Belajar dari Prof. Jeffrey Winters
Prof. Jeffrey Winters |
Sangat
senang sekali bisa bertemu dengan seorang professor asal Amerika Serikat ini
pada hari senin, 6 Juni 2015 di kampus saya sendiri Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Beliau menjadi pembicara dan
narasumber diacara “Oligarchy and Jokowi
Administration” yang bertempat di lantai 9, gedung Sertifikasi Guru UNJ. Dalam pemaparannya, sungguh banyak hal yang
beliau jelaskan tentang apa yang dimaksud dengan Oligarki.
Sebelumnya
saya tidak tahu banyak tentang pemerintahan yang bersifat Oligarki, yang saya tahu
sebelumnya adalah hanya pemerintahan presidensial, demokrasi, monarki, kerajaan,
dan lain-lain. Saya juga tidak tahu banyak tentang Prof. Jeffrey Winters karena saya memang tidak terlalu tahu dan
kurang wawasan tentang beliau. Walau saya pernah membaca sedikit tentang
beliau, tetapi hanya sebatas sebagai sumber referensi untuk makalah melalui
buku yang perna dikarang oleh beliau dan sedikit dari google.
Kembali
ke apa yang dipaparkan beliau di seminar tentang system pemerintahan Oligarki yang sebenarnya telah lama
diteliti oleh Prof. Jeffrey Winters selama
30 tahun di Indonesia. Oligarki
sebenarnya adalah fenomena yang terjadi di Indonesia. Pada dasarnya, Oligarki
merupakan suatu kekuasaan yang dikendalikan oleh sedikit orang, tetapi memiliki
pengaruh yang sangat dominan dalam pemerintahan.
Prof. Jeffrey Winters sebagai pembicara di seminar "Oligarchy and Jokowi Admnistration" di UNJ |
Menurut
Prof. Jeffrey Winters, Oligarki
telah ada sejak 5.000 tahun yang lalu dimana pemerintahan yang ada saat itu
dikendalikan oleh sedikit orang, tetapi pengaruhnya dominan bagi masyarakat
yang dipengaruhi oleh pemerintahan tersebut. Sejak meneliti politik di
Indonesia pada tahun 1980-an, Prof.
Jeffrey Winters menemukan bahwa penguasa yang ada sangat dominan sekali. Saat
itu masih era Orde Baru dan semua
tunduk kepada rezim Soeharto,
termasuk asing yang terlihat segan kepadanya walau tetap saja pengaruh asing
tersebut dimasukkan kedalam Negara Indonesia.
Oligarki itu
sendiri muncul karena konsentrasi kekayaan yang amat tinggi sehingga
menyebabkan stratifikasi kekayaan dari yang memiliki kekayaan yang sangat
tinggi (kaya) terhadap yang tidak memiliki apa-apa (miskin) secara ekonomi. Keberadaan
ekonomi ini menyebabkan kesenjangan
sosial, ekonomi, politik dan sosial yang sangat tinggi. Dengan ekonomi
seseorang akhirnya bisa berkarier di dunia politik tanpa ada yang menghalangi
sedikitpun. Bandingkan dengan orang yang miskin, berusaha untuk memenuhi
kebutuhannya saja mereka begitu menyesak, apalagi untuk berfikir untuk
bertarung di dunia politik?
Peneliti
yang juga pengajar di Nortwestern
University ini memaparkan bahwa demokrasi sebenarnya buah dari sebuah
kesenjangan ekonomi. Meski pada hakikatnya demokrasi itu hak untuk bersuara
dalam pemilihan hanya boleh sebanyak 1 suara oleh siapapun, tetapi nyatanya
walau hanya 1 suara, tetapi pihak yang elit bisa saja membeli suara tersebut
atau menentukan siapa yang akan terpilih nanti, yang penting hak kekuasaan
dibagi-bagi. Prof. Jeffrey Winters menyebutkannya
politik bagi-bagi dimana setelah terpilih, pemimpin terpilih secara moral akan
membagikan kekuasaan kepada para pendukungnya. Siapa pendukungnya? Ya tentu
adalah para Oligark-Oligark yang
bergerak dibelakangnya.
Menurut
Prof. Jeffrey Winters, ada beberapa
faktor yang menentukan sebuah politik Oligarki
itu sendiri antara lain :
1. Sumber daya kekuasaan,
yang merupakan sumber utama dari kekuasaan nantinya apa, siapa yang bisa
membacking dari belakang, siapa yang memiliki jaringan media yang paling kuat,
sudah dimungkinkan dia yang akan menang.
2. Parameter kekuasaan Individu, meliputi
uang, network, pendidikan, mobilisasi, keturunan, koersif power (tembak mati). Uang
merupakan hal yang paling gampang kita temukan dalam politik Oligarki di Indonesia. Siapa yang
memiliki uang banyak dan mau membagikannya kepada rakyat sebelum pemilu, sudah
barang tentu dia yang akan menang. Siapa yang memiliki network, pendidikan,
mobilisasi yang bagus akan menentukan seberapa kredibelnya seorang calon
pemimpin yang akan dipilih sehingga powernya diakui. Tembak mati juga bisa
menjadi parameter kekuasaan individu, seperti yang terjadi di Piliphina saat
menjelang pemilihan, baku tembak adalah hal yang biasa antara kubu yang
berlawanan.
3. Tujuan Oligarki itu sendiri,
meliputi pertahanan pembelaan kekayaan yang kembali kepada politik bagi-bagi
itu sendiri yang disertai dengan prinsip gotong royong.
Dilema
pemerintahan Jokowi
Di era pemerintahan Jokowi, banyak tantangan yang sangat
berat yang berada disekeliling presiden
Jokowi. Semua orang tahu bahwa kebijakan Jokowi adalah kebijakan yang sangat bagus dan membangun Indonesia
kelak. Semua orang tahu akan janji politik yang terdengar realistis dan ringan
bagi rakyat untuk perubahan tatanan
politik, ekonomi, sosial, terutama pendidikan yang dicanangkannya saat
pemilihan umum setengah tahun yang lalu.
Tetapi, ada satu hal
yang menjadi persoalan yang serius sekarang ini, bukan bagaimana pengaruh Negara
barat yang membentang di Indonesia, tetapi bagaimana para oligark-oligark yang
ada disekeliling Jokowi menggerogoti
dan menuntut balas budi kepada Jokowi.
Mereka satu persatu seakan menuntut apa yang telah diberikan selama ini. Jokowi beda dengan Prabowo, Jokowi bukan
powerful karena disokong oleh berbagai tokoh macam Surya Paloh, Megawati, Puan Maharani, dan lain-lain dibelakangnnya
ditambah dengan status beliau bukan sebagai ketua umum partai. Meski demikian, Jokowi lebih unggul dari segi
kredibilitas, berbeda dengan Prabowo,
punya kekuasaan yang powerful di partainya, tetapi kurang kredibel dimata
masyarakat umum.
Oligark-oligark
yang ada disekeliling Jokowi jelas
hanya duduk tenang tanpa memikirkan resiko. Semua resiko akan dihadapkan kepada
wajah Jokowi, sementara
oligark-oligark tersebut hanya menanti keuntungan tanpa ada ancaman sama
sekali. Ancaman yang dimaksud adalah ancaman yang sama kepada Presiden Joko Widodo. Jika situasi
Indonesia semakin memburuk, yang disalahkan pubik jelas Jokowi itu sendiri, tetapi
jika Indonesia semakin baik dari semua unsur, maka para oligark tersebut juga
akan menikmati keuntungan yang belimpah dibelakangnya.
Birokrasi seperti ini
menimbulkan dilema bagi Joko Widodo
itu sendiri. Jokowi bergerak bukan
karena usaha sendiri juga, meski dipilih oleh rakyat, tidak bisa kita bantah
jika Jokowi itu ditolong oleh partai semacam PDI-P, Nasdem, bahkan Gerindra sendiri saat maju menjadi
Gubernur DKI Jakarta 2012 silam.
Langkah
apa yang harus kita lakukan?
Untuk melawan Oligark-oligark yang sedang
berkecimpung di kursi pemerintahan, kita perlu membuat langkah perubahan yang
real dan benar-benar berdasarkan rakyat dan berorientasi untuk rakyat juga. Kita
harus bisa berkaca kepada Nelson Mandela
yang benar-benar tidak mau disokong oleh pihak yang berkentingan diluar
kemerdekaan HAM bagi ras kulit hitam sehingga tidak memiliki beban berat dalam
menentukan birokrasi dan kabinetnya dikemudia hari.
Perlu sebuah gerakan
yang reformis untuk membangun pergerakan yang koersif bagi pemerintahan Negara kita.
Prof. Jeffrey Winters mengatakan,
jika tidak ada tindakan yang seperti itu, diprediksi masa depan pemerintahan
kita akan menuju kearah kekuatan senjata seperti yang terjadi di Filiphina. Gerakan ini harus
benar-benar murni dari rakyat untuk rakyat juga agar tidak ada politik
bagi-bagi nantinya kepada yang terpilih menjadi pemimpin.
Saat ini dibutuhkan
sosok pemimpin yang bisa benar-benar berjuang bersama rakyat bukan berjuang
atas nama rakyat yang dibantu oleh oligark-oligark. Walau sosok itu sebenarnya
ada pada Jokowi, tetapi sulit
rasanya bagi beliau untuk melepaskan diri dari Oligark-oligark, bagai mangsa yang dikelilingi oleh ikan hiu
ditengah lautan, kejadian yang dialami oleh Gus Dur bisa jadi akan kembali terulang jika sempat seperti itu.
Untuk mahasiswa,
diperlukan usaha yang benar-benar berorientasi pada rakyat dan tidak
mengharapkan imbalan atas apapun yang telah dikorbankan kepada pihak yang lain.
Iklas dan tulus dalam bekerja akan membuat diri kita terlatih untuk menjadi
pemimpin yang arti Oligark suatu
saat nanti. Pemerintahan yang ada sekarang ini menjadi pelajaran bagi kita
bahwa pemerintahan yang Oligark
sebenarnya pelan-pelan membuat presiden Jokowi
makin kurus. Mari bersatu untuk perubahan.
Jhon
Miduk Sitorus, Seminar “Olygarchy and Jokowi Administration”, Sertifikasi Guru
Lt. 9, Universitas Negeri Jakarta, Senin 8 Juni 2015.
@Jhon
Miduk
0 Response to "Belajar dari Prof. Jeffrey Winters"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)