Rangkuman Buku Filsafat Ilmu Jujun Surisumantri
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT
1.1. Ilmu dan Filsafat
1.2. Karakteristik Filsafat
1.3. Filsafat : Peneras Pengetahuan
1.4. Bidang Telaah Filsafat
1.5. Cabang-cabang filsafat
1.6. Filsafat Ilmu
1.7. Kerangka Pengkajian Buku
BAB II DASAR-DASAR PENGETAHUAN
2.1. Penalaran
2.2. Hakikat Penalaran
2.3. Logika
2.4. Sumber Pengetahuan
2.5. Kriteria Kebenaran
BAB III ONTOLOGI: HAKIKAT APA YANG DIKAJI
3.1. Metafisika
3.2. Beberapa Tafsiran Metafisika
3.3. Asumsi
3.4. Peluang
3.5. Beberapa Asumsi Dalam Ilmu
3.6. Batas-batas Penjelajahan Ilmu
3.7. Cabang-Cabang Ilmu
BAB IV EPISTIMOLOGI: CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR
4.1. Jarum Sejarah Pengetahuan 4.2. Pengetahuan
4.3. Metode Ilmiah
4.4. Struktur Pengetahuan Ilmiah
BAB V SARANA BERPIKIR ILMIAH
5.1. Sarana Berpikir Ilmiah
5.2. Bahasa
5.3. Matematika
5.4. Statistika
BAB VI AKSIOLOGII: NILAI KEGUNAAN ILMU
6.1. Ilmu Dan Moral
6.2. Tanggung Jawab Sosial Ilmuan
6.3. Nuklir Dan Pilihan Moral
6.4. Revolusi Genetika
BAB VII ILMU DAN KEBUDAYAN
7.1. Manusia Dan Kebudayaan
7.2. Kebudayaan Dan Pendidikan
7.3. Ilmu Dan Perkembangan Kebudayaan Nasional
7.4. Ilmu Sebagai Suatu Cara berpikir
7.5. Ilmu Sebagai Asas Moral
7.6. Nilai-Nilai Ilmiah Dan Pengembangan Kebudayaan Nasional
7.7. Ke Arah Peningkatan Peranan Keilmuan
7.8. Dua Pola Kebudayaan
BAB VIII ILMU DAN BAHASA
8.1. Tentang Terminologi : Ilmu, Ilmu Pengetahuan Dan Sains ?
Dua Jenis Ketahuan
8.2. Politik Bahasa Nasional
BAB IX PENELITIAN DAN PENULISAN ILMIAH
9.1. Struktur Penelitian Dan Penulisan Ilmiah
9.2. Teknik Penulisan Ilmiah
9.3. Teknik Notasi Ilmiah
BAB X PENUTUP
10.1. Hakikat dan Kegunaan Ilmu
DAFTAR PUSTAKA
1.1. Ilmu dan Filsafat
1.2. Karakteristik Filsafat
1.3. Filsafat : Peneras Pengetahuan
1.4. Bidang Telaah Filsafat
1.5. Cabang-cabang filsafat
1.6. Filsafat Ilmu
1.7. Kerangka Pengkajian Buku
BAB II DASAR-DASAR PENGETAHUAN
2.1. Penalaran
2.2. Hakikat Penalaran
2.3. Logika
2.4. Sumber Pengetahuan
2.5. Kriteria Kebenaran
BAB III ONTOLOGI: HAKIKAT APA YANG DIKAJI
3.1. Metafisika
3.2. Beberapa Tafsiran Metafisika
3.3. Asumsi
3.4. Peluang
3.5. Beberapa Asumsi Dalam Ilmu
3.6. Batas-batas Penjelajahan Ilmu
3.7. Cabang-Cabang Ilmu
BAB IV EPISTIMOLOGI: CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR
4.1. Jarum Sejarah Pengetahuan 4.2. Pengetahuan
4.3. Metode Ilmiah
4.4. Struktur Pengetahuan Ilmiah
BAB V SARANA BERPIKIR ILMIAH
5.1. Sarana Berpikir Ilmiah
5.2. Bahasa
5.3. Matematika
5.4. Statistika
BAB VI AKSIOLOGII: NILAI KEGUNAAN ILMU
6.1. Ilmu Dan Moral
6.2. Tanggung Jawab Sosial Ilmuan
6.3. Nuklir Dan Pilihan Moral
6.4. Revolusi Genetika
BAB VII ILMU DAN KEBUDAYAN
7.1. Manusia Dan Kebudayaan
7.2. Kebudayaan Dan Pendidikan
7.3. Ilmu Dan Perkembangan Kebudayaan Nasional
7.4. Ilmu Sebagai Suatu Cara berpikir
7.5. Ilmu Sebagai Asas Moral
7.6. Nilai-Nilai Ilmiah Dan Pengembangan Kebudayaan Nasional
7.7. Ke Arah Peningkatan Peranan Keilmuan
7.8. Dua Pola Kebudayaan
BAB VIII ILMU DAN BAHASA
8.1. Tentang Terminologi : Ilmu, Ilmu Pengetahuan Dan Sains ?
Dua Jenis Ketahuan
8.2. Politik Bahasa Nasional
BAB IX PENELITIAN DAN PENULISAN ILMIAH
9.1. Struktur Penelitian Dan Penulisan Ilmiah
9.2. Teknik Penulisan Ilmiah
9.3. Teknik Notasi Ilmiah
BAB X PENUTUP
10.1. Hakikat dan Kegunaan Ilmu
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT
1.1 Ilmu dan Fisafat
Pengetahuan dimulai dengan
rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai
dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita
tahu dan apa yang kita belum tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa
tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tak
terbatas ini.
Berfilsafat tentang ilmu
berarti kita berterus terang kepada diri kita sendiri apakah sebenarnya yang
saya ketahui tentang ilmu? Apakah cirri-cirinya yang hakiki yang membedakan
ilmu dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang bukan ilmu? Mengapa kita mesti
mempelajari ilmu ? Dsb.
1.2 Karakteris Filsafat
1.
Menyeluruh : tidak puas
mengenali ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri.
2.
Mendasar : tidak percaya
begitu saja bahwa ilmu itu benar.
3.
Spekulatif : mencurigai atau
memilih buah pikir yang dapat kita andalkan.
1.3 Filsafat: Peneratas
Pengetahuan
Filsafat merupakan langkah
awal untuk mengetahui segala pengetahuan.Semua ilmu baik ilmu alam maupun ilmu
soaial, bertolak dari pengembangannya bermula sebagai filsafat. Sekiranya kita
sadar bahwa filsafat adalah marinir bukan pionir karena bukan pengetahuan yang
bersifat merinci.
1.4 Bidang Telaah Filsafat
Filsafat menelaah segala
masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai
pionir dia mempermasalahkan hal-hal yang pokok, terjawab masalah yang satu
diapun mulai merambah
1.5 Cabang Cabang Filsafat
Cabang Cabang Filsafat.
Adalah Epistimologi (Filsafat Pengetahuan), Etika (Filsafat Moral), Etestika (Filsafat Seni), Metafisika, Politik (Filsafat Pemerintahan), Filsafat Agama, Filsafat Ilmu, Filsafat Pendidikan, Filsafat Hukum, Filsafat Sejarah Dan Filsafat Matematika.
Adalah Epistimologi (Filsafat Pengetahuan), Etika (Filsafat Moral), Etestika (Filsafat Seni), Metafisika, Politik (Filsafat Pemerintahan), Filsafat Agama, Filsafat Ilmu, Filsafat Pendidikan, Filsafat Hukum, Filsafat Sejarah Dan Filsafat Matematika.
1.6 Filsafat ilmu
Filsafat ilmu merupakan
bagian dari epistimologi yang secara spesifik mengkaji hakikat
ilmu (pengetahuan ilmiah). Filsafat Ilmu dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam
dan filsafat ilmu-ilmu social, namun tidak terdapay perbedaan yang prinsipil
antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu social dimana keduanya memiliki cirri-ciri
keilmuan yang sama.
1.7 Kerangka Pengkajian Buku
Pembahasan buku ini
ditunjukan kepada orang awam yang ingin mengetahui aspek kefilsafatan dari
bidang keilmuan dan bukan ditujukan kepada mereka yang menjadikan filsafat ilmu
sebagai bidang keahlian. Pada dasarnya buku ini mencoba membahas aspek ontologis,
epistimologis dan aksiologis keilmuan sambil membandingkan dengan
beberapa pengetahuan lain.
Dalam kaitan-kaitan ini akan
dikaji hakikat beberapa saran berpikir ilmiah yakni, bahasa, logika,
matematika dan statistika. Setelah itu dibahas beberapa
aspek yang berkaitan erat dengan kegiatan keilmuan seperti aspek moral,
sosial, pendidikan dankebudayaan. Akhirnya buku ini ditutup
dengan pembahasan mengenai struktur penelitian dan penulisan
ilmiah dengan harapan agar dapat membantu mereka yang berkarya dalam
bidang keilmuan.
BAB II
DASAR-DASAR
PENGETAHUAN
2.1 Penalaran
Penalaran adalah berpikir
menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Dengan penalaran inilah manusia
mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap. Disamping itu
manusia juga mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan
pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut.
2.2 Hakikat Penalaran.
Penalaran mempunyai
ciri-ciri: proses berpikir logis atau dan analitis.Penalaran juga merupakan
suatu proses berfikir dalam menarik kesimpulan yang berupa ilmu pengetahuan.
2.3 Logika
Logika didefinisikan sebagai
pengkajian untuk berpikir secara sahih (Valid). Logika berguna dalam proses
penenarikan kesimpulan. Logika dibagi menjadi logika induktif dan logika
deduktif.
2.4 Sumber Pengetahuan
Sumber Pengetahuan, pada
dasarnya terdapat dua cara kita mendapatkan pengetahuan yang benar yaitu
mendasarkan diri pada rasio atau disebut rasionalisme dan
mendasarkan diri pda pengalaman atau disebut empirisme, namun masih
terdapat cara lain yaitu intusi (pengetahuan yang didapatkan
tanpa melalui proses penalaran tertentu) dan wahyu merupakan
pengetahuan yang disampaikan oleh tuhan kepada manusia lewat perantara
nabi-nabi yang diutusnya).
1.
Kriteria Kebenaran:
1.Teori Koherensi yaitu
suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau
konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Misalnya
bila kita menganggap bahwa, "semua manusia pasti akan mati" adalah
suatu pernyataan benar maka pernyataan bahwa, "si polan adalah seorang
manusia dan si polan pasti akan mati" adalah benar pula karena kedua
pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.
2.Teori Korespondensi yang
ditemukan oleh Bertrand Russell (1872-1970). Suatu pernyataan adalah benar jika
materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan)
dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Misalnya jika seseorang
mengatakan bahwa ibukota republik Indonesia adalah Jakarta maka pernyataan
tersebut adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat faktual
yakni Jakarta yang memang menjadi ibukota republik Indonesia.
3.Teori Pragmatis dicetuskan
oleh Charles S. Pierce (1839-1914). Suatu pernyataan adalah benar jika
pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis
dalam kehidupan manusia.Misalnya jika orang menyatakan sebuah teori X dalam
pendidikan, dan dengan teori X tersebut dikembangkan teknik Y dalam
meningkatkan kemampuan belajar, maka teori X itu dianggap benar sebab teori X
ini fungsional dan mempunyai kegunaan.
BAB III
ONTOLOGI:
HAKIKAT APA YANG DIKAJI
3.1 Metafisika
Metafisika adalah bidang
telaah filsafati yang merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati
termasuk pemikiran ilmiah.
3.2 Beberapa Tafsiran
Metafisika
1. Supernaturalisasi adalah
paham yang menyatakan bahwa terdapat ujud-ujud bersifat gaib (supernatural) dan
ujud-ujud ini bersifat lebih tinggi atau lebikuasa dibandingkan dengan alam
yang nyata.
2.Naturalisme adalah paham
yang menyatakan bahwa gjala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan
yang bersifat gaib, melainkan oleh kekuatan yang tedapat dalam alam itu
sendiri, yang dapat dipelajari dan dengan demikian dapat kita ketahui.
3.3 Asumsi
Asumsi merupakan
dugaan-dugaan sementara yang belum jelas kebenarannya, karena belum ada fakta
pendukung yang valid. Ilmu sebagai pengetahuan yang berfungsi
membantu dalam memecahkan masalah praktis sehari-hari, tidaklah perlu memiliki
kemutlakan seperti halnya agam. Walaupun demikian sampai tahap tertentu ilmu
memiliki keabsahan dalam melakukan generalisasi.
3.4 Peluang
Peluang adalah kemungkinan
kejadian.
3.5 Beberapa Asumsi Dalam
Ilmu
1.Asumsi yang mendasari
telah ilmiah
2.Asumsi yang mendasari telaah
moral
3.6 Batas-Batas Penjelajahan
Ilmu
Batas-Batas Penjelajahan
Ilmu
adalah pengalaman manusia dan pengetahuan yang telah diuji kebenaranya secra empiris.
adalah pengalaman manusia dan pengetahuan yang telah diuji kebenaranya secra empiris.
3.7 Cabang-Cabang Ilmu
Dua cabang utamanya yaitu:
1.Filsafat alam yang kemudian menjadi ilmu-ilmu alam (the
natural science)
2.Filsafat moral yang kmudian menjadi ilmu-ilmu sosial (the
social science)
Disamping itu terdapat juga
: Ilmu Humaniora dan Ilmu Matematika.]
BAB IV
EPISTIMOLOGI:
CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR
4.1 Jarum Sejarah Pengetahuan
Jarum Sejarah Pengetahuan
pada paktu dulu kriteria kesamaan yang menjadi konsep dasar. Semua meyatu dalam kesatuan yang batas-batasnya kabur dan mengambang. Tidk terdapat jarak antara objek yang satu dengan objek yang lain, antara ujud yang satu dengan ujud yang lain. Konsep dasar ini baru mengalami perubahan fundamental dengan berkembangnya abad
pada paktu dulu kriteria kesamaan yang menjadi konsep dasar. Semua meyatu dalam kesatuan yang batas-batasnya kabur dan mengambang. Tidk terdapat jarak antara objek yang satu dengan objek yang lain, antara ujud yang satu dengan ujud yang lain. Konsep dasar ini baru mengalami perubahan fundamental dengan berkembangnya abad
Penalaran pada pertengahan
abad ke 17. Pohon pengetahuan mulai dibeda-bedakan paling tidak berdasarkan apa
yang diketahui, bagaimana cara mengetahuinya dan untuk apa pengetahuan itu
dipergunakan. Berdasarkan objek yang ditelaah mulai dibedakan ilmu-ilmu alam
dan ilmu-ilmu social. Dari cabang ilmu yang satu sekarang ini diperkirakan
berkembang lebih dari 650 cabang disiplin ilmu.
4.2 Pengetahuan
Pengetahuan pada hakekatmya
merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk
kedalamnya adalah ilmu. Jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang
diketahui oleh manusia disamping berbagai jenis pengetahuan lainya seperti seni
dan agama. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung
atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita.
Setiap jenis pengetahuan
mempunyai cirri-ciri spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistimologi)
dan untuk apa(aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Jika ilmu
mencoba mengembangkan sebuah model yang sederhana mengenai dunia empiris dengan
mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variable yang terikat dalam sebuah
hubungan yang bersifat rasional, maka seni (paling tidak seni sastra), mencoba
mengungkapkan obyek penelaahan itu sehingga menjadi bermakna bagi pencipta dan
mereka yang meresapinya, lewat berbagai kemampuan manusia untuk menangkapnya,
seperti pikiran emosi dan pancaindra.
Seni menurut Moctar Lubis,
merupakan produk dari daya inspirasi dan daya cipta manusia yang bebas dari
cengkraman dan belenggu berbagai ikatan. Karya seni bersifat penuh dan rumit
namun tidak bersifat sistematik.
Sebuah karaya seni yang baik
biasanya mempunyai pesan yang ingin disampaikan kepada manusia yang bias
mempengaruhi sikap dan prilaku mereka. Itulah sebabnya seni memegang peran
penting dalam pendidikan moral dan budi pekerti suatu bangsa.
Satu jembatan yang
menghubungkan antara seni terapan dengan ilmu dan teknologi adalah pengembangan
konsep teoritis yang besifat mendasar yang selanjutnya dijadikan tumpuan untuk
mengembangkan pengetahun ilmiah yang bersifat integral. Ilmu dan filsafat
dimulai dengan akal sehat sebab tak mempunyai landasan permulaan lain untuk
berpijak.
4.3 Metode Ilmiah
Metode Ilmiah merupakan
prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu didapat
dari metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmu sebab ilmu merupakan
pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat tertentu.
Syarat yang harus dipenuhi
agar pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan
metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerjanya
pikiran, sehingga pengetahuan yang dihasilkan mempunyai karakteristik tertentu
yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang
memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusun merupakan pengetahuan yang dapat
diandalkan.
Dalam hal ini metode ilmiah
mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif dalam membangun tubuh
pengetahuannya. Proses kegiatan ilmiah menurut Ritchie Calder dimulai ketika
manusia mengamati sesuatu. Sehingga, karena masalah ini berasal dari dunia
empiris, maka proses berpikir tersebut diarahkan pada pengamatan objek yang
bersangkutan yang bereksistensi dalam dunia empiris pula.
Karena masalah yang
dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawaban pada dunia yang nyata pula.
Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta pula, apapun juga teori
yang menjembataninya (Einstein).
Teori merupakan suatu
abstraksi intelektual dimana pendekatan secara secara rasional digabungkan
dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan
rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Adapun tahapan
dalam kegiatan ilmiah, yaitu:
1.Perumusan Masalah
2.Penyusunan kerangka
berpikir
3.Perumusan hipotesis
4.Pengujian hipotesis
5.Penarikan kesimpulan.
4.4 Struktur Pengetahuan
Ilmiah
Pengetahuan yang diproses
menurut metode ilmiah merupakan pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat
keilmuan, dan dengan demikian dapat disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ada
pun struktur pengetahuan ilmiah sebagai berikut :
1.Teori yang merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup
penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.
2.Hukum yang merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan
antara dua variabel atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat.
3.Prinsip yang dapat diartikan sebagai pernyataan yang berlaku
secara umum bagi sekelompok gejala-gejala tertentu yang mampu menjelaskan
kejadian yang terjadi.
4.Postulat yang merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima
tanpa dituntut pembuktiannya.
BAB V
SARANA
BERPIKIR ILMIAH
5.1 Sarana Berpikir Ilmiah
Untuk dapat melakukan
kegiatan berpikir ilmiah demham baik, maka diperlukan sarana yang berupa
bahasa, logika, matematika dam statistika.
5.2 Bahasa
Keunikan manusia sebenarnya bukan terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuan berbahasanya. Tanpa bahasa maka kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dilakukan, tanpa kemampuan berbahasa manusia tidak menungkin mengembangkan kebudayaannya, selanjutnya tidak dapat mengkomunikasikan pengetahuan kepada orang lain.
Jika kita berbicara maka
hakikat informasi yang kita sampaikan mengandung unsur emotif, demikian jika
kita menyampaikan perasaan maka ekspresi itu mengandung unsur informatif.
Bahasa mengkomunikasikan tiga hal yakni buah pikiran, perasaan dan sikap
5.3 Matematika
Matematika
merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang kita sampaikan, lambang dari matematika bersifat artifisialis, mempunyai arti jika diberikan sebuah makna kepadanya. Matematika bersifat kuantitatif dan sebagai sarana berpikir deduktif.
merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang kita sampaikan, lambang dari matematika bersifat artifisialis, mempunyai arti jika diberikan sebuah makna kepadanya. Matematika bersifat kuantitatif dan sebagai sarana berpikir deduktif.
5.4 Statistika
Peluang yang merupakan dasar
dari teori statistika, merupakan konsep baru yang tidak dikenal dalam pemikiran
Yunani Kuno,Romawi dan bahkan Eropa dalam abad pertengahan. Teori mengenai
kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan sarjana
Muslim namun bukan dalam lingkup teori peluang.
Konsep statistika sering
dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu populasi
tertentu. Statistika memberikan cara untuk dapat menaruk kesimpulan yang
bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang
bersangkutan. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian
dari kesimpulan yang ditarik tersebut.
Statistika juga memberikan
kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalita antara
dua faktor atau lebih bersifat kebetuln atau memang benar-benar terkait dalam
suatu hubungan yang bersifat empiris.
BAB VI
AKSIOLOGI
: NILAI KEGUNAAN ILMU
6.1 Ilmu dan Moral
Benarkah bahwa makin cerdas,
maka makin pandai kita menemukan kebenaran, makin benar maka makin baik pula
perbuatan kita? Apakah manusia mempunyai penalaran tinggi, lalu makin berbudi,
sebab moral mereka dilandasi oleh anlisis yang hakiki, atau sebaliknya makin
cerdas maka makin pandai pula kita berdusta?. Masalah moral berkaitan dengan
metafisika keilmuan, maka dalam tahap manipulasi ini masalah moral berkaitan
dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah.
Ontologi diartikan sebagai
pengkajian mengenai hakikat realitas dari objek yang di telaah dalam membuahkan
pengetahuan, aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Sokrates minum racun, John Huss
dibakar sebagai contoh betapa ilmuan memiliki landasan moral, jika tidak ilmuan
sangat mudah tergelincir dalam prostitusi intelektual.
6.2 Tanggung Jawab Sosial
Ilmuan
Seorang ilmuan mempunyai
tanggung jawab sosial di bahunya. Bukan saja karena ia adalah warga masyarakat
yang kepentingannya terlibat secara langsung dengan di masyarakat yang yang
lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam keberlangsungan
hidup manusia.
Sampai ikut bertanggung
jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Sikap sosial seorang ilmuan adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan
yang dilakukan. Sering dikatakan bahwa ilmu itu bebas dari sistem nilai. Ilmu
itu sendiri netraldan para ilmuanlah yang memberikannya nilai.
6.3 Nuklir dan Pilihan Moral
Seorang ilmuan secara moral
tidak akam membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain
meskipun yang mempergunakan itu adalah bangsanya sendiri. Seorang ilmuan tidak
boleh berpangku tangan, dia harus memilih sikap, berpihak pada kemanusiaan.
Pilihan moral memang terkadang getir sebab tidak bersifat hitam di atas putih.
Seperti halnya yang terjadi pada Albert Einstein diperintahkan untuk membuat
bom atom oleh pemerintah negaranya.
Seorang ilmuan tidak boleh
menyembunyikan hasil penemuannya, apapun juga bentuknya dari masyarakat luas
serta apapun juga konsekuensi yang akan terjadi dari penemuannya itu. Seorang
ilmuan tidak boleh memutar balikkan temuannya jika hipotesis yang dijunjung
tinggi tersusun atas kerangkan pemikiran yang terpengaruh preferensi moral
ternyata hancur berantakan karena bertentangan dengan fakta-fakta pengujian
6.4 Revolusi Genetik
Revolusi Genetik merupakan
babakan baru dalam sejarah keilmuwan manusia sebab sebelum ini ilmu tidak
pernah menyentuh manusia sebagai objek penelaah itu sendiri. Hal ini buka
berarti bahwa sebelumnya tidak pernah ada penelaahan ilmiah yang berkaitan dengan
jasad manusia, tentu saja banyak sekali, namun penelaahan-penelaahan itu
dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi.
Dengan penelitian genetika
maka masalahnya menjadi sangat lain, kita tidak lagi menelaah organ-organ
manusia dalam upaya untuk menciptakan teknologi yang memberikan kemudahan bagi
kita, melainkan manusia itu sendiri sekarang menjadi objek penelaah yang akan
menghasilkan bukan lagi teknologi yang memberikan kemudahan, melainkan
teknologi untuk mengubah manusia itu sendiri. Pembahasan ini berdasarkan kepada
asumsi bahwa penemuan dalam riset genetika akan dipergunakan dengan itikad baik
untuk keluhuruan manusia.
BAB VII
ILMU DAN
KEBUDAYAAN
7.1 Manusia dan Kebudayan
Manusia dalam kehidupan
mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Adanya kebutuhan hidup iilah yang
mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan tersebut. Dalam hal ini, menurut Ashley Montagu, kebudayaan
mencerminkan tanggapan manusia terhadapa kebutuhan dasar hidupnya.
Manusia berbeda dengan
binatang bukan saja dalam banyaknya kebutuhan namun juga dalam cara memenuhi
kebutuhan tersebut. Kebudayaanlah, dalam konteks ini, yang memberikan garis
pemisah antara manusia dan binatang. Maslow mengidentifikasikan lima kelompok
kebutuhan manusaia yakni kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri
dan pengembangan potensi.
7.2 Kebudayaan dan
Pendidikan
Allport, Venon dan lindzey
(1951) mengidentifikasikan enm nilai dasar dalam kebudayaan yakni nilai teori,
ekonomi, estetika, sosial, politik, dan agama .Yang dimaksud dengan nilai teori
adalah hakikat penemuan kebenaran lewat berbagai metode seperti rasionalisme,
empirisme dan metoda ilmiah.
Setiap kebudayaan mempunyai
skala hirarki mengenai mana yang lebih penting dan mana yang kurang penting dari
nilai-nilai tersebut di atas serta mempunyai penilaian sendiri dari tiap-tiap
katagori.
7.3 Ilmu dan Perkembangan
Kebudayaan Nasional
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsur kebudayaan. Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi.
Disatu pihak pengembangan
ilmu dalam suatu masyarakat tergantung kondisi kebudayaannya, tapi dipihak lain
pengembangan ilmu akan mempengaruhi jalannya kebudayaan.
Menurut Talcot Persons
:"Ilmu dan kebudayaan itu terpadu secara intim dengan seluruh struktur
sosial dan tradisi kebudayaan "
Peranan ganda ilmu dalam
pengembangan kebudayaan nasional adalah sebagai berikut :
1.Ilmu merupakan sumber
nilai yang mendukung terselenggaranya perkembangan kebudayaan nasional
2.Ilmu merupakan sumber
nilai yang mengisi pembentukan watak suatu bangsa.
Kedua hal ini terpadu satu
sama lain dan sukar dibedakan. Pengkajian perkembangan kebudayaan nasioal tidak
dapat dilepaskan dari perkembangan ilmu.
Seiring perjalan waktu,
dewasa ini kurun ilmu dan teknologi menjadi pengembangan utama bidang
ilmu dan secara tidak langsung kebudayaan kita tak terlepas dari pengaruhnya,
sehingga kita harus ikut memperhitungkan hal ini. Untuk itu dibicarakan peranan
ilmu sebagai sumber nilai yang ikut mendukung pengembangan kebudayaan nasional.
7.4 Ilmu Sebagai Suatu Cara
Berpikir
Berpikir ilmiah merupakan
kegiatan berpikir yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, yang memiliki
dua kriteria utama, yaitu :
1. Pernyataan harus logis
2. Didukung fakta empiris
(Empiris : berdasarkan pengalaman dan pengetahuan)
Kedua kriteria tersebut
saling mengikat, yang pertama setiap pernyataan yang disampaikan harus logis
dan diperolah dari fakta-fakta empiris, merupakan hakikat berpikir ilmiah. Dari
hakikat ini, kita dapat menyimpulakan beberapa karakteristik ilmu :
1.Ilmu mempercayai rasio
sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar
2.Akar berpikir yang logis
yang konsisten dengan pengetahuan yang ada.
3.Pengujian secara empiris sebagai
kriteria kebenaran objektif.
4.Mekanisme yang terbuka
terhadap koreksi
Maka disimpulkan manfaat
yang dapat diperoleh dari karakteristik ilmu ialah rasional,logis,objektif dan
terbuka dan kritis sebagai landasannya
7.5 Ilmu Sebagai Asas Moral
Artinya dalam menetapkan
suatu pernyataan apakah itu benar atau tidak maka seorang ilmuwan akan menarik
kesimpulannya kepada argumentasi yang terkandung dalam pernyataan itu dan bukan
kepada pengaruh yang berbentuk kekuasaan dari kelembagaan yang mengeluarkan pernyataan
itu.
Hal ini sering menempatkan
ilmuwan pada tempat yang bertentangan dengan pihak yang berkuasa yang mungkin
mempunyai kriteria kebenaran yang lain.Kriteria ilmuwan dan politikus dalam
membuat pernyataan adalah berbeda menurut Szilard : jika seorang ilmuwan
mengatakan sesuatu, rekan rekannya pertamakali akan bertanya apakah yang
dinyatakan itu mengandung kebenaran.
Sebaliknya jika seorang
politikus mengatakan sesuatu maka rekan reknnya pertama kali akan bertanya,
" mengapa ia menyatakan hal itu " baru kemudian atau mungkin juga
tidak, mereka mempertanyakan apakah pernyataan itu mengandung kebenaran.
Disamping itu kebenaran bagi
ilmuwan mempunyai kegunaan yang universal bagi umat manusia dalam meningkatkan
martabat ke manusiaanya. Secara nasional kaum ilmuwan tidak mengabdi kepada
golongan, klik politik atau kelompok lain, secara internasional kaum ilmu wan
tidak mengabdi kepada ras,ideology, dan factor – factor pembatasolainnya. Dua
karakteristik ini merupkan asas moral bagi ilmuwan yakni me ninggikan kebenaran
dan pengabdian secara universal.
Dalam kenyataannya
pelaksanaan asas moral ini tidak mudah sebab tahap perkembangan ilmu yang
sangat awal kegiatan ilmiah ini dipengaruhioolehostrukturokekuasaanodarioluar.oMenurutoBachtiarodalamoJujun.oS.
Suriasumantri ( 1998,275) lebih menonjol lagi pada Negara yang sedang
berkembang , karena sebagian besar kegiatan keilmuan merupakanokegiatanoaparaturoNegara.
7.6 Nilai-Nilai Ilmiah dan
Pengembangan Kebudayaan Nasional
Ada 7 nilai yang terkandung
dalam dari hakikat keilmuan yaitu kritis, rasional, logis, objektif , terbuka,
menjunjung kebenaran dan pengabdian universal.Ketujuh sifat ini sangat akan
sangat konsisten untuk membentuk bangsa yang modern. Karena bangsa yang modern
akan menghadapi banyak tantangan di segala bidang kehidupan. Pengembangan
kebudayaan nasional pada hakikatnya adalah perubahan kebudayaan konvensional
kearah yang lebih aspirasi.
7.7 Ke Arah Peningkatan
Peranan Keilmuan
Jika menurut kita benar
bahwasanya ilmu bersifat mendukung budaya nasional,maka kita perlu meningkatkan
peranan keilmuan dalam kehidupan kita.
Beberapa langkah yang dapat
kita gunakan yang pada pokoknya mengandung beberapa pemikiran sebagai berikut:
1.Ilmu merupakan bagian
kebudayaan,sehingga setiap langkah dalam kegiatan peningkatan ilmu harus
memperhatikan kebudayaan kita.
2.Ilmu merupakan salah satu
cara menemukan kebenaran.
3.Asumsi dasar dari setiap
kegiatan dalam menemukan kebenaran adalah percaya dengan metode yang digunakan.
4.Kegiatan keilmuan harus
dikaitkan dengan moral.
5.Pengembangan keilmuan
harus seiring dengan pengembangan filsafat
6.Kegiatan ilmah harus
otonom dan bebas dari kekangan struktur kekuasaan.
Keenam hal ini merupakan
langkah-langkah untuk memberi kontrol bagi masyarakat terhadap kegiatan ilmu
dan teknologi.
7.8 Dua Pola Kebudayaan
Dua pola kebudayaan dan ilmu
yang begulir di Indonesia, adalah ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu social. Kenapa
hal ini terjadi,ini terjadi karena besarnya perbedaan antara ilmu social dan
ilmu alam. Contohnya, jika kita belajar ilmu alam dengan subjek batu, kira-kira
saat lain di teliti lagi maka kemungkinan besar akan berhasil dengan nilai yang
sama,tetapi tidak demikin dalam ilmu social,dalam ilmu social, ilmu social
bergerak lebih fleksibel dan dapt berubah sewaktu-waktu.
Namun kedua hal itu bukan
merupakan masalah, kedua hal itu tidak mengubah apa yang menjadai tujuan
penelitian ilmiah. Ilmu bukan bermaksud mengumpulkan fakta tapi untuk mencari
penjelasan dari gejala-gejala yang ada, yang memungkinkan kita mengetahui kebenaran
hakikat objek yang kita hadapi.
Ada dua factor yang menjadi
landasan suatu analisis kuantitatif ilmu social yaitu: sulitnya melakukan
pengukuran,karena emosi dan aspirasi merupakan unsure yang sulit dan yang kedua
banyaknya variable yang mempengaruhi tingkah laku manusia.
Hal seperti inilah yang
menyebabkan ilmu alam lebih maju dari pada ilmu social. Itu dikarenakan ilmu
social lebih terpaku pada tahap kualitatif,dan untuk mengubah ini ilmu social
harus lebih masuk ketahap kuantitatif.
Di Indonesia hal seperti ini
masih berlaku,tebukti adanya dua penjurusan dalam bidang kajian ilmu,yaitu ilmu
social dan ilmu alam,dan dalam pelaksanaannya ilmu alam selalu dianggap lebih
bergengsi di banding ilmu social. Itu membuat sebagian masyarakat kita
terobsesi untuk masuk jurusan ilmu alam meski mungkin lebih berbakat dalam
bidang social, sehingga secara tidak langsung menghambat perkembangan ilmu
social.
Pada akhirnya harus kita
sadari bahwa adanya dua jurusan dalam bidang ilmu ini memerlukan suatu usaha
yang fundamental dan sistematis dalam menghadapinya. Perlu dicari titik temu
diantara kedua bidang ini sehingga satu sama lain akan saling melengkapi,bukan
saling terpisah. Karena bagaimanapun ilmu social tidak dapat terpisah dan
berdiri sendiri dan begitupun ilmu alam tetap terikat secara social.
BAB VIII
ILMU DAN
BAHASA
8.1 Tetang Terminologi :
Ilmu, Ilmu Pengetahuan dan sains ?
Dua Jenis Ketahuan
Manusaia dengan segenap
kemampun kemanusiannya seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pancaindra dan
intuisi mampu menangkap alam hidupnya dan mengabstraksikan tangkapan tersebut
dalam dirinya dalam berbagai bentuk "ketahuan umpamanya kebiasaan, akal
sehat, seni, sejarah, filsafat.
Terminologi ketahuan ini
adalah termonologi artifisial yang bersifat sementara sebagai analisis
yang pokoknya diartikan sebagai keseluruhan bentuk dari produk kegiatan manusia
dalam usaha untuk mengetahui sesuatu . Apa yang kita peroleh dalam proses
mengetahui tersebut tanpa memperhatikan obyek, cara dan kegunaannya kita
masukan kedalam kategori yang disebut ketahuan ini. Dalam bahasa inggris
sinonim dari ketahuan ini adalah knowledge.
Ketahuan atau knowledge ini
merupakan terminologi generik yang mencakup segenap bentuk yang kita tahu
seperti filsafat, ekonomi, seni, beladiri, cara menyulam dan biologi itu
sendiri.
8.2 Politik Bahasa Nasional
Pada tanggal 28 oktober 1928
bangsa Indonesia telah memilih Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasioal. Alasan
utama pada waktu itu lebih ditekankan pada fungsi kohesif bahasa Indonesia
sebagai sarana untuk mengintegritaskan berbagai suku kedalam satu bangsa yakni
Indonesia. Tentu saja terdapat juga evalusai yang berkonotasi dengan ketentuan
Bahasa Indonesia selaku fungsi komunikatif yakni fakta bahwa Bahasa Indonesia
merupakan lingua franca dari sebaian besar penduduk, namun
kalau dikaji lebih dalam , maka kriteria bahasa sebagai fungsi kohesif itulah
yang merupakan kriteria yang menentukan.
Selaku alat komuniksi pada
pokonya bahsa mencakup tiga unsur yakni, pertama, bahasa selaku alat komunikasi
untuk menyampaikan pesan yang berkonotasi perasaan (emotif), kedua, berkonotasi
sikap (afektif) dan, ketiga, berkonotasi pikiran (penalaran). Atau secara umum
dapat dikatakan bahwa fungsi komunikasi bahasa dapat diperinci lebih lanjut
menjadi fungsi emotif, afektif dan penalaran.
Perkembangan bahasa tentu
saja tidak dapat dilepaskan dari sektor-sektor lain yang juga tumbuh dan
berkembang. Sekiranya bahasa berkembang terisolasi dari perkembangan
sektor-sektor lain maka bahasa mungkin bersifat tidak berfungsi dan atau bahkan
kontra produktif (counter-productive).
BAB IX
PENELITIAN
DAN PENULISAN ILMIAH
1.
Struktur Penelitian dan
Penulisan Ilmiah
1.Pengajuan
Masalah
·
Latar Belakang Masalah
·
Identifikasi Masalah
·
Pembatasan Masalah
·
Perumusan Masalah
·
Tujuan Penelitian
·
Kegunaan Penelitian
2.Penyusunan Kerangka
Teoritis Dan Pengajuan Hipotesis
·
Pengkajian mengenai
teori-teori yang akan dipergunakan dalam analisa.
·
Pembahasan mengenai
penelitian-penelitian lain yang relevan;
·
Penyusunan kerangka berpikir
dalam pengajuan hipotesis dengan mempergunakan premis-premis sebagaimana
tercantum dalam butir (1) dan butir (2) dengan mennyatakan secara tersurat
postulat, asumsi dan prinsip yang dipergunakan (sekiranya dipergunakan);
·
Perumusan hipotesis
·
3. Metodologi Penelitian
·
Tujuan penelitian secara
lengkap dan operasional dalam bentuk pernyataan yang mengidentifikasi
variabel-variabel dan karakteristik hubungan yang akan ditelit;
·
Tempat dan waktu penelitian
dimana akan dilakukan generalisasi mengenai variabel-variabel yang diteliti;
·
Metode penelitian yang
ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian dan tingkat generalisai yang
diharapkan;
·
Teknik pengambilan contoh
yang relevan dengan tujuan penelitian, tigkat keumuman dan metode penelitian.
·
Teknik pengumpulan data yang
mencakup identifikasi variabel yang akan dikumpulkan, sumber, teknik
pengukuran, instrumen dan teknik mendapatkan data.
·
Teknik analisis data yang
mencakup langkah-langkah dan teknik analisis yang dipergunakan yang ditetapkan
berdasarkan pengajuan hipotesis ( sekiranya mempergunakan statistika maka
tulisan hipotesis nol dan hipotesis tandingan; H0 / H1).
4. Hasil Penelitian
·
Menyatakan variabel-variabel
yang diteliti;
·
Menyatakan teknik analisis
data;
·
Mendeskripsikan hasil
analisis data;
·
Memberikan penafsiran
terhadap kesimpulan analisis data;
5 Ringkasan dan Kesimpulan
·
Deskripsi singkat mengenai
masalah, krangka teoretis, hipotesis, metodologi dan penemuan penelitian;
·
Kesimpulan penelitian yang
merupakan sintesis berdasarkan keseluruhan aspek tersebut di atas;
·
Pembahasan kesimpulan penelitian
dengan melakukan perbandingan terhadap penelitian lain dan pengetahuan ilmiah
yang relevan;
·
Mengkaji implikasi
penelitian;
·
Mengjukan saran
6.Abstrak
7.Daftar Pustaka
8.Riwayat Hidup
9.Usulan Penelitian
10. Lain-lain
11. Penutup
12. Catatan Akhir
9.2 Teknik Penulisan Ilmiah
Teknik Penulisan ilmiah
mempunyai dua aspek yakni gaya penulisan dalam membuat pernyataan ilmiah serta
teknik notasi dalam menyebutkan sumber dari pengetahuan ilmiah yang
dipergunakan dalam penulisan. Komunikasi ilmiah harus bersifat jelas dan tepat
yang memungkinkan proses penyampaian pesan yag bersifat reproduktif dan
impersonal.
Bahasa yang dipergunakan
harus jelas di mana pesan mengenai obyek yang ingin dikomunikasikan mengandung
informasi yang disampaikan sedemikian rupa sehingga si penerima betul-betul
mengerti tentang isi pesan yang disampaikan kepadanya.
9.3 Teknik Notasi Ilmiah
Tanda catatan kaki diletakan
di ujung kalimat yang kita kutip dengan mempergunakan angka arab yang diketik
naik setengah spasi. Catatan kaki pada tiap bab diberi nomor urut mulai dari
anka 1 sampai habis dan diganti dengan nomor 1 kembali pada bab yang baru. Satu
kalimat mungkin terdiri dari beberapa catatan kaki sekiranya kalimat itu
terdiri dari beberapa kutipan. Semua kutipan, baik yang dikutup secara langsung
maupun secara tidak langsung, Sumbernya kemudian kita sertakan dalam daftar
pustaka.
BAB X
PENUTUP
10.1 Hakikat dan Kegunaan
Ilmu
Ilmu memiliki fungsi yang
bersifat estetik, yang kalau kita konsumsikan dengan baik, memberikan
kenikmatan batiniah atau kepuasan jiwa. Jiwa kita tergetar, terharu, tersenyum
oleh komunikasi aristik, menyebabkan dunia makna yang tak terjangkau kasat
mata. Jiwa kita bertambah kaya, persepsi kita bertambah dewasa, yang
selanjutnya akan mengubah sikap dan kelakuan kita.
DAFTAR
PUSTAKA
S. Suriasumantri, Jujun. Filsafat Ilmu: Sebuah
Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007
0 Response to "Rangkuman Buku Filsafat Ilmu Jujun Surisumantri"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)