Masyarakat dan Politik Jepang
Masyarakat dan politik
di Jepang
I. Masyarakat Modern di
Jepang
1. Apakah arti
Modernisasi di Jepang?
Dr. Arnold Toynbee suatu saat pernah
mengeluarkan komentar yang menarik, “perkataan memodernisasikan pada dasarnya
merupakan kata ganti membaratkan”. Dorongan luar negeri tentu saja telah banyak
berjasa dalam memacu modernisasi di Jepang. Modernisasi masyarakat Jepang
melaju dibawah tekanan dari luar negeri.
Dibawah tekanan dari negara-negara majub, Jepang terpaksa mendorong modernisasinya dengan dua tujuan jangka pendek. Tujuan pertama adalah mengambil peradaban Barat bagi modernisasi Jepang. Tujuan kedua adalah mempergunakan peradaban Barat yang telah diambil untuk membentuk suatu negara yang modern. Jepang telah dipaksa untuk hidup dengan masalah-masalah ditengah-tengah gerakan kolonial diantara negara-negara maju, sementara Jepang memulai masa modernisasi yang cepat lebih dari setengah abad terlambat dari Revolusi Warganegara dan Revolusi Industri di Inggris Raya, Perancis, dan negara-negara Barat lainnya.Agar dapat mengikat diri dari krisis-krisis semacam itu dan membebaskan diri dari tekanan kekuatan-kekuatan Barat yang berat, Jepang menjalankan suatu rencana pembangunan yang akan membangun Jepang menjadi suatu negara kaya dengan Angkatan Perangnya yang kuat bagi modernisasinya yang terus berkembang.[1]
Dibawah tekanan dari negara-negara majub, Jepang terpaksa mendorong modernisasinya dengan dua tujuan jangka pendek. Tujuan pertama adalah mengambil peradaban Barat bagi modernisasi Jepang. Tujuan kedua adalah mempergunakan peradaban Barat yang telah diambil untuk membentuk suatu negara yang modern. Jepang telah dipaksa untuk hidup dengan masalah-masalah ditengah-tengah gerakan kolonial diantara negara-negara maju, sementara Jepang memulai masa modernisasi yang cepat lebih dari setengah abad terlambat dari Revolusi Warganegara dan Revolusi Industri di Inggris Raya, Perancis, dan negara-negara Barat lainnya.Agar dapat mengikat diri dari krisis-krisis semacam itu dan membebaskan diri dari tekanan kekuatan-kekuatan Barat yang berat, Jepang menjalankan suatu rencana pembangunan yang akan membangun Jepang menjadi suatu negara kaya dengan Angkatan Perangnya yang kuat bagi modernisasinya yang terus berkembang.[1]
2. Industrialisasi dan
Masyarakat Jepang
Modernisasi Jepang mulai melaju
dipacu oleh Restorasi Meiji. Menurut sebuah survei yang dibuat pada tahun 1872,
dari seluruh penduduk, 84% bergerak dalam bidang pertanian tercatat sejumlah
14,490,000 petani dan hanya 11 % bergerak dalam bidang komersial dan industri,
yakni berjumlah 1,890,000 pedagang dan industrialis.[2]
Produksi pabrik besar-besaran telah
merupakan dan menjadi bagian dari usaha-usaha besar yang dikenal sebagai
Zaibatsu (kelompok usaha raksasa), akan tetapi Zaibatsu-zaibatsu ini terpukul
hebat oleh krisis moneter di tahun 1927, situasi yang mempunyai dampak serius
terhadap pertanian. Krisis moneter ini memainkan peranan penting dalam
membangun ekonomi Jepang maupun politik Jepang. Dipacu oleh krisis
moneter ini,
seperti yang telah luas diketahui, Jepang dengan terburu-buru meningkatkan
militerisasinya mempercepat pengeluaran bagi persenjataan.[3]
3. Urbanisasi dan
Perpindahan Penduduk
Penduduk yang hidup dalam daerah
administratif kota, dapat dikatakan bahwa penduduk yang hidup dalam daerah administratif
kota, penduduk kota berjumlah hanya 18,1 % pada tahun 1920 dari jumlah penduduk
keseluruhan dan meningkat hingga mendekati 40 % pada tahun 194). Karena
pengungsian yang dilakukan selama perang, jumlah penduduk kota sementara
menurun, akan tetapi setelah perang berakhir, kenaikan barupun terjadi.[4]
Urbanisasi tentunya berhubungan erat
dengan industrialisasi di Jepang. Akan tetapi, urbanisasi seperti ini tidak
dengan sendirinya berarti pembangun setempat. Hal ini disebabkan oleh adanya
ketidak-seimbangan distribusi kependudukan yang disebabkan oleh adanya
kebijaksanaan pembangunan daerah pusat pada periode pertumbuhan ekonomi cepat.[5]
II. Transformasi
Masyarakat Setempat
1. Pembaharuan Agraria
dan Perubahan Daerah Pertanian
Pada bulan Desember 1945, pemerintah
Jepang mengajukan pada Rancangan Undang-Undang yang Direvisi mengenai
Undang-Undang Penyesuaian Lahan Pertanian. Hal ini biasa disebut Pembaharuan
Pertanian yang Pertama. Pembaharuan pertanian ini jauh dari memadai karena para
pemilik tanah diizinkan untuk mempertahankan lahan pertanian hingga seluas lima
hektar dan bahwa transaksi-transaksi penjualan atas lahan-lahan pertanian yang
disewakan lebih dari lima hektar, dapat dilakukan. Karena seba itulah,
pembaharuan pertanian ini ditolak oleh Pasukan Penduduk Jepan. Kemudian
dilakukan usaha untuk mengadakan pembaharuan yang kedua , dimana seluruh lahan
pertanian yang disewakan milik tuan tanah yang berdiam di tempat lain dan lahan
pertanian milik penduduk setempat yang disewakan milik tuan tanah yang berdiam
di tempat lain dan lahan pertanian milik penduduk setempat yang disewakan
dikurangi satu hektar (rata-rata nasional) akan dibeli oleh pemerintah dan
dijual kepada para penyewa oleh pemerintah.[6]
Didorong oleh pembaharuan ini,
pertanian Jepang meningkat produktivitasnya. Dengan meningkatnya hasil panen
dan teknologi pertanian yang lebih maju maka mekanisasi pertanian dan perbaikan
mutu lahan dapat berlangsung. [7]
Perubahan seperti ini tidak saja
mulai memengaruhi perekonomian regional, tetapi juga politik regional. Faktanya
ialah bahwa kelas yang dulunya berkuasa, yakni para pemilik tanah dalam
masyarakat pedesaan, mulai kehilangan kekuasaan mereka sebagai pemimpin. Dengan
pelaksanaan Undang-undang Penggalakan
Afiliasi Kota dan Desa dalam tahun 1953, sejumlah kota desa diatur untuk
memiliki administrasi serta kemampuan keuangannya sendiri dalam menghadapi
indutrialisasi yang pesat.[8]
2. Perkembangan
Regional dan Masyarakat Lokal
Jepang mengalami bencana besar
semasa perang dan hampir semua kota-kota besarnya mengalami kehancuran akibat
pemboman yang tak pandang bulu. Perbaikan ekonomi dari puing-puing akibat
perang segera dilakukan. Dalam tahun 1950, setelah Jepang dapat membebaskan
diri dari segala gangguan perang, Undang-undang Pengembangan Lahan untuk
Berbagai Tujuan, dibuat dengan tujuan mendorong pemanfaatan dan pengembangan
lahan nasional serta memajukan dan menggalakkan pra-sarana di daerah-daerah
yang telah ditetapkan.[9]
Dalam tahun 60-an, pertumbuhan
ekonomi yang pesat disusul oleh pengembangan regional, mendorong pengembangan
daerah utama. Undang-undang Penggalakan Pembangunan Kota Industri Baru dibuat
tahun 1962. Proyek-proyek tersebut dilaksanakan sesuai dengan undang-undang
tersebut, dirancang untuk menemukan daerah-daerah yang berpotensi serupa itu
sebagaimana yang dikehendaki oleh kebutuhan-kebutuhan akan tanah dan dengan
efisiensi investasi. Dan kesemuanya itu dirancang untuk ditujukan bagi
daerah-daerah tertentu sebagai suatu industri baru. [10]
Masyarakat dalam Perubahan
Perubahan-perubahan
pasca perang itu sebagai berikut:
1.
Kenaikan dalam penghasilan
2.
Semakin lajunya inflasi
3.
Peningkatan standar pendidikan
4.
Kenaikan dalam volume informasi
5.
Kemajuan pembahruan teknologi
6.
Mobilitas meningkat
7.
Kemajuan urbanisasi
8.
Perubahan dalam struktur pekerjaan
9.
Semakain bertambahnya “keluarga nuklir”
10.
Perubahan dalam struktur usia
11.
Peningkatan waktu rekreasi
12.
Semakin meluasnya kesempatan bagi partisipasi dan pemilihan
13.
Majunya internasionalisasi
Sebagian besar dari
perubahan-perubahan itu timbul semasa periode pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Menurut suatu survei mengenai ciri-ciri/ sikap nasional yang dilakukan oleh
lembaga statistik Matematika lima tahun sekali sejak tahun 1953, terdapat banyak
perbedaan dalam moral dan sikap terhadap masalah seksual, uang, kesadaran
berpolitik, konsep sains dan peradaban atau pemujaan terhadap arwah leluhur dan
etika keluarga, tetapi hanya sedikit perubahan yang terjadi dalam hal hubungan
manusia dan estetika. Suatu perubahan besar tampak dalam rasa kepuasaan
terhadap kehidupan dan juga penilaina terhadap masalah-masalah lingkungan hidup
menjelang akhir periode pertumbuhan ekonomi pesat dibangingkan dengan masa-masa
awalnya. Seusai Jepang telah mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia.
Perubahan ini masih belum berakhir. Transformasi masyarakat lokal/setempat
masih terus tinggi, yang menuju ke arah transformasi tradisi dan adat-istiadat
lama.[11]
III.
Perubahan Sosial dan Keluarga
1. Perubahan dalam
Keluarga Jepang
Masyarakat Jepang mula-mula
dilukiskan sebagai bersifat sangat berorientasi pada keluarga. Ini adalah
sistim sebelum perang dan pengontrolan otoriter berdasarkan pada konsep Negara
Keluarga yang terbentuk di sekitar kaisar. Dalam hal ini, sistem keluarga
memberikan suatu ideologi yang penting untuk mendukung kerangka sosial di
Jepang sebelum perang. [12]
Sistem
ini juga memiliki dasar hukum menurut undamg-undang sipil pra-perang, dan
kepemimpinan rumah tangga serta ahliwaris dipertahankan secara melembaga.
Tetapi, dengan kemajuan indutrialisasi dan susunan dasar masyarakat yang
mengalami perubaha, sistem keluarga ini mulai melemah. Kebijaksanaan
demokratisasi yang diakibatkan oleh kekalahan Jepang dalam perangg dan
perubahan-perubahan dalam sistem nilai, telah memusnahkanya sama sekali.[13]
2. Urbanisasi dan
Keluarga Nuklir
Tumbuhnya
keluarga-keluarga nuklir terutama disebabkan oleh menurunya jumlah perbandingan
mereka yang terlibat dalam industri primer, yang diakibatkan oleh struktur
industri yang berubah. Karena pertanian Jepang berdasarkan pada pengelolaan
keluarga maka pindahnya penduduk usia produktif dari desa ke kota mengandung
arti bahwa keluarga kehilangan anggota-anggotanya yang berusia muda. Selain
itu, karena pertanian part-time atau sambilan tidak selau memerlukan
keluarga-keluarga dari dua generasi untuk hidup bersama-sama dalam hal yang
menyangkut tenaga kerja dan perekonomian maka kenaikan dalam jenis pertanian
serupa itu membantu pertumbuhan keluarga-keluarga nuklir.[14]
3. Keluarga Modern dan
Perubahan Kesadaran
Perubahan-perubahan dalam struktur
atau kesadaran dengan sendirinya mencetuskan gaya hidup yang berbeda bagi
keluarga, yang pada akhirnya memengaruhi kehidupan manusia atau orang-orang.
Hal ini bisa dilihat dalam contoh seperti meningkatnya jumlah wanita bersuami
yang memasuki lapangan kerja maka terlihat indikasi bahwa dengan perubahan
kesadaran maka secara berangsur-angsur tampak tanda-tanda pergeseran ke arah
jenis yang “dapat berdamai” yang menggabungkan rumha tangga dengan pekerjaan.[15]
4.
Masyarakat yang menua dan Keluarga
Jepang memasuki suatu masyarakat
yang menua dengan penduduk berusia 65 tahun atau lebih berjumlah 7 % dari
jumlah penduduk seluruhnya pada tahun 1970, meningkat menjadi 9,6 % pada tahun
1984. Hal itu disebabkan sebagai berikut:
1.
Penduduk berusia produktif akan berkurang secara berangsur-angsur setelah
mencapai puncaknya sekitar tahun 1990 karena menurunya angka kelahiran karena
meningkatnya jumlah perbandingan orang-orang muda yang menjalani pendidikan lebih
tinggi.
2.
Terjadi perpindahan penduduk usia produktif keluar dari daerah tersebut,
sehingga yang tinggal banyak yang berusia lanjut.
3.
Semakin meningkatnya jumlah keluarga nuklir, maka keluarga-keluarga menjadi
kehilangan kapasitasnya untuk mendukung orang-orang yang berusia lanjut.[16]
IV. Modernisasi dan
Pendidikan
1. Latar Belakang
Pendidikan
Pendidikan adalah faktor yang tidak
dapat dipisahkan dari modernisasi. Menurut penelitian akhir-akhir ini, tingkat
melek huruf pria Jepang mungkin lebih dari 40 % pada periode restorasi Meiji.
Mulai dengan reformasi negara yang modern setelah Restorasi, pemerintah
membentuk Kementrian Pendidikan pada tahun 1871 sebagai bagian perombakan
organisasi pemerintah menyusul penghapusan wewenang dan pendirian
propinsi-propinsi, membentuk era baru bagi administrasi pendidikan Jepang. [17]
Pendidikan sekolah modern Jepang,
yang oleh karenanya, telah berakar dan melembaga, kokoh, setelah melalui
serentetan perombakan, samapi ke sistem sebelum perang yang terdiri dari
pendidikan dasar selama 6 tahun, lima tahun pendidikan sekolah menengah, tiga
tahun pendidikan sekolah lanjutan atas dan tiga tahun perguruan tinggi.[18]
2. Perubahan sistem
sekolah
Sistem
baru disusun dengan memberlakukan sistem 6-3 pada tahun 1947 dengan terciptanya
sistem sekolah lanjutan pertama yang baru, diikuti dengan sistem sekolah
lanjutan baru pada tahun 1948 dan sistem perguruan tinggi baru pada tahun 1949.
Selanjutnya, sekolah-sekolah malam dan sekolah-sekolah melalui korespondensi
tingkat sekolah lanjutan digalakkan mulai tahun 1953. Sebagai hasilnya, rasio
lulusan sekolah lanjutan pertama yang meneruskan ke sekolah lanjutan atas
melampaui 60 % pada tahun 1961, meningkat menjadi 94,2 % pada tahun 1980. Rasio
yang mendapatkan pendidikan lebih tinggi juga meningkat dari 16,3 % ditahun
1966 menjadi 39,2 % ditahun 1976 dan 37,9 % pada tahun 1980.[19]
3. Perkembangan
Pendidikan Sosial
Perkembangan sains dan teknologi
yang menyertai perkembangan masyrakat yang rasio rakyat yang menerima
pendidikan yang lebih tinggi, meningkatnya untuk rekreasi atau timbulnya suatu
masyrakat yang menua . Latar belakang meningkatnya kebutuhan akan pendikan
seumur hidup yaitu:
1.
Perubahan tempat kerja dan lingkungan hidup
2.
Menjadi beraneka ragamnya nilai
3.
Meningkatnya keinginan untuk belajar
4.
Meningkatnya permintaan akan pendidikan
5.
Meningkatnya waktu untuk berekreasi
Agar pendidikan seumur hidup ini
dapat terwujud dirasakan perlu untuk menyusun jenis belajar dan menyediakan
kondisi belajar bagi individu-individu dari pengembangan diri. Oleh sebab itu,
berbagai usaha mulai dirintis untuk meningkatkan fasilitas belajar dan
kesempatan untuk memenuhi kebutuhan belajar rakyat yang beraneka ragam.[20]
POLITIK
1. Prinsip dasar
konstitusi Jepang
Konstitusi Jepang yang saat ini
berlaku diluluskan dan di umumkan pad bulan Nopember 1946 sebagai perbaikan
dari konstitusi Meiji dan diberlakukan mulai bulan Mei 1947. Secara formal
konstitusi ini dikatakan sebagai perbaikan dari Konstitusi Meiji. Konstitusi
ini merupakan Konstitusi yang sama sekali baru disusun sejalan dengan
kebijaksanaan dasar kependudukan tentara sekutu, atau gagasan yang condong
untuk menyingkirkan militerisme dan melakukan pembaharuan dan memperkuat
demokrasi di Jepang. Konstitusi ini terdiri dari 11 bab dan 103 pasal. Kalau
kita bandingkan dengan Konstitusi Meiji, situasi yang sekarang ini menampilkan
tiga faktor yaitu:
1.
Prinsip kedaulatan rakyat
2.
Prinsip-prinsip menghormati hak-hak asasi manusia
3.
Prinsip-prinsip perdamaian yang abadi[21]
II. Mekanisme
Pemerintah
1. Prinsip-prinsip
Pemisahamn Tiga Kekuasaan dan Sistem Kabinet-Parlemen
Di kebanyakan negara-negara modern,
prinsip-prinsip pemisahan tiga kekuasaan ditegakkan sebagai prinsip dasar bagi
organisasi Pemerintah. Jepangpun tidak terkecuali. Di Jepangpun, ditetapkan
bahwa kekuasaan legislatif diberikan kepad parlemen, kekuasaan eksekutif kepada
Kabinet, dan kekuasaan yudikatif kepada mahkamah agung, dan ke tiga kekuasaan
inu berdiri sendiri dan saling terpisah satu sama lain. Kabinet mempunyai hak
untuk mengangkat Hakim Ketua Mahkamah Agung da mengangkat hakim-hakim lainnya,
sedangkan pengadilan mempunyai hak untuk meninjau konstitusionalitas legislasi
dan duduk dalam persidangan mengenai tuntutan-tuntutan dalam kasus-kasus
administratif. Parlemen ditempatkan pada posisi sebagai organ tertinggi dalam
kekuasaan negara, dan mekanisme pemerintah ditegakkan dengan berpusat pada
Parlemen sebagai Lembaga perwakilan rakyat.[22]
2.Otonomi Setempat
Sekarang ini, terdapat sejumlah
3,225 daerah otonomi lokal, termasuk 47 propinsi, 651 kota, 1,993 kota kecil
dan 611 desa. Berdasarkan konstitusi yang dikeluarkan dengan resmi tahun 1946
dan Undang-undang Otonomi Setempat yang dibuat pada waktu yang sama,
daerah-daerah otonomi lokal ini mendapatkan hak otonomi yang sangat luas.
Sistem otonomi lokal di Jepang pada prinsipnya didasarkan pada gagasan ini, dan
kebijaksanaan yang diterapkan ialah agar para penduduk setiap distrik menangani
tugas-tugas distriknya dan mendelegasikan administrasi serta wewenang sebanyak
mungkin kepada daerah-daerah otonomi lokal.[23]
III. Situasi dan
Masalah-masalh yang dihadapi oleh Politik Jepang Mas\a Kini
1. Pemilihan umum
Konstitusi Jepang yang diumumkan
dibawah sistem politik baru Jepang menjamin rakyat Jepang akan adanya
kesempatan untuk berpartisispasi dalam berbagai pemilihan umum. Disamping pemilihan-pemilihan
umum tersebut, rakyat Jepang juga mempunyai kekuasaan untuk ikut serta menilai
para Hakim Mahkamah Agung, referendum nasional sebagai prosedur akhir bagi
perubahan konstitusi, pemilihan langsung pada organisasi-organisasi lokal.[24]
Di Jepang, Undang-undang Pemilihan
Umum bagi Jabatan Pemerintahan dan Undang-undang Pengawasan Dana Politik
diberlakukan sebagai alat untuk mengawasi agar kampanye yang adil dapat
tercipta. Undang-undang ini disususn dengan tujuan melarang para calon untuk
mengadakan kampanye sebelum masa kampanye darn kunjungan ke rumah-rumah para
pemilih dan mengatur pembagian buletin dan poster-poster selama masa
kampanye.Dengan menetapkan batas tertinggi bagi dana pemilihan umum yang
dilegalisir undang-undang itu juga bertujuan mencegah para calon untuk membelanjakan
sisa uang dari kampanye mereka.[25]
2. Partai Politik
Partai-partaipolitik hidup di
parlemen setiap negara. Parlemen dan Partai-Partai Politik tidak dapat
dipisahkan. Politik diatur oleh anggota-anggota itu yang mau mengikuti persetujuan-persetujuan
secara parlemen. Oleh karena inilah anggota –anggota yang telah terpilih itu,
yang mempunyai ideologi atau kebijaksanaan yang sama, mempunyai tendensi untuk
mengelompok dan membentuk opini mayoritas.[26]
Jepang
yang menganut politik partai-jamak, sekarang ini mempunyai tujuh partai
politik. Partai-partai tersebut ialah:
1.
Partai Liberal Demokrat
2.
Partai Sosialis Jepang
3.
Komeito(Partai Pemerintahan yang bersih)
4.
Partai Sosialis Demokrat
5.
Partai Komunis Jepang
6.
Klub Liberal Baru[27]
7. Federasi Demokrat Sosial
3. Sistem Pegawai
Negeri (Birokratisme)
Skala pegawai negeri di Jepang,
pegawai pemerintah pusat berjumlah 1,993 juta orang dan pegawai pemerintah
daerah mencapai 2,786 juta orang. Angka-angka itu tidak termasuk buruh kasar
yang bekerja penuh dan anggota staf part time, yang kesemuanya berjumlah
sedikit dibawah 10 persen dari jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan di seluruh
Jepang. [28]
Kenaikan yang sangat besar dalam
jumlah pegawai negeri tidak hanya terjadi di Jepang semata-mata.Kecenderungan
ke arah kenaikan dalam jumlah pegawai negeri dialami oleh pemerintah-pemerintah
kontemporer yang merasa wajib meningkatkan kebijaksaanaan kesejahteraanya.[29]
Ketika sistem yang baru telah
disusun semua pegawai negeri diwajibkan untuk bertanggung jawab kepada seluruh
rakyat dan melayani mereka. Ayat 15, Klausule 2 Konstitusi yang saat ini
berlaku mengatakan” semua pegawai negeri adalah pelayan dari semua masyrakat
dan bukanlah bagian dari kelompok manapun”. Pandangan ini mengenai pegawai
negeri kelihatanya telah diterima oleh mayoritas masyrakat Jepang masa kini
sebagai konsep dasar dari demokrasi. [30]
4. kelompok –kelompok
tekanan
Kelompok-kelompok sosial mempunyai
kecenderungan untuk mendekati parlemen, partai politik dan pemerintah dalam
usaha mendorong keuntungan dan kepentingan pribadi masing-masing dan menjauhkan
diri dari hal-hal yang tidak mendatangkan keuntungan. Kelompok-kelompok ini
dinamakan kelompok tekanan, atau kelompok
dengan kepentingan khusus. Suatu bentuk politik, dimana dalam kebijaksanaan
pemerintah dapat dikenai pengaruh kelompok-kelompok tekanan secara ini,
diistilahkan sebagai kebijaksanaan/
politik tekanan.[31]
5. Media Masa dan Opini
Publik
Opini Publik adalah pandangan yang
ada dikalangan rakyat secara mayoritas mengenai masalah-masalah umum. Dalam
demokrasi, peranana sentral dimainkan oleh publik dan dengan demikian suatu
adalah suatu hal alamiah bahwa politik hendaknya diatur sedemikian rupa agar
dapat menjawab opini publik yang mayoritas.[32]
Melaui berbagai bentuk media masa,
seperti TV dan surat-surat kabar, rakyat Jepang untuk menyesuaikan diri dalam
kondisi masyrakat yang bertambah luas. Kini, sumber-sumber informasi telah
bertambah luas dan kompleks , dan media masa sebagai penyalur informasi mau
tidak mau menjadi bertambah luas pula. Pada prinsipnya, media masa seharusnya
melaporkan hanyya fakta-fakta yang akurat saja, akan tetapi tetap merupakan
subjek logika kapitalisme. Amat penting bahwa mayoritas rakyat mengetahui fakta
yang benar secara akurat, mengambil keputusan sendiri tanpa manipulasi dari
luar,, mempunyai kesempatan untuk bertukar pandangan secara bebas dan kemudian
membentuk opininya sendiri. [33]
REFERENSI:
Akimoto,
Ritsuo. Katsumura, Shigeru. Masyarakat
dan Politik di Jepang, Japan International Cooperation Agency, Jepang
[1] Akimoto Ritsuo , Katsumura Sigeru Masyarakat dan Politik di Jepang,Hal
:1
[2] Ibid., Hal :2
[3] Ibid., hal: 4.
[4] Ibid., Hal:5.
[5] Ibid., Hal: 6.
[6] Ibid., : Hal:8.
[7] Ibid., Hal:9.
[8] Ibid., Hal: 10.
[9] Ibid., Hal:12.
[10] Ibid., Hal:12.
[11] Ibid., Hal: 14-15.
[12] Ibid., Hal: 16.
[13] Ibid., Hal:16.
[14] Ibid., Hal 17.
[15] Ibid., Hal: 22.
[16] Ibid., Hal: 24-25.
[17] Ibid., Hal:26.
[18] Ibid.,Hal:27.
[19] Ibid., Hal:31.
[20] Ibid., Hal:32-33.
[21] Ibid., Hal:37-50
[22] Ibid., hal51-53.
[23] Ibid., hal: 62-63
[24] Ibid., Hal: 68
[25] Ibid., Hal:72
[26] Ibid., Hal: 73
[27] Ibid., Hal: 73
[28] Ibid., Hal: 81.
[29] Ibid.,Hal: 81-82
[30] Ibid., Hal: 83.
[31] Ibid., Hal:84.
[32] Ibid., hal: 87
[33] Ibid., hal; 89-90
0 Response to "Masyarakat dan Politik Jepang"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)