KINERJA PERUSAHAAN
Landasan Teori
2.1 Pengertian Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan suatu
proses organisasi dalam menilai kinerja pegawainya. Dari hasil penilaian dapat
dilihat kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh kinerja karyawan karena
kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi
kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.
Dengan demikian, penilaian kinerja merupakan hasil kerja karyawan dalam lingkup
tanggung jawabnya dan kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting
dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Menurut A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2001 : 67) mengemukakan kinerja
(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Untuk jelasnya mengenai pengertian penilaian kinerja,
kita lihat beberapa pengertian menurut para ahli :
Pengertian penilaian kinerja menurut
A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2001 :
69) bahwa : “Penilaian kinerja (prestasi pegawai) adalah suatu proses
penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan oleh pemimpin perusahaan secara
sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya”.
Pengertian
penilaian kinerja menurut Mathis dan
Jackson (2001 : 81) bahwa : “Penilaian
kinerja (performance Appraisal)
adalah proses evaluasi seberapa baik pegawai mengerjakan pekerjaan mereka
ketika dibandingkan dengan satu set standar, dan kemudian mengkomunikasikannya
dengan para pegawai”.
Pengertian
penilaian kinerja menurut Henry Simamora
(2004 : 338) bahwa : “Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses yang dipakai oleh organisasi
untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan”.
Dari pendapat
diatas maka penulis menarik kesimpulan bahwa penilaian kinerja adalah salah
satu kebijakan dalam perusahaan yang menilai kinerja karyawannya baik kualitas
maupun kuantitas yang dilakukan secara periodik sehingga dapat mengevaluasi
hasil pekerjaannya dengan tujuan meningkatkan kinerja karyawan.
2.2 Tujuan Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja menurut Werther dan Davis
(1996:342) mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi organisasi dan pegawai
yang dinilai, yaitu:
1. Performance Improvement. Yaitu
memungkinkan pegawai dan manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan
dengan peningkatan kinerja.
2. Compensation adjustment. Membantu
para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima
kenaikan gaji atau sebaliknya.
3. Placement decision. Menentukan
promosi, transfer, dan demotion.
4. Training and development needs mengevaluasi
kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi pegawai agar kinerja mereka lebih
optimal.
5. Carrer planning and development.
Memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat dicapai.
6. Staffing process deficiencies.
Mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai.
7. Informational inaccuracies and
job-design errors. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah
terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di bidang informasi job-analysis,
job-design, dan sistem informasi manajemen sumber daya manusia. 8. Equal
employment opportunity. Menunjukkan bahwa placement decision tidak
diskriminatif.
9. External challenges. Kadang-kadang
kinerja pegawai dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga, keuangan
pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya. Biasanya faktor ini tidak terlalu
kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor eksternal
ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber daya manusia untuk
memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai.
10. Feedback. Memberikan umpan balik
bagi urusan kepegawaian maupun bagi pegawai itu sendiri.
2.3 Elemen Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja yang baik adalah yang mampu
untuk menciptakan gambaran yang tepat mengenai kinerja pegawai yang dinilai.
Penilaian tidak hanya ditujukan untuk menilai dan memperbaiki kinerja yang
buruk, namun juga untuk mendorong para pegawai untuk bekerja lebih baik lagi.
Berkaitan dengan hal ini, penilaian kinerja membutuhkan standar pengukuran,
cara penilaian dan analisa data hasil pengukuran, serta tindak lanjut atas
hasil pengukuran. Elemen-elemen utama dalam sistem penilaian kinerja Werther
dan Davis (1996:344) adalah:
A. Performance Standard
Penilaian kinerja sangat membutuhkan standar yang jelas yang
dijadikan tolok ukur atau patokan terhadap kinerja yang akan diukur. Standar
yang dibuat tentu saja harus berhubungan dengan jenis pekerjaan yang akan
diukur dan hasil yang diharapkan akan terlihat dengan adanya penilaian kinerja
ini.
Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun standar
penilaian kinerja yang baik dan benar yaitu validity, agreement,
realism, dan objectivity.
1.
Validity. Keabsahan standar tersebut sesuai
dengan jenis pekerjaan yang dinilai. Kwabsahan yang dimaksud disini adalah
standar tersebut memang benar-benar sesuai atau relevan dengan jenis pekerjaan
yang akan dinilai tersebut.
2.
Agreement berarti persetujuan, yaitu standar
penilaian tersebut disetujui dan diterima oleh semua pegawai yang akan
mendapatkan penilaian. Ini berkaitan dengan validity
diatas.
3.
Realism berarti standar penilaian tersebut
bersifat realistis, dapat dicapai oleh para pegawai dan sesuai dengan kemampuan
pegawai.
4.
Objectivity berarti standar tersebut bersifat
obyektif, yaitu adil, mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya tanpa menambah
atau mengurangi kenyataan dan suli untuk dipengaruhi oleh bias-bias penilai.
B. Kriteria Manajeman Kinerja (Criteria for Managerial Performance)
Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi,
yaitu kegunaan fungsional (functional utility), keabsahan (validity),
empiris (empirical base), sensitivitas (sensitivity),
pengembangan sistematis (systematic development), dan kelayakan hukum (legal
appropriateness).
a.
Kegunaan fungsional bersifat krusial, karena
hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk melakukan seleksi, kompensasi,
dan pengembangan pegawai, maka hasil penilaian kinerja harus valid, adil, dan
berguna sehingga dapat diterima oleh pengambil keputusan.
b.
Valid atau mengukur apa yang
sebenarnya hendak diukur dari penilaian kinerja tersebut.
c.
Bersifat empiris, bukan berdasarkan
perasaan semata
d.
Sensitivitas kriteria. Kriteria itu
menunjukkan hasil yang relevan saja, yaitu kinerja, bukan hal-hal lainnya yang
tidak berhubungan denga kinerja.
e.
Sistematika kriteria. Hal ini tergantung dari
kebutuhan organisasi dan lingkungan organisasi. Kriteria yang sistematis tidak
selalu baik. Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat beruba mungkin
justru lebih baik menggunakan kriteria yang kurang sistematis untuk cepat
menyesuaikan siri dan begitu juga sebaliknya
f.
Kalayakan hukum yaitu kriteria itu
harus sesuai denga hukum yang berlaku.
Simensi-dimensi ini digunakan dalam penentuan jenis-jenis kriteria penilaian
kinerja. Adapun kriteria-kriteria tersebut adalah
-
People-based criteria dibuat berdasarkan dimensi
kegunaan fungsional sehingga anyak digunakan unutk selection dan penentuan kompensasi. Kriteria ini dibuat berdasarkan
penilaian terhadap kemampuan pribadi, seperti engalaman, kemampuan intelektual,
dan keterampilan.
-
Product-based criteria biasanya dianggap lebih baik daripada people-based criteria. Kriteria ini dubuat berdasarkan atas tujuan
atau jenis output yang ingin dicapai.
-
Behaviour-based criteria mempunyai banyak aspek,
bisa dari segi hukum, etika, normatif, atau teknis. Kriteria ini dibuat
berdasarkan perilaku-perilaku yang diharapkan sesuai dengan aspek-aspek
tersebut.
C. Pengukuran Kinerja (Performance Measures)
Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem
penilaian (rating) yang relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan
sesuai dengan yang akan diukur, dan mencerminkan hal-hal yang memang menentukan
kinerja Werther dan Davis (1996:346). Pengukuran kinerja juga berarti
membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan kinerja sebenarnya
yang terjadi.
Pengukuran kinerja dapat bersifat subyektif atau obyektif.
Obyektif berarti pengukuran kinerja dapat juga diterima, diukur oleh pihak lain
selain yang melakukan penilaian dan bersifat kuantitatif. Sedangkan pengukuran yang
bersifat subyektif berarti pengukuran yang berdasarkan pendapat pribadi atau
standar pribadi orang yang melakukan penilaian dan sulit untuk diverifikasi
oleh orang lain.
D. Analisa Data Pengukuran
Setelah menetapkan standar pengukuran, kemudian mulailah
dikumpulkan data-data yang diperlukan. Data-data dapat dikumpulkan dengan
melakukan wawancara, survei langsung, atau meneliti catatan pekerjaan dan lain
sebagainya. Data-data tersebut dikumpulkan dan sianalisa apakah ada perbedaan
antara standar kinerja dengan kinerja aktual.
E. Bias dan Tantangan dalam Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk
atau metode penilaian yang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil,
realistis, valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai karena
penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan masalah prestasi semata,
namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan kerja, promosi/demosi, dan
penempatan pegawai. Adapun bias-bias yang sering muncul menurut Werther dan Davis
(1996:348) adalah:
1.
Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat
pegawai yang dinilainya. Oleh karena itu, pegawai yang disukai oleh penilai
cenderung akan memperoleh nilai positif pada semua aspek penilaian, dan begitu
pula sebaliknya, seorang pegawai yang tidak disukai akan mendapatkan nilai
negatif pada semua aspek penilaian;
2.
Liniency and Severity Effect. Liniency
effect ialah penilai cenderung beranggapan bahwa mereka harus berlaku baik
terhadap pegawai, sehingga mereka cenderung memberi nilai yang baik terhadap
semua aspek penilaian. Sedangkan severity effect ialah penilai cenderung
mempunyai falsafah dan pandangan yang sebaliknya terhadap pegawai sehingga
cenderung akan memberikan nilai yang buruk
3.
Central tendency, yaitu penilai tidak
ingin menilai terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah kepada bawahannya
(selalu berada di tengah-tengah). Toleransi penilai yang terlalu berlebihan
tersebut menjadikan penilai cenderung memberikan penilaian dengan nilai yang
rata-rata.
4.
Assimilation and differential effect.
Assimilation effect, yaitu penilai cenderung menyukai
pegawai yang mempunyai ciri-ciri atau sifat seperti mereka, sehingga akan
memberikan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan pegawai yang tidak
memiliki kesamaan sifat dan ciri-ciri dengannya. Sedangkan differential
effect, yaitu penilai cenderung menyukai pegawai yang memiliki sifat-sifat
atau ciri-ciri yang tidak ada pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka
inginkan, sehingga penilai akan memberinya nilai yang lebih baik dibanding yang
lainnya;
5.
First impression error, yaitu penilai
yang mengambil kesimpulan tentang pegawai berdasarkan kontak pertama mereka dan
cenderung akan membawa kesan-kesan ini dalam penilaiannya hingga jangka waktu
yang lama;
6.
Recency effect, penilai cenderung memberikan nilai atas dasar perilaku yang baru
saja mereka saksikan, dan melupakan perilaku yang lalu selama suatu jangka
waktu tertentu.
2.4 Metode Penilaian Kinerja
Banyak metode dalam penilaian
kinerja yang bisa dipergunakan, namun secara garis besar dibagi menjadi dua
jenis, yaitu past oriented appraisal methods (penilaian kinerja yang
berorientasi pada masa lalu) dan future oriented appraisal methods (penilaian
kinerja yang berorientasi ke masa depan), (Werther dan Davis, 1996:350).
Past based methods adalah penilaian kinerja atas kinerja
seseorang dari pekerjaan yang telah dilakukannya. Kelebihannya adalah
jelas dan mudah diukur, terutama secara kuantitatif. Kekurangannya adalah
kinerja yang diukur tidak dapat diubah sehingga kadang-kadang justru salah
menunjukkan seberapa besar potensi yang dimiliki oleh seseorang. Selain itu,
metode ini kadang-kadang sangat subyektif dan banyak biasnya.
Future based methods adalah penilaian kinerja dengan
menilai seberapa besar potensi pegawai dan mampu untuk menetapkan kinerja yang
diharapkan pada masa datang.
Metode ini juga kadang-kadang
masih menggunakan past method. Catatan kinerja juga masih digunakan
sebagai acuan untuk menetapkan kinerja yang diharapkan. Kekurangan dari metode
ini adalah keakuratannya, karena tidak ada yang bisa memastikan 100% bagaimana
kinerja seseorang pada masa datang.
2.5 Proses Penyusunan Penilaian Kinerja
Proses penyusunan penilaian kinerja menurut
Mondy dan Noe (1993:398) terbagi dalam beberapa tahapan kegiatan yang
ditunjukkan dalam gambar dibawah ini :
Langkah pertama yang harus dilakukan
dalam menyusun sistem penilaian kinerja yaitu harus digali terlebih dahulu
tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi dengan adanya sistem penilaian
kinerja yang akan disusun. Hal ini menjadi penting karena dengan mengetahui
tujuan yang ingin dicapai akan lebih memudahkan dalam menentukan desain
penilaian kinerja.
Langkah yang kedua, menetapkan standar yang diharapkan dari suatu
jabatan, sehingga akan diketahui dimensi-dimensi apa saja yang akan diukur
dalam penilaian kinerja. Dimensi-dimensi tersebut tentunya harus sangat terkait
dengan pelaksanaan tugas pada jabatan itu. Tahap ini biasanya dapat dilakukan
dengan menganalisa jabatan (job analysis) atau menganalisa uraian tugas
masing-masing jabatan.
Setelah tujuan dan dimensi yang akan diukur dalam penilaian
kinerja diketahui, maka langkah selanjutnya yaitu menetukan desai yang sesuai
untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Penentuan desain penilaian kinerja ini
harus selalu dikaitkan dengan tujuan penilaian. Hal ini karena tiap-tiap desain
penilaian kinerja memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Sebagai
contoh, penilaian kinerja yang dilakukan untu menetukan besaran gaji pegawai
dengan penilaian kinerja bertujuan hany untuk mengetahui kebutuhan pengembangan
tentunya memiliki desain yang berbeda.
Langkah berikutnya adalah melakukan penilaian kinerja terhadap
pegawai yang menduduki suatu jabatan.
Penilaian kinerja ini dapat dilakukan oleh atasan saja, atau dengan
sistem 360o. Penilaian dengan sistem 360o maksudnya adalah penilaian satu
pegawai dilakukan oleh atasan, rekan kerja yang sejajar/setingkat, dan
bawahannya.
Hasil dari penilaian kinerja, selanjutnya dianalisandan
dikomunikasikan kembali pada pegawai yang dinilai agar merek mengetahui
kinerjanya selama ini serta mengetahui kinerja yang diharapkan oleh organisasi.
Evaluasi terhadap sistem penilaian kinerja yang telah dilakukan jujga
dilaksanakan pada tahap ini. Apakah penilaian kinerja tersebut sudah dapat
mencapai tujuan dari diadakannya penilaian kinerja atau belum. Apabaila
ternyata belum, maka harus dilakukan revisa atau mendesain ulang sistem
penilaian kinerja.
0 Response to "KINERJA PERUSAHAAN"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)