Makalah Kesehatan Bank

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Bank wajib memelihara kesehatannya. Kesehatan Bank yang merupakan cerminan kondisi dan kinerja Bank merupakan sarana bagi otoritas pengawas dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan terhadap Bank. Selain itu, kesehatan Bank juga menjadi kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen), dan masyarakat pengguna jasa Bank.
Kesehatan Bank harus dipelihara dan/atau ditingkatkan agar kepercayaan masyarakat terhadap Bank dapat tetap terjaga. Selain itu, Tingkat Kesehatan Bank digunakan sebagai salah satu sarana dalam melakukan evaluasi terhadap kondisi dan permasalahan yang dihadapi Bank serta menentukan tindak lanjut untuk mengatasi kelemahan atau permasalahan Bank, baik berupa corrective action oleh Bank maupun supervisory action oleh Bank Indonesia.
Untuk menjaga agar bank tetap eksis dalam dunia perekonomian global maka bank perlu dinilai secara rutin yang disebut dengan penilaian kesehatan bank untuk mengetahui kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Kesehatan bank mencakup kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankan, baik dari kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri, mengelola dana, menyalurkan dana ke masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain, pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.
Bank juga merupakan suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan mereka pada bank. Oleh karena itu bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dananya, terpelihara dengan baik dalam tingkat yang tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari
sistem keuangan dan system pembayaran, yang masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sistem-sistem tersebut, sedangkan kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, maka terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar kepercayaan masyarakat kepada bank adalah terjamin atau tidaknya rahasia nasabah yang ada di bank.

A.    Rumusan Masalah
1. Apa yang Dimaksud dengan Kesehatan Bank?
2. Bagaimana Aturan atau dasar hukum Kesehatan Bank?
3. Apa saja aspek-aspek penilaian Kesehatan Bank?
4. Apa yang Dimaksud dengan Kerahasiaan Bank?
5. Apa Tujuan Penerapan dari Rahasia Bank?
6. Apa Dasar Hukum Rahasia bank?
7. Apa Saja Pengecualian Terhadap Rahasia Bank yang Boleh Dibuka?
8. Apa yang dimaksud dengan Letter of Credit atau L/C?
9. Siapa saja yang menjadi pelaku L/C?
10. Apa saja klasifikasi L/C?
11. Apa saja dokumen dalam L/C?
12. Hubungan hukum apa yang utama dalam L/C?
13. Apa kelemahan dari transaksi L/C?

C. Batasan Masalah
Pada penulisan ini, penulis membatasi aspek studi Kesehatan dan Rahasia Bank yaitu pengertian kesehatan bank, penilaian kesehatan bank dan penggabungan usaha, dasar hukum, dan pengecualian terhadap rahasia bank.

D. Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan Kesehatan Bank
2.      Mengetahui Bagaimana dasar hukum Kesehatan Bank
3.      Mengetahui apa saja aspek-aspek penilaian Kesehatan Bank
4.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan Kerahasiaan Bank
5.      Mengetahui apa tujuan penerapan dari Rahasia Bank
6.      Mengetahui apa dasar hukum Rahasia bank
7.      Mengetahui apa saja pengecualian terhadap Rahasia Bank
8.      Mengetahui apa pengertian dari L/C
9.      Mengetahui siapa saja pelaku dari L/C
10.    Mengetahui jenis-jenis L/C
11.    Mengetahui hubungan hukum dalam L/C
12.    Mengetahui kelemahan dari L/C
                                      




















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kesehatan Bank
1. Pengertian kesehatan bank
Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
Kesehatan bank mencakup kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya, meliputi:
a.     Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri.
b.    Kemampuan mengelola dana.
c.     Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat.
d.    Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain.
e.     Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.
2. Dasar hukum kesehatan bank
Standar untuk melakukan penilaiaan kesehatan bank telah ditentukan oleh pemerintah melalui bank Indonesia. Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pembinaan dan pengawasan Bank dilakukan oleh Bank Indonesia.

Undang-undang tersebut lebih lanjut menetapkan bahwa
1.      Bank wajib memelihara tingkat kesehatan Bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
2.      Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
3.      Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4.      Bank wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan.
5.      Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Bank Indonesia dapat menugaskan akuntan publik untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank.
6.      Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca, perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan Bank Indonesia. Neraca, dan perhitungan laba rugi tahunan tersebut wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik.
7.      Bank wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang telah ditetapkan oleh Bnak Indonesia.
Dengan demikian sudah terlihat bahwa kewajiban untuk bank-bank yang lain diharuskan membuat laporan baik yang bersifat rutin ataupun secara berkala. Dari hasil laporan penilaiaan tersebut dapat terlihat bahwa mana bank yang memiliki peningkatan atau kesehatan baik dan mana bank yang memiliki penurunan disetiap periodenya ataupun kesehatannya buruk. Bagi bank yang memiliki kesehatan yang baik maka tidak ada masalah dan diharuskan untuk tetap terus mempertahankannya, sedangkan merupakan PR bagi bank Indonesia untuk membina atau bahkan memberikan sangsi sesuai dengan yang berlaku agar bank-bank yang memiliki kesehatan buruk tersebut tidak merugikan nasabah mereka.
3. Aspek-aspek penilaian
1.         Aspek Permodalan (Capital)
            Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan dilakukan melalui penilaian terhadap kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku. Melalui rasio ini akan diketahui kemampuan menyanggah aktiva bank terutama kredit yang disalurkan dengan sejumlah modal bank (Abdullah, 2003:60).

Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan
-          Kecukupan pemenuhan ”Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum” (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku  
Modal
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
-          Komposisi permodalan
                    Tier1
              Tier1 + Tier 2
Tier1 : Modal inti Tier2 : Modal pelengkap Tier3 : Modal pelengkap tambahan
-          Tren ke depan / proyeksi KPMM
-          Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan (AYPD) dibandingkan modal bank
25%
Dalam perhatian khusus
50%
Kurang lancar
75%
Diragukan
100%
Macet

-          Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan)


-          Devidend Pay Out Ratio :
          Devidend yang dibagikan
                          Laba setelah pajak

-          Retention Rate :
                Laba ditahan
                          Modal rata-rata
-          Rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha bank
-          Akses kepada sumber permodalan
-          Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan

2.         Kualitas Aset (Asset Quality)
     Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor aset bank dilakukan melalui penilaian terhadap komponen aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif dan tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP).
     Rasio Kualitas Aktiva Produktif merupakan rasio yang mengukur kemampuan kualitas aktiva produktif yang dimiliki bank untuk menutup aktiva produktif yang diklasifikasikan berupa kredit yang diberikan oleh bank. Rasio ini mengindikasikan bahwa semakin besar rasio ini menunjukkan semakin menurun kualitas aktiva produktif (Taswan, 2010:167).

Predikat kesehatan bank dari segi KAP(1) ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 2 Matriks Kriteria Peringkat Komponen KAP(1)
Rasio
Peringkat
KAP­1­ ≤ 2
1
2 < KAP1 ≤ 3%
2
3% < KAP1 ≤ 6%
3
6 < KAP1 ≤ 9%
4
KAP1 > 9%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)
     Rasio pemenuhan PPAP merupakan rasio yang mengukur kepatuhan bank dalam membentuk PPAP untuk meminimalkan risiko akibat adanya aktiva produktif yang berpotensi menimbulkan kerugian (Taswan, 2010:167).
Predikat kesehatan bank dari segi KAP(2) ditunjukkan dalam tabel berikut:


Tabel 3 Matriks Kriteria Peringkat Komponen KAP(2)
Rasio
Peringkat
KAP ≥ 110%
1
105% ≤ KAP2 < 110%
2
100% ≤ KAP2 < 105%
3
95% ≤ KAP2 < 100%
4
KAP2 < 95%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)
3.         Manajemen (Management)
Penelitian Merkusiwati (2007) menggambarkan tingkat kesehatan bank dari aspek manajemen dengan rasio Net Profit Margin (NPM), alasannya karena seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen umum, manajemen risiko, dan kepatuhan bank pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba. Net Profit Margin dihitung dengan membagi Net Income atau laba bersih dengan Operating Income atau laba usaha.

Predikat kesehatan bank dari segi NPM ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 4 Matriks Kriteria Peringkat Komponen NPM
Rasio
Peringkat
NPM ≥ 100%
1
81% ≤ NPM < 100%
2
66% ≤ NPM < 81%
3
51% ≤ NPM < 66%
4
NPM < 51%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)
4.         Profitabilitas (Earnings)
     Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM) atau Net Operating Margin (NOM), dan Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO).
     ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan dari total aktiva yang dimiliki (Dendawijaya, 2009:118).

Predikat kesehatan bank dari segi ROA ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 5 Matriks Kriteria Peringkat Komponen ROA
Rasio
Peringkat
ROA > 1,5%
1
1,25% < ROA ≤ 1,5%
2
0,5% < ROA ≤ 1,25%
3
0 < ROA ≤ 0,5%
4
ROA ≤ 0%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)
     ROE mengindikasikan kemampuan bank dalam menghasilkan laba dengan menggunakan ekuitasnya. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan dan selanjutnya kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank (Dendawijaya, 2009:119)

Predikat kesehatan bank dari segi ROE ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 6 Matriks Kriteria Peringkat Komponen ROE
Rasio
Peringkat
ROE > 15%
1
12,5% < ROE ≤ 15%
2
5% < ROE ≤ 12,5%
3
0 < ROE ≤ 5%
4
ROE ≤ 0%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)
Rasio NIM mengindikasikan kemampuan bank menghasilkan pendapatan bunga bersih dengan penempatan aktiva produktif (Taswan, 2009:167). Bank syariah menjalankan kegiatan operasional bank tidak dengan sistem bunga, maka dalam penilaian rasio NIM pada bank syariah menggunakan rasio Net Operating Margin (NOM) yang merupakan pendapatan operasi bersih terhadap rata-rata aktiva produktif.

Predikat kesehatan bank dari segi NIM ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 7 Matriks Kriteria Peringkat Komponen NIM/NOM
Rasio
Peringkat
NIM > 3%
1
2% < NIM ≤ 3%
2
1,5% < NIM ≤ 2%
3
1% < NIM ≤ 1,5%
4
NIM ≤ 1%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)
BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya, 2009:120). Semakin tingga rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien biaya operasional bank.

Predikat kesehatan bank dari segi BOPO ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 8. Matriks Kriteria Peringkat Komponen BOPO
Rasio
Peringkat
BOPO ≤ 94%
1
94% < BOPO ≤ 95%
2
95% < BOPO ≤ 96%
3
96% < BOPO ≤ 97%
4
BOPO > 97%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)
5.         Likuiditas (Liquidity)
     Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas bank dilakukan melalui penilaian terhadap komponen Loan to Deposit Ratio (LDR).
     LDR menunjukkan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya (Dendawijaya, 2009:116).

Predikat kesehatan bank dari segi LDR ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 9. Matriks Kriteria Peringkat Komponen LDR
Rasio
Peringkat
LDR ≤ 75%
1
75% < LDR ≤ 85%
2
85% < LDR ≤ 100%
3
100% < LDR ≤ 120%
4
LDR > 120%
5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)
6.          Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)
Penilaian rasio sensitivitas terhadap risiko pasar didasarkan pada Interest Rate Risk Ratio (IRRR) yang proksi terhadap risiko pasar. IRRR menunjukkan kemampuan bank dalam mengcover biaya bunga yang harus dikeluarkan dengan pendapatan bunga yang dihasilkan.

2.2 Rahasia Bank
1. Tujuan Penerapan
Dasar dari kegiatan perbankan adalah kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat terhadap perbankan dan juga sebaliknya maka kegiatan perbankan tidak akan dapat berjalan dengan baik.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar kepercayaan masyarakat kepada bank adalah terjamin atau tidaknya rahasia nasabah yang ada di bank. Data nasabah yang berada di bank, baik data keuangan maupun nonkeuangan, sering kali merupakan suatu data yang tidak ingin diketahui oleh orang atau pihak lain. Jumlah kekayaan yang tersimpan di bank bagi nasabah tertentu merupakan sesuatu yang perlu dirahasiakan dari orang lain. Biodata bagi nasabah tertentu merupakan data yang harus dirahasiakan. Sebagian nasabah juga sangat menginginkan agar pinjamannya dari bank tidak diketahui oleh orang lain. Bila kerahasiaan data nasabah tidak dapat dijamin oleh bank, maka nasabah akan merasa enggan untuk berhubungan dengan bank. Dalam usaha mewujudkan terjaminnya rahasia tertentu dari nasabah yang berada di bank, maka ketentuan tentang rahasia bank dicantumkan dalam undang – undang perbankan.

2. Dasar Hukum
Undang – undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan telah mencantumkan aturan tentang rahasia bank dalam Bab 1 Pasal 1 Butir 16 dan Bab VII Pasal 40, 41, 42, 43, 44, 45, dan Bab VIII Pasal 47. Aturan mengenai rahasia bank ini kemudian diubah seperti tercantum dalam Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – undang Nomor 7 Tahun 1992. Rahasia Bank yang dimaksud dalam Undang – Undang No. 10/1998 tersebut sangat berbeda dengan Undang – undang Nomor 7 Tahun 1992. Dalam Undang – undang Nomor 7/1992 yang dimaksud dengan rahasia Bank adalah :

“segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal – hal lain dari nasabah 
  bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan”.

Definisi tersebut merupakan batasan yang sangat luas dan cenderung kurang jelas mengenai rahasia bank. Pembatasan didasarkan pada istilah ‘menurut kelaziman dunia perbankan’. Interpretasi seseorang tidak sama dengan yang lainnya, secara umum batasan dapat diartikan bahwa rahasia bank mencakup data milik nasabah deposan maupun nasabah debitor. Undang – undang Nomor 7 Tahun 1992 sampai dengan 1998 menunjukkan bahwa sering kali bank mengalami kesulitan untuk menyelesaikan kredit bermasalah karena terbentur aturan tentang rahasia bank.
Berdasarkan pertimbangan tersebut dan untuk memberikan batasan yang jelas terhadap rahasia bank, maka Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998 mengubah pengertian rahasia bank dalam Pasal 1 Butir 1 menjadi sebagai berikut :
“segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya”.
Undang – undang ini memberikan batasan rahasia bank hanya pada data nasabah deposan atau penyimpan dana, karena data nasabah debitor (peminjam dana) tidak termasuk dalam pengertian rahasia bank.
Pasal 40 Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998 sebagai berikut :
“Apabila nasabah bank adalah nasabah penyimpang yang sekaligus juga sebagai nasabah debitor, bank wajib tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Keterangan mengenai nasabah selain sebagai nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank.”

Secara lebih rinci Undang – undang Nomor 7 Tahun 1992 dan Undang – undang
Nomor 10 Tahun 1998 mengatur rahasia bank sebagai berikut :
a.       Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya.
b.      Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya.
            c.   Ketentuan tersebut berlaku pula bagi pihak terafiliasi.
            d.   Pihak terafiliasi adalah :
1) anggota dewan komisaris, pengawas, direksi, atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank,
2) anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku,
3) pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain, akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya,
4)  pihak yang menurut penilaian BI turut memengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.

3. Pengecualian terhadap rahasia Bank
                        Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan undang – undang, data nasabah di bank dapat saja tidak harus dirahasiakan lagi. Pengecualian terhadap rahasia bank tersebut meliputi :
a.       Kepentingan Perpajakkan
       Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti – bukti tertulis serta surat – surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpanan tertentu kepada pejabat bank.
b.      Penyelesaian piutang bank yang diserahkan ke BUPLN atau PUPN
       Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitor, dan pihak bank wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud di atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.
c.       Kepentingan peradilan dalam perkara pidana
       Pimpinan Bank indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank, dan pihak bank wajib memberikan keterangan yang diminta.
d.      Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya
       Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.
e.       Tukar – menukar informasi antar bank
       Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Tukar – menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank yang lain. Ketentuan mengenai tukar menukar informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
f.       Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis
       Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpanan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut atas dasar permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpanan yang dibuat secara tertulis.
g.      Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia
Apabila nasabah penyimpan telah meninggal dunia maka ahli waris yang sah dari nasabah penyimpanan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.

4. Informasi mengenai mantan nasabah
Di dalam praktek perbankan atau praktek bisnis, sangat lazim seorang nasabah berpindah-pindah atau berganti-ganti bank, seperti juga adalah lazim seorang nasabah mempunyai simpanan pada beberapa bank. Timbul pertanyaan, apakah bank masih terikat terhadap kewajiban rahasia bank setelah nasabahnya tidak lagi menjadi nasabah bank yang bersangkutan? Hal ini ternyata tidak diatur atau ditentukan oleh Undang-Undang, baik oleh Undang-Undang No.7/1992 maupun Undang-Undang No.10/1998.
Mengingat tujuan dari diadakannya ketentuan mengenai kewajiban rahasia bank, sebaiknya Undang-Undang perbankan Indonesia menentukan kewajiban rahasia bank tetap diberlakukan sekalipun nasabah yang bersangkutan telah tidak lagi menjadi nasabah bank yang bersangkutan.


5. Siapa yang berkewajiban memegang teguh rahasia Bank?
Menurut pasal 47 ayat (2) Undang-undang No.10/1998, yang berkewajiban
memegang teguh rahasia bank adalah:
-          Anggota Dewan Komisaris Bank
-          Anggota Direksi Bank
-          Pegawai Bank
-          Pihak terafiliasi lainnya dari Bank

2.3 Letter of Credit
1.      Pengertian Letter of Credit
Letter of credit, atau sering disingkat menjadi L/C, LC, atau LOC, adalah sebuah cara pembayaran internasional yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran tanpa menunggu berita dari luar negeri setelah barang dan berkas dokumen dikirimkan keluar negeri (kepada pemesan). Pada umumnya L/C digunakan untuk membiayai kontrak penjualan barang jarak jauh antara pembeli dan penjual yang belum saling mengenal dengan baik. Dengan kata lain, L/C digunakan untuk membiayai transaksi perdagangan internasional. Menurut C.F.G. Sunaryati Hartono secara hafiah L/C dapat diterjemahkan sebagai surat hutang, surat piutang, atau surat tagihan, tetapi sebenarnya L/C lebih merupakan suatu janji akan dilakukannya pembayaran, apabila dan setelah terpenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan menurut Bank Indonesia, Letter of Credit adalah janji dari issuing bank untuk membayar sejumlah uang kepada eksportir sepanjang ia dapat memenuhi syarat dan kondisi Letter of Credit tersebut.

2.      Pelaku L/C
·         Applicant atau pemohon kredit adalah importir (pembeli) yang mengajukan aplikasi L/C.
·         Beneficiary adalah eksportir (penjual) yang menerima L/C.
·         Issuing bank atau opening adalah bank pembuka L/C.
·         Advising bank adalah bank yang meneruskan L/C, yaitu bank koresponden (agen) yang meneruskan L/C kepada beneficiary. Bank tidak bertanggung jawab atas isi L/C dan hanya bertindak sebagai perantara.
·         Confirming bank adalah bank yang melakukan konfirmasi atas permintaan issuing bank dan menjamin sepenuhnya pembayaran.
·         Paying bank adalah bank yang secara khusus ditunjuk dalam L/C untuk melakukan pembayaran dan beneficiary berkewajiban
·         Carrier adalah pengangkut barang yang dikirim (Perusahaan Pelayaran/Penerbangan) untuk dibeberapa negara dengan perbatasan darat bisa juga perusahaan angkutan darat seperti truk, kereta Dll).
3.      Klasifikasi L/C
1.         L/C sebagai Alat Pembayaran
L/C dalam UCP
L/C sebagai alat pembayaran datur dalam UCP tetapi pada umumnya pengaturannya tidak rinci. Oleh karena itu pengaturan UCP tersebut harus dipadukan dengan konsepsi yang berkembang dalam transaksi perbankan internasional baik yang berasal dari rumusan paara pakar L/C, putusan pengadilan mengenai L/C maupun kebiasaan dan praktik L/C. Macam-macam L/C dalam UCP antara lain:
a.     revocable L/C adalah L/C yang dapat diubah atau dibatalkan oleh bank penerbit setiap saat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada penerima.
b.     Iirrevocable L/C adalah L/C yang perubahan atau pembatalannya harus dengan persetujuan penerima.
c.      Sight Payment L/C adalah L/C yang pembayarannya dilakukan secara tunai.
d.     Acceptance L/C adalah L/C yang pembayarannya secara berjangka.
e.     Negotiation L/C adalah L/C yang pembayarannya dengan  cara membeli wesel dan/atau dokumen–dokumen yang diajukan penerima.
f.       Deffered Payment L/C adalah L/C yang pembayarannya dilakukan di kemudian hari.
g.     Confirmed L/C, jika L/C dikomfirmasi oleh bank pengkonfirmasi maka tanggung jawab bank pengkonfirmasi sama dengan tanggung jawab bank penerbit.
h.     Transferable L/C adalah L/C yang dapat dialihkan oleh penerima kepada pemasok melalui perantara bank jika bank penerbit menyatakan demikian dalam L/C.
i.       Assignment L/C adalah L/C yang membolehkan pengalihan hasil pembayaran atas L/C kepada pihak lain atas permintaan penerima.
L/C diluar UCP
Selain jenis-jenis L/C sebagai alat pembayaran yang diatur dalam UCP tersebut, terdapat juga beberapa jenis-jenis L/C yang berkembang dalam praktik dan tidak diatur dalam UCP. Adapun jenis-jenis L/C dimaksud adalah sebagai berikut:
a.       Back to Back L/C, transaksi L/C anak (back to back L/C) melibatkan satu L/C sebagai pelindung atau pengamanan untuk L/C yang lain yang dinamakan L/C anak.
b.      Red Clause L/C adalah L/C yang dibayar dimuka.
c.       Revolving L/C adalah L/C yang dipakai berulang-ulang oleh penerima dalam jumlah tertentu selama jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam jumlah yang bersangkutan tanpa perlu menerbitkan L/C yang baru atau melakukan perubahan L/C yang bersangkutan.
2.         L/C sebagai Alat Peminjaman
a.       Standby L/C dapat digunakan untuk menjamin pembayaran kembali kepada obligee jika obligor gagal melaksanakan prestasi yang diperjanjikan dalam kontrak.
b.      Demand Guarantee adalah jaminan yang dibayar berdasarkan pengajuan dokumen-dokumen tertentu kepada bank.
c.       Accessory Guarantee merupakan jaminan yang bukan sebagai janji pembayaran langsung tetapi sebagai jaminan untuk mengambil alih dan membebaskan kewajiban pihak lainnya dalam hal terjadi wanprestasi.

4.      Dokumen Dokumen Dalam Letter of Credit (L/C)
Dalam kaitannya dengan dokumen maka hal yang perlu dicatat dalam transaksi Letter of Credit (L/C) adalah pasal 5 UCP 600 yang berbunyi :
Bank-bank berurusan dengan dokumen-dokumen dan tidak dengan barang, jasa atau pelaksanaan terhadap mana dokumen-dokumen tersebut mungkin berkaitan.
Oleh karena itu transaksi Letter of Credit adalah transaksi dokumen yang berkaitan dengan barang yang dikapalkan.
·       Dokumen Pengangkutan
o     Bill of Lading, pengangkutan melalui laut
o     Airway Bill, pengangkutan melalui udara
·       Invoice atau Commercial Invoice atau faktur pada dasarnya merupakan suatu sarana bagi penjual/seller/eksportir untuk memperhitungkan harga barang kepada pembeli/buyer/importer sesuai dengan kesepakatan. Beberapa macam Invoice, yaitu :
o    Commercial Invoice, Invoice yang diterbitkan dan ditanda-tangani oleh Seller dan ditujukan kepada buyer/importer.
o    Consular Invoice, Invoice yang diterbitkan oleh konsulat Negara pembeli yang berada di Negara penjual atas dasar Commercial Invoice.
o    Visaed Invoice, Invoice yang diterbitkan oleh penjual/seller/eksportir dan di-counter-sign oleh konsulat Negara pembeli yang berada di Negara penjual/eksportir.
o    Proforma Invoice, Invoice yang dikeluarkan seller/eksportir mendahului pengiriman barang, biasanya baru dalam tahap penawaran.
o    Consignment Invoice, Invoice untuk barang konsinyasi 
·       Polis Asuransi
·       List atau Daftar
o     Packing List, daftar perincian barang serta cara dan bahan pembungkus barang yang bersangkutan.
o     Weight List atau Measurement List, daftar perincian barang mengenai timbangan/ukuran barang
·       Certificate, suatu keterangan yang dikeluarkan oleh orang atau instansi yang berwenang mengenai keadaan barang
o    Certificate of Origin, keterangan yang menyatakan Negara asal barang
o    Certificate of Quality, keterangan yang menyatakan tentang mutu barang
o    Certificate of Analysis, keterangan yang menyebutkan uraian, campuran atau bahan – bahan dan proporsi bahan yang terdapat dalam barang-barang.
o    Certificate of Inspection, kerterangan yang menyatakan bahwa barang telah diperiksa
·       Dan dokumen lain yang diminta oleh L/C.
5.      UCP 600
UCP 600 (“Uniform Customs & Practice for Documentary Credits”) adalah versi terakhir untuk pedoman umum internasional (best practice) transaksi LC yang diterbitkan oleh #ALIH ICC (International Chamber of Commerce). UCP 600 berlaku efektif sejak 1 Juli 2007 menggantikan pedoman sebelumnya (UCP 500). Sejak tanggal tersebut diharapkan semua bank yang menerbitkan LC baru mengacu pada UCP 600.

6.      Hubungan Hukum dalam Transaksi L/C
1.      Hubungan Hukum Pemohon dan Penerima
Kontrak dasar yang mendasari penerbitan L/C adalah kontrak penjualan. Kontrak penjualan memuat hak dan kewajiban pembeli (pemohon) dan penjual (penerima). Klausul cara pembayaran dalam kontrak penjualan harus dituangkan menjadi L/C. L/C diterbitkan bank penerbit atas permintaan pemohon sesuai dengan kontrak penjualan.
2.      Hubungan Hukum Pemohon dan Bank Penerbit
Hubungan hukum antara pemohon dan bank penerbit didasarkan pada kontrak yang dinamakan permintaan penerbitan L/C. Penerbitan L/C diperlukan dalam rangka merealisasikan cara pembayaran sebagaimana diatur dalam kontrak penjualan. Jika namk penerbit setuju untuk melaksanakan permintaan pemohon, maka bank penerbit menerbitkan L/C. L/C dengan demikian diterbitan L/C dan kontrak penjualan juga terpisah.
3.      Hubungan Hukum Bank Penerbit dan Penerima
Hubungan hukum antara bank penerbit dan penerima lahir atas dasar L/C yang diterbitkan bank penerbit yang disetujui penerima. Persetujuan penerima terhadap L/C diwujudkan melalui pengajuan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan L/C kepada bank penerbit. Tetapi, penerima tidak berkewajiban untuk menyetujui L/C yang diterbitkan oleh bank penerbit. Sebelum L/C disetujui oleh penerima, maka L/C merupakan kontrak sepihak dari bank peneribit yang tidak mengikat penerima. L/C diterbitkan atas dasar permintaan penerbitan L/C, tetapi kedua kontrak ini terpisah satu sama lain.
4.      Hubungan Hukum Bank Penerbit dan Bank Penerus
Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus didasarkan pada instruksi bank penerbit kepada bank penerus yang disetujui bank penerus. Bank penerbit memberi instruksi kepada bank penerus untuk meneruskan L/C. Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus adalah “hubungan keagenan” dimana bank penerbit bertindak sebagai prinsipal dan bank penerus sebagai agen. Hak dan kewajiban kedua bank ini diatur dalam instruksi bank penerbit yang dimuat dalam L/C. Selain itu, hak dan kewajiban kedua bank juga diatur dakam UCP jika L/C tunduk pada UCP.UCP mengatur hak dan kewajiban bank penerbit dan bank penerus dalam melakukan penerusan dan perubahan L/Ckepada penerima. Sebagi bank penerus saja bank ini tidak berkewajiban untuk melakukam pemnayaaran, negosiasi, atau akseptasi wesel penerima.
5.      Hubungan Hukum Bank Penerus dan Penerima
Hubungan hukum antara bank penerus dan peneruma tergantung dari fungsi yang dilakukan oleh bank penerus sesuai dengan persyaratan L/C. Bank penerus dapat berfungsi sebagai bank penerus semata-mata, bank pengkonfirmasi, bank penegosiasi, bank pembayar, atau bank pengaksep.

7.      Kelemahan transaksi Letter of Credit
Maksud dan tujuan dipakainya L/C sebagai cara pembayaran dalam transaksi ekspor – impor adalah untuk memberikan keyakinan kepada pihak-pihak terkait terutama beneficiary dan applicant bahwa dengan L/C semua pihak akan tunduk kepada ketentuan-ketentuan dan persyaratan yang tertuang dalam L/C. Namun demikian dalam praktek sesungguhnya transaksi dengan L/C juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain :

Bagi eksportir
Jika dokumen mengandung discrepancy(ies) atau penyimpangan, maka meskipun barang telah dikapalkan/dikirim sesuai dengan pesanan, eksportir berpotensi tidak memperoleh pembayaran (karena bank hanya berurusan dengan dokumen) atau bila dibayarkan dipotong biaya discrepancy

Bagi Importir
Biaya-biaya yang sehubungan dengan transaksi L/C, pembukaan L/C, Akseptasi, dll.









BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
·      Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
·      Aspek-aspek penilaian kesehatan bank meliputi Aspek Permodalan (Capital), Kualitas Aset (Asset Quality), Manajemen (Management), Profitabilitas (Earnings), Likuiditas (Liquidity), Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)
·      Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dangan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.” Namun ketika nasabah juga sebagai peminjam maka rahasia tetap akan terjamin oleh bank.
·      Dasar hukum yang mengatur rahasia bank adalah Undang – undang Nomor 7 Tahun 1992, Pasal 1 Butir 1 Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998, dan Pasal 40 Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998.           
·      Pengecualian kerahasiaan Bank
a.       Urusan perpajakan
b.      Penyelesaian piutang bank yang diserahkan ke BUPLN atau PUPN
c.       Kepentingan peradilan dalam perkara pidana
d.      Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya
e.       Tukar-menukar informasi antar bank
f.       Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis
·         Letter of credit, atau sering disingkat menjadi L/C, LC, atau LOC, adalah sebuah cara pembayaran internasional yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran tanpa menunggu berita dari luar negeri setelah barang dan berkas dokumen dikirimkan keluar negeri (kepada pemesan).
·         Pelaku dari L/C itu sendiri antara lain adalah applicant, beneficiary, issuing bank, Advising bank.
·         Jenis-jenis L/C antara lain revocable L/C, Irrevocable L/C, Sight Payment L/C Acceptance L/C, Negotiation L/C, Deffered Payment L/C, Confirmed L/C, Transferable L/C, Assignment L/C.
·         Terdapat lima hubungan hukum yang utama dalam transaski L/C yaitu Hubungan Hukum Pemohon dan Penerima, Hubungan Hukum Pemohon dan Bank Penerbit, Hubungan Hukum Bank Penerbit dan Penerima, Hubungan Hukum Bank Penerbit dan Bank Penerus, dan Hubungan Hukum Bank Penerus dan Penerima.
·         L/C juga memiliki beberapa kelemahan yang ditinjau dari dua pihak yaitu dari pihak eksportir dan pihak importir.






















DAFTAR PUSTAKA

Budisantoso, Totok dan Sigit Triandaru. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat.

Ginting, Ramlan. 2000. Letter of Credit. Jakarta : Salemba Empat.

Kasmir. 2011. Dasar-Dasar perbankan. Jakarta : PT.Raja Grafindo.


Comments
1 Comments

Post Comment

1 Response to "Makalah Kesehatan Bank"

Termimakasih buat partisipasinya ya :)