Kerusuhan Mei 1998 dan Masa Pemerintahan Transisi B.J. Habibie
I.
Pendahuluan
Indonesia
dan dunia Internasional berubah secara signifikan pada akhir 1980-an. Terutama
dibidang ekonomi. Berakhirnya perang dingin yang ditandai dengan pecahnya uni
soviet menjadi tanda bahwa pihak barat tidak lagi memerlukan kekuatan rezim-
rezim dunia ketiga yang dahulu dipertahankan untuk membentung hegemoni Uni
Soviet. Krisis ekonomi yang terjadi membuat nilai mata uang Indonesia jatuh.
Tidak hanya Indonesia, negara Asia Tenggara yang lain pun terkena imbasnya
pula. Sejak oktober 1997 pemerintah sudah tidak dapat mempertahankan kurs
devisa mengambang terkendali yang telah dipraktekan oleh pemerintah sejak lama.[1]
Bursa aham Jakarta hncur dan hampir semua perusahaan swasta di indonesia
bangkrut, tabungan kelas menengah lenyap, seta jutaan pekerja diberhentikan
dari pekerjaan mereka.
Pemerintah
Orde baru tidak hanya diam melihat gejolak ekonomi global yng semakin terlihat.
Soeharto menangani krisis tersebut dengan langkah yang bersifat angkuh. Soeharto
mencoba melakukan reformasi dibidang ekonomi namun berbagai proyek yang
dilakukan oleh kroni maupun keluarga cendana tetap dipertahankan. Selain itu Soeharto
berdamai dengan IMF dan melakukan kerja sama di bidang ekonomi dengan IMF. 16
bank swasta harus ditutup sebagai syarat dari IMF namun dua bank milik keluarga
Cendana dapat hidup kembali. Berbagai kebijakan yang dilakukan oleh Soeharto
tersebut mulai membangun opini di kalangan masyarakat Indonesia bahwa rezim Soeharto
telah jelas menerapkan praktek KKN. Ekonomi yang menjadi pilar utama Soeharto
tidak lagi sekuat dulu. [2]
Krisis
ekonomi yang terus berlanjut membuat tuntutan ekonomi terus meningkat dan
memperjelas gambaran bahwa pemerintah orde baru sudah tidak mampu lagi
menyelamatkan perekonomian. Respon terhadap keinginan reformasi disuarakan oleh
para tokoh masyarakat dan yang pasti oleh kalangan mahasiswa. Aksi – aksi yang
dilakukan oleh mahasiswa semakin kuat menjelang tahun 1998. Pemerintah merespon
dengan tindakan tegas kepada pihak – pihak ang dianggap mengganggun stabilitas
keamanan
secara represif. Pembunuhan mahasiswa Trisakti menjadi titik balik
aksi – aksi tuntutan mahasiswa untuk mengakhiri rezim Soeharto yang telah
berkuasa selama 30 tahun.[3]
Konflik
sipil ataupun militer mewarnai jatuhnya rezim orde baru. Di tubuh pemerintahan,
kalangan eksekutif ulai kehabisan akal untuk meredam berbagai serangan yang
ditujukan kepada dirinya. Melalui tokoh – tokoh vokal seperti Megawati Seokarno
Puteri, Amien Rais, dan juga Gus Dur pemerintah mendapatkan serangan – serangan
yang kuat. Di kalangan militer juga terjadi konflik yang sebenarnya telah
terjadi sejak menantu keluarga Cendana yaitu Prabowo Subianto menjadi perwira
berpengaruh di jajaran kemiliteran atau ABRI. Konflik internal militer yang
paling jelas terlihat antara Prabowo dengan Wiranto yang bertindak sebagai
panglima tinggi ABRI.
II. Pembahasan
1.
Krisis
Politik akhir Orde Baru
Krisis
politik yang terjadi antara pihak penguasa dan pihak oposisi sebenarnya terjadi
sepanjang masa pemerintahan orde baru. Namun itensitasnya semakin tinggi sejak
goyahnya perekonomian yang menjadi tumpuan keberhasilan rezim orde baru. Tokoh
– tokoh yang dinilai menganggu kinerja pemerintah dan dapat membentuk opini
publik pun ditindak secara tegas. Tidak peduli berbentuk individu ataupun
institusi rezim orde baru akan melakukan tindakan tegas. Seperti peristiwa
penyerangan kantor PDI – P yang menimbulkan konflik iternal yang sebenarnya di
buat oleh pihak Orde Baru.
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak
dari berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan
politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam
kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang sebenarnya terjadi adalah
dalam rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Soeharto dan kroni-kroninya.
Artinya,demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang
semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan
demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang
berarti dari, oleh, dan untuk penguasa. Pada masa Orde Baru, kehidupan politik
sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak
oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis.
Konflik
PDI tahun 1996 semakin menampakkan diri dalam bentuk pertarungan
antara pihak sipil, yang direpresentasikan oleh kubu Megawati Soekarnoputri,
dengan pihak militer direpresentasikan oleh kubu Soerjadi. Pertarungan di
dalam PDI, tidak cukup jika hanya dilihat sebagai manuver para politisi
oportunis semacam Fatimah Achmad Cs, tetapi harus dipandang sebagai
pertarungan antara pihak sipil dan pihak militer.
antara pihak sipil, yang direpresentasikan oleh kubu Megawati Soekarnoputri,
dengan pihak militer direpresentasikan oleh kubu Soerjadi. Pertarungan di
dalam PDI, tidak cukup jika hanya dilihat sebagai manuver para politisi
oportunis semacam Fatimah Achmad Cs, tetapi harus dipandang sebagai
pertarungan antara pihak sipil dan pihak militer.
Sebab,
dalam konteks negara orde baru yang sangat didominasi oleh
rejim
militer yang otoriter dan fasistik ini, tidak pernah ada kelompok dalam
masyarakat yang luput dari rekayasanya. Fatimah Achmad akan berani menuntut
pelaksanaan "Kongres" yang sudah terwujud di Medan tersebut hanya jika dia
didukung oleh militer. Dan terbukti, hanya militerlah yang paling mendukung
pelaksanaan "kongres" tersebut.
militer yang otoriter dan fasistik ini, tidak pernah ada kelompok dalam
masyarakat yang luput dari rekayasanya. Fatimah Achmad akan berani menuntut
pelaksanaan "Kongres" yang sudah terwujud di Medan tersebut hanya jika dia
didukung oleh militer. Dan terbukti, hanya militerlah yang paling mendukung
pelaksanaan "kongres" tersebut.
Demikianlah
ketika "kongres" tersebut akhirnya memilih Soerjadi sebagai
Ketua Umum DPP PDI yang baru, serentak militer mengeluarkan statement bahwa
kepengurusan di luar kongres Medan adalah tidak sah. Dengan statement ini,
otomatis militer menganggap bahwa persoalan di tubuh PDI sudah selesai.
Sementara itu, Presiden Soeharto sebagai Panglima Tertinggi ABRI juga
mengatakan bahwa "bangsa Indonesia hendaknya jangan sok kuasa, mau menang
sendiri di dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya". Tentu saja,
pernyataan Soeharto ini kontradiksi dengan sikap militer tersebut. Dan
memang, pernyataan Soeharto yang selalu tampil bijaksana bukanlah sebuah hal
yang perlu ditelan mentah-mentah.
Ketua Umum DPP PDI yang baru, serentak militer mengeluarkan statement bahwa
kepengurusan di luar kongres Medan adalah tidak sah. Dengan statement ini,
otomatis militer menganggap bahwa persoalan di tubuh PDI sudah selesai.
Sementara itu, Presiden Soeharto sebagai Panglima Tertinggi ABRI juga
mengatakan bahwa "bangsa Indonesia hendaknya jangan sok kuasa, mau menang
sendiri di dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya". Tentu saja,
pernyataan Soeharto ini kontradiksi dengan sikap militer tersebut. Dan
memang, pernyataan Soeharto yang selalu tampil bijaksana bukanlah sebuah hal
yang perlu ditelan mentah-mentah.
Oleh
sebab itu, DPP PDI yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri tetap
berkeras mempertahankan keputusannya, yakni menganggap pelaksanaan kongres
Medan itu adalah tidak sah, dan inkonstitusional. Sikap melawan DPP PDI
Megawati itu tercermin dari pidato politik Mega yang menegaskan bahwa
dirinya adalah Ketua Umum DPP PDI yang sah, legal dan konstitusional, serta
sikap DPP PDI yang sangat menyesalkan militer yang sudah berpihak pada
salah satu golongan. [4]
berkeras mempertahankan keputusannya, yakni menganggap pelaksanaan kongres
Medan itu adalah tidak sah, dan inkonstitusional. Sikap melawan DPP PDI
Megawati itu tercermin dari pidato politik Mega yang menegaskan bahwa
dirinya adalah Ketua Umum DPP PDI yang sah, legal dan konstitusional, serta
sikap DPP PDI yang sangat menyesalkan militer yang sudah berpihak pada
salah satu golongan. [4]
Adanya
perlawanan dari DPP PDI Megawati terhadap pelaksanaan kongres dan
hasil kongres Medan, membuktikan bahwa perhitungan militer salah. Militer
menganggap bahwa taktik adu domba yang selama ini sering mereka terapkan
masih ampuh untuk mematahkan perlawanan rakyat. Rakyat makin sadar, rakyat
makin mengerti bahwa militer adalah pemecah belah yang sebenarnya. Ketika
massa PDI dan simpatisan menggelar aksi massa turun ke jalan secara damai
sebagai protes atas pelaksanaan kongres Medan, dihadapi dengan brutal dan
kejam oleh militer, sehingga mengakibatkan empat orang warga PDI tewas, 70
lainnya luka-luka dan 52 orang ditahan, rakyat makin paham bahwa militer
sangat kejam. Militer adalah pembunuh rakyat, bukan pelindung rakyat
sebagaimana yang sering mereka gembar-gemborkan selama ini.
hasil kongres Medan, membuktikan bahwa perhitungan militer salah. Militer
menganggap bahwa taktik adu domba yang selama ini sering mereka terapkan
masih ampuh untuk mematahkan perlawanan rakyat. Rakyat makin sadar, rakyat
makin mengerti bahwa militer adalah pemecah belah yang sebenarnya. Ketika
massa PDI dan simpatisan menggelar aksi massa turun ke jalan secara damai
sebagai protes atas pelaksanaan kongres Medan, dihadapi dengan brutal dan
kejam oleh militer, sehingga mengakibatkan empat orang warga PDI tewas, 70
lainnya luka-luka dan 52 orang ditahan, rakyat makin paham bahwa militer
sangat kejam. Militer adalah pembunuh rakyat, bukan pelindung rakyat
sebagaimana yang sering mereka gembar-gemborkan selama ini.
Tindakan
militer tersebut juga memunculkan kesadaran semua orang bahwa tidak
benar jika konflik sipil militer selama ini hanyalah konflik di tingkat elit
sipil dan elit militer. Konflik itu adalah konflik rakyat Indonesia dengan
rejim militer Orde Baru yang otoriter dan fasistik. Ini terlihat jelas pada
saat massa PDI menggelar aksi Parlemen Jalanan di depan Kantor DPP PDI jl.
Diponegoro 58. Dalam aksi Parlemen Jalanan itu, mereka mempersoalkan campur
tangan militer di seluruh segi kehidupan masyarakat, misalnya dalam kasus
perburuhan, kasus penggusuran tanah petani, kasus pembantaian mahasiswa di
Makasar, kasus Aceh, kasus Timika, Haur Koneng, Timor-Timur dan kasus-kasus
lainnya. Dalam pidato politik massa rakyat yang bebas itu, mereka menuntut
pencabutan paket 5 UU Politik yang selama ini telah memasung dan mengebiri
kehidupan politik rakyat serta menuntut dicabutnya Dwi Fungsi ABRI yang
telah menjadi sumber legitimasi militer untuk campur tangan dalam seluruh
peri kehidupan ralyat. [5]
benar jika konflik sipil militer selama ini hanyalah konflik di tingkat elit
sipil dan elit militer. Konflik itu adalah konflik rakyat Indonesia dengan
rejim militer Orde Baru yang otoriter dan fasistik. Ini terlihat jelas pada
saat massa PDI menggelar aksi Parlemen Jalanan di depan Kantor DPP PDI jl.
Diponegoro 58. Dalam aksi Parlemen Jalanan itu, mereka mempersoalkan campur
tangan militer di seluruh segi kehidupan masyarakat, misalnya dalam kasus
perburuhan, kasus penggusuran tanah petani, kasus pembantaian mahasiswa di
Makasar, kasus Aceh, kasus Timika, Haur Koneng, Timor-Timur dan kasus-kasus
lainnya. Dalam pidato politik massa rakyat yang bebas itu, mereka menuntut
pencabutan paket 5 UU Politik yang selama ini telah memasung dan mengebiri
kehidupan politik rakyat serta menuntut dicabutnya Dwi Fungsi ABRI yang
telah menjadi sumber legitimasi militer untuk campur tangan dalam seluruh
peri kehidupan ralyat. [5]
Sementara
itu, dukungan rakyat terhadap DPP PDI Megawati terus mengalir
deras. Di beberapa daerah dukungan baik dalam bentuk aksi massa maupun
pernyataan sikap terus begelombang. Di Yogyakarta (Selasa, 25/6/96), ribuan
massa yang menamakan diri Front Rakyat Penyelamat Demokrasi Indonesia
(FRPDI) menggelar aksi unjuk rasa di Bulevar Kampus UGM. Di Bali (25/6)
massa pendukung Megawati terus bergerak. Mereka menyatakan sikap dan
menyesalkan intervensi pemerintah dan militer dalam tubuh PDI. Aksi yang
sama juga di laksanakan oleh massa pendukung DPP PDI Megawati di Bogor,
Tasikmalaya, Surabaya (jawa Timur). Imam Soeroso, Ketua DPD PDI Jatim,
bahkan menegaskan bahwa dalam waktu dekat seluruh DPC-DPC se Jawa Timur,
akan segera menyelenggarakan konferensi cabang sebagai tindak lanjut dari
perintah harian Ketua Umum DPP PDI Megawati
.
Dukungan serupa juga datang dari Bandung. Sekitar 100 mahasiswa dari
berbagai perguruan tinggi dan massa PDI Bandung (Selasa, 25/6) kembali
memggelar aksi turun ke jalan. Demikian juga, dukungan datang dari DPD PDI
Sulawesi Utara.
deras. Di beberapa daerah dukungan baik dalam bentuk aksi massa maupun
pernyataan sikap terus begelombang. Di Yogyakarta (Selasa, 25/6/96), ribuan
massa yang menamakan diri Front Rakyat Penyelamat Demokrasi Indonesia
(FRPDI) menggelar aksi unjuk rasa di Bulevar Kampus UGM. Di Bali (25/6)
massa pendukung Megawati terus bergerak. Mereka menyatakan sikap dan
menyesalkan intervensi pemerintah dan militer dalam tubuh PDI. Aksi yang
sama juga di laksanakan oleh massa pendukung DPP PDI Megawati di Bogor,
Tasikmalaya, Surabaya (jawa Timur). Imam Soeroso, Ketua DPD PDI Jatim,
bahkan menegaskan bahwa dalam waktu dekat seluruh DPC-DPC se Jawa Timur,
akan segera menyelenggarakan konferensi cabang sebagai tindak lanjut dari
perintah harian Ketua Umum DPP PDI Megawati
.
Dukungan serupa juga datang dari Bandung. Sekitar 100 mahasiswa dari
berbagai perguruan tinggi dan massa PDI Bandung (Selasa, 25/6) kembali
memggelar aksi turun ke jalan. Demikian juga, dukungan datang dari DPD PDI
Sulawesi Utara.
Dukungan
yang semakin meluas terhadap DPP PDI Megawati juga datang dari
Partai Rakyat Demokratik (PRD), Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI),
ormas-ormas seperti Masyumi baru, PNI baru, Gerakan Rakyat Marhaen, dan
LSM-LSM, seperti YLBHI, Pijar Indonesia dan sebagainya, yang tercatat
sebanyak 34 organisasi. Dalam pertemuan tanggal 24/5/96, mereka sepakat
untuk mendukung DPP PDI Megawati dengan dasar bahwa konflik yang terjadi di
tubuh PDI tidak hanya merupakan persoalan PDI sendiri tetapi juga adalah
persoalan seluruh rakyat Indonesia. Guna mengefektifkan dukungan terhadap
Megawati dan sekaligus sebagai upaya percepatan menuju masyarakat Indonesia
yang demokratis, mereka membentuk aliansi yang diberi nama "Majelis Rakyat
Indonesia (MARI). MARI ini dalam gerak langkahnya dibimbing oleh empat sikap politik:
1.Turunkan harga, tingkatkan kesejahteraan rakyat.
Partai Rakyat Demokratik (PRD), Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI),
ormas-ormas seperti Masyumi baru, PNI baru, Gerakan Rakyat Marhaen, dan
LSM-LSM, seperti YLBHI, Pijar Indonesia dan sebagainya, yang tercatat
sebanyak 34 organisasi. Dalam pertemuan tanggal 24/5/96, mereka sepakat
untuk mendukung DPP PDI Megawati dengan dasar bahwa konflik yang terjadi di
tubuh PDI tidak hanya merupakan persoalan PDI sendiri tetapi juga adalah
persoalan seluruh rakyat Indonesia. Guna mengefektifkan dukungan terhadap
Megawati dan sekaligus sebagai upaya percepatan menuju masyarakat Indonesia
yang demokratis, mereka membentuk aliansi yang diberi nama "Majelis Rakyat
Indonesia (MARI). MARI ini dalam gerak langkahnya dibimbing oleh empat sikap politik:
1.Turunkan harga, tingkatkan kesejahteraan rakyat.
2.Cabut
paket 5 undang-undang politik.
3.Berantas
kolusi, korupsi, monopoli.
4.
Calonkan Megawati sebagai Presiden RI periode 1998-2003.
Adanya
dukungan yang luas terhadap DPP PDI Megawati ini, serta tuntutan
politik yang digelar, maka jelas terlihat bahwa konflik di tubuh PDI telah
memicu kesadaran politik rakyat secara luas. Konflik PDI ini sekaligus
menjadi ajang pendidikan politik gratis buat rakyat yang selama ini dikebiri
hak-hak politik serta hak untuk mendapatkan pendidikan politik. Dalam hal ini dwifungsi ABRi menjadi sorotan. Dan menimbulkan kejenuhan dengan sikap represif aparat yang telah terlihat pada konflik PDI- P ini. Selain Itu Gus Dur juga merupakan lawan politik kuat dari kalangan agamawan yang vokal dalam menyuarakan
politik yang digelar, maka jelas terlihat bahwa konflik di tubuh PDI telah
memicu kesadaran politik rakyat secara luas. Konflik PDI ini sekaligus
menjadi ajang pendidikan politik gratis buat rakyat yang selama ini dikebiri
hak-hak politik serta hak untuk mendapatkan pendidikan politik. Dalam hal ini dwifungsi ABRi menjadi sorotan. Dan menimbulkan kejenuhan dengan sikap represif aparat yang telah terlihat pada konflik PDI- P ini. Selain Itu Gus Dur juga merupakan lawan politik kuat dari kalangan agamawan yang vokal dalam menyuarakan
Perkembangan
ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan ekonomi
yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi,
tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia.
Kondisi dan situasi Politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya
peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat
terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis
politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya
menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya
reformasi baik didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di
dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada
pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat pada perlakuan keras terhadap
setiap orang atau kelompok yang menentang atau memberikan kritik terhadap
kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah. Selain itu,
masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan
Presiden.
2.
Konflik Sosial pada Kerusuhan
Mei 1998
Sebelum terjadi kerusuhan Mei 1998,
konflik masyarakat hingga terjadinya kerusuhan massa bukan hal yang baru lagi
di Indonesia. Pada kebanyakan konflik, isu yang menonjol antara lain isu suku,
ras dan antar agama, yang dikenal dengan SARA. Selain isu SARA, isu yang
menonjol lainnya adalah isu “Ninja”. “Ninja” ini adalah sekelompok orang yang
berpakaian ala ninja yang mendatangi rumah-rumah penduduk yang dicurigai
melakukan praktek dukun santet. Mereka melakukan penganiayaan hingga pembakaran
rumah.[6]
Isu rasial atau diskriminasi
terhadap etnis Tionghoa bukan merupakan hal baru lagi di Indonesia, karena pada
tahun 1740 di Batavia pun pernah terjadi pembantaian missal terhadap etnis
tionghoa, namun pada bmasa Orde Baru, aksi anti Tionghoa semakin meningkat.
Pada awal berdirinya Orde Baru, isu anti tionghoa dikaitkan dengan anti komunis,
dan sikap anti tionghoa ini semakin lama semakin meluas. Bahkan muncul dalam
keputusan-keputusan pemerintah seperti pada tanggal 6 Desember 1967, Presiden
Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden No. 14/1967 tentang Agama,
Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina[7].
Instruksi Presiden ini menetapkan bahwa seluruh upacara keagamaan atau adat
istiadat Tionghoa hanya boleh dilakukan di lingkungan keluarga dan di ruangan
tertutup.
Salah satu contoh kerusuhan yang
berlatar belakang agama atau ras adalah pada 15 – 17 September 1997 di Ujung
Pandang, Makassar. Saat seorang Tionghoa yaitu Benny Karre yang seorang penjual
botol membunuh gadis kecil yang berusia 9 tahun. Benny Karre pun akhirnya
meninggal setelah dikeroyok oleh massa, tetapi masalah tidak selesai yang kemudian
berkembang menjadi kerusuhan etnis yang menyebabkan kerugian sekitar Rp. 17,5
milyar. Massa yang marah atas kelakuan Benny Karre pun melampiaskan
kemarahannya dengan menghancurkan rumah-rumah hiburan dan pelacuran serta
menghancurkan rumah, toko, dan kendaraan berotor milik etnis Tionghoa. Situasi
saat itupun menjadi kerusuhan anti tionghoa. Kerusuhan itu juga menyebabkan
tewasnya 5 orang, 13 mahasiswa kena luka tembak dan 116 orang ditahan. Isu-isu
yang muncul pada saat itu adalah isu anti Tionghoa dan anti komunis, beberapa
analisis mengatakan bahwa isu tersebut muncul sejak penumpasan PKI pada Maret
1965, dan etnis Tionghoa dianggap dekat dengan komunis.
Pasca kerusuhan 15-17 September
tersebut, kerusuhan-kerusuhan kecil terus terjadi. Misalkan seperti perusakan
toko-toko milik etnis Tionghoa, walaupun ada pasukan keamanan namun massa yang
akan melakukan selalu kembali lagi untuk merusak toko-toko tersebut.
Kemudian ada kerusuhan di Medan,
Sumatera Utara pada tanggal 4-8 Mei 1998. Kerusuhan ini merupakan pendahulu
dari kerusuhan yang terjadi di Jakarta, bahkan polanya pun cenderung memiliki
banyak persamaan. Berikut ini adalah kronologi kerusuhan di Medan dan
sekitarnya.
Pada tanggal 4 Mei 1998, sekitar 500
mahasiswa IKIP Negeri Medan melakukan aksi didepan kampus, kemudian aparat
berada di depan kampus dan memblokir jalan, kemudian terjadi bentrok yang
diikuti pelemparan batub dan Molotov kearah aparat. Setelah Purek I dan II
bernegosiasi dengan Dandim 020, akhirnya pasukan ditarik dan mahasiswa
diperbolehkan masuk ke kampus. Namun pada saat magrib, mahasiswa yang akan
pulang dihentikan oleh aparat dan mereka disuruh untuk berjalan jongkok sambil dibentak. Kemudian
salah satu aparat juga melakukan pelecehan seksual terhadap salah satu
mahasiswi yang sebelumnya kerudung mahasiswi tersebut sudah ditarik hingga
robek, kemudian mahasiswi itu pingsan akibat perlakuan tersebut. Massa dan
mahasiswa yang melihat kejadian tersebut kemudian bereaksi dan mencari aparat tersebut.
Massa yang mendatangi pos Lantas berusaha dibubarkan oleh aparat yang berada
disekitar pos, namun itu embuat emosi massa tersulut. Polisi yang terkepung
akhirnya meminta tambahan pasukan, namun itu hanya membuat massa semakin emosi.
Massa yang sudah benar-benar tersulut emosi akhirnya mulai menghancurkan pos,
membakar truk dan sepeda motor serta mengobrak-abrik seisi pos. Sebelum
menghancurkan pos, massa juga melakukan perusakan dan penjarahan toko. Setelah
kerusuhan berlangsung beberapa lama akhirnya massa berhasil dibubarkan
oleh aparat keamanan setelah melepaskan
tembakan ke udara.[8]
Pada 5 Mei 1998 pagi hari, massa
yang mendengar bahwa terjadi penahanan terhadap 50 orang pada saat kerusuhan
pun mulai mendatangi Pos Polisi Percit Sei Tuan. Namun ketika massa sedang
berdialog dengan polisi, bantuan aparat datang dan menyulut kemarahan massa
hingga akhirnya massa membakar 2 mobil. Pada siang hari, massa melakukan
perusakan dan pembakaran. Kurang lebih seratus toko dan 14 mobil dibakar. Para
pemilik toko yang umumnya etnis Tionghoa dipaksa keluar dan toko mereka dojarah
kemudian dibakar. Para pemilik toko yang selamat dari perusakan dan penjarahan
adalah toko-toko yang memasang sajadah dan menuliskan kata-kata “Pribumi” pada
tembok-tembok toko mereka. Massa akhirnya dihentikan setelah aparat melepaskan
gas air mata.
Dihari yang sama, kerusuhan pun
terjadi diluar kota Medan yaitu di kabupaten Deli Serdang. Sekelompok orang
yang tidak dikenal berkumpul disekitar Jl. Sutomo. Hingga akhirnya setelah massa
yang berkumpul itu semakin banyak, mereka menyerang salah satu rumah makan yang
kemudian merembet ke bangunan pertokoan yang lainnya. Aparat tidak melakukan
apapun karena kalah jumlah, massa mencapai ribuan orang.
Pada tanggal 6 Mei 1998, kerusuhan
semakin meluas diwilayah bkota Medan. Pada pagi hari massa mulai berkumpul di
Ps. Simpang Limun dan mulai merusak, menjarah, dan melakukan pembakaran. Hingga
pada siang hari aparat keamanan mencoba menghalau massa dengan melakukan
tembakan, kemudian massa bubar dan melarikan diri lewat gang atau lorong-lorong
yang terdapat disana. Pada hari yang sama, kerusuhan terjadi lagi disekitar Jl.
Tanjung Morawa. Massa merusak studio foto dan merusak mesin fotokopi disalah
satu toko hingga kerusuhan itu menjalar ke toko-toko lain, bahkan toko yang
dimiliki etnis non-Tionghoa pun ikut menjadi korban.[9]
Kemudian di kabupaten Deli Serdang
setelah pada malam hari sebelumnya terjadi perusakan dan penjarahan, pada pagi
harinya penjarahan tersebut dilakukan lagi. Massa menjarah mesin giling padi.
Pemilik penggilingan padi akhirnya melapor kepada aparat, aparat mencoba
menghentikan massa namun tidak berhasil. Massa selain menjarah toko juga
menjarah rumah-rumah warga, barang yang sulit untuk dibawa, mereka hancurkan. Pada
malam harinya kerusuhan berhasil dihentikan saat beberapa anak muda dari oras
pemuda tersebut ditangkap dan diberikan pengarahan oleh aparat.[10]
Sedangkan di kabupaten Tebing
Tinggi, setelah mendengar berita tentang kerusuhan di Deli Serdang suasana
mulai mencekam. Masyarakat khawatir akan terjadi peristiwa kerusuhan yang sama
seperti di Deli Serdang. Pada malam itu juga terjadi penjarahan pada
penggilingan padi dan toko swalayan oleh massa yang umumnya berusia tanggung
(seusia anak SMP).
Pada 7 Mei 1998 di kabupaten Tebing
Tinggi, kerusuhan semakinn bertambah parah, pada pagi hari aparat menjaga
disekitar pertokoan sehingga pemilik toko merasa aman lalu membuka tokonya,
namun beberapa jam kemudian penjarahan terjadi lagi disebuah toko mas dan toko
swalayan. Massa melempari toko dengan batu, dan apabila lemparannya mengenai
sasaran, massa yang lain akan memberikan tepuk tangan sehingga mereka semakin
bersemangat merusak toko-toko tersebut. Penjarahan tersebut berlangsung hingga
malam hari dan berakhir sekitar pukul 21.00 wib.
Sedangkan di Medan, di Jl. Platini
Titi Papan, sekitar 200 warga berkumpul dan kemudian merusak 2 ruko dan
menjarah seluruh isinya, lalu 2 mobil juga turut dirusak. Aparat berhasil
mengamankan 12 tersangka. Sedangkan di Pasar VII terjadi kerusuhan akibat 300
orang yang menjarah seluruh isi pasar, aparat berhasil menangkap 8 orang. Dan
kemudian di Jl. Bangka Belawan, sekitar 200 massa menjarah sebuah toko.[11]
Yang terakhir adalah di Kabupaten
Simalungun. Sejak pagi hari banyak warga yang menrima peringatan tentang akan
adanya penjarahan toko. Dan pada malam harinya penjarahan akhirnya terjadi.
Massa yang saat itu sudah bercampur dengan preman mulai menjarah toko,
bahkan salah satu pemilik toko ada yang
melapor kepada Danramil keesokan harinya karena tokonya dijarah oleh anggota
TNI.
Dan pada tanggal 8 Mei 1998 di Medan,
pada pagi hari terjadi kerusuhan di Jl. Yos Sudarso Simpang Sicanang dan
Kampung Kurnia. Bratusan massa merusak dan menganiaya warga etnis Tionghoa. Dan
aparat berhasil menangkap 12 orang dalam peristiwa ini. Dan pada siang hari
terjadi penjarahan dan perusakan di Jl. Potong Hewan, hal ini terjadi setelah
massa berkumpul dan membakar ban dijalan. Kemudian aparat berhasil menghentikan
kerusuhan ini. Di siang hari itu juga di Martubung, Medan Pelabuhan, terjadi
pembakaran kandang ayam milik Ali Herban seorang warga etnis Tionghoa.
3.
Konflik
Militer pada akhir Orde Baru
Pada masa orde baru dominasi angkatan
bersenjata atau ABRI sangat kuat tidak hanya dibidang militer, para aparat juga
ikut terjun langsung kepada politik praktis. Oleh sebab itu ketika rezim Soeharto
mulai goyah maka konflik internal militer juga terjadi. Hal itu terjadi karena Soeharto
selalu mengandalkan pihak militer untuk kepentingan dirinya. Dalam hal ini AD
sangat dominan dalam dwifungsi ABRI.Konflik yang terjadi di tubuh militer
biasany berhubungan dengan perebutan keududkan atau posisi – posisi strategis
yang ada pada struktur organisasi ABRI. Pada awal tahun 1990-an sempat ada isu
konflik internal ABRI antara kelompok “ABRI hijau” dengan kelompok “ABRI Merah
Putih”. Kelompok “ABRI hijau” merupakan julukan untuk kelompok perwira yang
berlatarbelakang agama sedangkan kelompok “ABRI Merah Putih” merupakan julukan
untuk perwira dengan latarbelakang nasionalis.
Meski hubungan sipil-militer saat itu
berlangsung baik, dan terjadi proses saling memanfaatkan pada era reformasi,
tampak supremasi sipil terhadap militer tetap tidak utuh. Hal itu terlihat dari
besarnya ketergantungan otoritas sipil pada dukungan militer. Masih lemahnya
supremasi sipil terhadap militer tersebut, terlihat dari sikap otoritas sipil
pasca reformasi ketika senantiasa melibatkan militer dalam proses kebijakan
politik nasional yang terkait dengan kepentingan militer. Di sisi lain, kondisi
hubungan sipil-militer di Indonesia pasca soeharto (1998-2004) justru
menunjukkan model baru hubungan sipil-militer. Hubungan sipil-militer seperti
yang dipraktikkan oleh tiga pemerintahan pasca Soeharto, ternyata hanya
melahirkan kendali sipil atas militer yang masih semu dan tidak mutlak,
meskipun jauh lebih baik dari masa sebelum reformasi.
Banyak jendral – jendral yang tercatat
pernah terlibat konflik internal untuk memperebutkan posisi strategis. Namun
konflik militer yang paling penting ialah konflik yang kerkait dengan Mayjen
Prabowo Subianto. Prabowo pernah berseteru denan Benny Moerdani.[12]
Benny Moerdani dianggap memiliki ambisi untuk menjadi presiden namun hal
tersebut dilaporkan oleh Prabowo. Sebelum sempat merealisasikan niatnya Benny
Moerdani digantikan oleh Try Sutrisno sebagai Pangab.
Prabowo memiliki akses yang kuat dalam
tubuh ABRI. Akses kuat itu karena ia merupakan menantu presiden Soeharto.
Dengan posisi tersebut maka Prabowo memiliki status kuat baik secara struktural
jabatan ataupun politis. Selain dengan Benny Moerdani. Prabowo tercatat sering
bersitegang dengan perwira – perwira tinggi ABRI yang lainnya. Bahkan tak
jarang rival seterunya berpangkat lebih tinggi dibandingkan dengan dirinya.[13]
Hubungan dengan keluarga Cedana ini membuat karir Prabowo di dunia kemiliteran
dapat meningkat dengan pesat.
Konflik – konflik yang terjadi di tubuh
ABRI biasanya merupakan pertarungan untuk mendapatkan peran sentral dan dekat
dengan Soeharto. Kelompok ataupun individu mencoba untuk mendekat dengan
lingkaran kekuasaan Soeharto agar mendapatkan kelancaran bagi dirinya sendiri.
Ketika telah berada di lingkaran terdekat Soeharto maka berbagai urusan akan
lancar.
Konflik tentara paling kuat terjadi
antara Mayjen Prabowo Subianto dengan Panglima Wiranto. Dalam proses lengsernya
Soeharto Prabowo lebih mendukung agar Soeharto lengser dan digantikan oleh
Habibie. Prabowo lebih emilih Habibie karena dia dianggap dekat dengan Prabowo
dan akan dijanjikan jabatan sebagai Pangab. Sedangkan Wiranto lebih mendukung
pembentukan dewan Reformasi untuk memilih presiden yang akan menggantikan Soeharto.
Keduanya melakukan langkah – langkah politik untuk menjaga sekenario yang
masing – masing inginkan tetap terjaga.[14]
Dalam berbagai kerusuhan yang terjadi
pada bulan mei 1998 pun terjadi konflik antara Wianto dan Prabowo dalam
membentuk kebijakan untuk mengantisiapsi kerusahan tersebut. Hal tersebut
tertulis dalam buku yang di tulis Wiranto. "Sebagaimana sudah
saya katakan berkali-kali bahwa informasi yang benar janganlah diputarbalikkan.
Keberangkatan saya sebagai Panglima TNI ke Malang untuk timbang terima PPRC
adalah atas permintaan Panglima Kostrad Letjen TNI Prabowo sendiri.... Bahkan,
saya juga sangat menyayangkan kalaukemudian ada yang mengatakan bahwa Letjen
Prabowo Subianto yang waktu itu menjadi Panglima Kostrad telah meminta saya
membatalkan acara ini dengan cara menelepon saya berkali- kali. Menurut saya,
pernyataan yang mengatakan bahwa saya ditelepon berkali-kali ini rasanya aneh,
sebab setiap telepon yang masuk selalu tercatat di sekretaris pribadi atau
ajudan. Kenyataannya, permintaan pembatalan ini tak ada dalam catatan
sekretaris pribadi atau ajudan saya...."[15]
Argumentasi Wiranto disanggah Fadli Zon yang dikenal dekat dengan
Prabowo Subianto. Dalam buku Politik Huru Hara Mei 1998, ia menulis berdasarkan
wawancaranya terhadap Prabowo tanggal 26 Desember 2003, sebagai berikut:
"Ada peristiwa aneh
yang terjadi pada pagi hari 14 Mei 1998. Hari itu, di tengah kerusuhan yang
melanda Jakarta dan sekitarnya, Panglima ABRI Jenderal Wiranto memboyong
jenderal-jenderal penting ke Malang untuk menghadiri sebuah acara peralihan
Komando Pengendalian Pasukan Pemukul Reaksi Cepat... Sehari sebelumnya, Prabowo
berkali- kali menghubungi Wiranto untuk membatalkan acara tersebut karena
keamanan Ibu Kota dalam bahaya. Kalaupun harus pergi, Prabowo minta izin agar
ia tetap berjaga-jaga berada di Jakarta membantu Pangdam Jaya mengatasi
kerusuhan. Setelah kurang lebih delapan kali menghubungi Wiranto, hasilnya sama
saja, Prabowo harus ikut ke Malang bersama Wiranto...."[16]
Soal tidak adanya catatan ajudan atau sekretaris pribadi Wiranto
yang membuktikan ada tidaknya telepon Prabowo kepada Wiranto, Fadli mengungkap
soal itu berdasarkan wawancaranya dengan Letkol Fuad Basya, sekretaris pribadi
Panglima Kostrad, sebagai berikut:
"Menurut sespri
Pangkostrad, Letkol Fuad Basya, Prabowo menelepon beberapa kali hingga malam
tanggal 13 Mei. Ia sangat yakin bahwa Prabowo berbicara dengan Wiranto untuk
penundaan acara karena perkembangan situasi Jakarta. Fuad dengan tegas
mengatakan bahwa ia yangmenghubungi langsung sekretaris pribadi Panglima ABRI
Letkol Muktianto. Ditelepon, Fuad mendengar Prabowo mengatakan, sebaiknya
jangan meninggalkan Jakarta...."[17]
Konflik militer yang terjadi berusaha untuk mendapatkan tempat
aman pasca kejatuhan pemerintahan Soeharto. Baik Prabowo ataupun Wiranto
menginginkan keuntungan yang ia dapat setelah kerusuhan ini terjadi. Prabowo
yang memperkirakan dirinya akan menjadi pangab ketika Habibie menggantikan Soeharto
malah dipecat dari kemiliteran karena kasusu penculikan aktivis.
- Kebijakan Ekonomi dan Politik
Pada Masa Habibie
Langkah pertama yang dilakukan BJ Habibie dalam
mengatasi krisis ekonomi Indonesia antara lain mendapatkan kembali dukungan
dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan komunitas negara-negara donor untuk
program pemulihan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi mulai positif pada Triwulan I
dan II tahun 1999. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia mengalami
pemulihan. Untuk mewadahi reformasi ekonomi telah diberlakukan beberapa
Undang-Undang yang mendukung persaingan sehat, seperti UU Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan usaha tidak sehat dan UU Perlindungan Konsumen. Praktek
monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persai ngan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum. Sedangkan Persaingan usaha tidak sehat adalah
persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Dan semuanya berdasarkan kepada
asas Demokrasi Ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan
pelaku usaha dan kepentingan umum. Serta untuk mecapai tujuan menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mewujudkan iklim usaha yang
kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin
adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku
usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.[18]
Pengembangan ekonomi kerakyatan yang dalam rangka
memberdayakan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan dan memperkuat ketahanan
ekonomi sosial penekanannya adalah pada usaha kecil, menengah dan koperasi
menjadi salah satu perhatian utama. Nilai tukar rupiah terjun bebas dari Rp
2.000 per dolar AS menjadi Rp 12.000-an per dolar pada awal terjadinya krisis
moneter dan utang luar negeri yang jatuh tempo sehinga membengkak akibat
depresiasi (penyusutan) rupiah. Hal ini diperbarah oleh perbankan swasta yang
mengalami kesulitan likuiditas. Inflasi meroket diatas 50%, dan pengangguran
mulai terjadi dimana-mana.[19] Ada
beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk memperbaiki
perekonomian Indonesia antaranya :
1. Merekapitulasi perbankan dan menerapkan
independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian.
Bank Indonesia adalah lembaga
negara yang independent berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Bank
Indonesia. Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh 3 (tiga) pilar yang
merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu :
·
Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter
·
Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
·
Mengatur dan mengawasi Bank
2.
Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
Likuiditas adalah kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pengertian lain adalah
kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang yang
segera harus dibayar dengan harta lancarnya. Banyaknya utang perusahaan swasta
yang jatuh tempo dan tak mampu membayarnya dan pada akhirnya pemerintah
mengambil alih bank-bank yang bermasalah dengan tujuan menjaga kestabilan
ekonomi Indonesia yang pada masa itu masih rapuh.
3. Menaikan nilai tukar rupiah
Selama lima bulan pertama tahun
1998, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berfluktuasi. Selama triwulan
pertama, nilai tukar rupiah rata-rata mencapai sekitar Rp9200,- dan selanjutnya
menurun menjadi sekitar Rp8000 dalam bulan April hingga pertengahan Mei. Nilai
tukar rupiah cenderung di atas Rp10.000,- sejak minggu ketiga bulan Mei.
Kecenderungan meningkatnya nilai tukar rupiah sejak bulan Mei 1998 terkait
dengan kondisi sosial politik yang bergejolak. nilai tukar rupiah menguat
hingga Rp. 6500 per dollar AS di akhir masa pemerintahnnya.
4. Mengimplementasikan reformasi
ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
Pada tanggal 15 januari 1998
(masih orde baru ) Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepakatan (letter
of intent atau Lol) dengan IMF. Salah satunya adalah memberikan bantuan
(pinjaman) kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas. Skema ini
dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pemberian Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI) merupakan konsekuensi diterbitkannya kebijakan pemerintah yang
tertuang dalam Kepres No.26/1998 dan Kepres No.55/1998. Keppres itu terbit
setelah sebelumnya didahului munculnya Surat Gubernur BI (Soedradjad
Djiwandono, ketika itu) tertanggal 26 Desember 1997 kepada Presiden dan
disetujui oleh Presiden Soeharto sesuai surat Mensesneg No.R 183/M.sesneg/12/19997.
Atas dasar hukum itulah Bank Indonesia melaksanakan penyaluran BLBI (Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia) kepada perbankan nasional. Total BLBI yang
dikucurkan hingga program penyehatan perbankan nasional selesai mencapai
Rp144,5 triliun, dana itu tersalur ke 48 bank.[20]
Pada tahun 1999 di zaman Presiden
BJ Habibie sebanyak 48 Bankir penerima BLBI melakukan penyelesaiaan settlement
aset atas BLBI yang diterimanya melalui berbagai macam perjanjian dengan Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang terdiri dari lima bankir mengikat
perjanjian dengan skema Master of Settlement Acquisition Agreement (MSAA)
dimana nilai aset yang diserahkan kepada pemerintah sama dengan total hutang
BLBI yakni sebesar Rp89,2 triliun, tiga bankir menyelesaikan utang dengan
mengikat perjanjian Master of Refinancing and Notes Issuence Agreement (MRNIA)
dimana nilai aset lebih kecil dibandingkan hutang BLBI yang diterima sehingga
harus ditambah personal guarantee dengan total utang BLBI sebesar Rp22,7
triliun.Selain itu terdapat 25 bankir mengikat perjanjian penyelesaian hutang
melalui skema Akte Pengakuan Utang (APU) sebesar Rp20.8 triliun, sementara 15
bankir semua asetnya langsung ditangani oleh Bank Indonesia yang sampai hari
ini belum jelas pertanggung jawabannya sebesar Rp11,8 triliun. Jadi untuk MSAA
dan MRNIA saja sudah 77 % mewakili penyelesaain BLBI. Khusus untuk perjanjian
APU tidak semua menandatanganinnya di era Presiden Habibie, sebagian di era
Presiden Abdurahman ‘Gusdur’ Wahid, sebagian lagi dimasa Presiden Megawati.
Sementara sebagian yang tidak kooperatif dan diserahkan kepolisi pada masa
pemerintahan Megawati jumlahnya delapan orang, diantarannya Atang Latief (Bank
Bira), James Januardy (Bank Namura), Ulung Bursa (Lautan Berlian).
Beberapa keberhasilan ekonomi di
era Habibie sebenarnya tidak lepas dari usaha kerja keras para kabinetnya yang
reformis. Namun, perlu disadari bahwa Habibie bukanlah presiden yang
benar-benar reformis dalam menolak kebijakan ekonomi ala IMF. Dengan
keterbatasannya, beliau terpaksa menjalani 50 butir kesepakatan (LoI) antara
pemerintah Indonesia dengan IMF, sehingga penangganan krisis ekonomi di
Indonesia pada hakikatnya lebih pada penyembuhan dengan “obat generik”, bukan
penyembuhan ekonomi “terapis” ataupun “obat tradisional”. Sehingga ketika
meninggalkan tampuk kekuasaan, Indonesia masih rapuh. Disisi lain, Habibie
masih sangat mempercayai tokoh-tokoh Orde baru duduk di kabinetnya, padahal
masyarakat menuntut reformasi. Dan tampaknya, Habibie memang menempatkan
dirinya sebagai Presiden Transisi, bukan Presiden yang Reformis.
Beberapa langkah
perubahan politik diambil oleh Habibie, seperti liberalisasi parpol, pemberian
kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan pencabutan UU Subversi. Kejadian
penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan
Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya
wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut terbukti
tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan
Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.[21]
Transisi
politik yang dilakukan oleh Habibie cenderung gagal karena dukungan politik
yang didapatkan oleh Habibie sangat lemah. Dukungan yang lemah itu menyebabkan rendahnya
legitimasi terhadap lembaga – lembaga pemerintah. Kemerosotan kredibilitas
institusi mendapatkan dampak yang signifikan. Msayarakat menjadi acuh terhdapa
proses hukum yang diselenggarakan oleh negara. Dan akan memunculkan kekerasan
politik yang bersifat masif[22]
III. Kesimpulan
Gejolak
yang terjadi pada kerusuhan mei 1998 terjadi karena sektor perekonomian yang
memburuk di alami oleh Indonesia. Keterpurukan ekonomi menjadikan sentimen kuat
pihak oposisi untuk membuat opini yang menentang pemerintah. Di lain pihak
pemerintah gagal menyelamatkan stabilitas ekonomi agama dan pemegang kekuasaan
tetap bersifat otoriter serta selalu mengambil keuntungan untuk pribadinya.
Kisruh dalam sektor ekonomi menyebar kepada berbagai sendi kehidupan yang rawan
konflik seperti isu agama, isu rasis yang dapat menimbulkan konflik sosial yang
parah
Dalam kondisi bangsa Indonesia yang mengalami stagnansi
di berbagai bidang terdapat berbagai konflik antara penguasa rezim Soeharto
yang dengan berbagai cara menginginkan agar tetap berkuaa. Dan juga adanya
konflik di lingkungan militer yang mempengaruhi gesekan – gesekan sipil yang
terjadi di berbagai wilayah. Berawal dari krisis ekonomi indonesia dihadapkan
kepada transisi masa yang penuh dengan konflik multidimensi. Berbagai elit
sipil ataupun militer mencoba tampil sebagai tokoh terkuat dalam proses trasisi
orde baru ke reformasi ini.
Pemerintahan transisi yang dipimpin oleh presiden Habibie
juga dinilai kurang berhasil mengemban cita – cita reformasi. Kebijakan – kebijakan
di berbagai bidang yang dilakukan oleh Habibie dinilai menyerupai dengan rezim
orde baru. Di bidang politik Habibie dapat dikatakan berhasil dengan gagasan
kebebasan pers yang ia canangkan. Selain itu ia juga mencanangkan penghapusan
dwifungsi ABRI, dan sebagainya. Namun transisi politik yang direncanakan
Habibie tidak bisa terlaksana karena umur pemerintahanya yang pendek dan tidak
mendapatkan dukungan politik yang kuat. Secara dramatis laporan
Pertanggungjawaban Habibie ditolak oleh DPR dan akhirnya dia lengser.
Daftar
Pustaka
Honna,
Jun. Military Politics and
Democratization In Indonesia. USA: Routledge, 2005
Jusuf, Ester Indahyani. Kerusuhan Mei 1998 ; Fakta, Data, dan
Analisa. Yayasan TIFA, 2008.
Kivlan, Zen. Konflik Dan Integrasi TNI-AD. Jakarta: Institute for Policy
Studies, 2004
Pratiknya,Ahmad Watik. Pandangan dan Langkah Reformasi B. J.
Habibie. Sekertariat Wakil Presiden, 2000.
Ricklefs,
M. C. . Sejarah Indonesia Modern 1200 –
2008. Jakarta: Serambi, 2008
Winarno, Budi. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007
Wiranto. Bersaksi di Tengah Badai. Jakarta:
Institute for Democracy of Indonesia, 2003
Zon, Fadli . Politik Huru – Hara Mei 1998. Jakarta: Institute for Policy
Studies, 2004
[1]
M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2008, 2008, hal. 686
[2]
Ibid, Hal. 688
[3]
Ibid, Hal. 689
[4]
Ibid, Hal. 690
[5]
Jun Honna, Military Politics and Democratization In Indonesia, 2005, Hal. 199
[6]
M. C. Ricklefs, Op Cit, hal. 589
[7]
Ester Indahyani Jusuf, Kerusuhan Mei 1998
; Fakta, Data, dan Analisa, 2008 , hal 17
[8]
Ibid, Hal. 18
[9]
Ibid, Hal. 19
[10]
M. C. Ricklefs, op cit, Hal. 690
[11]
Ibid, Hal. 23
[12]
Kivlan Zen, Konflik Dan Integrasi TNI-AD, 2004, Hal. 71.
[13]
Ibid, Hal. 74
[14]
Fadli Zon, Politk huru hara Mei 1998, 2004, Hal. 130
[15]
Wiranto, Bersaksi Di Tengah Badai, 2003, Hal. 32
[16]
Fadli Zon, Op Cit, Hal. 117
[17]
Ibid, Hal. 119
[18]
Ahmad Watik Pratiknya, Pandangan dan Langkah Reformasi B. J. Habibie, 2000,
Hal. 10
[19]
Ibid, Hal 12
[20]
Ibid, Hal. 22
[21]
Ibid, Hal 35
[22]
Budi Winarno, sistem politik Indonesia era reformasi, Hal. 122
0 Response to "Kerusuhan Mei 1998 dan Masa Pemerintahan Transisi B.J. Habibie"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)