
berpikir, ketrampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran.
Kompetensi yang termasuk pengetahuan dikemas secara khusus dalam satu mata
pelajaran. Kompetensi yang termasuk sikap dan ketrampilan dikemas dalam setiap
mata pelajaran dan bersifat lintas mata pelajaran, diorganisasikan dengan
memperhatikan prinsip penguatan (organisasi horizontal) dan keberlanjutan
(organisasi vertikal) sehingga memenuhi prinsip akumulasi dalam pembelajaran.
E.
KERANGKA KERJA KURIKULUM
1.
Pengembangan Kurikulum 2013 diawali dengan analisis
kebutuhan masyarakat Indonesia. Analisis kebutuhan tersebut merupakan analisis
kesenjangan mengenai kemampuan yang perlu dimiliki warganegara bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara pada dekade ketiga dan keempat abad ke-21. Adanya
tantangan seperti keterikatan Indonesia dalam perjanjian internasional seperti APEC, WTO,
ASEAN Community, CAFTA. Hasil dari
analisis ini menunjukkan bahwa penguasaan soft skills perlu mendapatkan prioritas dalam pengembangkan
kemampuan warganegara untuk kehidupan masa depan.
2.
Analisis Tujuan Pendidikan Nasional sebagai arah
pengembangan kurikulum. Setiap upaya pengembangan kurikulum haruslah didesain
untuk pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kurikulum sebagai jiwa pendidikan
(the heart
of education) harus selalu
dirancang untuk mencapai kualitas peserta didik dan bangsa yang dirumuskan
dalam tujuan pendidikan. Kajian dari tujuan pendidikan nasional memberi arah
yang juga mengacu kepada pengembangan soft
skills yang berimbang dengan penguasaan hard
skills.
3.
Analisis kesiapan peserta didik dilakukan terutama dari
kajian psikologi anak dan psikologi perkembangan, tahap-tahap perkembangan
kemampuan intelektual peserta didik serta keterkaitan tingkat kemampuan intelektual
peserta didik dengan jenjang kemampuan kompetensi yang perlu mereka kuasai.
Analisis ini diperlukan agar kompetensi yang dikembangkan dalam Kurikulum 2013
bersesuaian untuk menerapkan prinsip belajar. Prinsip belajar mengatakan bahwa
proses pembelajaran dimulai dari kemampuan apa yang sudah dimiliki untuk mencapai kemampuan di atasnya
dapat diterapkan dalam pengembangan kurikulum.
4.
Berdasarkan analisis tersebut maka ditetapkan bahwa
perlu pengembangan Standar Kompetensi Lulusan baru yang menggantikan Standar
Kompetensi Lulusan yang sudah ada. Standar Kompetensi Lulusan Baru di arahkan
untuk lebih memberikan keseimbangan antara aspek sikap dengan pengetahuan dan
ketrampilan. Walau pun Standar Kompetensi Lulusan bukan kurikulum tetapi
berdasarkan pendekatan pendidikan yang berstandar standar sebagaimana yang
dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional maka pengembangan Standar Kompetensi Lulusan merupakan sesuatu yang
mutlak dilakukan. Sesuai dengan pendekatan berdasarkan standar maka kurikulum
harus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan.
5.
Analisis berikutnya adalah kajian terhadap desain
kurikulum 2006 yang menjadi dasar dari KTSP dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional nomor 22 tahun 2005 tentang Standar Isi. Dalam Standar Isi terdapat
Kerangka dasar Kurikulum dan struktur kurikulum. Analisis terhadap dokumen
kurikulum tersebut menunjukkan bahwa desain kurikulum dikembangkan atas dasar
pengertian bahwa kurikulum adalah daftar sejumlah mata pelajaran. Oleh karena
itu satu mata pelajaran berdiri sendiri dan tidak berinteraksi dengan mata
pelajaran lainnya. Melalui pengembangan kurikulum yang demikian maka ada
masalah yang cukup prinsipiil yaitu konten kurikulum yang dikategorikan sebagai
konten berkembang (developmental content) tidak mendapatkan kesempatan untuk
dikembangkan secara baik. Konten kurikulum berkembang seperti nilai, sikap dan
ketrampilan (intelektual dan psikomotorik) memerlukan desain kurikulum yang
menempatkan satu mata pelajaran dalam jaringan keterkaitan horizontal dan
vertikal dengan mata pelajaran lain. Dari hasil analisis tersebut maka
dikembangkan desain baru yang memberikan jaminan keutuhan kurikulum melalui
keterkaitan vertikal dan horizontal konten.
6.
Berdasarkan rumusan Standar Kompetensi Lulusan yang
baru maka dikembangkanlah Kerangka dasar Kurikulum yang antara lain mencakup
Kerangka Filosofis, Yuridis, dan Konseptual. Landasan filosofis yang
dikembangkan adalah bersifat eklektik yang mampu memberikan dasar bagi
pengembangan individu peserta didik secara utuh yaitu baik dari aspek
intelektual, moral, sosial, akademik, dan kemampuan yang diperlukan untuk
mengembangkan kehidupan individu peserta didik, sebagai anggota masyarakat dan
bangsa yang produktif, dan memiliki kemampuan berkontribusi dalam meningkatkan
kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa, dan ummat manusia. Kerangka yuridis
kurikulum adalah berbagai ketetapan hukum yang mendasari setiap upaya
pendidikan di Indonesia. Kerangka konseptual berkenaan dengan model kurikulum
berbasis kompetensi yang dinyatakan dalam ketetapan pada Undang-undang
Sisdiknas. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum ditetapkan antara lain
termasuk penyederhanaan konten kurikulum, keseimbangan kepentingan nasiional
dan daerah, posisi peserta didik sebgai subjek dalam belajar, pembelajaran
aktif yang didasarkan pada model pembelajaran sains, dan penetapan Kompetensi
Inti sebagai unsur pengikat (organizing
element) bagi KD mata pelajaran.
7.
Kegiatan pengembangan berikutnya adalah penetapan
struktur kurikulum. Struktur kurikulum menggambarkan kerangka kurkulum terdiri
atas sejumlah mata pelajaran, pengelompokkannya, posisi mata pelajaran, beban
belajar mata pelajaran per minggu dan jumlah beban belajar keseluruhan per
minggu. Berdasarkan prinsip penyederhanaan kurikulum maka jumlah mata pelajaran
dikurangi tetapi jam belajar baik untuk setiap mata pelajaran mau pun untuk
keseluruhan ditambah. Penambahan jam belajar adalah untuk memberikan waktu yang
cukup bagi peserta didik mengembangkan kompetensi ketrampilan dan sikap melalui
proses pembelajaran yang berorientasi pada sains.
8. Berdasarkan struktur kurikulum yang telah ditetapkan,
selanjutnya dirumuskan Kompetensi Inti setiap kelas yang menjadi pengikat dari
berbagai Kompetensi Dasar. Adanya Kompetensi Inti lebih menjamin terjadinya
integrasi Kompetensi Dasar antarmata pelajaran dan antarkelas. Proses pengembangan Kompetensi Dasar melibatkan
pengembang kurikulum yang terdiri dari guru, dosen, dan para pakar pendidikan.
9.
Berdasarkan Kompetensi
Dasar yang telah direviu dan dinyatakan memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan maka dikembangkan silabus. Pengembangan silabus dimaksudkan agar ada
patokan minimal mengenai kualitas hasil belajar untuk seluruh Indonesia. Dalam
silabus ditetapkan sebagai patokan minimal adalah indikator yang dikembangkan
dari Kompetensi Dasar dan kemudian diramu dalam Materi Pokok, proses
pembelajaran yang dikembangkan dari kegiatan observasi, menanya, mengasosiasi,
dan mengomunikasi. Keempat kemampuan ini dikembangkan selama dua belas tahun
sehingga kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan berpikir kritis dan kemampuan
belajar peserta didik dapat menjadi kebiasaan-kebiasaan yang memberikan
kebiasaan belajar sepanjang hayat. Silabus tidak membatasi kreativitas dan
imaginasi guru dalam mengembangkan proses pembelajaran karena silabus akan
dikembangkan lebih lanjut oleh guru menjadi RPP yang kemudian diterjemahkan
dalam proses pembelajaran.
10. Berdasarkan
KD dan silabus dikembangkan buku teks peserta didik dan buku panduan guru. Buku
teks peserta didik berisikan konten yang dikembangkan dari KD sedangkan buku
panduan guru terdiri atas komponen konten yang terdapat dalam buku teks peserta
didik dan komponen petunjuk pembelajaran dan penilaian. Adanya buku teks peerta
didik dan guru adalah patokan yang
memberikan jaminan kualitas hasil belajar minimal yang harus dimiliki peserta
didk.
STRUKTUR KURIKULUM
Struktur
kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata
pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/mata
pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan
beban belajar per minggu untuk setiap siswa. Struktur kurikulum adalah juga
merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan
pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran. Pengorganisasian konten dalam sistem belajar
yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah sistem semester
sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran berdasarkan
jam pelajaran per semester.
Struktur
kurikulum adalah juga gambaran mengenai penerapan prinsip kurikulum mengenai
posisi seorang siswa dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau
jenjang pendidikan. Dalam struktur kurikulum menggambarkan ide kurikulum
mengenai posisi belajar seorang siswa
yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang tercantum
dalam struktur ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada siswa untuk
menentukan berbagai pilihan. Struktur kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran
dan beban belajar pada setiap satuan pendidikan.
A.
STRUKTUR KURIKULUM SD/MI
Beban belajar
dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama satu
semester. Beban belajar di SD/MI kelas I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34
sedangkan untuk kelas IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar
SD/MI adalah 35 menit.
Struktur
Kurikulum SD/MI adalah sebagai berikut:
MATA
PELAJARAN
|
ALOKASI
WAKTU BELAJAR
PER
MINGGU
|
||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
||
Kelompok
A
|
|||||||
1.
|
Pendidikan Agama
dan Budi Pekerti
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
2.
|
Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan
|
5
|
6
|
6
|
4
|
4
|
4
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
8
|
8
|
10
|
7
|
7
|
7
|
4.
|
Matematika
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
5.
|
Ilmu Pengetahuan Alam
|
-
|
-
|
-
|
3
|
3
|
3
|
6.
|
Ilmu Pengetahuan Sosial
|
-
|
-
|
-
|
3
|
3
|
3
|
Kelompok B
|
|||||||
1.
|
Seni Budaya dan
Prakarya
|
4
|
4
|
4
|
5
|
5
|
5
|
2.
|
Pendidikan
Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Jumlah
Alokasi Waktu Per Minggu
|
30
|
32
|
34
|
36
|
36
|
36
|
= Pembelajaran Tematik Integratif
|
Keterangan:
Mata pelajaran
Seni Budaya dan Prakarya dapat Bahasa Daerah.
Selain kegiatan
intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum diatas,
terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler SD/MI antara lain Pramuka (Wajib), Usaha
Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja.
Mata pelajaran
Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh
pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran Seni Budaya
dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan adalah kelompok
mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan
konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Satuan
pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan
peserta didik pada satuan pendidikan tersebut.
Integrasi
Kompetensi Dasar IPA dan IPS didasarkan pada keterdekatan makna dari konten
Kompetensi Dasar IPA dan IPS dengan konten Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan
Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang berlaku untuk kelas I, II, dan III.
Sedangkan untuk kelas IV, V dan VI, Kompetensi Dasar IPA dan IPS berdiri
sendiri dan kemudian diintegrasikan ke dalam tema-tema yang ada untuk kelas IV,
V dan VI.
B. STRUKTUR KURIKULUM SMP/MTS
Dalam struktur
kurikulum SMP/MTs ada penambahan jam belajar per minggu dari semula 32, 32, dan
32 menjadi 38, 38 dan 38 untuk masing-masing kelas VII, VIII, dan IX. Sedangkan
lama belajar untuk setiap jam belajar di SMP/MTs tetap yaitu 40 menit.
Struktur
Kurikulum SMP/MTS adalah sebagai berikut:
MATA
PELAJARAN
|
ALOKASI
WAKTU BELAJAR PER MINGGU
|
|||
VII
|
VIII
|
IX
|
||
Kelompok
A
|
||||
1.
|
Pendidikan Agama
dan Budi Pekerti
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan
|
3
|
3
|
3
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
6
|
6
|
6
|
4.
|
Matematika
|
5
|
5
|
5
|
5.
|
Ilmu Pengetahuan
Alam
|
5
|
5
|
5
|
6.
|
Ilmu Pengetahuan
Sosial
|
4
|
4
|
4
|
7.
|
Bahasa Inggris
|
4
|
4
|
4
|
Kelompok
B
|
||||
1.
|
Seni Budaya
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan Jasmani,
Olah Raga, dan Kesehatan
|
3
|
3
|
3
|
3.
|
Prakarya
|
2
|
2
|
2
|
Jumlah
Alokasi Waktu Per Minggu
|
38
|
38
|
38
|
Keterangan:
Mata pelajaran
Seni Budaya dapat memuat Bahasa Daerah.
Selain
kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum
diatas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler SMP/MTs antara lain Pramuka
(Wajib), Organisasi Siswa Intrasekolah, Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah
Remaja.
Mata
pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan
oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran Seni
Budaya, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan, dan Prakarya adalah
kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi
dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Satuan
pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan
peserta didik pada satuan pendidikan tersebut.
IPA
dan IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative
science dan integrative social
studies, bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Keduanya sebagai
pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan
belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab
terhadap lingkungan sosial dan alam. Disamping itu, tujuan pendidikan IPS
menekankan pada pengetahuan tentang bangsanya, semangat kebangsaan,
patriotisme, serta aktivitas masyarakat di bidang ekonomi dalam ruang atau space wilayah NKRI. IPA juga ditujukan
untuk pengenalan lingkungan biologi dan alam sekitarnya, serta pengenalan
berbagai keunggulan wilayah nusantara.
Seni
Budaya terdiri atas empat aspek, yakni seni rupa, seni musik, seni tari,
teater. Masing-masing aspek diajarkan secara terpisah dan setiap satuan
pendidikan dapat memilih aspek yang diajarkan sesuai dengan kemampuan (guru dan
fasilitas) pada satuan pendidikan itu.
Prakarya
terdiri atas empat aspek, yakni kerajinan, rekayasa, budidaya, dan pengolahan.
Masing-masing aspek diajarkan secara terpisah dan setiap satuan pendidikan
menyelenggarakan pembelajaran prakarya paling sedikit dua aspek prakarya sesuai
dengan kemampuan dan potensi daerah pada satuan pendidikan itu.
C.
STRUKTUR KURIKULUM PENDIDIKAN
MENENGAH (SMA/MA/SMK/MAK)
Struktur
kurikulum SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas:
-
Kelompok mata pelajaran
wajib yang diikuti oleh seluruh peserta didik
-
Kelompok mata pelajaran
peminatan yang diikuti oleh peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya.
Adanya
kelompok mata pelajaran wajib dan mata pelajaran peminatan dimaksudkan untuk menerapkan
prinsip kesamaan antara SMA/MA dan SMK/MAK. Mata pelajaran wajib sebanyak 9 (sembilan) mata pelajaran dengan
beban belajar 24 jam per minggu. Kelompok mata pelajaran peminatan SMA/MA terdiri
atas 18 jam per minggu untuk kelas X, dan 20 jam per minggu untuk kelas XI dan
XII. Kelompok mata pelajaran peminatan SMK/MAK masing-masing 24 jam per kelas. Kelompok
mata pelajaran peminatan SMA/MA bersifat akademik, sedangkan untuk SMK/MAK
bersifat vokasional. Struktur ini menempatkan prinsip bahwa peserta didik
adalah subjek dalam belajar dan mereka memiliki hak untuk memilih sesuai dengan
minatnya.
1. Struktur
Kurikulum Pendidikan Menengah
Struktur
Kurikulum Pendidikan Menengah adalah sebagaimana yang tertera di dalam tabel
berikut ini:
Struktur
Kurikulum Pendidikan Menengah kelompok mata pelajaran wajib:
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR
PER MINGGU
|
|||
X
|
XI
|
XII
|
||
Kelompok A (Wajib)
|
||||
1.
|
Pendidikan
Agama dan Budi Pekerti
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan
|
2
|
2
|
2
|
3.
|
Bahasa
Indonesia
|
4
|
4
|
4
|
4.
|
Matematika
|
4
|
4
|
4
|
5.
|
Sejarah
Indonesia
|
2
|
2
|
2
|
6.
|
Bahasa
Inggris
|
2
|
2
|
2
|
Kelompok B (Wajib)
|
||||
7.
|
Seni
Budaya
|
2
|
2
|
2
|
8.
|
Pendidikan
Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan
|
3
|
3
|
3
|
9.
|
Prakarya
dan Kewirausahaan
|
2
|
2
|
2
|
Jumlah
Jam Pelajaran Kelompok A dan B per minggu
|
24
|
24
|
24
|
|
Kelompok C (Peminatan)
|
||||
Mata
Pelajaran Peminatan Akademik (SMA/MA)
|
18
|
20
|
20
|
|
Jumlah Jam Pelajaran yang Harus Ditempuh
per Minggu
|
42
|
44
|
44
|
Mata pelajaran
Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh
pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran Seni Budaya,
Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan, dan Prakarya adalah kelompok mata pelajaran
yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal yang
dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Beban belajar di
SMA/MA untuk Tahun X, XI, dan XII masing-masing 43 jam belajar per minggu. Satu
jam belajar adalah 45 menit.
Kurikulum SMA/MA dirancang untuk memberikan kesempatan
kepada peserta didik belajar berdasarkan minat mereka. Struktur kurikulum memperkenankan peserta
didik melakukan pilihan dalam bentuk pilihan Kelompok Peminatan, pilihan Lintas
Minat, dan/atau pilihan Pendalaman Minat.
Satuan
pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan
peserta didik pada satuan pendidikan tersebut.
2. Struktur
Kurikulum SMA/MA
MATA PELAJARAN
|
Kelas
|
||||
X
|
XI
|
XII
|
|||
Kelompok A dan B (Wajib)
|
24
|
24
|
24
|
||
C. Kelompok Peminatan
|
|||||
Peminatan Matematika dan
Ilmu-Ilmu Alam
|
|||||
I
|
1
|
Matematika
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Biologi
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Fisika
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Kimia
|
3
|
4
|
4
|
|
Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial
|
|||||
II
|
1
|
Geografi
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Sejarah
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Sosiologi
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Ekonomi
|
3
|
4
|
4
|
|
Peminatan Ilmu-Ilmu Bahasa
dan Budaya
|
|||||
III
|
1
|
Bahasa dan Sastra Indonesia
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Bahasa dan Sastra Inggris
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Bahasa dan Sastra Asing Lainnya
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Antropologi
|
3
|
4
|
4
|
|
Mata Pelajaran Pilihan dan Pendalaman
|
|||||
Pilihan Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat
|
6
|
4
|
4
|
||
Jumlah jam pelajaran yang
tersedia per minggu
|
66
|
76
|
76
|
||
Jumlah jam pelajaran yang
harus ditempuh per minggu
|
42
|
44
|
44
|
Selain
kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum di
atas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler SMA/MA/SMK/MAK antara lain Pramuka
(Wajib), Organisasi Siswa Intrasekolah, Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah
Remaja.
Mata pelajaran
Kelompok A dan C adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan
oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B adalah kelompok mata pelajaran yang
kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal yang
dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Kelompok Peminatan terdiri atas Peminatan Matematika dan Ilmu-ilmu
Alam, Peminatan Ilmu-ilmu
Sosial, dan Peminatan Ilmu-ilmu Bahasa dan Budaya. Sejak kelas X peserta didik sudah harus memilih
kelompok peminatan yang akan dimasuki. Pemilihan peminatan berdasarkan nilai
rapor di SMP/MTsdan/atau nilai UN SMP/MTs dan/atau rekomendasi guru BK di SMP/MTs dan/atau hasil tes
penempatan (placement test) ketika
mendaftar di SMA/MA dan/atau tes bakat minat oleh psikolog dan/atau
rekomendasi guru BK di SMA/MA. Pada akhir minggu ketiga semester
pertama peserta didik masih mungkin mengubah pilihan peminatannya berdasarkan rekomendasi
para guru dan ketersediaan tempat duduk. Untuk sekolah yang mampu menyediakan
layanan khusus maka setelah akhir semester pertama peserta didik masih mungkin
mengubah pilihan peminatannya. Untuk MA, selain ketiga peminatan
tersebut ditambah dengan Kelompok Peminatan Keagamaan.
Semua mata pelajaran yang terdapat dalam suatu Kelompok Peminatanyang dipilih peserta didik
harus diikuti. Setiap Kelompok Peminatan terdiri atas 4
(empat) mata pelajaran dan masing-masing mata pelajaran berdurasi 3
jampelajaran untuk kelas
X, dan 4 jampelajaran untuk kelas XI dan XII.
Setiap peserta didik memiliki beban belajar per semester selama
42 jam pelajaran untuk kelas X dan 44 jam pelajaran untuk kelas XI dan XII. Beban belajar ini terdiri atas
Kelompok Mata Pelajaran Wajib A dan B dengan durasi 24
jam
pelajaran dan Kelompok Mata Pelajaran Peminatan dengan
durasi 12 jam
pelajaran untuk kelas X dan 16 jampelajaran untuk kelas XI dan XII.
Untuk Mata Pelajaran Pilihan Lintas Minat dan/atau
Pendalaman Minat kelas X, jumlah jam pelajaran pilihan per minggu berdurasi 6
jam pelajaran yang dapat diambil dengan pilihan sebagai berikut:
1)
Dua mata pelajaran di luar Kelompok Peminatan
yang dipilihnya tetapi masih dalam satu Kelompok Peminatan lainnya, dan/atau
2)
Satu
mata pelajaran dari masing-masing Kelompok Peminatan yang lainnya.
Sedangkan pada kelas XI dan XII, peserta didik mengambil Pilihan
Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat dengan jumlah jam pelajaran pilihan per minggu berdurasi
4 jam pelajaran yang dapat diambil dengan pilihan sebagai
berikut:
a.
Satu
mata pelajaran di luar Kelompok Peminatan yang dipilihnya tetapi masih dalam
Kelompok Peminatan lainnya, dan/atau
b.
Mata
pelajaran Pendalaman Kelompok Peminatan yang dipilihnya.
Sumber
·
Paparan
Menteri Kemendikbud dalam
sosialissi kurikulum
·
Dokumen pedoman Kurikulum 2013
*) Drs H Tatang
Sunendar MSi Widyaiswara Madya LPMP Jabar
0 Response to "KERANGKA DAN STRUKTUR KURIKULUM 2013"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)