Kebudayaan Jepang
1. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan adalah hasil karya manusia
dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan
taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta
sumber- sumber alam yang ada disekitarnya.
Kebudayaan boleh dikatakan sebagai
perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi dalam
proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan. Kebudayaan adalah keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan
menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan
bagi mewujudkan dan mendorong terwujudnya kelakuan. Dalam definisi ini,
kebudayaan dilhat sebagai "mekanisme kontrol" bagi kelakuan dan
tindakan-tindakan manusia (Geertz, 1973a), atau sebagai "pola-pola bagi
kelakuan manusia" (Keesing & Keesing, 1971). Dengan demikian
kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep,
rencana-rencana, dan
strategi-strategi, yang terdiri atas serangkaian
model-model kognitif yang digunakan secara kolektif oleh manusia yang
memilikinya sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya (Spradley, 1972).
Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini akan kebenarannya
oleh yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti perasaan-perasaan
dan emosi-emosi manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang
baik dan yang buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang bersih atau
kotor, dan sebagainya.
Hal ini bisa terjadi karena kebudayaan
itu diselimuti oleh nilai-nilai moral, yang sumber dari nilai-nilai moral
tersebut adalah pada pandangan hidup dan pada etos atau sistem etika yang
dipunyai oleh setiap manusia (Geertz, 1973b).[1]
2. Kebudayaan Jepang
Kebudayaan Jepang terbagi menjadi lima
zaman atau tahapan, yaitu Kebudayaan Pra
Sejarah, Kebudayaan jaman Kuna, Kebudayaan jaman pertengahan Jaman pra modern, serta Jaman modern.
·
Zaman Pra Sejarah dan
Kuna
Pada
Jaman Kuna, kehidupan masyakat Jepang masih bersifat perimitif, mereka
belum mengenal startifikasi sosial, mereka hidup di lubang-lubang gua, dan
mencari makan dengan food gathering yaitu mencari makan dengan berburu dan
mencari ikan. Pada masa ini sudah muncul bejana-bejana tembikar atau yang
disebut dengan gerabah Jomon.[2]
Kehidupan masyarakat Jepang berubah ketika teknik
pertanian mulai masuk dan berkembang di wilayah ini, mereka mulai hidup dengan
bekelompok, mulai mengenal stratifikasi sosial dimana timbul perbedaan antara
yang kaya dan yang miskin. Pada zaman ini pula terbentuk lebih dari 100 negara
kecil yang pada akhirnya memunculkan Dinasti Yamato. Kebudayaan awal periode
ini disebut Yayoi dengan mengasilkan kebudayaan seperi gayung, palu, bajak,
alu, pedang tombak, dan dotaku. Selain itu, terdapat pula kubur-kubur berbentuk
bukit yang dikelilingi arca Haniwa-haniwa.
Agama Budha masuk paada abad ke-6,
dimana dalam ajaran ini Budha memberikan welas asih sebagai keunggulan dari
dewa-dewanya, berbeda dengan dewa-dewa dari orang Jepang yang tidak hanya
melindungi umat manusia tetapi juga merupakan kekuatan jahat yang akan mengamuk
membawa kebinasaan.[3]
Masuknya agama Buddha juga merupakan
sarana politik bagi Dinasti Yamato yang mulai berkembang menuju pemerintahan
yang terpusat dari struktur kekuasaan yang terbentuk oleh klen-klen yang
berpengaruh. Pada periode Asuka, Dinasti Yamato mulai membangun kuil-kuil Budha
yang merupakan simbol-simbol kekuasaan dan kekayaan kelas yang berkuasa, dan
sebagai simbol pusat kebudayaan baru.[4]
Disini, terjadi asimilasi budaya Cina karena
kebanyakan dari seniman pada masa ini berasal dari Cina datau Korea yang
berganti kewarganegaraan menjadi orang Jepang. Meskipun demikian, karya-karya
mereka tetap menunjukkan kejepangannya[5]
Pada tahun 710 kesenian jepang disebut
juga periode Hakuho. Kebudayaan Hakuho ini dipengaruhi oleh Cina. Kebudayaan
Hakuho mencerminkan rasa percaya diri dari kelas yang berkuasa setelah
terbentuk pemerintahan dengan legislatif baru.[6] Karya
seni yang lahir antara lain arca kepala buddha dari perunggu yang terdapat di
kuil kofukuji. Juga terdapat bidang kesusastraan seperti Manyoshu yang
merupakan kumpulan syair dan memuat 4.400 pantun. Pantun ini menjadi sebuah
kebudayaan yang megah karena karya ini berisi pantun dari kalangan atas hingga
rakyat biasa.
Dalam ciri kebudayaan klasik terdapat
periode Tempyo. Periode Tempyo dimulai tahun 710 dengan pusat pemerintahan di
kota nara. Pemerintah aktif dalam melakukan asimilasi kebudayaan cina dan
korea.
Karya-karya
yang dihasilkan pada masa tersebut memberi kesan melalui kualitas semangat yang
tinggi dan ketenangan akan emosi orang jepang yang selaras. Misalnya karya arca
kannon di kuil Shohorinji dan Dinikko dan Gakko.
·
Asimilasi Agama Buddha
Asimilasi agama Buddha terjadi pada
periode Heian sekitar tahun 794 sampai 1185,
karena pada periode ini kebudayaan Jepang berkembang pesat ditandai
dengan terjadinya asimilasi kebudayaan Cina yang masuk ke Jepang, masa ini
disebut juga masa “penjepangan” . struktur birokrasi dibawah kekuasaan keluarga
Fujiwara menjadikan kaum bangsawan memiliki pengaruh dominan.
Pada abad ke-10 kebudayaan jepang
mengalami kesuburan. Kebudayaan jepang menunjukkan ciri khas kejepangannya yang
lebih jeas. Ada 2 buah faktor yang menjadi penyebab, yaitu :
1. Pemutusan
hubungan dengan china pada abad ke-9, dari sudut hubungan internasional,[7]
jepang mulai teroputus dari pengaruh luar. Kaum bangasawan yang berhasil
mewujudkan kebudayaan nasional yang lepas dari pengaruh cina dan mereka pula
yang memberikan ke-khasan kebudayaan jepang.
2. Adanya
perkembangan tulisan kana,[8]
terciptanya tulisan kana merupakan sebuah kejayaan kebudayaan nasional jepang
dibidang kesusastraan, karena tulisan kana ini membuat orang jepang dapat
mengungkapkan pemikiran dan segala perasaannya dengan semburna. Tulisan kana
ini berkembang pesat dan menghasilkan karya-karya sastra, salah satunya adalah
karya sastra cerita jepang yang tidak dapat ditemukan di cina, contoh karya
sastranya adalah Genji monogatari.
·
Zaman Pertengahan
Zaman pertengahan Jepang yang bertitik
tolak dari sini berlanjut sekitar 4 abad termasuk periode Kamakura dan
Muromachi.[9] Zaman
ini ditandai dengan berkuasanya kalangan prajurit di dalam pemerintahan pusat.
Terdapat keopuleran gambar beber dimana
kalangan prajurit memanfaatkan gambar beber untuk menjelaskan semangat ksatria.
Munculnya Budha Zen, sekte ini menitik beratkan ajarannya pada cara hidup yang
benar, aturannya atau diiplin atau melatih diri. Sekte ini mendirikan sistem
gozen Jisatsu yang menentuan 5 kuil primer penting dan sepuluh kuil sekunder
penting. Lukisan khas jaman ini disebut sebagai shuiboku-ga atau lukisan dengan
tinta hitam.
·
Zaman Pra –Modern
Terdapat Kerajinan merangkai bungga dan
upacara minum teh. Upacara minum teh berawal pada saat teh masuk ke Jepang pada
periode kamakura dibawa oleh pendeta Buddha sebagai obat. Upacara minum teh
yang berkembang saat itu merupakan khas Jepang.[10]
Murata Shuko pendamping dari Shogun
Asikagha Yoshimasa yang merancang
kebudayaan upacara minum teh ini, maksud upacara ini adalah menemukan
kebebasan yang sesungguhnya dalam keserasian kehidupan hening,sunyi lepas dari
kegaduhan duniawi,atau dalam kehidupan manusia yang apa adanya,alamiah serasi.[11]
·
Zaman Modern
Dalam perkembangannya ke masa modern dan
perkotaannya Jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, standar kehidupan
dari semua kelas dapat di anggap relatif meningkat. Adanya penyebaran
kebudayaan di kalangan rakyat banyak.Lahirnya kabuki, yakni sejenis tarian. Selain
itu terdapat juga Drama Kabuki yang berkaitan dengan lakon sejarah, legenda,
dan kehidupan kontemporer bertema kemanusiaan. Pada periode ini terdapat
kerjinan Laka emas dan kermik. Kerajinan keramik mencapai kejayaannya dalam
periode Momyama berkat kepopuleran upcara minum teh yang terus berkembang
hingga akhir periode ini.
Popularitas Ukiyo-e uamh berati cara
hidup dan kehidupan rakyat dunia fana ketika itu, gaya lukisan ini diciptakan
oleh Hishikawa Moronobu sekitar 1681. Tema lukisan Ukiyo-e adalah hal-hal yang
biasa yang populer di kalangan rakyat,atau hal-hal yang biasa di sukai rakyat. Pada
jaman modern Jepang mengakhiri
pengasingan diri dan eksistensi feodalnya serta tampil maju ke dunia
internasional sebaga bangsa modern.Terjadi kontak dengan barat pada akhir
periode Tokugawa yang menimbulkan kesadaran keunggulan ilmu pengetahuan dan
tekonologi Barat khususnya militer dan medis.Mereka menjalankan politik
peradaban dan pencerahan.
Kesimpulan
Jepang
kontemporer memberi kesan sebagai campuran berbagai kebudayaan impor yang
tampaknya telah membanjiri kebudayaan pribumi Jepang. Namun bagaimana pun,
kebudayaan Jepang menerima pengaruh budaya luar dengan kemudian berasimilasi
dan inilah ciri khas kebudayaan Jepang yang sesungguhnya.
[1] http://kuliah.dinus.ac.id/edi-nur/mbbi/bab3.html.
diakses tanggal : 26/05/2013
[2] Professor Emeritus,dkk.Sejarah Kebudayaan Jepang, sebuah
perspektif.1987.hal: 10
[3] Professor Emeritus,dkk.Sejarah Kebudayaan Jepang, sebuah
perspektif.1987.hal: 21
[4] Professor Emeritus,dkk.Sejarah Kebudayaan Jepang, sebuah
perspektif.1987.hal: 22
[5] Professor Emeritus,dkk.Sejarah Kebudayaan Jepang, sebuah
perspektif.1987.hal: 25
[6] Professor Emeritus,dkk.Sejarah Kebudayaan Jepang, sebuah
perspektif.1987.hal: 26
[7] Professor Emeritus,dkk.Sejarah Kebudayaan Jepang, sebuah
perspektif.1987.hal: 44
[8] Professor Emeritus,dkk.Sejarah Kebudayaan Jepang, sebuah
perspektif.1987.hal: 44
[9] Professor Emeritus,dkk.Sejarah Kebudayaan Jepang, sebuah
perspektif.1987.hal: 53
[10] Professor Emeritus,dkk.Sejarah Kebudayaan Jepang, sebuah
perspektif.1987.hal: 74
[11] Professor Emeritus,dkk.Sejarah Kebudayaan Jepang, sebuah
perspektif.1987.hal: 77
0 Response to "Kebudayaan Jepang"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)