JEMAAT GEREJA MASA KINI AJANG FASHION, GENGSI ATAU IBADAH?
Saya
sangat sedih ketika melihat saudara-saudara saya yang sedang beribadah di
gereja terutama kaum hawa yang berusia dalam rentangan remaja-dewasa memakai
pakaian yang serba ketat, minim, hingga terkesan mengumbar aurat di depan
jemaat yang lain yang sedang beribadah. Banyak diantara mereka yang menyadari
hal tersebut, tetapi tidak melakukan tindakan untuk meminimalisir kebiasaan
ini. baik atau tidak, jawabannya sudah pasti tidak baik karena di Alkitab yang
merupakan kitab suci “mengumbar aurat sangat ditentang sekali dan sangat tidak
diperbolehkan, terutama jika sedang beribadah.”
Itulah
kebiasaan yang dilakukan dan terus menerus menjadi sebuah tradisi di abad ini
dalam hal beribadah. Kedatangan mereka yang berpakaian serba minim menyebabkan
jemaat yang lain mengalihkan perhatiaannya dari yang serius berdoa dan
beribadah menjadi melirik sebuah pemandangan yang lebih sedap dipandang mata.
Rok yang pendek, lekuk tubuh yang aduhai, rabut yang terurai, make-up yang
berlebihan, parfum yang semerbak, membuat mereka makin percaya diri, tetapi
sayang rasa percaya diri itu bukannya untuk mengajak orang serius beribadah,
tetapi mengajak orang lebih serius memperhatikan tubuhnya.
Mereka
mungkin tidak ingin orang-orang lain memandangi tubuhnya sedemikian leluasa
dengan pakaian mereka yang serba minim. Tetapi, keadaanlah yang membuat
demikian, tidak ada dosa yang diundang, hanya kesempatan yang menyebabkan dosa
itu mengalir. Toh mereka kelihatan serius beribadah, mereka semangat bernyanyi
saat kidung pujian dinyanyika, semangat membaca Alkitab saat kotbah. Sepertinya
ini adalah sebuah dosa yang sudah melekat, ibarat kurap yang melekat di kulit,
tidak bisa disembuhkan begitu saja.
Zaman
modern ini, kebiasaan berpakaian minim dalam beribadah di gereja bukan hanya
menjadi sebuah tren yang negative, tetapi juga kebiasaan pamer harta kekayaan
di dalam gereja bahkan pada saat beribadah sekalipun. Orang-orang kaya akan
berusaha memakai pakaian terbaik mereka, untuk wanita ibu-ibu biasanya memakai Kebaya, Sasak rambut yang mengkilap,
gelang dan cincin emas yang bergelantungan ditangan dan jari, sungguh merupakan
sebuah unjuk kepemilikan jika kita melihat gereja zaman sekarang ini. kaum
wanita yang masih merasa muda lebih memilih menggunakan pakaian yang minim dan
ketat, membawa ponsel yang keren ke gereja, serta parfum yang super wangi.
Tidak
kalah dengan kaum wanita, kaum lelaki yang beribadah di gereja masa kini juga
semakin menunjukkan keanehan yang luar biasa. Yang terbaru, di HKBP Rawamangun,
ketika saya sedang beribadah, saya terkaget melihat seorang bapak yang membawa
segelas kopi kedalam gereja sambil bersatai mendengarkan kotbah dan memainkan
hanphonenya, ibarat sedang berada di pantai dengan keadaan sesantai mungkin
tanpa ada perasaan yang serius tentang suatu hal.
Sebuah
kebiasaan yang ditakutkan suatu saat nanti akan menjadi sebuah kebudayaan yang
dianggap beradab digenerasi kita yang berikutnya. Tidak salah jika kita
menginstrospeksi diri, jika sedang beribadah ada baiknya berpakaian apa adanya,
sopan, rapi, dan pantas untuk kegiatan beribadah, bukan sengaja mengumbar
aurat.
Gereja
harus berperan kuat dalam mengendalikan kasus yang tidak dianggap serius bahkan
oleh pemuka agama gereja sekalipun karena mereka tidak berdaya menghadapi
situasi yang seperti ini. para pemuka dan pengurus gereja seakan tidak mau atau
takut untuk sekedar memperingatkan secara langsung kepada pihak yang berkaitan
agar mengenakan pakaian yang sepantasnya dan berperilaku yang sepantasnya
ketika beribadah walaupun mereka melihat kenyataan tersebut didepan mata
mereka.
Hukum
gereja juga kurang bersikap tegas dalam menyikapi permasalahan yang seperti
ini. memang, ibadah seseorang tidak bisa diukur dari soal gaya hidup, tetapi
imannya. Tetapi, apakah lebih baik mengundang dosa dari pada mengindari
dosa? Dosa itu melibatkan lebih dari
satu pihak, yang jelas ada sebab dan akibat yang ditimbulkannya. Gereja perlu
membuat aturan yang tegas agar kebiasaan seperti ini tidak menjadi sebuah
kebudayaan gereja nantinya. Coba bayangkan, apa jadinya Gereja jika suatu saat
nanti semua kamu hawa mengenakan pakaian yang serba minim, laki-laki membawa
segelas kopi sambil mendengar kotbah, bapak-bapak sengaja merokok keluar ketika
kotbah sedang berlangsung, anak-anak bermain
gadget ke dalam gereja sambil mendengar
kotbah, anak-anak remaja berselfie ria di gereja ketika sedang mendengarkan
kotbah?
Ini
adalah kenyataan yang real yang sedang melanda gereja pada zaman modern sekarang ini. meski kasus seperti
umumnya terjadi di kota-kota modern, tetapi kasus seperti ini sudah menjangkau
daerah bahkan pedesaan terpencil sekalipun. Tidak menutup kemungkinan suatu
saat nanti, Gereja umat Kristen akan menjadi gereja rok mini, atau gereja pamer
harta, atau gereja dengan julukan yang aneh-aneh.
Kesadaran
kita diperlukan agar hal yang seperti ini tidak terjadi bagi kita umat gereja. Keteraturan
dan kebudayaan yang beradab dibangun dari sebuah kesadaran masing-masing
pribadi. Gereja juga harus tegas dalam membuat peraturan yang jelas, dan tegas
tentang tata cara beribadah yang benar dan diharuskan dan yang sewajarnya
seperti apa dalam beribadah dalam gereja serta apa yang harus dilarang. Gereja bukan
hanya sekedar ibadah, tetapi juga perilaku dan nilai moral yang sewajarnya
sangat penting agar memperoleh kehidupan yang kekal seperti apa yang telah
diimpikan gereja. Pelayan-pelayan gereja bukan hanya bertugas melayani di dalam gereja saja, tetapi dimanapun, Karena
menjadi pelayan adalah sebuah panggilan hati nurani untuk melayani secara
menyeluruh seiklasnya, bukan hanya bermotifkan materi. Semoga gereja kedepannya
mampu mengubah perilaku dan moral jemaatnya secara tegas, bukan hanya perkataan
saja, tetapi bukti yang terpenting.
Penulis
: Jhon Miduk Sitorus
Mahasiswa
pemerhati sosial
0 Response to "JEMAAT GEREJA MASA KINI AJANG FASHION, GENGSI ATAU IBADAH?"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)