Peristiwa Black July 1983
Peristiwa Black Juli 1983 |
Pada
10 April 1983, seorang pemuda Tamil dari Trinocomalee tewas dalam tahanan
polisi setelah ditahan tanpa dakwaan salaam dua minggu. Pada mayatnya terdapat
25 titik luka luar dan 10 titik luka dalam. Pada pemeriksaan yudisial atas
kematiannya, 31 Mei, kejaksaan Jaffna mengembalikan vonis bahwa korban bunuh
diri. Tiga hari kemudian, 3 Juni 1983, sebuah aturan darurat baru berlaku yang
memperbolehkan polisi mengubur dan mengeramasi mayat tanpa pemeriksaan otopsi
terlebih dahulu.
Pada
9 Juni 1983, Amnesti Internasional menyurati Presiden Jayawardane, menyampaikan
kekhawatiran atas aturan itu yang bisa meningkatkan pelanggaran berat hak asasi
manusia dan meminta dia untuk mencabutnya. Namun, aturan itu tidak pernah
dicabut.
Sebaliknya,
pada 3 juni 1983, seiring dengan berlakunya aturan darurat baru itu, serangan
terhadap warga Tamil di Trincomalee dilakukan segera setelah itu. hal itu
mengawali rangkaian serangan terhadap warga Tamil yang berlanjut terus hingga
akhir juli 1983.
R.
Sampanthan, anggota parlemen dari Trincomalee, menulis dalam artikelnya, The
Ethnick Violence in Tricomalee in June-July 1983, dalam sebuah
publikasi Front Persatuan Pembebasan Tamil, 1984 dengan judul “Genosida di Sri
Lanka”, menguraikan :
“Sekelompok
warga Sinhala pergi dari desa ke desa di sejumlah bagian kota, hingga pinggiran,
dan membakar rumah-rumah dan toko-toko miliki warga tamil. Berbarengan dengan
itu, anggota tentara bersenjata lengkap masuk ke wilayah warga Tamil dan
melakukan pencarian dari rumah ke rumah, dengan tuduhan menyembunyikan bahan
peledak dan senjata-senjata berbahaya di wilayah itu. seringkali para pemuda
Tamil ditangkap atas dasar “kecurigaan” semata dan kemudian diinterogasi.
Hotel Mansion (Kiri) tampak hancur akibat seragan sekelompok warga Sinhala. |
Pada
malam tanggal 3 juni, sebuah kendaraan tentara berhenti di depan Hotel mansion
yang berada di jalan utama trincomalee. Hotel itu milik bekas anggota parlemen,
Mr. B. Neminathan (Almarhum). Mereka datang dengan alasan akan melakukan
pencarian dilokasi itu. Segera setelah tentara menyelesaikan pencarian dan
tidak menemukan apa-apa, tentara pergi dari hotel itu menuju hotel didekatnya. Tak
lama setelah itu, sekelompok warga Sinhala dari Lapangan Pasar menyerbu Hotel
Mansion dan menyerangnya. Hotel itu pun sebagian mengalami kerusakan. Penyerbuan
itu kemudian diikuti penyerangan para personel Angkatan Laut pada 26 Juli yang
sepenuhnya menghancurkan hotel itu.
Dibeberapa
wilayah diketahui luas bahwa para anggota militer Sinhala terlibat langsung
dalam pembakaran rumah-rumah warga Tamil dan pusat-pusat bisnis. Semua toko
Tamil di persimpangan Anuradhapura musnah oleh api. Kelompok Sinhala dibantu
personel angkatan udara yang terlibat langsung. Lebih dari 25 toko warga tamil
musnah terbakar di wilayah itu.
Terdapat
sebuah pola yang sama dalam serangan-serangan itu, yaitu dimotivasi oleh
keinginan untuk menyingkirkan warga tamil dan mengusir mereka dari
desa-desanya. Lebih dari 50% orang yang diserang menduduki lahan pemerintah
yang telah diberikan haknya kepada mereka. Mereka telah mengembangkann
lahan-lahan itu, bahkan ada yang telah menempatinya, antara tujuh, sepuluh, dan
lima belas tahun mengembangkan tanah itu. normalnya, kepemilikan mereka atas
tanah itu disahkan”.
Paul
Siegehart dalam laporannya, report of a
Mission to Sri Lanka on Behalf of the International Comission of Jurist and it’s
British Section, justice, Maret 1984, menyimpulkan : “jelas sekali ini bukan
sebuah kerusuhan komunal spontan diantara warga Sinhala. Itu adalah sebuah
rangkaian tindakan sengaja yang dilakukan berdasarkan sebuah rencana terpadu,
yang diorganisasikan dan disusun dengan baik sejak awal. Tetapi siapa yang
merencanakannya?”
Sieghart
lebih jauh menyebut bahwa kerusuhan komunal yang menyebabkan tewasnya warga
tamil, perampokan, dan pengungsian yang dilaksakanan, bukan lagi suatu kejadian
terpisah, tetapi mulai menjadi sesuatu yang rutin terjadi.
Kajian
internatsional Comission Of Jurists pada Desember 1983 menyatakan, menurut
Konvensi mengenai Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida,
tindakan-tindakan pembunuhan yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan,
baik keseluurhan maupun sebagian sebuah bangsa, kelompok etnis, ras, atau
kelompok agama tertentu, dianggap sebagai tindakan genosida. Bukti-bukti jelas
menunjukkan pada kesimpulan bahwa kekerasa oleh para pelaku huru hara Sinhala
terhadap warga tamil pada Juni, Juli, dan Agustus 1983 bernilai tindakan
genosida.
Velupillai Prabakharan bersama dengan anggota mudanya |
Prabhakaran,
pemimpin Macan Tamil, dalam wawancara dengan Anita Pratap, Maret 1984,
mengatakan, dalam pandangannya peristiwa holocaust
Juli merupakan sesuatu yang sudah direncanakan sebelumnya, tindakan
genosida yang disiapkan dengan terpadu terhadap warga Tamil, dilakukan oleh
elemen-elemen rasial partai berkuasa. Awalnya, elemen-elemen rasis itu berupaya
menyalahkan Macan Tamil, tetapi kemudian mereka menyalahkan partai kiri atas
kerusuhan itu. Akan tetapi faktanya, para pemimpin rasis dari pemerintahan
harus bertanggung jawab atas kematian-kematian yang tragis tersebut.
Sementara
itu, pemerintah Sri Lanka menyatakan kepada dunia bahwa kerusuhan yang terjadi
terhadap warga Tamil merupakan hasil pembunuhan terhadap 13 personel Angkatan
Darat yang dituduh dilakukan kelompok pemuda Tamil yang tidak teridentifikasi
pada 22 Juli 1983.
Upaya
penyelesaian konflik melalui jalan perundingan dimulai di Triumpulu pada 1985,
tetapi kemudian gagal dan perang kembali pecah. Sepanjang 1986, banyak warga
sipil dibunuh sebagai bagian dari konflik. Pada 1987, tentara pemerintah
memaksa para pejuang Macan Tamil ke kota wilayah utara, Jaffna. Sepanjang April
1987, pertempuran hebat terjadi diantara kedua belah pihak. Masing-masing
saling melancarkan serangkaian operasi berdarah yang menewaskan banyak korban
di kedua belah pihak.
Operasi Vadamarachchi |
Militer
Sri Lanka kemudian melancarkan sebuah serangan besar-besaran yang disebut “Operasi
Pembebasan” atau “Operasi Vadamarachchi”, dari Mei 1987. Operasi itu bertujuan
untuk merebut wilayah Vadamarachchi di semenanjung Jaffna dari tangan Macan
Tamil. Pertempuran itu menandai perang konvensional Sri Lanka untuk pertama
kalinya, sejak negara itu merdeka. Sebelum ini, perang lebih banyak dilakukan
dengan serangan dari udara atau laut oleh milter Sri Lanka, dan tidak dua
pasukan secara langsung berhadap-hadapan.
Operasi
dimulai pada 26 Mei 1987 dipimpin oleh dua komandan, yaitu Brigadir Jenderal
Denzil Kobbekaduwa dan kolonel Vijaya Wimalaratne. Ketika itu militer Sri Lanka
mengerahkan sekitar 8.000 tentara, yang berasal dari beberapa battalion Angkatan
Darat dengan di dukung oleh Angkatan Udara. Salah satunya adalah resimen Gajaba
dibawah komando letnan Kolonel Sathis Jayakusundara dan Mayor Gotobaya
Rajapaksa.
Dalam
operasi ini pasukan pemerintah tertahan di wilayah Thondamanaru karena pasukan
Macan Tamil meledakkan jembatan disana. Hal itu memperlambat sampainya tentara
ke Valvettihurai, yang merupakan tempat asal pemimpin Macan Tamil, Prabhakaran.
Pada
pertempuran hari pertama, di tengah medan penuh ranjau yang dipasang Macan
tamil di seberang Thondamanaru dan hujan tembakan dari gerilyawan Macan Tamil,
militer Sri Lanka kehilangan 42 prajuritnya dalam pertempuran sekitar empat
jam, tetapi mereka kemudia bisa menembus medan ranjau itu hingga terus maju. Pada
28 Mei, tentara Sri Lanka berusaha merebut Udupiddy dan Valvettithurai, dan
kelompok lainnya berusaha merebut Nelliady dan maju terus menuju Pedro Point,
tanpa memberikan kesempatan kepada gerilyawan Macan Tamil untuk membangun
kembali kekuatannya.
Pada
minggu pertama, tentara Pemerintah berhasil menguasai hampir semua wilayah dan
menyita banyak senjata yang ditinggalkan pasukan Macan Tamil. Akan tetapi,
intelijen militer memberitahukan bahwa Prabhakaran bersama Komandan Macan Laut
Kolonel Soosai berhasil meloloskan diri dari serbuan tentara.
Meskipun
operasi tahap kedua dilancarkan pada 3 Juni 1987 untuk merebut kota Jaffna,
militer Sri Lanka kemudian membatalkannya. Pesawat Angkatan Udara India, dengan
dikawal kapal-kapal tempur, memasuki wilayah udara Sri Lanka dan menjatuhkan
suplai bantuan kemanusiaan di wilayah Jaffna pada 4 Juni, karena rakyat Jaffna
yang sebagian besar adalah warga etnis Tamil tidak memiliki lagi makanan dan
kebutuhan hidup lainnya.
Enam
minggu kemudian, pada tanggal 29 Juli 1987, pasukan India mendarat di Sri Lanka
seiring dengan ditandatanganinya kesepakatan Indo-Lanka.
Daftar
Pusatka
Sukarjaputra,
Yoki Raka. 2010. Auman Terakhir Macan Tamil, Perang Sipil Sri Lanka 1976-2009.
Jakarta : Kompas Gramedia Nusantara.
Situs Resmi Departemen
Pertahanan Sri Lanka (http://www.defence.lk)
Situs
Kampanye Kelompok Macan Pembebasan Tamil Eelam : Tamilnation.org
(http://tamilnation.org)
Situs Khusus Operasi
Wanni (http://wannioperation.com)
0 Response to "Peristiwa Black July 1983"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)