Makalah Konflik Interaktif
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kemajuan-kemajuan
di bidang teknologi dan sosial budaya mendorong perkembangan berbagai aspek
kehidupan manusia diantaranya dalam berkumpul dan hidup berkelompok. Sebagai
suatu bentuk kumpulan manusia dengan ikatan-ikatan
tertentu atau syarat-syarat tertentu, maka organisasi telah pula berkembang
dalam berbagai aspek termasuk ukuran dan kompleksitas.
Semakin besar
ukuran suatu organisasi semakin cenderung menjadi kompleks keadaannya.
Kompleksitas ini menyangkut berbagai hal seperti kompleksitas alur informasi,
kompleksitas komunikasi, kompleksitas pembuat keputusan, kompleksitas pendelegasian
wewenang dan sebagainya.
Kompleksitas lain
adalah sehubungan dengan sumber daya manusia. Seperti kita ketahui bahwa
sehubungan dengan sumber daya manusia ini dapat di identifikasi pula
berbagai kompleksitas seperti kompleksitas jabatan, kompleksitas tugas,
kompleksitas kedudukan dan status, kompleksitas hak dan wewenang dan lain-lain.
Kompleksitas ini dapat merupakan sumber potensial untuk timbulnya konflik dalam
organisasi, terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan
berbagai latar belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula
dalam tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja.
Manusia tentunya pernah
mengalami konflik, baik itu berat maupun ringan. Masing-masing dari manusia
pasti memiliki cara tersendiri dalam menghadapi konflik. Memahami cara
penyelesaian konflik baik diri sendiri maupun orang lain merupakan salah satu
hal yang penting. Bagi diri sendiri, hal ini dapat menajadi bahan evaluasi agar
menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Sedangkan mengetahui cara penyelesaian
konflik orang lain dapat membantu untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk
membahas permasalahan bersama dan pendekatan apa yang dapat digunakan, sehingga
konflik yang terjadi tidak melebar dan dapat diselesaikan dengan baik.
Konflik merupakan kondisi
terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang hendak dicapai, baik yang ada dalam diri
individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Tidak dapat dipungkiri,
bahwa setiap individu memiliki kebutuhan dan tujuan yang berbeda-beda dalam
hidupnya. Melihat persoalan dengan perspektif yang beragam juga akan sulit dihindari.
Oleh karenanya, wajar apabila terjadi
konflik atau benturan kebutuhan dan kepentingan antara individu atau kelompok
yang satu dengan yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin sering
berinteraksi, semakin besar kemungkinan terjadinya konflik.
Setiap kelompok dalam
satu organisasi yang di dalamnya terjadi interaksi antara satu dengan yang
lainnya, mempunyai kecenderungan timbulnya suatu konflik yang tidak dapat di
hindarkan. Konflik terjadi karena di satu sisi orang-orang yang terlibat dalam
suatu organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi dan misi yang berbeda-beda. Konflik
merupakan peristiwa yang wajar dalam suatu kelompok dan organisasi, konflik
tidak dapat disingkirkan tetapi konflik bisa menjadi kekuatan positif dalam
suatu kelompok dan organisasi agar menjadi kelompok dan organisasi berkinerja
efektif.
Seorang pimpinan yang
ingin memajukan organisasinya, harus memahami faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun konflik antar
perorangan, konflik di dalam kelompok dan konflik antar kelompok. Dalam menata
sebuah konflik dalam organisasi di perlukan keterbukaan, kesabaran serta
kesadaran semua pihak yang terlibat maupun yang berkepentingan dengan konflik
yang terjadi. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan lebih lanjut tentang
konflik.
B. Rumusan
Masalah
Konflik merupakan fenomena dinamika yang terjadi dalam
kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan organisasi pada khususnya,
bahkan konflik juga selalu hadir dalam setiap hubungan antara individu dan
kelompok.
Penanganan konflik terkait dengan
kapasitas seseorang dalam menstimulasi konflik, mengendalikan konflik, dan
mencari solusi pada tingkat yang optimum. Kemampuan yang diperlukan dalam
rangka penangan konflik ini terwujud dalam bentuk keluasan pandangan dan
wawasan seseorang dalam memandang setiap persoalan, baik yang memiliki
perbedaan, maupun yang sama dengan pemikirannya. Dari sini
kami akan merumuskan permasalahan dalam pembahasan yaitu :
1. Bagaimana konflik antarpribadi dalam hubungan interpersonal?
2.
Bagaimana perilaku dan penyebab konflik serta strategi mengatasinya?
3.
Bagaimana kasus yang berkaitan dengan konflik interaktif?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah untuk mengetahui konflik interaktif yang terjadi
dalam hubungan interpersonal secara lebih mendalam. Selain itu
untuk sebuah pemikiran dasar tentang apa dan bagaimana konflik interaktif yang terjadi dalam sebuah hubungan interpersonal serta
strategi yang dapat mengatasinya.
D. Manfaat
Manfaat dari
pembuatan makalah ini adalah :
1.
Memperoleh
pengetahuan dan wawasan mengenai konflik
interaktif utamanya dalam hubungan
interpersonal.
2.
Memahami
bagaimana penyebab konflik antar kelompok.
3.
Menerapkan
strategi dalam mengatasi konflik interaktif untuk mendapatkan
tujuan belajar.
E. Ruang
Lingkup
Ruang
lingkup konflik interaktif dalam hubungan interpersonal berkaitan
dengan objek pembelajaran itu sendiri. Jadi, jika objek tersebut tentang hubungan interpersonal dan konflik, maka semua hal yang berkaitan
dengan teori konflik menjadi ruang lingkup
dalam hubungan interpersonal yang ada. Ruang lingkup
konflik interaktif dalam hubungan interpersonal dapat di
tinjau dari berbagai perspektif yang dijelaskan dalam pembahasan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konflik Antarpribadi
dalam Hubungan Interpersonal
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang
berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah
satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya. Robbins (1996) dalam
“Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi
yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang)
yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun
pengaruh negatif. Mastenbroek
dalam Soetopo (2010) memandang konflik sebagai situasi di mana
ketentuan tak berjalan, pernyataan ketidakpuasan, dan penciutan proses
pembuatan keputusan. Kreitner
(2005) berpendapat konflik adalah
sebuah proses di mana satu pihak menganggap bahwa kepentingannya ditentang atau
secara negatif
dipengaruhi oleh pihak lain.
Sedangkan menurut Luthans (1987) konflik adalah kondisi
yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan-kekuatan
ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan
dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.
Perbedaan
pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik
bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik.
Persaingan sangat erat hubungannya dengan
konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama
tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan
konflik namun mudah menjurus kearah konflik, terutama bila ada persaingan yang
menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan aturan yang disepakati.
Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak
memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja
tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak selalu harus
dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan
dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi
mereka yang terlibat maupun bagi kelompok.
Orang sering
menganggap konflik bersumber dari tindakan dan inti persoalan, namun sebenarnya
konflik sering disebabkan oleh komunikasi yang buruk. Komunikasi dapat menjadi
masalah besar. Banyak
persoalan dapat diselesaikan jika komunikasi berjalan lancar. Komunikasi yang
buruk memperparah persoalan karena setiap orang yang terlibat dalam konflik
secara tidak sadar mereka–reka motivasi buruk pihak lain. Perbedaan antara pesan
yang disampaikan dan pesan yang diterima akan menimbulkan masalah komunikasi
ketika konflik berlangsung. Setiap hubungan antar pribadi mengandung
unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat atau perbedaan kepentingan. Jadi yang dimaksud konflik
adalah situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi,
menghambat atau mengganggu tindakan pihak lain.
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi
disebut sebagai The Conflict Paradoks,
yaitu pandangan bahwa konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi
di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan
konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
1. Pandangan tradisional (The
Traditional View).
Pandangan
ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif,
merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality.
Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk,
kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang–orang dan kegagalan manajer
untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2. Pandangan hubungan manusia (The
Human Relation View).
Pandangan
ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar
terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu
yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti
terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu,
konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong
peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan
sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok
atau organisasi.
3. Pandangan interaksionis (The
Interactionist View).
Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya
konflik pada
suatu kelompok atau organisasi. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang
kooperatif, tenang, damai dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak
aspiratif dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik
perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap
anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis dan kreatif.
Terdapat
berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk
membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada
pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan posisi dalam struktur organisasi. Berikut merupakan
jenis-jenis konflik:
1. Konflik
Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan
fungsinya, Robbins (1996:
430)
membagi konflik menjadi dua macam, yaitu:
a. Konflik
fungsional (Functional Conflict)
Konflik fungsional
adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki
kinerja kelompok.
b. Konflik
disfungsional (Dysfunctional Conflict)
Konflik disfungsional
adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Menurut
Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau
disfungsional sering tidak tegas (kabur). Kriteria yang membedakan apakah suatu
konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap
kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat
meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka
konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik
tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka
konflik tersebut disfungsional.
2. Konflik
Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan
pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989: 393) membagi konflik
menjadi enam macam, yaitu:
a.
Konflik dalam diri
individu (Konflik Intrapersonal).
Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling
bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
·
Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang
dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
·
Konflik pendekatan-penghindaran, contohnya orang yang
dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
·
Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang
dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
b.
Konflik antar-individu (Konflik Interpersonal).
Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu
yang satu dengan individu yang lain.
Konflik antar-individu adalah
pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan kepentingan
atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status,
jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
c.
Konflik antara individu
dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu
gagal menyesuaikan diri dengan norma- norma kelompok tempat ia bekerja. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat
dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma
produktivitas kelompok dimana ia berada.
d.
Konflik antar kelompok
dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization).
Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda
dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
e.
Konflik antar organisasi
(conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang
dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya.
Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
f.
Konflik antar individu
dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different
organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari
anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang
lain. Misalnya, seorang manajer public
relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang
jurnalis.
3. Konflik
Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Winardi (1992: 174) membagi konflik
menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi.
Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:
a. Konflik
vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan
yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
b. Konflik
horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan
yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan,
atau antar departemen yang setingkat.
c. Konflik
garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya
memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai
penasehat dalam organisasi.
d. Konflik
peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu
peran yang saling bertentangan.
Kendati
unsur konflik selalu terdapat dalam setiap bentuk hubungan antar pribadi, pada
umumnya individu memandang konflik sebagai keadaan yang buruk dan harus
dihindarkan. Konflik dipandang sebagai faktor yang akan merusak hubungan, maka
harus dicegah. Namun, kini banyak orang mulai sadar bahwa rusaknya suatu
hubungan lebih disebabkan oleh kegagalan memecahkan konflik secara konstruktif atau membangun, adil dan
memuaskan kedua belah pihak bukan oleh munculnya konflik itu sendiri.
Pengelolaan konflik secara konstruktif, dapat memberikan manfaat positif bagi diri
kita sendiri maupun bagi hubungan kita dengan orang lain. Beberapa contoh
manfaat dari konflik adalah sebagai berikut (Johnson, 1981) :
1. Konflik dapat menjadikan kita sadar
bahwa ada persoalan yang perlu dipecahkan dalam hubungan kita dengan orang
lain.
2. Konflik dapat
menyadarkan dan mendorong kita untuk melakukan perubahan-perubahan dalam diri
kita.
3. Konflik dapat
menumbuhkan dorongan dalam diri kita untuk memecahkan persoalan yang selama ini
tidak jelas kita sadari atau kita biarkan tidak muncul ke permukaan.
4. Konflik dapat
menjadikan hidup seseorang lebih menarik.
5. Perbedaan pendapat
akan membimbing ke arah tercapainya keputusan-keputusan bersama yang lebih
matang dan bermutu.
6. Konflik dapat
menghilangkan ketegangan-ketegangan kecil yang sering kita alami dalam hubungan
kita dengan seseorang.
7. Konflik dapat juga
menjadikan kita sadar tentang siapa atau macam apa diri kita sesungguhnya,
8. Konflik dapat juga menjadi
sumber hiburan.
9. Konflik dapat mempererat dan memperluas hubungan.
B. Perilaku dan Konflik Antar Kelompok
Manusia memiliki
perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab
itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang
sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan
kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan
sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga
harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menebang pohon-pohon karena
dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun. Bagi para
pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna
mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan,
hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan.
Di sini jelas
terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya
sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat
perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi,
sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara
kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan
pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para
buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan
pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta
volume usaha mereka.
Menurut
Robbins (2008), proses konflik dapat dipahami sebagai sebuah proses yang
terdiri atas lima tahapan: potensi pertentangan atau ketidakselarasan, kognisi
dan personalisasi, maksud, perilaku, dan akibat.
TAHAP
I : POTENSI PERTENTANGAN DAN KETIDAKSELARASAN
Tahap pertama
adalah munculnya kondisi yang memberi
peluang terciptanya konflik. Kondisi-kondisi tersebut juga bisa dianggap
sebagai sebab atau sumber konflik. Kategori umumnya antara lain:
- Komunikasi: Sebuah
ulasan mengenai penelitian menunjukkan bahwa konotasi kata yang
menimbulkan makna yang berbeda, pertukaran informasi yang tidak memadai,
dan kegaduhan pada saluran komunikasi merupakan hambatan komunikasi dan
kondisi potensial pendahulu yang menimbulkan konflik. Penelitian
menunjukkan bahwa potensi konflik meningkat ketika terjadi terlalu sedikit
atau terlalu banyak informasi. Jelas, meningkatnya komunikasi menjadi
fungsional sampai pada suatu titik, dan diatasnya dengan terlalu banyak
komunikasi, meningkat pula potensi konflik.
- Struktur:
Istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup variabel-variabel
seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada
anggota kelompok, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan,
sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antar kelompok. Penelitian
menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya yang
merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi
kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.
Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan secara tepat dimana letak
tanggung jawab atas tindakan, semakin besar potensi munculnya konflik.
- Variabel-variabel
Pribadi: Kategori ini meliputi kepribadian, emosi, dan
nilai-nilai. Bukti menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu memiliki
potensi memunculkan konflik. Emosi juga dapat menyebabkan konflik. Nilai
yang berbeda-beda yang dianut tiap-tiap anggota dapat menjelaskan
munculnya konflik.
TAHAP II : KOGNISI DAN
PERSONALISASI
Tahap
ini penting karena dalam tahap inilah biasanya isu-isu konflik didefinisikan.
Pada tahap ini pula para pihak memutuskan konflik itu tentang apa. Konflik yang dipersepsi
adalah kesadaran oleh satu atau lebih pihak akan adanya kondisi-kondisi yang
menciptakan peluang munculnya konflik.
Sedangkan konflik yang dirasakan adalah keterlibatan
dalam sebuah konflik yang menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi atau rasa
bermusuhan.
TAHAP
III : MAKSUD
Maksud
adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Banyak konflik semakin
rumit karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Di sisi lain, biasanya
ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak
selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
TAHAP
IV : PERILAKU
Pada
tahap inilah konflik mulai terlihat jelas. Tahap perilaku ini meliputi
pernyataan, aksi, dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya untuk menyampaikan maksud dari
masing-masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda
dari maksud. Jika konflik
bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan berbagai teknik penting untuk
meredakannya. Para manajer mengendalikan tingkat konflik dengan manajemen
konflik (conflict management), yaitu pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan
dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
TAHAP
V : AKIBAT
Jalinan
aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan
konsekuensi. Konsekuensi atau akibat ini bisa saja bersifat
fungsional atau disfungsional. Dikatakan bersifat fungsional ketika konflik
tersebut justru menghasilkan perbaikan kinerja kelompok, sedangkan
disfungsional adalah ketika konflik tersebut menjadi penghambat kinerja
kelompok.
- Akibat fungsional: Meningkatnya
keragaman kultur dari anggota dapat memberikan manfaat lebih besar bagi
organisasi. Penelitian memperlihatkan bahwa heterogenitas antaranggota
kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki
kualitas keputusandan memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan
fleksibilitas anggota.
2. Akibat
disfungsional: Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan rasa
tidak senang, yang menyebabkan ikatan bersama renggang, dan pada akhirnya
menuntun pada kehancuran kelompok. Diantara konsekuensi-konsekuensi yang tidak
diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan
kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antar
anggota.
C.
Penyebab
Konflik Antar Kelompok
Hal-hal
yang dapat menyebabkan konflik antar kelompok antara lain:
1. Kepentingan
Bila
dua kelompok mempunyai kepentingan sama terhadap sesuatu, maka timbul
persaingan untuk mendapatkannya. Ketika persaingan terjadi, maka ada upaya-upaya dari setiap
kelompok untuk mendapatkan yang diinginkannya,
sehingga terkadang kelompok menggunakan tindakan-tindakan yang merugikan
kelompok lain. Akibatnya timbul konflik antar kelompok (Bornstein, 2003).
2. Prasangka
dan Diskriminiasi
Menururt
Sears (1994), prasangka dan
diskriminiasi merupakan komponen dalam perilaku antagonis kelompok. Prasangka dan diskriminasi
adalah keyakinan tentang sifat-sifat
pribadi yang dimiliki orang dalam kelompok
kemudian dijatuhkanlah perbedaan diantaranya. Misalkan
orang batak selalu disangkakan
sebagai seorang yang keras
dan
kasar. Padahal belum tentu
semua
orang Batak seperti itu.
3. Sumberdaya
Konflik
sumber daya, khususnya alam menjadi suatu
hal yang sangat banyak kita temui. Sumber daya alam menjadi suatu daya tarik yang
luar biasa bagi kelompok-kelompok yang ingin mengambil keuntungan dari sumber
daya tersebut. Misalkan pada kasus air. Biasanya kasus air ini banyak terjadi
di daerah pertanian. Air menjadi suatu hal yang sangat penting bagi
petani, sehingga mereka berebut untuk menguasai air untuk irigasi sawah.
4. Identitas
Sosial
Setiap
kelompok mempunyai identitas sosial
berbeda. Indentitas suatu kelompok berkaiatan dengan atribut yang dimiliki.
Seperti ciri-ciri, nilai yang dianut, tujuan, dan norma. Identifikasi sosial sangat berguna untuk
proses katagori dan perbandingan sosial
(Hogg & Grieve, 1999).
5. Ketidakadilan (Injustice)
Ketidakadilan
sering kali menimbulkan konflik. Kita bisa
melihat banyak konflik-konflik yang terjadi diakibatkan ketidakadilan. Menurut
teori keadilan (equity theory), konflik terjadi karena adanya
ketidakadilan dalam distribusi yang membuat orang atau kelompok menjadi
distress dan frustasi. Akibatnya kelompok menggunakan
cara yang menurut pandangan mereka
benar, tetapi bagi kelompok lain hal tersebut dapat menimbulkan konflik. Namun
perlu dipahami bahwa sebenarnya keadilan bersifat relatif atau subjektif bagi
setiap orang atau kelompok.
6. Perilaku
agresif
Perilaku
agresif yang dilakukan suatu kelompok terhadap kelompok lain dapat menimbulkan
konflik antar kelompok. Ketika suatu kelompok menyerang kelompok lain, maka
kelompok yang diserang akan membalas. Hal ini akan bisa berlanjut kepada
konflik yang berkepanjangan. Misalkan, ketika pertandingan sepakbola, suporter persija menyerang suporter persib Bandung, akibatnya terjadi tawuran. Kejadian ini berdampak timbulnya konflik.
Selain penyebab konflik antar kelompok
diatas, juga terdapat faktor-faktor
yang dapat menimbulkan adanya konflik dalam suatu organisasi antara lain
adalah:
1.
Berbagai sumber daya yang langka
Karena
sumber daya yang dimiliki organisasi terbatas atau langka maka perlu dialokasikan.
Dalam alokasi sumber daya tersebut suatu kelompok mungkin menerima kurang dari
kelompok yang lain. Hal ini dapat menjadi sumber konflik.
2.
Perbedaan dalam tujuan
Dalam suatu organisasi biasanya
terdiri dari atas berbagai macam bagian yang bisa mempunyai tujuan yang
berbeda-beda. Perbedaan tujuan dari berbagai bagian ini kalau kurang adanya
koordinasi dapat menimbulkan adanya konflik. Sebagai contoh: bagian penjualan
mungkin ingin meningkatkan volume penjualan dengan memberikan persyaratan-persyaratan
pembelian yang lunak, seperti kredit dengan bunga rendah, jangka waktu yang
lebih lama, seleksi calon pembeli yang tidak terlalu ketat dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh bagian penjualan semacam ini mungkin akan mengakibatkan
peningkatan jumlah piutang dalam tingkat yang cukup tinggi. Apabila hal ini
dipandang dari sudut keuangan, mungkin tidak dikehendaki karena akan memerlukan
tambahan dana yang cukup besar.
3.
Saling ketergantungan dalam
menjalankan pekerjaan
Organisasi merupakan gabungan dari
berbagai bagian yang saling berinteraksi. Akibatnya kegiatan satu pihak mungkin
dapat merugikan pihak lain. Dan ini merupakan sumber konflik pula. Sebagai
contoh: bagian akademik telah membuat jadwal ujian beserta pengawanya, setapi bagian
tata usaha terlambat menyampaikan surat pemberitahuan kepada para pengawas dan
penguji sehingga mengakibatkan terganggunya pelaksanaan ujian.
4.
Perbedaan dalam nilai atau
persepsi
Perbedaan dalam tujuan biasanya
dibarengi dengan perbedaan dalam sikap, nilai dan persepsi yang bisa mengarah
ke timbulnya konflik. Sebagai contoh : seorang pimpinan muda mungkin merasa
tidak senang sewaktu diberi tugas-tugas rutin karena dianggap kurang menantang
kreativitasnya untuk berkembang, sementara pimpinan yang lebih senior merasa
bahwa tugas-tugas rutin tersebut merupakan bagian dari pelatihan.
5.
Sebab-sebab lain
Selain sebab-sebab di atas,
sebab-sebab lain yang mungkin dapat menimbulkan konflik dalam organisasi
misalnya gaya seseorang dalam bekerja, ketidakjelasan organisasi dan
masalah-masalah komunikasi.
D. Strategi Mengatasi Konflik Interaktif
Berikut adalah beberapa cara
untuk menyelesaikan konflik yaitu :
1.
Mengetahui
penyebab konflik. Hal pertama dan paling penting dilakukan dalam
penyelesaian konflik adalah memahami dengan jelas penyebab spesifik dari
konflik. Perlu diketahui bahwa penyebab terbesar untuk kegagalan penyelesaian
konflik adalah kegagalan untuk mengidentifikasi secara akurat penyebab
sebenarnya dari konflik.
2.
Memahami
intesitas konflik. Setelah kita mengetahui sebab utama konflik,
selanjutnya perlu memahami tingkat intensitas. Yang Pertama, bagaimana
masing-masing pihak yang berkepentingan mempunyai keinginan dalam menyelesaikan
konflik? Proses penyelesaian konflik hanya akan berjalan jika kedua peserta
bersedia untuk mengatasi konflik. Kedua, bagaimana fleksibelitas akan
masing-masing pihak selama proses penyelesaian konflik? Apabila kedua pihak
lebih fleksibel maka semakin besar kemungkinan mencapai "win-win"
hasil dimana resolusi saling memuaskan dapat ditemukan.
3.
Memilih strategi untuk memecahkan konflik. Berdasarkan Kreitner (1995), Ada lima strategi dasar dalam mengatasi konflik, masing-masing mengarah ke hasil tertentu
yaitu :
a. Integrating (Problem
Solving) dirancang untuk membantu para pihak yang berkonflik bekerja sama untuk
menemukan solusi saling menguntungkan untuk masalah sehingga setiap orang puas
dengan hasilnya.
b. Dominating merupakan
strategi di mana salah satu pihak yang bertikai mencoba untuk
"memenangkan" konflik dengan memaksa solusi nya di sisi lain. Dalam
hal ini, salah satu pihak mendapatkan apa yang mereka inginkan (dan menang)
sedangkan pihak lain tidak (dan kehilangan).
c. Obliging (Bersedia Membantu) justru sebaliknya. Di sini, salah satu pihak yang
berkonflik bersedia mengorbankan hasil yang mereka inginkan dan menyerah pada
pihak yang bersengketa lain. Hal ini lebih penting bagi mereka untuk menjaga
keharmonisan dan menjaga hubungan utuh.
d. Avoiding, strategi
ini berfokus pada menghindari konflik sama sekali. Para pihak tidak melakukan
apa pun untuk menyelesaikan konflik dan karena itu orang tidak mungkin untuk
mendapatkan hasil yang mereka inginkan (sehingga kedua kalah).
e. Compromising, strategi ini adalah setiap pihak saling memberi dan menerima untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan sehingga tidak ada pihak yang merasa kalah.
Namun hasilnya tidak akan efektif kalau membawa ke sesuatu yang tidak
meyakinkan.
Selain cara untuk menangani konflik
terdapat interaksi-interaksi pada strategi mengatasi konflik yaitu:
1. Interaksi Win-Win
Berpikir
Menang-Menang merupakan sikap hidup, suatu kerangka berpikir yang menyatakan :
“Saya dapat menang, dan demikian juga Anda, kita bisa menang”. Berpikir
Menang-Menang merupakan dasar untuk dapat hidup berdampingan dengan orang lain.
Berpikir Menang-Menang dimulai dengan kepercayaan bahwa kita adalah setara,
tidak ada yang di bawah ataupun di atas orang lain. Hidup bukanlah kompetisi.
Mungkin kita memang menjumpai bahwa dunia bisnis, sekolah, keluarga, olah raga
adalah dunia yang penuh kompetisi, tetapi sebenarnya kita sendirilah yang
menciptakan dunia kompetisi. Hidup sebenarnya adalah relasi dengan orang lain.
Berpikir Menang-Menang bukanlah berpikir tentang Menang-Kalah, Kalah-Menang,
atau pun Kalah –Kalah.
2. Win-Lose (Menang – Kalah)
Paradigma
ini mengatakan jika “saya menang, anda kalah “. Dalam interaksi ini seseorang cenderung menggunakan kekuasaan,
jabatan, mandat, barang milik, atau kepribadian untuk mendapatkan apa yang
diinginkan dengan mengorbankan orang lain. Dengan paradigma ini seseorang akan
merasa berarti jika ia bisa menang dan orang lain kalah. Ia akan merasa
terancam dan iri jika orang lain menang sebab ia berpikir jika orang lain
menang pasti dirinya kalah. Jika menang pun sebenarnya ia diliputi rasa
bersalah karena ia menganggap kemenangannya pasti mengorbankan orang lain.
Pihak yang kalah pun akan menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan merasa
diabaikan. Sikap
Menang-Kalah dapat muncul dalam bentuk :
a. Menggunakan
orang lain, baik secara emosional atau pun fisik, untuk kepentingan diri.
b. Mencoba
untuk berada di atas orang lain.
c. Menjelek-jelekkan
orang lain supaya diri sendiri nampak baik.
d. Selalu
mencoba memaksakan kehendak tanpa memperhatikan perasaan orang lain.
e. Iri dan
dengki ketika orang lain berhasil.
3. Lose–Lose (Kalah – Kalah)
Biasanya
terjadi jika orang yang bertemu sama-sama punya paradigma Menang-Kalah. Karena
keduanya tidak bisa bernegosiasi secara sehat, maka mereka berprinsip jika
tidak ada yang menang, lebih baik semuanya kalah. Mereka berpusat pada musuh,
yang ada hanya perasaan dendam tanpa menyadari jika orang lain kalah dan
dirinya kalah sama saja dengan bunuh diri. Beorientasi pada dua individu atau
kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok yang bertikai
mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang
terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai
penengah. Dalam interaksi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara
melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak
ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau
barangkali bertindak atas kemauannya sendiri.
Ruble and Thomas (2008) mengidentifikasi lima gaya penanganan
konflik yaitu: (1) Forcing; (2) Collaborating; (3) Compromising; (4) Avoiding;
dan (5) Accomodating.
1) Avoiding – Satu
pihak menolak bahwa konflik itu ada, mengubah topik, dan menghindari
diskusi-diskusi, seraya tidak memperlihatkan komitmen penyelesaian. Gaya ini
efektif dalam situasi dimana terdapat bahaya penyerangan fisik, tanggapan atas
isu remeh, tidak berpengaruh terhadap kesempatan untuk mencapai tujuan, atau
rumitnya situasi yang membutuhkan solusi. Avoiding (penghindaran) konflik punya
keuntungan dalam hal pemeliharaan hubungan, dalam mana hubungan diyakini akan
terluka akibat proses penyelesaian konflik. Kerugiannya gaya ini adalah konflik
tidak akan selesai. Berlebihannya penggunaan gaya ini justru mendorong
munculnya konflik internal dalam diri individu yang melakukannya. Orang lainpun
cenderung meremehkan si penghindar. Penghindaran masalah biasanya bukan malah
menyelesaikan masalah melainkan justru menambahnya. Semakin lama kita menunggu
konfrontasi dengan orang lain, semakin sulit konfrontasi yang terjadi nantinya.
2) Accomodation – Satu
pihak mengorbankan kepentingannya dan memperlihatkan concern dengan membiarkan
pihak lain mencapai kepentingannya. Gaya ini efektif dalam situasi dimana tidak
terdapat kesempatan yang banyak bagi seseorang dalam mencapai kepentingannya,
tatkala hasilnya tidak penting, atau tatkala ada keyakinan bahwa memuaskan
kepentingan dirinya akan mencederai hubungan. Keuntungan gaya akomodasi adalah,
hubungan terpelihara dengan melakukan sesuatu hal dengan cara yang bisa
diterima orang lain. Kerugiannya adalah “penyerahan” pada orang lain malah
kontraproduktif. Orang yang melakukan pengakomodasian mungkin punya solusi yang
lebih baik. Berlebihannya penggunaan gaya ini cenderung memberi kesempatan
orang lain mengambil keuntungan dari si akomodator.
3) Compromising – Lewat
konsesi seluruh pihak, tiap pihak siap hanya mendapat setengah dari total
kepentingannya. Gaya ini efektif dalam situasi yang membutuhkan penyelesaian
cepat seputar masalah, tatkala pihak lain menolak berkolaborasi (kerjasama),
tatkala pencapaian sasaran secara mutlak tidak penting, atau tatkala tidak ada
yang perlu dikhawatirkan apakah kepentingan tercapai seluruhnya atau
sebagiannya saja. Keuntungan gaya ini adalah, konflik diselesaikan secara
relatif cepat dan hubungan kerja tetap terpelihara. Kerugiannya adalah, si
kompromis kerap menghasilkan hasil yang kontraproduktif, seperti keputusan yang
tidak optimal. Berlebihannya penggunaan gaya ini membuat orang kerap bertanya
dua kali dalam rangka memenuhi kepentingannya. Gaya ini biasa digunakan dalam
hubungan manajemen-buruh.
4) Forcing – Gaya ini
dicirikan agresivitas, berfokus diri sendiri, adanya pemaksaan, ketegasan
lisan, dan perilaku tidak kooperatif guna mencapai tujuan yang ditampakan oleh
satu pihak dengan mengalahkan kepentingan pihak lain. Gaya ini efektif dalam
situasi dimana keputusan harus dibuat secara cepat, pilihan terbatas, tidak
khawatir pihak lain menjadi korban, pihak lain menolak kerjasama, dan tidak ada
perhatian memadai atas kerusakan potensial dalam hubungan. Keuntungan gaya
Forcing adalah keputusan organisasi yang lebih baik akan terjadi, kala si
pemaksa benar, ketimbang keputusan yang kompromistik yang kurang efektif.
Kerugiannya dari penggunaan gaya forcing yang berlebihan mendorong permusuhan
dan perlawanan terhadap si pengguna. Pemaksa cenderung punya hubungan buruk
dengan pihak lain.
5) Collaborating – Gaya ini
dicirikan lewat pendengar aktif dan fokus pada isu, komunikasi empatik yang
mencari pemuasan kepentingan dan perhatian setiap pihak. Gaya ini efektif dalam
situasi dimana kekuasaan secara relatif berimbang, hubungan jangka panjang
dihargai, tiap pihak menampakkan perilaku kooperatif, dan terdapat cukup waktu
dan energi guna membuat solusi integratif yang memuaskan semua pihak.
Keuntungan gaya ini adalah kecenderungannya membawa pada solusi terbaik dari
konflik, menggunakan perilaku yang tegas. Kerugiannya adalah, keahlian, upaya,
dan waktu dibutuhkan guna menyelesaikan konflik adalah lebih besar dan lebih
lama tinimbang gaya lainnya.
Selain lima gaya penanganan konflik menurut Ruble dan
Thomas terdapat tabel gaya dan situasi konflik yang cocok untuk menanganinya menurut Hayes yakni :
Gaya Penanganan Konflik
|
Situasi yang Cocok
|
Forcing
|
1. Kala
tindakan yang tegas dan cepat adalah vital – darurat.
2. Pada isu
penting dimana tindakan tidak populer butuh untuk diterapkan – pemangkasan
anggaran, menerapkan aturan yang tidak populer.
3. Pada isu
vital demi kesejahteraan perusahaan dan si pelaku benar.
4. Melawan
orang yang ambil keuntungan lewat cara tidak kompetitif.
|
Collaborating
|
1. Guna
menemukan solusi integratif kala kedua kepentingan terlalu penting untuk
dikompromikan.
2. Kala
tujuan kita untuk belajar.
3. Melebuh
pandangan dari orang dari aneka sudut pandang.
4. Beroleh
komitmen lewat inkorporasi kepentingan ke dalam kesepakatan.
|
Compromising
|
1. Kala
tujuan adalah penting, tetapi tidak mementingkan cara yang terlalu tegas.
2. Kala musuh
dengan kekuasaan setara berkomitmen pada sasarannya sendiri-sendiri.
3. Mencapai
penyelesaian sementara atas isu-isu yang rumit.
4. Mendatangkan
solusi cerdik dalam tekanan waktu.
5. Sebagai cadangan
kala collaborating dan forcing tidak berhasil.
|
Avoiding
|
1. Kala isu
sepele, atau isu penting lain menunggu untuk diselesaikan.
2. Kala anda
menganggap tiada kesempatan memuaskan kepentingan sendiri.
3. Kala efek
merusak lebih tinggi dari resolusi yang mungkin dihasilkan.
4. Mengizinkan
orang untuk cooling down dan beroleh kembali cara pandang.
5. Kala
pengumpulan informasi lebih penting tinimbang memutuskan segera.
6. Kala orang
lain bisa menyelesaikan konflik lebih efektif.
7. Kala isu
sekadar persinggungan atau simptom dari isu lain.
|
Accomodating
|
1. Kala kamu
temukan diri kamu salah – mengizinkan posisi yang lebih baik untuk didengar,
dipelajari, dan menunjukkan alasan kamu.
2. Kala isu
lebih penting bagi orang lain tinimbang diri kamu sendiri – memuaskan orang
dan memelihara kerjasama.
3. Membangun
kredit sosial untuk digunakan nantinya.
4. Meminimalkan
kehilangan kala kita sedang tidak fokus.
5. Kala
harmoni dan stabilitas lebih penting.
6. Mengizinkan
bawahan mengembangkan pemelajaran dari kesalahan.
|
E. Kasus
BENTROK KENAIKAN
BBM
JAKARTA,
KOMPAS.com - Data Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta menunjukkan,
terhitung sejak Selasa (27/3/2012) hingga Jumat (30/3/2012) dini hari tadi, ada
82 korban luka-luka yang dirawat di rumah sakit akibat bentrok mahasiswa dengan
aparat dalam demonstrasi menolak kenaikan harga BBM di beberapa titik di
Jakarta.
Kepala
Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emmawati mengungkapkan, dari total korban
yang dirawat termasuk di antaranya aparat. Seluruh biaya pengobatan korban akan
ditanggung sepenuhnya oleh pihak pemerintah.
"Dari
82 orang, belum ada yang meninggal. Sebagian besar rawat jalan," katanya
saat acara temu media di Gedung Kementerian Kesehatan, Jumat (30/3/202) siang.
Menurut Dien,
dari 82 orang korban, sebagian besar mengalami luka ringan dan kena gas air
mata. "Bahwa ada yang luka-luka betul. Tetapi yang parah serius belum
ada," terangnya.
Dari 82 korban itu, lanjut Dien, bentrokan yang terjadi di depan Stasiun
Gambir, pada Selasa (27/3/2012) menyumbang paling banyak korban yakni sampai 72
orang dan sebagian besar di rawat di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM), RS.
Tarakan dan RSPAD Gatot Subroto. Sedangkat bentrokan yang terjadi pada Kamis
malam (29/3/2012) di Jalan Diponegoro menyebabkan 10 orang yang dirawat, 6 orang
di antaranya dirawat di RSCM, termasuk Kapolsek Senen, 2 orang di St.Carolus
dan 2 orang di RS. Tarakan.
Dien
menambahkan, saat ini pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Polda Metro
Jaya dan Kementerian Kesehatan untuk menempatkan ambulans gawat darurat DKI,
ambulans Puskesmas dan ambulans suku dinas di 30 titik. Jadi kalau ada pendemo
atau polisi yang terluka dapat segera dilakukan pengobatan di
ambulans. "Kalau tidak bisa dilakukan di ambulans kita rujuk ke rumah
sakit terdekat. Sudah ada 32 rumah sakit di Jakarta yang siap di jadikan
rujukan," tutupnya.
ü Analisis
penyelesaian kasus:
Dengan melihat
kejadian tersebut, dapat disimpulkan adanya
sikap anarki yang dilakukan para mahasiswa dengan para aparat, yang merupakan kasus
antar kelompok dengan kelompok. Penyelesaiannya terdapat pada kedua belah
pihak. Yang pertama dari sistem kerja pemerintah yang harus terbuka kepada
rakyatnya, dengan
begitu rakyat tidak akan terus diberatkan oleh konflik yang kompleks.
Pemerintah juga diharapkan bisa membangun kesejahteraan yang adil pada rakyatnya.
Terlihat pada kasus tersebut yaitu
kenaikan harga BBM yang memberatkan sebagian rakyat yang kontra.
Dari situlah
rakyat marah yang diwakili para mahasiswa yang berdemo. Sebenarnya sah-sah saja
menaikan harga BBM tapi dengan syarat diberi fasilitas yang nyaman. Terlihat
transportasi di indonesia amat sangat tidak nyaman, jalanan amat sangat
buruk, kesenjangan
sosial merajalela, yang kaya tambah kaya yang miskin tambah meralat. Apakah ini
sebuah solusi dibalik kenaikan BBM? Dari situlah banyaknya kendaraan pribadi
berlalu lalang yang membuat macet, dan yang terpenting pasokan BBM pun
meningkat, dengan
begitu siapa yang dirugikan siapa?.
Kedua dari sikap
mahasiswa yang anarki ketika berdemo. Ketika emosi memuncak apapun bisa
dilakukan. Akibatnya sebagian mahasiswa terluka, sudah beban kenaikan BBM, ditambah pula luka
berat. Dan yang pasti mereka bertidak seperti itu untuk mencari keadilan
yang seadil-adilnya, mencari
perhatian untuk diperhatikan,
mencari
kesejahteraan untuk kehidupan.
Strategi
yang dapat digunakan untuk kasus ini yaitu Dominating
yang merupakan strategi di mana salah satu pihak yang bertikai yaitu Pemerintah mencoba
untuk "memenangkan" konflik dengan memaksa. Dalam hal ini, pemerintah mendapatkan apa yang mereka inginkan yaitu menaikan harga BBM. Interaksi
strategi penanganan konflik dari kasus ini adalah Win-Lose dalam interaksi ini seseorang dalam hal
ini pemerintah cenderung menggunakan kekuasaan, jabatan, mandat,
barang milik, atau kepribadian untuk mendapatkan apa yang diinginkan dengan
mengorbankan orang lain yaitu menaikan harga BBM.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konflik
dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik
merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat
pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.
Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Konflik
sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya.
Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi)
dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.
Konflik merupakan hal
yang tidak bisa dihindari dalam sebuah organisasi, disebabkan
oleh banyak faktor
yang pada intinya karena organisasi terbentuk dari banyak individu dan kelompok yang memiliki
sifat dan tujuan yg berbeda satu
sama lain dan konflik interaktif
merupakan aksi dari adanya perbedaan yang terjadi.
Kehadiran konflik
dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat diminimalisir. Konflik dalam
organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik individu
pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun
konflik antara kelompok tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik
merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat
berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila
konflik tidak ditangani dengan baik serta mengalami eskalasi secara terbuka
dapat merugikan kepentingan organisasi.
B. Saran
Konflik
terjadi karena adanya perbedaan atau masalah yang terbentur satu sama lain.
Konflik dalam organisasi tidak bisa dihindari. Sebaiknya konflik itu diusahakan
untuk dicarikan jalan keluarnya dan menjadi pembelajaran untuk membangun lebih
baik lagi dalam suatu organisasi tersebut. Hendaknya dalam menyelesaikan suatu konflik dapat
dengan:
1. Menanggapi
konflik dengan kepala dingin, jangan emosi agar konflik dapat di selesaikan
dengan baik.
2. Meminimalisir
ego pada sifat alami diri sendiri saat sedang ada dalam kelompok.
3. Mengutamakan
kepentingan bersama, jika mempunyai pendapat sosialisasikan bersama anggota
kelompok yang lain.
4. Motivasi
rekan atau bawahan dengan apresiasi secara benar karena dukungan sangat penting
dalam menyelesaikan masalah.
5. Menghargai
setiap pendapat yang disampaikan atau yang diutarakan.
6. Selalu
berfikir positif setiap ada masukan pendapat.
7. Menyelesaikan
setiap masalah yang timbul sampai tuntas.
8. Menghindari
konflik dengan berkomunikasi baik sesama anggota.
9. Memanfaatkan
setiap ide atau pendapat yang masuk.
10. Keterbukaan
pada setiap anggota kelompok harus ada agar dapat menyelesaikan konflik dengan
baik dan tidak berlarut-larut.
DAFTAR
PUSTAKA
Hani Handoko, T. 2011. Manajemen. Yogyakarta : Penerbit BPFE Yogyakarta.
A.
Judge. Timothy dan Stephen P. Robbins. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi 12. Jakarta: Salemba
David dan Kim.
2008. Developing
Management Skill, 7th Edistion. Delhi : Dorling Kindersley India Ltd.
Hayes, John.
2002. Interpersonal Skills at Work.
New York : Routledge.
Robert dan
Christoper. 2010. Leadership:
Theory, Application and Skill Development. Ohio : South-Western Cengage Learning.
Goldberg, A. Alvin, Larson, E. Carl,
2006. Komunikasi Kelompok, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Pace, R. Wayne, Faulus, F. Don.
2005. Komunikasi Organisasi, Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung
: PT. Remaja Rosdakarya.
Kenneth Wexley & Gary Yuki.
2005. Perilaku
Organisasi & Psikologi Personalia. Jakarta: Rineka
Cipta.
J.
Winardi. 2003. Teori
Organisasi & Pengorganisasian. Jakarta:
Rajawali
Press.
Hammer
& Organ. 1987. Organizational
Behavior. Bussiness Publication Inc.
Kompas Cyber Media, 2012. “Bentrok Kenaikan BBM”.
http://www.kompas.com/ (diakses 1
April 2015)
Riswan, Mustakim. 2013. “Konflik Organisasi”. http://rndyst07.blogspot.com/ (diaksses 1 April 2015
0 Response to "Makalah Konflik Interaktif"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)