Makalah Teori Ekonomi Politik Internasional
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pasar
merupakan suatu proses yang sediakala mampu berjalan sendiri. Beberapa pihak
beranggapan bahwa ada tangan yang tidak terlihat yang mampu menjalankan pasar
tersebut, dengan kata lain, tidak perlu mengatur pasar sedemikian rupa untuk
kemudian menghasilkan keuntungan tertentu. Namun, apa yang terjadi apabila
pasar sudah mulai tidak lagi dipercayai mampu menghasilkan keuntungan bagi
masyarakat?
Hal inilah yang kemudian menimbulkan opini bahwa negara
(pemerintah) juga harus ikut campur tangan dengan perkembangan pasar. Oleh
karena itu, ada beberapa contoh negara di dunia yang akhirnya memberlakukan
sejumlah peraturan/kebijakan tertentu untuk kemudian melindungi komoditasnya.
Pada poin ini, tidak sedikit negara yang berasumsi bahwa dengan memberlakukan
suatu kebijakan terhadap suatu barang komoditas tertentu, maka keberlangsungan
perekonomian negara tersebut akan terjamin dengan baik.
Brazil merupakan salah satu negara Amerika
Latin yang akhirnya berhasil bangkit dari keterpurukannya baru-baru ini. Masih
segar dalam ingatan bahwa Brazil beserta beberapa negara Amerika Latin lainnya
terseok-seok membayar lilitan hutang negara kepada IMF dan Bank Dunia. Brazil juga
menghadapi kepemimpinan militer yang diktator, yang pada akhirnya hanya
menyeret Brazil ke lilitan hutang yang semakin menyesakkan. Namun, hal ini
perlahan berubah, yang diduga kuat setelah presiden baru terpilih. Di bawah
kepemimpinan Presiden da Silva yang notabene berasal dari kalangan buruh,
Brazil berhasil kembali menata keping-keping perekonomiannya yang dahulu sempat
hancur menjadi utuh kembali. Salah satu cara Brazil untuk bangkit kembali
adalah dengan melakukan perbaikan di sektor industri, khususnya etanol. Dunia
mengetahui bahwa Brazil saat ini merupakan negara pengekspor etanol terbesar di
dunia.
Etanol mulai dikenal sebagai bahan bakar
alternatif selain minyak bumi dan gas alam. Kelangkaan minyak bumi mau tidak
mau memaksa negara-negara maju untuk berpikir keras untuk menyediakan sebuah
alternatif yang baru, yaitu etanol. Pada umumnya, etanol diproduksi oleh
negara-negara yang tingkat teknologinya tergolong maju, seperti halnya Amerika
Serikat, Kanada, dan Jepang. Brazil merupakan satu dari beberapa negara
berkembang yang mampu memproduksi etanol ini. Sejak tahun 1970an, Brazil sudah
berhasil memenuhi kebutuhan negara mereka terhadap etanol. Hal ini berkebalikan
dengan Amerika Serikat yang saat itu hanya mampu memenuhi 40% dari kuota yang
mereka butuhkan, sehingga muncul keinginan untuk mengimpor etanol dari Brazil.
Namun, Brazil kemudian memberlakukan sejumlah kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintahnya saat ini, demi melindungi keberadaan etanol di negara tersebut.
Pada kasus ini, dapat dilihat bagaimana tangan pemerintah bekerja untuk
melindungi pasar komoditas etanol di Brazil.
I.2 Permasalahan
Makalah
ini akan melihat bagaimana perkembangan pasar impor ekspor ethanol do Brazil.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa Brazil merupakan negara yang
telah mengekspor ethanol bahkan sejak 30 tahun belakangan, sudah selayaknya
Brazil menggunakan segala macam cara yang dibutuhkan agar pasar ethanol yang
sudah berkembang tersebut mampu tetap bertahan di pasar internasional. Sejauh
ini, Brazil telah mengeluarkan beberapa kebijakan internasional yang akhirnya
menjamin keberadaan ethanol di pasar internasional. Dengan demikian, makalah
ini akan berusaha membahas pertanyaan permasalahan, bagaimana Brazil menggunakan campur tangan pemerintah khususnya dalam
perkembangan pasar ethanol selama ini?
Oleh
karena itu, makalah ini akan membahas secara lebih kritis bagaimana akhirnya
campur tangan pemerintah suatu negara bisa terjadi dalam perkembangan pasar
tertentu. Brazil dalam hal ini telah mengeluarkan sejumlah kebijakan bahkan
undang-undang untuk melindungi pasar ethanol-nya dari campur tangan masyarakat
asing. Dengan adanya pembahasan di makalah ini, diharapkan dapat dilihat
bagaimana pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan agar komoditas barangnya bisa
tetap bertahan. Makalah ini setidaknya akan mempunyai dua manfaat, yaitu
manfaat teoritis, yaitu mengembangan pandangan nasionalisme yang berkembang
selama ini. Makalah ini akan mencoba melihat bagaimana suatu negara percaya
bahwa pasar tidak akan berhasil menjalankan perekonomian sendirian, karena itu
negara perlu campur tangan. Selain itu, makalah ini juga akan mempunyai manfaat
praktis, dimana makalah ini akan membuka wawasan masyarakat agar masyarakat
lebih mengetahui bagaimana perkembangan pasar ethanol.
I.3 Kerangka Teori[1]
Makalah
ini akan membahas mengenai market
governance, yaitu bagaimana pemerintah suatu negara tidak mempercayai
adanya suatu mekanisme yang nantinya bisa mengatur perekonomian suatu pasar. Pasar
dinilai sebagai suatu unit yang tidak mampu mengusahakan dirinya sendiri
sehingga yang ada hanyalah suatu kegagalan dimana diyakini ada beberapa sektor
yang tidak bisa ditangani oleh pasar sendirian. Pemerintah negara tersebut
kemudian menggunakan otoritasnya sebagai penguasa suatu negara, untuk kemudian
mencampuri urusan pasar. Pemerintah kemudian mengeluarkan dan melaksanakan
sejumlah kebijakan yang dinilai mampu memperbaiki perekonomian pasar. Dalam hal
ini, pemerintah sama sekali tidak mempercayai adanya tangan yang tidak terlihat
(invisible hand-Adam Smith).
Hal
ini sesuai dengan perspektif nasionalisme dalam ekonomi politik internasional,
atau yang lebih dikenal dengan merkantilisme. Adapun fokus utama dari
merkantilisme adalah permasalahan keamanan dan peranan antara negara dan pasar
dalam menyediakan dan menentukan keamanan nasional negara dalam segala macam
bentuk. Merkantilisme adalah perspektif teoritis yang digunakan sebagai alasan
oleh suatu negara untuk mencapai keuntungan sebesar mungkin demi keamanan dan
independensi negara. Teori ini beranggapan bahwa hanyalah negara yang mampu
melindungi komoditas tertentu bagi kepentingan nasional suatu negara. Dengan
demikian, tindakan apapun yang dilakukan oleh suatu negara terhadap suatu
komoditas tertentu, selalu diatasnamakan sebagai upaya negara tersebut untuk
melindungi komoditasnya.
Adapun
merkantilisme kemudian berevolusi menjadi beberapa pandangan, antara lain,
nasionalisme ekonomi. Pandangan ini kemudian menyatakan bahwa pemerintah
kemudian melakukan sejumlah upaya yang demi melindungi kepentingan nasional dan
perkembangan perekonimian negaranya. Pada awalnya, mungkin pemerintah
menggunakan pandangan merkantilisme sebagai landasan awal untuk menggunakan
otoritasnya untuk menghasilkan keuntungan yang semaksimal mungkin bagi perkembangan
ekpor negaranya. Secara perlahan, negara kemudian mulai berusaha melindungi
sejumlah komoditas yang lumayan penting, demi meningkatkan perekonomian
negaranya sendiri. Dengan demikian, negara tetap menggunakan otoritas dan
tanggung jawab yang dimilikinya sebagai salah satu cara untuk menjaga
perekonomian negaranya. Fokus utamanya adalah bagaimana caranya meningkatkan
kualitas barang domestik suatu negara serta menemukan pasar internasional yang
tepat untuk mengembangkan kekuatan ekonomi negara tersebut. Dengan demikian,
fokus negara yang semula ingin mempertahankan keamanan ekonomi suatu negara
tersebut, perlahan berubah menjadi mengembangkan kualitas perekonomian secara
domestik sehingga akhirnya bisa bertahan dari pasar internasional negara tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan Pasar Ethanol di Brazil
Ethanol
(etil-alkohol) merupakan salah satu sumber energi yang digunakan sebagai bahan
bakar alternatif oleh beberapa negara maju di dunia. Amerika Serikat dan
beberapa negara lain di kawasan Amerika Utara bahkan sudah menggunakan ethanol
sebagai bahan bakar industri, namun sejak tahun 1980an, produksi ethanol di
beberapa negara ini perlahan menurun sehingga hanya mencukupi 40% dari
kebutuhan negaranya. Negara-negara tersebut dulunya mampu mengekspor ethanol ke
negara-negara lain, namun sekarang hanya mampu menutupi kebutuhan negaranya.
Berbeda dengan negara-negara Amerika Utara tersebut, Brazil malah mengalami
pertambahan produksi sampai lima kali lipat.
Berawal
dari tahun 1970an, ketika Brazil mengalami masalah berlipat ganda, yaitu
kenaikan harga minyak bumi karena embargo minyak Arab dan kenaikan harga gula
sejak pertengahan tahun 1960an. Menyikapi masalah ini, Presiden Brazil ketika
itu, Ernesto Geisel, kemudian mengeluarkan peraturan tentang Brazilian National Alcohol Program pada
tahun 1975. Produksi ethanol mulai dikerjakan, dengan cara mengolahnya dari
saripati tebu, sehingga diharapkan dengan mengolah tebu dapat dihasilkan gula
pasir sebagai bahan pangan dan ethanol sebagai bahan bakar. Sebagai langkah
pertama, Geisel mulai mempromosikan produksi ethanol yang nantinya akan
digabungkan dengan minyak tanah, untuk memaksimalkan kemampuan kinerja
kendaraan (sekitar 20% lebih banyak secara volume). Sejak tahun 1975-1979,
produksi ethanol di Brazil bahkan meningkat sebanyak lima kali lipat lebih
banyak. Pada awal tahun 1980an, pemerintah mulai ikut campur tangan dengan
menjaga harga ethanol menjadi lebih murah daripada harga minyak tanah pada
umumnya, sehingga produksinya pun semakin lama semakin meningkat. Namun, pada
tahun 1985, program pengembangan ethanol di Brazil juga mengalami penurunan,
yang disebabkan oleh jatuhnya harga minyak di dunia, akibatnya subsidi
pemerintah yang dulunya diturunkan dalam jumlah yang cukup banyak untuk
pengembangan ethanol menjadi menurun dan akhirnya menjadi tidak ada sama
sekali. Hal ini berdampak sampai pada pertengahan tahun 1990an, dimana Brazil
secara ironis malah mengimpor ethanol untuk menjalankan beberapa kendaraan
mereka.
Pertengahan
tahun 1990an sampai 2000an merupakan masa dekade yang cukup menakjubkan bagi
perkembangan industri ethanol di Brazil. Dengan adanya deregulasi dan
privatisasi yang dilakukan oleh pemerintah Brazil, pengembangan industri
ethanol Brazil pun bisa dikembalikan ke zaman keemasannya. Dalam periode ini,
pemerintah Brazil bahkan mengeluarkan kebijakan bahwa setiap minyak tanah yang
dijual harus mengandung setidaknya 20% kadar ethanol di dalamnya. Hal ini
kemudian berlanjut sampai pada akhir tahun 1990an, beberapa perusahaan
kendaraan mulai membicarakan kemungkinan untuk bekerjasama dengan pemerintah
Brazil untuk menciptakan kendaraan berbahan ethanol. Belum cukup hanya itu,
Brazil kemudian memperkaya industri ethanol dengan bekerjasama dengan beberapa
perusahaan kendaraan seperti halnya Ford (2002) dan VW (2003), yang menggunakan
ethanol sebagai bahan bakar utamanya.
(sumber : Brazil Energy Data, Statistic and
Analysis – Oil, Gas, Electricity, Coal)
Apabila
dilihat dari sejarah yang cukup panjang ini dapat dilihat bahwa Brazil
merupakan negara penghasil ethanol utama di dunia. Walaupun dengan pasar
ethanol yang cukup jatuh bangun, setidaknya Brazil mampu menunjukkan bahwa
perkembangan ethanol dalam negaranya juga merupakan campur tangan pemerintahnya
sendiri, yang didasarkan beberapa kondisi yang akhirnya menjadikan keikutsertaan
pemerintah tersebut menjadi sesuatu yang baik. Saat ini, ethanol diproduksi
kebanyakan di bagian tenggara Brazil, tepatnya di Sao Paulo. Adapun pemerintah
kemudian membuat suatu perusahaan khusus untuk produksi ethanol, yaitu
Pecobras. Sekarang ini, hampir semua kendaraan di Brazil menggunakan bahan
bakar ethanol, dengan demikian, dapat dilihat betapa pentingnya keberadaan
ethanol bagi kelangsungan perekonomian masyarakat Brazil.
Perkembangan
ethanol saat ini dapat dilihat dari perkembangan jumlah kendaraan yang memakai
bahan bakar ethanol (flex-fuel vehicles
/ FFV). Pada perkembangannya, penjualan FFV di Brazil mengalami peningkatan
yang cukup signifikan sehingga pada Februari 2006, lebih dari 70% jumlah mobil
yang terjual di Brazil merupakan FFV. Bukan hanya itu saja, Brazil bisa meraup
keuntungan dari ethanol yang disebabkan minimnya biaya produksi yang dibutuhkan
untuk menghasilkan ethanol. Hal ini didukung pula oleh adanya iklim yang
bersahabat, upah buruh yang rendah, dan infrastruktur yang sudah dipergunakan
lebih dari beberapa dekade, sehingga dengan biaya produksi yang cenderung
minim, keuntungan yang didapat bisa maksimal.
Perkembangan industri ethanol sekarang ini
juga mendapat dukungan yang lumayan baik dari pemerintah yang sedang berkuasa
saat ini. Industri ethanol berhasil menyedot 1,8 juta tenaga kerja di Brazil
dan berhasil menggantikan penggunaan lebih dari 1,44 juta barel minyak sejak
tahun 1976. Penggunaan ethanol juga berhasil meningkatkan kualitas udara di Sao
Paulo dan mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca yang selama ini berasal dari
sektor industri dan transportasi di Brazil.
Analisa Market Governance dalam
Perkembangan Pasar Ethanol di Brazil
Seperti
kebanyakan negara berkembang lainnya, Brazil juga mengalami masa yang turun
naik dalam perkembangan perekonomiannya. Dalam hal ini, Brazil yang memiliki
komoditas utama berupa ethanol cukup merasakan keuntungannya. Sejak semula,
pemerintah Brazil memang memilih untuk menjadikan ethanol sebagai komoditas
utamanya dalam kancah internasional. Mengapa akhirnya ethanol yang dipilih,
mungkin diakibatkan oleh kondisi perekonomian dunia saat itu. Dunia yang tengah
mengalami embargo minyak dari Arab, sehingga akhirnya muncul keinginan dari
negara-negara di dunia untuk berinisiatif mencari alternatif bahan bakar yang
baru untuk memenuhi kebutuhan negaranya. Brazil yang kala itu berhasil
menemukan ethanol sebagai alternatif kemudian berusaha mengembangkan
produksinya sampai sekarang ini. Brazil termasuk salah satu negara pengekspor
ethanol yang sampai sekarang masih berkomitmen untuk memperjuangkan produksi
sumber daya alam yang bisa diperbaharui ini. Ethanol akhirnya berhasil
menduduki peringkat pertama dalam penggunaan bahan bakar di Brazil.
Mengapa
hal ini bisa terjadi? Sejak awal, pemerintah merupakan pihak pertama yang
terlibat dalam proses pengembangan ethanol ini. Hal ini bisa dilihat dari
dikeluarkannya Brazilian National Alcohol
Program, yang mendukung adanya pengembangan produksi ethanol di beberapa
negara bagian di Brazil. Program inilah yang mendukung setiap petani tebu yang
ada di Brazil untuk kemudian mengusahakan produksi ethanol. Pemerintah juga
memberikan semacam insentif bagi para petani tebu sehingga akhirnya produksi
ethanol bisa semakin meningkat terus menerus. Tidak hanya itu, ketika produksi
ethanol sudah mulai tidak dilirik lagi, pemerintah tetap konsisten untuk
mengeluarkan sejumlah kebijakan antara lain, menjual minyak tanah dengan
kandungan 20% ethanol di dalamnya, untuk menjaga keberadaan ethanol di pasar
internasional.
Pemerintah
Brazil juga melakukan beberapa intervensi tambahan yaitu menentukan pajak
tambahan untuk pembelian mobil FFV sebesar 14% pajak pembelian. Brazil juga
menentukan sebanyak 30% tarif impor ethanol dan 20% tarif impor gula. Kondisi
ini menyebabkan masyarakat Brazil merasa rugi untuk mengimpor ethanol dan gula
dari negara lain, yang secara tidak langsung akan memacu semangat masyarakat
Brazil untuk terus meningkatkan produksi ethanol dalam negeri. Pemerintah juga
menetapkan harga ethanol di Brazil sejak tahun 1990-an, yang mengakibatkan
harga ethanol di Brazil setidaknya akan terjaga cukup stabil bagi masyarakat
Brazil.
Adapun
kasus yang terjadi di Brazil ini menunjukkan bahwa market governance terjadi di Brazil, khususnya dalam perkembangan
ekspor impor ethanol. Pemerintah Brazil
dalam hal ini memutuskan untuk ikut campur tangan dengan perkembangan industri
ethanol bahkan sejak industri ini mulai dilaksanakan. Pemerintah Brazil menilai
adanya potensi dalam industri ethanol ini untuk kemudian harus dilindungi demi
kepentingan seluruh masyarakat Brazil. Pemerintah Brazil memberikan sejumlah
jaminan kredit bagi masyarakat yang ingin mengembangkan produksi ethanol, serta
pinjaman dengan tingkat bunga yang rendah, untuk meningkatkan kinerja masyarakat
Brazil dalam pengembangan produksi. Pada tahun 2005, dikeluarkan pula kebijakan
tentang energi (the Energy Policy Act of
2005) yang melegalkan adanya program-program di atas, melalui tata cara
yang dikeluarkan Departemen Energi dan berbagai penyesuaian yang membuat
program di atas terjamin keberlangsungannya. Ditambah lagi perintah untuk
menyatukan ethanol ke dalam bahan bakar, menjadikan perkembangan ethanol
menjadi cukup signifikan kapasitasnya. Perkembangan ini juga ditunjang dengan
adanya penyediaan infrastruktur oleh pemerintah, sehingga kinerja produkasi
ethanol bisa maksimal. Oleh karena itu, campur tangan pemerintah dalam
perkembangan industri ethanol di Brazil sangat signifikan hasilnya.
Pemerintah
Brazil melakukan sejumlah bentuk market
governance, dalam hal ini, melaksanakan sejumlah kebijakan yang dinilai
krusial untuk menjamin pengemabangan ethanol di pasar internasional. Mengapa
demikian? Setidaknya ada beberapa alasan yang bisa dijadikan analisa dalam
kasus ini. Pertama, pemerintah Brazil menganggap bahwa keberadaan ethanol di
Brazil merupakan sektor yang sangat penting, bahkan sama pentingnya dengan
keberadaan bahan bakar (minyak tanah). Sesuai dengan fakta yang telah
dibeberkan sebelumnya, masyarakat Brazil kini telah memakai kendaraan berlabelkan
FFV, yang berarti penggunaan ethanol sebagai bahan bakar sudah menjadi sangat
potensial. Seperti halnya beberapa negara berkembang yang kemudian melindungi
dan memproteksi beberapa sektor yang dinilai ‘menyangkut nilai hidup orang
banyak’, Brazil pun melakukan hal yang sama dengan ethanol yang dimilikinya.
Brazil hanya mencoba melindungi sektor industri yang dinilai cukup penting bagi
hampir semua masyarakatnya. Ditambah lagi isu kelangkaan minyak bumi yang
semakin sering dihembuskan sekarang ini, pasti membuat pemerintah Brazil
menjadi lebih protektif terhadap keberadaan ethanol. Pemerintah Brazil pasti
akan melakukan apa saja yang dianggap bisa terus menyelamatkan industri ethanol
yang dimilikinya.
Poin
selanjutnya adalah adanya anggapan dari pihak Brazil sendiri yang melihat
ethanol sebagai sumber daya alam yang cukup langka di dunia. Ethanol saat ini
merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang dihasilkan dari tanaman
(sumber daya alam yang dapat diperbaharui), dimana belum semua negara, bahkan
negara maju sekalipun, mampu memproduksinya. Brazil yang terletak di garis
khatulistiwa setidaknya bisa menghasilkan produksi ethanol yang cukup melimpah
dari tanaman tebu, mengingat tanaman tebu akan sangat produktif apabila
dikembangbiakkan di panas matahari yang cukup. Dengan demikian, pemerintah
Brazil pasti melihat kemungkinan ini sebagai potensi yang lumayan untuk
mengangkat nama Brazil di pasar internasional, sehingga tidak akan mudah bagi
pemerintah Brazil untuk serta merta menyerahkan pengembangan produksi ethanol
ke tangan swasta. Dengan kata lain, pemerintah Brazil akhirnya menjadikan
ethanol sebagai komoditas utama negaranya, sehingga hanya dengan campur tangan
pemerintah lah, produksi ini bisa tetap berjalan dengan baik.
Selain
itu, pemerintah Brazil juga melihat dari segi ekonomis bahwa biaya produksi
yang dibutuhkan ethanol apabila dikerjakan oleh pihak swasta akan lebih mahal
dibandingkan dengan biaya produksi ethanol yang dikerjakan pemerintah selama
ini. Contoh kasus di Sao Paulo, sebuah perusahaan swasta bernama COSAN (1996)
yang ingin mengerjakan pengolahan ethanol yang terlepas dari pemerintah. Diadakan
penelitian tentang bagaimana sebenarnya keefektifan sistem yang digunakan. Bagan
produksi adalah sebagai berikut.[2]
Gambar 1. Pemerintah à masyarakat (secara langsung)
Gambar 2. Distributor
Gambar 3. Distributor + COSAN
Dari
bagan tersebut, dapat dilihat bahwa dalam gambar 1, pemerintah akan secara
langsung mendistribusikan ethanol yang diproduksi langsung kepada masyarakat
yang membutuhkan. Dengan demikian, biaya produksi yang dibutuhkan menjadi
sedikit dan sangat memungkinkan untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Gambar
2 menunjukkan adanya distributor sehingga ethanol harus terlebih dahulu tinggal
di tangan distributor, akibatnya diperlukan biaya tambahan untuk membiayai upah
distirbutor ini. Gambar 3 menunjukkan bahwa sistem yang dikerjakan oleh
distributor dan COSAN hanya mengakibatkan overlapping,
belum lagi biaya produksi yang dibutuhkan akan semakin banyak. Gambar 4 menunjukkan
hasil yang diperoleh dari masing-masing sistem yang ada, memang terlihat secara
eksplisit bahwa sistem di gambar 3 menghasilkan keuntungan yang lebih banyak,
namun dengan adanya beberapa biaya tambahan yang dibutuhkan, maka biaya yang
besar ini tidak jarang digunakan untuk menutupi biaya tambahan tersebut,
sehingga keuntungan yang terbesar tetaplah terjadi dalam sistem di gambar 1.
Gambar 4. Keuntungan yang didapat dari
masing-masing sistem[3]
Oleh
karena itu, industri ethanol sebaiknya memang dipegang dan dilaksanakan oleh
pemerintah Brazil sendiri. Dengan demikian, pemerintah Brazil bisa menjamin
adanya pengolahan dan pendistribusian ethanol ke tangan masyarakat Brazil
secara lebih teratur. Apalagi dengan menjadikan ethanol sebagai komoditas utama,
Brazil bersama dengan Pecobras, kemudian harus mengusahakan berbagai upaya
untuk meningkatkan produksi ethanol baik di dalam negeri, maupun sebagai
komoditas ekpor di luar negeri.
BAB III
KESIMPULAN
Brazil
merupakan salah satu negara berkembang di Amerika Latin yang sedang mengalami
pertumbuhan ekonomi yang lumayan pesat. Kemampuan Brazil untuk tetap
mempertahankan produksi ethanol sejak tiga puluh tahun belakangan, menjadikan
Brazil sebagai negara pengekspor ethanol yang terbesar di dunia. Brazil
akhirnya mampu secara kontinu mengusahakan produksi ethanol dengan adanya
campur tangan pemerintah di dalamnya. Sejumlah kebijakan pemerintah Brazil
dipraktekkan demi tercapainya pasar yang senantiasa aman bagi perekonomian
Brazil saat ini. Pemerintah Brazil yang sejak semula sudah campur tangan dalam
masalah ini, kemudian menjadikan ethanol sebagai komoditas utama di negara
Brazil. Dengan demikian, kebijakan dan peraturan pemerintah yang dikeluarkan
dipandang sebagai sesuatu yang lumrah.
Kasus
ini sesuai dengan perkembangan pandangan nasionalisme dalam teori ekonomi
politik internasional, dimana pemerintah Brazil pertama kali mengeluarkan
kebijakan yang terkait dengan produksi ethanol, bertujuan agar mengamankan
posisi Brazil yang kala itu mengalami dua krisis yang cukup mengancam. Brazil
kemudian memilih untuk memaksimalkan produksi ethanol dari tanaman tebu untuk
menjamin keberlangsungan industri di Brazil. Sejak saat itu, Brazil kemudian
mampu bertahan untuk terus mengolah ethanol, sampai akhirnya ethanol menjadi
komoditas utama Brazil. Dari poin ini juga terbukti bahwa pemerintah Brazil
semula ingin mempertahankan keamanan perekonomian Brazil, secara perlahan
mengusahakan ethanol sebagai komoditas utama dalam peningkatan perekonomiannya.
Adapun hal ini dilakukan demi kepentingan masyarakat Brazil sendiri dan
pertimbangan biaya produksi yang lebih murah. Singkatnya, ada kalanya campur
tangan pemerintah dalam perkembangan perekonomian suatu negara memang
dibutuhkan demi meningkatkan perkembangan suatu komoditas tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Balaam David N. dan Michael
Veseth. Introduction to International
Political Economy. (New Jersey : Prentice Hall, 2005)
Bianchi, Alvaro dan Ruy Braga. Brazil : The Lula Government and Financial
Globalization. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/3598413
pada hari Senin, 20 April 2009, pukul 11.30 WIB.
Brazil Energy Data, Statistic and Analysis – Oil, Gas,
Electricity, Coal, diakses dari http://www.eia.doe.gov/cabs/Brazil/Oil.html
pada tanggal 19 Mei 2009 pukul 21.26 WIB.
Brazil, 1964 to Present, diakses dari http://isc.temple.edu/evanson/brazilhistory/Brazil64toPresent.htm
pada tanggal 18 Mei 2009 pukul 11.30 WIB.
Evangelist, Mike dan Valerie Sathe. Brazil’s 1998-1999 Currency Crisis.
Diakses dari www.personal.umich.edu/~kathrynd/Brazil.w06.pdf
pada tanggal 16 April 2009 pukul 22.30 WIB
Gilpin, Robert. The Political Economy of International
Relations. (New Jersey : Princeton
University Press, 1987)
Rask,
Kevin. The Social Costs of Ethanol Production in Brazil : 1978-1987,
diakses dari http://www.jstor.org/stable/1154243
pada tanggal 19 Mei 2009 pukul 12.37 WIB.
Sandalow, David. Ethanol : Lessons from Brazil, diakses
dari www.brookings.edu/~/media/Files/rc/articles/2006/05energy_sandalow/sandalow_20060522.pdf
pada tanggal 18 Mei 2009, pukul 11.21 WIB.
Vilela, Bruno Guedes. Corporate Governance in Brazil and the Bovespa New Market, diakses dari http://www.azevedosette.com.br/en/noticias/noticia?id=338
pada tanggal 18 Mei 2009 pukul 11.20 WIB
Yoshizaki,
Hugo T. Y., Antonio R. N. Muscat, dan Jorge L. Biazzi. Decentralizing
Ethanol Distribution in Southeastern Brazil, diakses dari http://www.jstor.org/stable/25062185
pada tanggal 19 Mei 2009 pukul 12.45 WIB.
[1] David N. Balaam
dan Michael Veseth. Introduction to
International Political Economy. (New Jersey : Prentice Hall, 2005), hal
25-30.
[2] Yoshizaki, Hugo T. Y., Antonio R. N. Muscat, dan
Jorge L. Biazzi. Decentralizing Ethanol Distribution in Southeastern Brazil,
diakses dari http://www.jstor.org/stable/25062185
pada tanggal 19 Mei 2009 pukul 12.45 WIB.
0 Response to "Makalah Teori Ekonomi Politik Internasional"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)