Manusia Jepang
Alam Jepang memiliki keunikan tersendiri, wilayah yang
terdiri dari 2 pulau besar yaitu Hokkaido dan Honshu, memiliki cuaca yang tidak
begitu dingin ataupun tidak begitu panas, karena keberadaannya yang hampir di tengah-tengah
samudra Pasifik. Tetapi kepulauan ini juga “dianugerahi” banyaknya bencana alam
yang besar, mulai dari angin taifun sampai gempa bumi yang hampir selalu ada
tiap tahun. Kita juga jangan lupakan kontur tanah yang berbukit-bukit di
Jepang, hanya sedikit dataran yang cukup luas di sana. Juga sumber daya alam
yang tidaklah kaya membuat Jepang pada beberapa hal sebagai bangsa besar bisa
dikesampingkan. Namun karena keadaan seperti itulah manusia Jepang mampu
berbicara banyak di kancah internasional. Mereka sadar, tidak mampu menghadapi
alam, tapi mereka mampu dengan cepat bangkit dari keterpurukan. Mungkin ini
hadiah yang besar bagi Jepang.
Kita tahu bahwa Jepang hanya memiliki sedikit tanah yang
mampu untuk diairi, maksudnya tidak seperti Cina, Mesopotamia ataupun Mesir
yang memiliki sistem pengairan luar biasa, Jepang butuh banyak tenaga kerja
untuk mengerjakan pengairan pertanian. Pertanian tersebut kebanyakan sawah yang
berupa beras, untuk dijadikan nasi, tak heran nasi, sake dan olahan olahan beras
lainnya, kaya disini. Lautan juga memiliki arti sangat penting, olahan seafood
yang kita tahu seperti, sushi, dan sashimi menjadi ciri khas Jepang, olahan
daging tidak popular karena ajaran Buddha melarangnya. Industri mereka sangat
hebat, padahal mereka memiliki sumber daya alam yang sangat terbatas, ini
menjadi nilai yang fantastis untuk Jepang.
Posisi mereka terisolasi, cukup jauh keberadaan Jepang dari
daratan Asia pada masa purba. Ada kemungkinan bahwa isolasi alami ini
menjadikan Jepang bangsa yang sangat tertutup sekaligus bangsa yang paling
sehati. Dimana ras-ras dan bangsa-bangsa yang berekspansi ke timur, semisal
Mongoloid, tidak bisa lagi berpindah daerah karena isolasi, bercampur dengan
bangsa-bangsa lainnya yang datang, mau tak mau mereka haruslah berbaur. Tetapi
abad belakangan ini, Jepang menjadi terbuka, dan bisa dikatakan bangsa yang
paling sehati ini lupa dengan jati diri mereka, mereka lebih kebarat-baratan,
namun tidak semua hal mereka contoh dari barat, karena jati diri mereka yang menyaring
unsur-unsur yang masuk dari luar.
Sejak awal sejarahnya, Jepang sangat dekat dengan Cina,
seperti hubungan guru dan murid. Jepang banyak belajar sistem politik dan
filosofi dari Cina, seperti sistem kekaisaran. Buddha pun masuk melalu Cina. Di
Jepang, sistem kekaisaran tidak sekaku di Cina tetapi terbatas, kaisar di
Jepang adalah symbol sjinto dan kekaisaran saja. Feodalisme juga di bawa dari
Cina, dan tumbuh subur di Jepang. Usaha mempersatukan Jepang yang mengarah ke
Feodalisme terpusat telah dilakukan Oda Nobunaga, Hideyoshi, sampai Ieyasu
Tokugawa. Masa Tokugawa bisa dibilang masa paling tertutup, karena Tokugawa
takut “teracuni” oleh Kristen atau bangsa barat yang mulai masuk ke wilayah
Jepang. Hingga pada saat barat mulai menekan Jepang dengan seluruh teknologi
mereka, Jepang terpaksa sekaligus memiliki rencana terhadap teknologi yang bisa
Jepang pelajari dari barat. Timbullah restorasi Meiji. Mereka mampu membangun
teknologi mereka sendiri dan merasa mampu untuk setingkat dengan barat. Inggris
pun mengakui. Sehingga Jepang juga merasa bisa menguasai wilayah-wilayah lain
seperti bangsa barat. Mereka akhirnya menguasai Manchuria, Korea dan Sakhalin. Rusia
mampu mereka kalahkan, Cina bisa mereka ambil. Bahkan mereka sangat berani
namun juga rencana yang buruk menyerang Pearl Harbor dan masuk Perang Dunia II
yang sudah tau mereka tidak akan menangkan. Kekalahan di Perang Dunia II juga
menunjukkan kemampuan mereka untuk bangkit kembali dari keterpurukan, mental
yang sudah ada sejak zaman dulu. Hubungan internasional dengan barat pun
membaik juga dengan negara Asia yang pernah mereka duduki juga kembali baik.
Kehidupan masyarakat di Jepang bisa di bilang seragam setelah
masa perang. Sebelum dan sesudah perang terjadi banyak keanekaragaman dan
perubahan budaya yang kompleks dikarenakan cepat berubah mengikuti perkembangan
zaman. Budaya Jepang sangat menghormati kelompok, bukan suku atau partai,
tetapi lebih ke perusahaan tempat mereka bekerja, ini bisa juga menjadi
penilaian akan sedikitnya PHK yang terjadi di Jepang. Selain berkelompok,
mereka juga memiliki hidup yang individualistis bukan saja secara sosial, namun
secara keterampilan, selain memang akan di fasilitasi keterampilan baru oleh
perusahaan, serta adanya kesadaran diri untuk terus mau belajar, mungkin bisa
dihubungkan dengan pendidikan di Jepang yang kebanyakan 12 tahun masa belajar,
padahal Jepang hanya mewajibkan rakyatnya bersekolah selama 9 tahun. Namun
sistem pendidikan SMA di Jepang hanya mementingkan ujian masuk perguruan tinggi
yang sangat sulit sistemnya maupun soal ujiannya. Ditambah dengan disiplin ilmu
yang ada pada banyak universitas di Jepang hanya “menambahkan” saja ilmu yang
sudah ada di SMA. Ini menimbulkan keseragaman yang terjadi di Jepang.
Keseragaman pendidikan yang didapat membuat kebudayaan massa juga seragam.
Media massa terutama surat kabar sedikit
sekali menampilkan kolom analisa ataupun pendapat. Tidak seperti di Indonesia
yang semua orang hanya ingin berpendapat, namun kosong, terkadang tak berarti.
Wanita memiliki posisi menarik pada masyarakat Jepang, mereka bekerja bisa
sekuat laki-laki namun di dalam rumah ataupun hirarki masyarakat, mereka
tidaklah kuat. Sering hanya dianggap “kasta kedua”. Soal seks, Jepang tidak
terlalu memusingkan. Bisa kita katakan bahwa Jepang tidak melarang seks bebas,
jadi jangan heran cukup banyak film dewasa diproduksi di Jepang. Soal agama,
ada 3 agama yang dianggap agama tradisional di Jepang, Buddha Mahayana, Shinto,
dan Kristen. Kong Fu Tse agak berbeda posisinya, agama yang tentu saja di bawa
dari Cina ini, nilai-nilainya masuk kedalam
masyarakat Jepang. Selebihnya “agama-agama baru” yang seakan kembali
pada zaman animisme, yang jumlah anggotanya justru lebih banyak daripada jumlah
keseluruhan umat Kristen (Protestan maupun Katolik). Kristen termasuk
tradisional karena elit-elit politik pada masa lalu maupun sekarang besar
pengaruhnya tidak sebanding dengan jumlah mereka yang hanya 2% dari total
rakyat Jepang.
Politik di Jepang, cukup stabil, Partai Demokrasi Liberal
yang paling banyak pemilihnya, partai ini sering berlawanan dengan partai lain
semisal Barisan Merah berideologi komunis. Parlemen Jepang disebut Diet. Diet
pengambil keputusan. Dan Kaisar hanya sebagai lambang negara. Namun belakangan
selama awal abad 20, Kaisar Hirohito juga mengambil keputusan yang tentunya
tidak secara sepenuhnya kaisar pegang. Setiap keputusan tetaplah Diet yang
putuskan. Bisa kita katakan, demokrasi ala Jepang telah ber-evolusi. Bukan
secara revolusi. Demokrasi ataupun kebebasan telah berkembang di Jepang sudah
lama dengan judul yang berbeda yang mereka ambil dari Cina.
0 Response to "Manusia Jepang"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)