Makalah Quantum Learning
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Usaha peningkatan mutu negara di
bidang pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas melalui pendidikan,
merupakan upaya sungguh-sungguh dan terus-menerus dilakukan untuk mewujudkan
manusia Indonesia seutuhnya. Sumber daya yang berkualitas akan menentukan mutu
kehidupan pribadi, masyarakat, dan bangsa dalam rangka mengantisipasi,
mengatasi persoalan-persoalan, dan tantangan-tantangan yang terjadi dalam
masyarakat pada kini dan masa depan.
Salah satu permasalahan yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan, khususnya
pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk
meningkatkan mutu pendidikan Nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan
dan peningkatan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat
pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu
manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum
menunjukkan peningkatan yang memadai.
Upaya peningkatan kualitas
pendidikan di Indonesia tidak pernah berhenti. Berbagai terobosan baru terus
dilakukan oleh pemerintah melalui Depdiknas. Upaya itu antara lain dalam
pengelolaan sekolah, peningkatan sumber daya tenaga pendidikan,
pengembangan/penulisan materi ajar, serta pengembangan paradigma baru dengan
metodologi pengajaran.
Mengajar bukan semata persoalan
menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi
ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa
sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar
yang langgeng. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah
kegiatan belajar aktif.
Apa yang menjadikan belajar aktif?
Agar belajar menjadi aktif siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka
harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan
masalah, dan
menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar akif harus gesit, menyenangkan,
bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk
mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud).
Untuk bisa mempelajari sesuatu
dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya,
dan membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu mengerjakannya,
yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya,
mencoba mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut
pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.
Pengembangan
metode pembelajaran bagi siswa terus dilakukan. Selain bertujuan agar siswa
dapat lebih cepat menangkap dan mengingat mata pelajaran yang diberikan oleh
guru, metode pembelajaran juga terus dikembangakan agar siswa lebih tertarik
dengan mata pelajaran tersebut.
Pembelajaran
merupakan proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru beserta siswa.
Proses pembelajaran merupakan suatu aspek yag sangat penting karena merupakan
sarana utama dimana para siswa mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang
dibutuhkan. Proses pembelajaran tidak hanya dapat dilakukan dalam lingkungan
sekolah namun dapat pula dilakukan dalam lingkungan dan kondisi yang
bermacam-macam. Proses pembelajaran dapat dilakukan dalam lingkungan dan
kondisi yang bermacam-macam disebabkan karena banyaknya metode pembelajaran
yang ada.
Dapat
dilihat bahwa metode pembelajaran yang paling banyak digunakan yaitu metode
ceramah dalam kelas. Metode ceramah paling sering digunakan karena metode ini
tidak memerlukan banyak biaya dalam penyediaan fasilitas, selain itu metode ini
juga sangat sederhana dalam pelaksanaannya. Padahal dengan berkembangnya ilmu
dan pengetahuan manusia, berbagai metode pembelajaran telah terus dikembangkan
untuk mendukung tercapainya tujuan belajar dari para murid. Salah satunya yaitu
metode pembelajaran Kuantum, Kompetensi, dan juga metode pembelajaran
Kontekstual. Ketiga metode tersebut dapat digunakan dan menghasilkan output
yang menjadi tujuan dalam proses pembelajaran.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kauntum?
2.
Bagaimana karakteristik pembelajaran
kuantum?
3.
Apa tujuan dilaksanakannya pembelajaran
kuantum?
4.
Apa saja keunggulan dan kelemahan
pembelajaran kuantum?
5.
Apa yang dimaksud dengan pembelajaran
kompetensi?
6.
Bagaimana karakteristik pembelajaran
kompetensi?
7.
Apa yang dimaksud dengan pembelajaran
kontekstual?
8.
Apa tujuan dilaksanakannya pembelajaran
kontekstual?
9.
Apa saja komponen-komponen pembelajaran
kontekstual?
10.
Apa keunggulan dan kelemahan dari
pembelajaran kontekstual?
1.3
Tujuan Penulisan
a.
Mengetahui pengertian dari pembelajaran
kuantum
b.
Memahami asas pembelajaran kuantum
c.
Mengetahui karakteristik pembelajaran
kuantum
d.
Mengetahui tujuan pembelajaran kuantum
e.
Memahami apa saja keunggulan dan
kelemahan pembelajaran kuantum
f.
Mengetahui prinsip, manfaat dan
langkah-langkah pembelajaran kuantum
g.
Mengerti apa itu pembelajaran kompetensi
h.
Memahami komponen utama dan
prisip-prinsip dalam pembelajaran kompetensi
i.
Memahami karakteristik dan pengelolaan
dari pembelajaran kompetensi
j.
Mengetahui pengertian dari pembelajaran
kontekstual
k.
Mengetahui landasan filosofi
pembelajaran kontekstual
l.
Memahami tujuan dan strategi yang
digunakan dalam pembelajaran kontekstual
m.
Mengetahui komponen dan langkah-langkah
dalam melaksanakan pembelajaran kontekstual
n.
Mengetahui keunggulan dan kelemahan
pembelajaran kontekstual
o.
Mampu memberikan contoh pelaksanaan
pembelajaran kontekstual
BAB
II
KAJIAN
MATERI
2.1 Pembelajaran Kuantum
2.1.1 Pengertian Pembelajaran
Kuantum
Pembelajaran kuantum merupakan terjemahan dari bahasa asing
yaitu quantum learning. “Quantum Learning adalah kiat, petunjuk, strategi dan seluruh
proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat
belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat” (Bobbi DePorter
& Mike Hernacki, 2011:16 ).
Dengan demikian, pembelajaran kuantum dapat dikatakan
sebagai model pembelajaran yang menekankan untuk memberikan manfaat yang
bermakna dan juga menekankan pada tingkat kesenangan dari peserta didik atau
siswa.
2.1.2 Asas Pembelajaran Kuantum
Asas utama pembelajaran kuantum adalah membawa dunia siswa
ke dalam dunia guru, dan mengantarkan dunia guru ke dunia siswa. Subjek belajar
adalah siswa. Guru hanya sebagai fasilitator, sehingga guru harus memahami
potensi siswa terlebih dahulu. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam hal
ini adalah mengaitkan apa yang akan diajarkan dengan peristiwa- peristiwa,
pikiran atau perasaan, tindakan yang diperoleh siswa dalam kehidupan baik di
rumah, di sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Apabila seorang guru telah
memahami dunia siswa, maka siswa telah merasa diperlakukan sebagaimana mestinya.
2.1.3 Karakteristik Pembelajaran
Kuantum
Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:30) mengungkapkan
mengenai karakterisitik dari pembelajaran kuantum (quantum learning) yaitu sebagai berikut:
1. Pembelajaran kuantum berpangkal pada
psikologi kognitif. Oleh karena itu, pandangan tentang pembelajaran, belajar,
dan pembelajar diturunkan, ditransformasikan, dan dikembangkan dari berbagai
teori psikologi kognitif. Dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum
berkaitan erat dengan analogi beberapa konsep kuantum. Hal ini membuatnya lebih
bersifat kognitif daripada fisis.
2. Pembelajaran kuantum lebih bersifat
humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis.
Manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatiannya. Potensi diri, kemampuan
pikiran, daya motivasi, dan sebagainya dari pembelajar diyakini dapat berkembang
secara maksimal atau optimal. Hadiah dan hukuman dipandang tidak ada karena
semua usaha yang dilakukan manusia patut dihargai. Kesalahan dipandang sebagai
gejala manusiawi. Ini semua menunjukkan bahwa keseluruhan yang ada pada manusia
dilihat dalam perspektif humanistis.
3. Pembelajaran kuantum lebih bersifat
konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau
maturasionistis. Karena itu, menurut hemat penulis, nuansa konstruktivisme
dalam pembelajaran kuantum relatif kuat. Malah dapat dikatakan di sini bahwa
pembelajaran kuantum merupakan salah satu cerminan filsafat konstruktivisme
kognitif, bukan konstruktivisme sosial. Meskipun demikian, berbeda dengan
konstruktivisme kognitif lainnya yang kurang begitu mengedepankan atau mengutamakan
lingkungan, pembelajaran kuantum justru menekankan pentingnya peranan
lingkungan dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif dan optimal dan
memudahkan keberhasilan tujuan pembelajaran.
4. Pembelajaran kuantum berupaya
memadukan (mengintegrasikan), menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor
potensi-diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental)
sebagai konteks pembelajaran. Atau lebih tepat dikatakan di sini bahwa
pembelajaran kuantum tidak memisahkan dan tidak membedakan antara res cogitans
dan res extenza, antara apa yang di dalam dan apa yang di luar. Dalam pandangan
pembelajaran kuantum, lingkungan fisikal-mental dan kemampuan pikiran atau diri
manusia sama-sama pentingnya dan saling mendukung. Karena itu, baik lingkungan
maupun kemampuan pikiran atau potensi diri manusia harus diperlakukan sama dan
memperoleh stimulan yang seimbang agar pembelajaran berhasil baik.
5. Pembelajaran kuantum memusatkan
perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi
makna. Dapat dikatakan bahwa interaksi telah menjadi kata kunci dan konsep
sentral dalam pembelajaran kuantum. Karena itu, pembelajaran kuantum memberikan
tekanan pada pentingnya interaksi, frekuensi dan akumulasi interaksi yang
bermutu dan bermakna. Di sini proses pembelajaran dipandang sebagai penciptaan
interaksi-interaksi bermutu dan bermakna yang dapat mengubah energi kemampuan
pikiran dan bakat alamiah pembelajar menjadi cahaya-cahaya yang bermanfaat bagi
keberhasilan pembelajar. Interaksi yang tidak mampu mengubah energi menjadi
cahaya harus dihindari, kalau perlu dibuang jauh dalam proses pembelajaran.
Dalam kaitan inilah komunikasi menjadi sangat penting dalam pembelajaran
kuantum.
6. Pembelajaran kuantum sangat
menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. Di
sini pemercepatan pembelajaran diandaikan sebagai lompatan kuantum. Pendeknya,
menurut pembelajaran kuantum, proses pembelajaran harus berlangsung cepat
dengan keberhasilan tinggi. Untuk itu, segala hambatan dan halangan yang dapat
melambatkan proses pembelajaran harus disingkirkan, dihilangkan, atau
dieliminasi. Di sini pelbagai kiat, cara, dan teknik dapat dipergunakan,
misalnya pencahayaan, iringan musik, suasana yang menyegarkan, lingkungan yang
nyaman, penataan tempat duduk yang rileks, dan sebagainya. Jadi, segala sesuatu
yang menghalangi pemercepatan pembelajaran harus dihilangkan pada satu sisi dan
pada sisi lain segala sesuatu yang mendukung pemercepatan pembelajaran harus diciptakan
dan dikelola sebaik-baiknya.
7. Pembelajaran kuantum sangat
menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan
atau keadaan yang dibuat-buat. Kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana
nyaman, segar, sehat, rileks, santai, dan menyenangkan, sedang keartifisialan
dan kepura-puraan menimbulkan suasana tegang, kaku, dan membosankan. Karena
itu, pembelajaran harus dirancang, disajikan, dikelola, dan difasilitasi
sedemikian rupa sehingga dapat diciptakan atau diwujudkan proses pembelajaran
yang alamiah dan wajar. Di sinilah para perancang dan pelaksana pembelajaran
harus bekerja secara proaktif dan suportif untuk menciptakan kealamiahan dan
kewajaran proses pembelajaran.
8. Pembelajaran kuantum sangat
menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran. Proses
pembelajaran yang tidak bermakna dan tidak bermutu membuahkan kegagalan, dalam
arti tujuan pembelajaran tidak tercapai. Sebab itu, segala upaya yang
memungkinkan terwujudnya kebermaknaan dan kebermutuan pembelajaran harus
dilakukan oleh pengajar atau fasilitator. Dalam hubungan inilah perlu
dihadirkan pengalaman yang dapat dimengerti dan berarti bagi pembelajar,
terutama pengalaman pembelajar perlu diakomodasi secara memadai. Pengalaman
yang asing bagi pembelajar tidak perlu dihadirkan karena hal ini hanya
membuahkan kehampaan proses pembelajaran. Untuk itu, dapat dilakukan upaya
membawa dunia pembelajar ke dalam dunia pengajar pada satu pihak dan pada pihak
lain mengantarkan dunia pengajar ke dalam dunia pembelajar. Hal ini perlu
dilakukan secara seimbang.
9. Pembelajaran kuantum memiliki model
yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi
suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan
atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Isi pembelajaran meliputi
penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan
belajar-untuk-belajar, dan keterampilan hidup. Konteks dan isi ini tidak
terpisahkan, saling mendukung, bagaikan sebuah orkestra yang memainkan simfoni.
Pemisahan keduanya hanya akan membuahkan kegagalan pembelajaran. Kepaduan dan
kesesuaian keduanya secara fungsional akan membuahkan keberhasilan pembelajaran
yang tinggi; ibaratnya permainan simfoni yang sempurna yang dimainkan dalam
sebuah orkestra.
10. Pembelajaran kuantum memusatkan
perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan [dalam] hidup,
dan prestasi fisikal atau material. Ketiganya harus diperhatikan, diperlakukan,
dan dikelola secara seimbang dan relatif sama dalam proses pembelajaran; tidak
bisa hanya salah satu di antaranya. Dikatakan demikian karena pembelajaran yang
berhasil bukan hanya terbentuknya keterampilan akademis dan prestasi fisikal
pembelajar, namun lebih penting lagi adalah terbentuknya keterampilan hidup
pembelajar. Untuk itu, kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat
terwujud kombinasi harmonis antara keterampilan akademis, keterampilan hidup,
dan prestasi fisikal.
11. Pembelajaran kuantum menempatkan
nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran. Tanpa nilai dan
keyakinan tertentu, proses pembelajaran kurang bermakna. Untuk itu, pembelajar
harus memiliki nilai dan keyakinan tertentu yang positif dalam proses
pembelajaran. Di samping itu, proses pembelajaran hendaknya menanamkan nilai
dan keyakinan positif dalam diri pembelajar. Nilai dan keyakinan negatif akan
membuahkan kegagalan proses pembelajaran. Misalnya, pembelajar perlu memiliki keyakinan
bahwa kesalahan atau kegagalan merupakan tanda telah belajar; kesalahan atau
kegagalan bukan tanda bodoh atau akhir segalanya. Dalam proses pembelajaran
dikembangkan nilai dan keyakinan bahwa hukuman dan hadiah (punishment dan
reward) tidak diperlukan karena setiap usaha harus diakui dan dihargai. Nilai
dan keyakinan positif seperti ini perlu terus-menerus dikembangkan dan
dimantapkan. Makin kuat dan mantap nilai dan keyakinan positif yang dimiliki
oleh pembelajar, kemungkinan berhasil dalam pembelajaran akan makin tinggi.
Dikatakan demikian sebab “Nilai-nilai ini menjadi kacamata yang dengannya kita
memandang dunia. Kita mengevaluasi, menetapkan prioritas, menilai, dan
bertingkah laku berdasarkan cara kita memandang kehidupan melalui kacamata ini”,
ungkap DePorter dalam Quantum Business (2000:54).
12. Pembelajaran kuantum mengutamakan
keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban. Keberagaman dan
kebebasan dapat dikatakan sebagai kata kunci selain interaksi. Karena itu,
dalam pembelajaran kuantum berkembang ucapan: Selamat datang keberagaman dan
kebebasan, selamat tinggal keseragaman dan ketertiban!. Di sinilah perlunya
diakui keragaman gaya belajar siswa atau pembelajar, dikembangkannya
aktivitas-aktivitas pembelajar yang beragam, dan digunakannya bermacam-macam
kiat dan metode pembelajaran. Pada sisi lain perlu disingkirkan penyeragaman
gaya belajar pembelajar, aktivitas pembelajaran di kelas, dan penggunaan kiat
dan metode pembelajaran.
13. Pembelajaran kuantum
mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran.
Aktivitas total antara tubuh dan pikiran membuat pembelajaran bisa berlangsung
lebih nyaman dan hasilnya lebih optimal.
2.1.4 Tujuan Pembelajaran Kuantum
Menurut
Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:12) adapun tujuan dari pembelajaran
kuantum (quantum learning) adalah
sebagai berikut:
a.
Untuk menciptakan lingkungan belajar
yang efektif.
b. Untuk
menciptakan proses belajar yang menyenangkan.
c.
Untuk menyesuaikan kemampuan otak
dengan apa yang dibutuhkan oleh otak.
d.
Untuk membantu meningkatkan
keberhasilan hidup dan karir.
e.
Untuk
membantu mempercepat dalam pembelajaran.
Tujuan di atas,
mengindikasikan bahwa pembelajaran kuantum mengharapkan perubahan dari berbagai
bidang mulai dari lingkungan belajar yaitu kelas, materi pembelajaran yang
menyenangkan, menyeimbangkan kemampuan otak kiri dan otak kanan, serta mengefisienkan
waktu pembelajaran.
Menurut
Kompasiana (2010) Lingkungan belajar dalam pembelajaran kuantum terdiri dari
lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro adalah tempat siswa
melakukan proses belajar, bekerja, dan berkreasi. Lebih khusus lagi perhatian
pada penataan meja, kursi, dan belajar yang teratur. Lingkungan makro yaitu
dunia luas, artinya siswa diminta untuk menciptakan kondisi ruang belajar di
masyarakat. Mereka diminta berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang
diminatinya, sehingga kelak dapat berhubungan secara aktif dengan masyarakat.
Selain itu, Bobbi
DePorter,et al., (2004:14) menyatakan
mengenai lingkungan dalam konteks panggung belajar. “Lingkungan yaitu cara guru
dalam menata ruang kelas, pencahayaan warna, pengaturan meja dan kursi,
tanaman, musik, dan semua hal yang mendukung proses belajar”.
Jadi, dapat dikatakan
bahwa pembelajaran kuantum sangat memperhatikan pengkondisian suatu kelas
sebagai lingkungan belajar dari peserta didik mengingat model pembelajaran
kuantum merupakan adaptasi dari model pembelajaran yang diterapkan di luar
negeri.
2.1.5 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kuantum
Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:18-19) dalam
bukunya yang berjudul ”Quantum Learning”
juga menjelaskan mengenai keunggulan dan kelemahan dari pembelajaran kauntum (quantum learning) yaitu sebagai
berikut:
1. Keunggulan
a. Pembelajaran kuantum berpangkal pada
psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan
konsep kuantum dipakai.
b. Pembelajaran
kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”,
dan atau nativistis.
c. Pembelajaran
kuantum lebih konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis.
d.
Pembelajaran kuantum memusatkan
perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekedar transaksi
makna.
e. Pembelajaran
kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf
keberhasilan tinggi.
f. Pembelajaran
kuantum sangat menentukan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan
keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat.
g. Pembelajaran
kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran.
h. Pembelajaran
kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran.
i.
Pembelajaran kuantum memusatkan
perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan (dalam) hidup,
dan prestasi fisikal atau material.
j.
Pembelajaran kuantum menempatkan nilai
dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran.
k. Pembelajaran kuantum mengutamakan
keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban.
l.
Pembelajaran kuantum mengintegrasikan
totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran.
2.
Kelemahan
a.
Membutuhkan
pengalaman yang nyata.
b.
Waktu yang cukup lama untuk menumbuhkan
motivasi dalam belajar.
c.
Kesulitan
mengidentifikasi keterampilan siswa.
Berdasarkan pemaparan keunggulan dan
kelemahan pembelajaran kuantum, pembelajaran kauntum sangat memperhatikan
keaktifan serta kreatifitas yang dapat dicapai oleh peserta didik. Pembelajaran
kuantum mengarahkan seorang guru menjadi guru yang “baik”. baik dalam arti
bahwa guru memiliki ide-ide kreatif dalam memberikan proses pembelajaran,
mengetahui dengan baik tingkat kemampuan siswa.
2.1.6 Prinsip
Pembelajaran Kuantum
Adapun prinsip-prinsip pembelajaran
kuantum (quantum learning) adalah
sebagai berikut:
1. Prinsip utama pembelajaran kuantum
berbunyi: Bawalah Dunia Mereka (Pembelajar) ke dalam Dunia Kita (Pengajar), dan
Antarkan Dunia Kita (Pengajar) ke dalam Dunia Mereka (Pembelajar).
2. Dalam pembelajaran kuantum juga
berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan permainan orchestra
simfoni.
3. Prinsip dasar pembelajaran kuantum
adalah sebagai berikut:
a. Ketahuilah bahwa segalanya
berbicara: Dalam pembelajaran kuantum, segala sesuatu mulai lingkungan
pembelajaran sampai dengan bahasa tubuh pengajar, penataan ruang sampai guru,
mulai kertas yang dibagikan oleh pengajar sampai dengan rancangan pembelajaran,
semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran.
b. Ketahuilah bahwa segalanya
bertujuan: Semua yang terjadi dalam proses pengubahan energy menjadi cahaya
mempunyai tujuan.
c. Sadarilah bahwa pengalaman
mendahului penamaan: Poses pembelajaran paling baik terjadi ketika pembelajar
telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh makna untuk apa yang mereka
pelajari.
d. Akuilah setiap usaha yang dilakukan
dalam pembelajaran: Pembelajaran atau belajar selalu mengandung risiko besar.
e. Sadarilah bahwa sesuatu yang layak
dipelajari layak pula dirayakan: Segala sesuatu dipelajari sudah pasti layak
pula dirayakan keberhasilannya.
4. Dalam pembelajaran kuantum juga
berlaku prinsip bahwa pembelajaran lurus berdampak bagi terbentuknya
keunggulan.Dengan kata lain pembelajaran perlu diartikan sebagai pembentukan
keunggulan. Oleh karena itu, keunggulan ini bahkan telah dipandangan sebagai
jantung fondasi pembelajaran kuantum. Ada 7 prinsip keunggulan, yang juga
disebut 7 kunci keunggulan yang diyakini dalam pembelajaran kuantum, yaitu:
a. Teraplah Hidup dalam Integritas:
Dalam pembelajaran, bersikaplah apa adanya, tulus, dan menyeluruh yang lahir
ketika nilai-nilai dan perilaku kita menyatu.
b. Akuilah Kegagalan Dapat Membawa
Kesuksesan: Dalam pembelajaran, kita harus mengerti dan mengakui bahwa
kesalahan atau kegagalan dapat memberikan informasi kepada kita yang diperlukan
untuk belajar lebih lanjut sehingga kita dapat berhasil.
c. Berbicaralah dengan Niat Baik: Dalam
pembelajan, perlu dikembangkan ketrampilan berbicara dalam arti positif dan
bertanggung jawab atas komunikasi yang jujur dan langsung.
d. Tegaskanlah Komitmen: Dalam
pembelajaran, baik pengajar maupun pembelajar harus mengikuti visi-misi tanpa
ragu-ragu, tetap pada rel yang telah ditetapkan.
e. Jadilah Pemilik: Dalam pembelajaran
harus ada tanggung jawab. Tanpa tanggung jawab tidak mungkin terjadi
pembelajaran yang bermakna dan bermutu.
f. Tetaplah Lentur: Dalm pembelajaran,
pertahanan kemampuan untuk mengubah yang sedang dilakukan untuk memperoleh
hasil yang diinginkan. Pembelajar lebih-lebih , harus pandai-pandai membaca
lingkungan dan suasana, dan harus pandai-pandai mengubah lingkungan dan suasana
bilamana diperlukan.
g. Pertahankanlah Keseimbangan: Dalam
pembelajaran, pertahanan jiwa, tubuh, emosi, dan semangat dalam satu kesatuan
dan kesejajaran agar proses dan hasil pembelajaran efektif dan optimal.
2.1.7 Manfaat
Pembelajaran Kuantum
Manfaat
yang dapat diperoleh dari pembelajaran kuantum (quantum learning) menurut Bobbi DePorter & Mike Hernacki
(2011:13) diantaranya:
1. Sikap positif
2. Motivasi
3. Keterampilan belajar seumur hidup
4. Kepercayaan diri
5. Sukses
2.1.8 Langkah
Pembelajaran Kuantum
Langkah
model pembelajaran kuantum (quantum
learning) yang dikenal dengan sebutan TANDUR
Bobbi DePorter,et al.,(2004:10)
adalah sebagai berikut :
a. Tumbuhkan
Tumbuhkan
minat dengan memuaskan “Apakah Manfaatnya BagiKu” (AMBAK), dan manfaatkan
kehidupan belajar.
b. Alami
Ciptakan
atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar.
c. Namai
Sediakan
kata kunci, konsep, model, rumus, strategi, sebuah “masukan”.
d. Demonstrasikan
Sediakan
kesempatan bagi pelajar untuk “menunjukkan bahwa mereka tahu”.
e. Ulangi
Tunjukkan
pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan, “Aku tahu bahwa aku memang
tahu ini”.
f. Rayakan
Pengakuan
untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu
pengetahuan.Perayaan dalam pembelajaran kuantum sangat diutamakan atau sangat
penting. Perayaan dapat membangun keinginan untuk sukses dalam pembelajaran.
Menurut Bobbi DePorter,et al.,
(2004:31-34), terdapat beberapa bentuk perayaan menyenangkan yang biasa
digunakan yaitu:
·
Tepuk
Tangan
Teknik ini terbukti tidak pernahh gagal memberikan
inspirasi.
·
Hore!
Hore! Hore!
Cara ini sangat mengasyikkan jika dilakukan “bergelombang”
ke seluruh ruangan. Caranya adalah guru memberikan aba-aba, semua orang atau
siswa melompat berdiri dan berteriak senyaring mungkin, “Hore, Hore, Hore!”
sambil mengayunkan tangan ke depan dank e atas.
·
Wussss
Jika diberi aba-aba, semua orang bertepuk tangan tiga kali
secara serentak, lalu mengirimkan segenap energi positif mereka kepada orang
yang dituju. Cara melakukannya adalah setelah bertepuk, tangan mendorong kea
rah orang tersebut sambil berteriak “Wusssss”.
·
Jentikan
Jari
Jika guru atau pengajar memerlukan pengakuan yang tenang,
daripada tepuk tangan, gunakan jentikan jari berkesiinambungan.
·
Poster
Umum
Mengakui individu atau seluruh kelas, misalnya “Kelas Enam The Best!.
·
Catatan
Pribadi
Sampaikan kepada siswa secara perseorangan untuk mengakui
usaha keras, sumbangan pada kelas, perilaku atau tindakan yang baik hati.
·
Persekongkolan
Mengakui seseorang secara tak terduga. Misalnya seluruh
kelas dapat bersekongkol untuk mengakui kelas lain dengan cara memasang poster
positif (atau surat) misterius yang bertuliskan hal-hal seperti “Kelas VI hebat
lho!” atau “Semangat Menempuh Ujian hari Ini!”.
·
Kejutan
Kejutan harus terjadi secara acak. Kejutan bukan merupakan
hadiah yang diharapkan oleh siswa. Jadikan kejutan tetap sebagai kejutan!.
·
Pengakuan
Kekuatan
Lakukan jika menginginkan orang mendapatkan pengakuan,
setelah mereka saling mengenal dengan baik. Cara melakukan adalah atur siswa
untuk duduk membentuk tapak kuda, dengan satu kursi (kursi jempol) di bagian
terbuka tapal. Setiap orang bergiliran menduduki kursi jempol. Siswa pada kursi
jempol tersebut duduk diam sambil mendengarkan dan memperhatikan. Setiap siswa
dalam tapal mengakui kekuatan istimewa atau sifat-sifat baik dari siswa yang
duduk di kursi jempol. Guru dapat memberikan contoh hingga murid-murid tahu
cara melanjutkannya.
Berdasarkann uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa kesenangan peserta didik sangat diperhatikan baik dari cara memberikan
penguatan ataupun dari bentuk variasi lingkungan belajar.
2.2
Pembelajaran Kompetensi
2.2.1
Pengertian Pembelajaran Kompetensi
Kompetensi dapat
diartikan sebagai kemampuan dasar yang dapat dilakukan oleh para siswa pada
tahap pengetahuan, keterampilan, dan bersikap. Kemampuan dasar ini akan
dijadikan sebagai landasan melakukan proses pembelajaran dan penilaian siswa.
Kompetensi merupakan target, sasaran, standar sebagaimana yang telah di
jelaskan oleh benyamin S. Bloom (1964) dan gagne (1979) dalam berbagai
teorinya.
Kata pembelajaran adalah terjemahan dari instruction yang
banyak dipakai dalam dunia pendidikandi negeri Pamansam sana, yang menempatkan
siswa sebagai sumber darikegiatan.
Dalam pembelajaran kompetensi, siswa sebagai subjek
belajar yang memegangperanan utama, sehingga dalam setting proses belajar
mengajar siswa dituntut kreativitas secara penuh bahkan secara individual
mempelajari bahan pelajaran. Dengan demikian peranan guru di sini sebagai
fasilitator, memanage berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari siswa.
Terdapat karakteristik penting dari pembelajaran kompetensi, seperti kegiatan
proses belajar mengajar dalam KBK tidak hanya sekadar menyampaikan materi saja,
akan tetapi diselenggarakan untuk membentuk watak, peradaban, dan mutu kehidupan
peserta didik.
Pembelajaran perlu memberdayakan semua potensi peserta
didikuntuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Pemberdayaan diarahkan
untukmendorong pencapaian kompetensi dan prilaku khusus supaya setiap individu
mampumenjadi pembelajar sepanjang hayat dan mewujudkan masyarakat
belajar(Depdiknas,2002).
Dalam implementasi KBK,
pembelajaran tidak dimaksudkan menghilangkan peranan guru sebagai pengajar,
sebab secara konseptual istilah mengajar juga bermakna membelajarkan siswa. Mengajar
belajar dua istilah yang tidak dapat dipisahkan, mengajarmenitikberatkan
perbuatan guru yang menyebabkan siswa belajar. Dengan demikian,dalam istilah
mengajar juga terkandung proses belajar siswa, inilah makna
pembelajaran.Pembelajaran menunjukan pada usaha siswa mempelajari bahan pelajaran
sebagai akibatperlakuan guru. Proses pembelajaran yang dilakukan siswa tidak
mungkin terjadi tanpaperlakuan guru, yang membedakannya terletak pada
peranannya saja. Kompetensi bukanlah merupakan temuan yang baru, akan tetapi
istilah kompetensi sudah lahir sejak pendidikan yang berkembang di
lembaga-lembagapendidikan. Sementara sebagian orang yang telah mendapat
informasitentang kompetensi mencoba mentransfer kepada orang lain dengan
mempergunakan petunjuk yang masih samar-samar, seperti kompetensi suatu mata
pelajaran yang disampaikan kepada siswa harus ada keseimbangan teoritik dan
praktek, pola pengajarandiberi porsi keseimbangan 50% teori dan 50% praktek.
Dengan demikian setiap guru yang memhami pengertian kompetensi secara parsial
berusaha menterjemahkan secara sendiri-sendiri, seperti praktek itu akan
dilakukan di laboratorium, sementara sekolahsekolahdi lingkungan kita mengajar
belum memiliki sarana prasarana yang memadai danlengkap. Anggapan seperti itu
memang ada benarnya, akan tetapi tidaklah semua materi pelajaran harus praktek
di laboratorium di sekolah yang tersedia, umpamanya mata pelajaran PMP, guru
memberikan materi terhadap siswa dan siswa mampu melaksanakan praktek di
laboratorium di masyarakat, kehidupan bermasyarakat dan kehidupanberbangsa
serta bernegara.
Pembelajaran kompetensi memiliki sembilan kompetensi yang
bersifat strategis(Martinis Yamin, 2005), sebagai berikut:
a.
Menyadari
bahwa setiap orang merupakan mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan memiliki keyakinan
sesuai dengan agama yang dianutnya.
b.
Menggunakan
bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan gagasan dan
informasi, serta untuk berinteraksi dengan orang lain.
c.
Memilih,
memadukan, dan menerapkan konsep-konsep numerik dan spesial, serta mampu
mencari dan menyusun pola, struktur dan hubungan.
d.
Menerapkan
teknologi dan informasi yang diperlukan, ditemukan dan diperoleh dari berbagai
sumber dalam kehidupan serta mampu menilai kebermanfaatan.
e.
Memahami
dan menghargai dunia fisik, mahluk hidup dan teknologi, dan menggunakan pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai untuk mengambil keputusan yang tepat.
f.
Memahami
kontek budaya geografi, sejarah, dan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan, serta berinteraksi dan
berkontribusi dalam masyarakat dan budaya global.
g.
Berpartisipasi
dalam kegiatan kreatif dan lingkungan untuk saling menghargai karya artistik,
budaya, dan intelektual serta menerapkan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan
kematangan pribadi menuju masyarakat beradab.
h.
Menunjukkan
kemampuan berfikir konsekuen, berfikir literal, berfikir kritis,
memperhitungkan peluang dan potensi, serta siap untuk menghadapi berbagai
kemungkinan.
i.
Menunjukkan
motivasi dan percaya diridalam belajar, mampu bekerja mandiri, dan mampu
bekerja sama dengan orang lain.
2.2.2
Komponen Utama Pembelajaran Kompetensi
Penyusunan materi pembelajaran kompetensi mencakup tiga
komponen utama yang harus dikuasai siswa, yaitu:
1.
Kompetensi
dasar atau kemampuan dasar merupakan tujuan pembelajaran dari materi yang akan
diberikan kepada siswa sesuai dengan taksonomi Bloom menggunakan kata-kata
operasional yang bersifat umum yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan dasar
mulai tingkat pengetahuan rendah, menengah dan tinggi seperti pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tiapkemampuan
dasar dapat dijabarkan menjadi dua sampai lima indikator.
2.
Materi
pokok adalah materi pelajaran yang disajikan kepada siswa berupa penjabaran sub pokok bahasan dari awal semester sampai
akhir semester secara terstruktur, hal ini
dapat kita lihat pada silabus masing-masing mata pelajaran, yang dikembangkan oleh masing-masing guru bidang studi.
3.
Indikator
dikembangkan dari kemampuan dasar sesuai dengan materi pembelajaran yang
ditetapkan, menggunakan kata kerja operasional khusus yang disesuaikan dengan
tingkat berfikir siswa. Setiap indikator harus dapat dibuatkan soal
sebanyaktiga sampai lima butir. Kriteria indikator yang memenuhi syarat adalah:
·
Memuat ciri-ciri tujuan yang hendak diukur.
·
Memuat suatu kata kerja operasional yang
dapat diukur
·
Berkaitan erat dengan materi yang diajarkan
·
Dapat dibuatkan soalnya tiga sampai lima
butir setiap indicator.
2.2.3 Prinsip Pembelajaran Kompetensi
Prinsip
pembelajaran merupakan hal-hal yang mendasari dan menjadi sebab-sebabterjadinya belajar. Dengan perkataan
lain apabila suatu prinsip tidak nampak dalamkegiatan pembelajaran, maka proses
belajar itu tidak akan terjadi secara efektif danberhasil sesuai dengan
harapan. Efektivitas belajar berkaitan dengan suasana belajar yangmenyenangkan
seperti ciptakan kondisi terbaik untuk belajar, bentuk presentasi
yangmelibatkan seluruh indera, berfikir kreatif dan kritis untuk membantu
proses internalisasidan beri rangsangan dalam mengakses materi pelajaran
(Gordon and Vos, 2000).Ada beberapa prinsip penting dalam pembelajaran kompetensi,
antara lain:
1.
Proses pembelajaran kompetensi membentuk
kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa.
Tujuan pengaturan lingkungan dimaksudkan untuk menyediakan pengalaman belajar
yang memberi latihan-latihanpenggunaan fakta-fakta. Struktur kognitif akan
tumbuh dan berkembang manakalasiswa memiliki pengalaman belajar. Oleh karena
itu dalam pembelajaran kompetensi menuntut aktivitas siswa secara penuh untuk
mencari dan menemukan sendiri.
2.
Berhubungan dengan tipe-tipe pengetahuan yang
harus dipelajari, ada tipe pengetahuan fisis, sosial dan logika (Bruce Weil,
l980). Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu
objek atau kejadian seperti bentuk, besar,kecil, serta bagaimana objek itu
berinteraksi satu dengan yang lainnya. Pengetahuanfisis diperoleh melalui
pengalaman indera secara langsung. Misalkan anak memeganglogam yang bersifat
keras dan memegang kain sutra yang bersifat halus. Pengetahuan sosial
berhubungan dengan perilaku individu dalam suatu sistem sosial atau
hubunganantar manusia yang dapat mempengaruhi interaksi sosial, contohnya
pengetahuantentang aturan, hukum, moral, nilai, bahasa dan lain sebagainya.
Pengetahuan logikaberhubungan dengan berfikir matematis yaitu pengetahuan yang
dibentuk berdasarkan pengalaman dengan suatu objek dan kejadian tertentu.
3.
Pembelajaran melalui KBK diarahkan agar siswa
mampu mengatasi setiap tantangan dan
rintangan dalam kehidupan yang cepat berubah, melalui sejumlah kompetensi yang harus dimiliki yang meliputi kompetensi
akademik, kompetensi okupasional, kompetensi
kultural, dan kompetensi temporal. Itu sebabnya makna pembelajaran KBK bukan hanya mendorong anak agar mampu
menguasai sejumlah materi pelajaran,
akan tetapi bagaimana agar anak itu memiliki sejumlah kompetensi untuk mampu menghadapi rintangan yang muncul sesuai
dengan perubahan pola kehidupan masyarakat
(Sanjaya, 2005).
Adapun beberapa prinsip
pembelajaran yang dikembangkan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam rangka
menunjang hasil belajar yang efektif dan efesien, menurut Puskur (Balibang
Depdiknas, 2002) rambu-rambunya sebagai berikut:
1.
Kesempatan
untuk belajar, kegiatan pembelajaran perlu menjamin pengalaman siswa untuk
secara langsung mengamati dan mengalami proses, produk, keterampilan dan nilai
yang diharapkan.
2.
Pengetahuan
awal siswa, kegiatan pembelajaran perlu mengaitkan pengalaman belajar yang
dikaitkan dengan pengetahuan awal siswa serta disesuaikan dengan keterampilan
dan nilai yang dimiliki siswa sambil memperluas dan menunjukkan keterbukaan
cara pandang dan cara tindak sehari-hari.
3.
Refleksi,
kegiatan mengajar perlu menyediakanpengalaman belajar yang bermakna yang mampu
mendorong tindakan dan renungan (refleksi) pada setiap siswa.
4.
Memotivasi,
kegiatan pembelajaran harus mampu menyediakan pengalaman belajar yang memberi
motivasi dan kejelasan tujuan.
5.
Keragaman
individu, kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman pembelajaran yang
mampu membedakan kemampuan individu yang satu dengan yang lain sehingga variasi
metode mengajar mutlak diperlukan.
6.
Kemandirian
dan kerjasama, kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman belajar yang
mendorong siswa untuk belajar mandiri maupun melakukan kerjasama.
7.
Suasana
yang mendukung, sekolah dan kelas perlu diatur lebih aman dan lebih kondusif
untuk menciptakan situasi agar siswa belajar secara efektif.
8.
Belajar
untuk kebersamaan, kegiatan pembelajaran menyediakan pengalaman belajar yang
mendorong siswa untuk memiliki simpati, empati, dan toleransi bagi orang lain.
9.
Siswa
sebagai pembangun gagasan, kegiatan pembelajaran menyediakan pengalaman belajar
yang mengakomodasikan pandangan bahwa pembangunan gagasan adalah siswa,
sedangkan guru hanya sebagai menyediakan kondisi supaya peristiwa belajar tetap
berlangsung.
10. Rasa
ingin tahu, kreativitas dan ketuhanan, kegiatan pembelajaran
menyediakanpengalaman belajar yang memupuk rasa ingin tahu, mendorong
kreativitas, dan selalumengagungkankebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
11. Menyenangkan,
kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman belajar yangmenyenangkan
siswa, seperti pembelajaran kuantum.
12. Interaksi
dan komunikasi, kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalamanbelajar yang
meyakinkan siswa terlibat secara aktif baik mental, fisik maupun sosial.
13. Belajar
cara belajar, kegiatan pembelajaran kompetensi memerlukan pengalamanbelajar
yang memuat keterampilan belajar, sehingga siswa menjadi terampil
belajarbagaimana cara belajar.
Pembelajaran kompetensi dapat terlaksana
secara optimal, dalam arti mencapaisasaran kompetensi standar dalam
implementasi dan pengembangan jika memperhatikanprinsip-prinsip pembelajaran
berbasis kompetensi. Prinsip-prinsip pembelajaran kompetensi menurut
Sukmadinata (2004) harus memperhatikan beberapa prinsip sebagaiberikut:
a. Agar
setiap siswa dapat menguasai kompetensi standar perlu disediakan waktu
yangcukup dengan program pembelajaran yang berkualitas.
b. Setiap
siswa memiliki kemampuan untuk menguasai kompetensi yang dituntut,
tanpamemperhatikan latar belakang pendidikan dan pengalaman mereka.
Denganpenyelenggaraan program pembelajaran yang baik dan waktu yang cukup maka
setiapsiswa dapat mencapai hasil yang ditargetkan.
c. Perbedaan
individual dalam penguasaan kompetensi diantara siswa, bukan sajadisebabkan
karena faktor-faktor diri siswa tetapi karena ada kelemahan dalamlingkungan
pembelajaran.
d. Setiap
siswa mendapatkan peluang yang sama untuk memiliki kemampuan yangdiharapkan,
asal disesuaikan dengan kecepatan belajar masing-masing. Setiap siswadapat
menguasai kompetensi yang diharapkan asalkan rancangan dan pelaksanaanprogram
pembelajaran sedekat mungkin diarahkan pada pencapaian sasaranpembelajaran.
e. Apa
yang paling berharga dalam pembelajaran adalah berharga dalam
belajar.Pembelajaran dirancang dan dilaksanakan agar para siswa terjadi belajar
secaraoptimal. Jika ada siswa yang gagal dalam belajar disebabkan kesalahan
rencana danpelaksana pendidikan, perlu dicari penyebab dan terus disempurnakan.
2.2.4
Karakteristik Pembelajaran Kompetensi
Proses pembelajaran kompetensi merupakan kegiatan
interaksi antar dua unsure manusiawi yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan
guru sebagai pihak yang mengajar dengan siswa sebagai subjek pokok. Proses
tersebut dalam pembelajaran kompetensimemiliki karakteristik khusus, yaitu:
1.
Proses
pembelajaran memiliki tujuan yaitu membantu anak didik dalam suatu perkembangan
tertentu.
2.
Adanya
suatu prosedur yang direncanakan, dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
3.
Adanya
kegiatan penggarapan materi tertentu secara khusus, sehingga dapat mencapai
tujuan.
4.
Adanya
aktivitas siswa sebagai syarat mutlak bagi berlangsungnya proses pembelajaran.
5.
Guru
berperan sebagai pembimbing yang berusaha menghidupkan dan memberikn motivasi
belajar kepada siswa dalam proses interkasi yang kondusif.
6.
Membutuhkan
adanya komitmen terhadap kedisiplinan sebagai pola tingkah laku yang diatur
menurut ketentuan yang ditaati oleh semua pihak.
7.
Adanya
batasan waktu, untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan.
Sedangkan
Sukmadinata (2004), menjelaskan tentang karakteristik pembelajaran berbasis
kompetensi sebagai berikut:
a. Isi
program didasarkan pada kecakapan atau keterampilan yang dibutuhkan
untukmemecahkan suatu masalah atau mengerjakan suatu pekerjaan.
b. Tujuan
pembelajaran ditulis untuk setiap rumusan kompetensi.
c. Pengukuran
kecakapan atau keterampilan didasarkan atas kemampuan yangdiperlihatkan.
d. Performansi
siswa diukur dengan menggunakan acuan patokan.
e. Record
lengkap kompetensi-kompetensi yang dikuasai dibuat untuk setiap siswa.
f. Bahan
pembelajaran berupa modul, handout, buku kerja, dan program
pembelajaranmenggunakan media cetak atau program komputer dan media lain yang
disediakanbagi setiap peserta didik.
g. Waktu
belajar cukup fleksibel, tiap peserta dapat menyesuaikan kecepatan
belajarnyadengan kemampuan masing-masing.
h. Kegiatan
belajar memanfaatkan umpan balik.
Karakteristik pembelajaran kompetensi dengan
bukan kompetensi dalamperencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dapat di lihat
pada tabel berikut ini:
Karakteristik
|
Pembelajaran
Kompetensi
|
Pembelajaran
Bukan Kompetensi
|
Apa yang dipelajari
|
Kompetensi yang menunjukkan sasaran-sasaran belajar
yang sudah Bahan ajar berupa materi pengetahuan, konsep, prinsip, dirumuskan
secara spesifik, yang memenuhi standar sesuai dengan tuntutan
lapangan
|
Bahan ajar berupa materi
pengetahuan, konsep,
prinsip,
dirumuskan secara
spesifik, yangmemenuhi standar sesuai dengantuntutan lapangan
prosedur yang dimuat
dalam buku,handout atau silabus
|
Proses
pembelajaran
|
Program pembelajaran yang
disusunsecara seksama, berpusat padasiswa, memuat pengalaman belajar,media
dan bahan yang diarahkanpada penguasaan kompetensi.Program
pembelajarandirancanguntuk melayani kebutuhan, minatdankemampuan peserta
didik.
Umpan balik digunakan
untuk
memberikan perbaikan belajar
|
Menggunakan pendekatan
dan
metode pembelajaran yang
bersifatekspositori seperti ceramah, diskusidandemonstrasi. Anak didik kurang
dapat mengatur caea
dankecepatanbelajar sendiri. Umpan balikpunjarangdiberikan.
|
Waktu Belajar
|
Disediakan waktu yang
cukup untuk menguasai kompetensi, sebelumpindah mempelajari
kompetensiberikutnya.
|
Sekelompok siswa
dalamperiodewaktu yang sama mempelajari unit /topik pembelajaran
tertentu.Kelompok tersebut dapatpindah keunit/topik berikut setelah waktuyang
disediakan habis.
|
Kemajuan
Individu
|
Tiap siswa dituntut
menguasai setiap formasi atau tugas sesuai denganstandar lapangan, sebelum
dapatmenyicil untuk menyelesaikanfermansi/tugas tersebut.
|
Penguasaan didasarkan
atas hasilujian tertulis, tingkatpenguasaanmenggunakan acuan norma. Peserta
diperbolehkan pindah ke
bahan
berikutnya walaupun
tingkat
penguasaannya masih minimal.
|
Makna
pembelajaran
|
Mempersiapkan anak
didikmemilikidaya antisipasi dan aklimasi dalam menghadapi kehidupan yang
penuhtantangan, persaingan, dankompleksitas di era globalisasi.
|
Mempersiapkan anak didik
agar
memiliki kecerdasan,
sikap dan
kepatuhan dapat
menyelesaikan
tugas dan pekerjaan dan
hidup
berkelayakan
|
2.2.5 Pengelolaan Pembelajaran
Kompetensi
Berkenaan dengan
kemampuan guru untuk mengelola berbagai komponen pembelajaran sehingga mampu
menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif dan efesien, maka dalam
pengelolaan pembelajaran kompetensi ada beberapa hal yang perlu diperhatiakan
diantaranya:
1. Aspek-aspek pengelolaan pembelajaran
kompetensi
Secara garis besar
aspek-aspek yang perlu diperhatikan guru dalam merancang dan melaksanakan
kegiatan pembelajaran meliputi: pengelolaan ruang belajar, pengelolaan siswa
dan pengelolaan kegiatan (Puskur Balitbang Depdiknas, 2002).
a. Pengelolaan ruang belajar (kelas)
Ruang belajar merupakan temapat
berlangsungnya kegiatan pembelajaranberbentuk ruang kelas. Selama berjam-jam
siswa berada di ruang kelas, selama itu pulaterjadi interaksi guru dan siswa.
Ruang tersebut harus ditata sedemikian rupa sehinggasecara layak dapat
melangsungkan kegiatan pembelajaran.
b. Pengelolaan siswa
Siswa dalam suatu
kelompok kelas biasanya memiliki kemampuan yang beragam, terutama dalam
menerima sejumlah pengalaman belajar termasuk di dalamnya materi yang harus
dikuasai, karena itu guru hendaknya memahami tentang karakteristik siswa dalam
kemampuan belajar. Bobbi DePorter (2001:117) mengelompokan
karakteristikmodalitas belajar siswa ke dalam tiga karakter, yakni pelajar
visual (menggunakanpenglihatan mata), auditorial (belajar melalui pendengaran),
dan kinestetik (belajarbergerak, bekerja dan menyentuh).
c. Pengelolaan kegiatan
pembelajaran kompetensi
Kegiatan belajar siswa
perlu dirancang sedemikian rupa sehingga sesuai dengan tingkatan kemampuannya. Seorang
guru dituntut untuk menciptakan berbagai bentukkegiatan pembelajaran, sehingga
siswa secara optimal mengembangkan kemampuandirinya dengan berbagai pengalaman
belajar. Berkenaan dengan optimalisasi kemampuanbelajar seseorang, Sheal, Peter
(l989) dalam Puskur Balibang Depdiknas (2002)menggambarkan kualifikasi
kemampuan belajar, yaitu baca (10%), mendengar (20%),melihat (30%), melihat dan
mendengar (50%), mengatakan (70%), mengatakan danmelakukan (90%).
d. Pendekatan kegiatan
pembelajaran kompetensi
Pendekatan merupakan
langkah-langkah pembelajaran yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan secara
efektif dan efesien, paling tidak melingkup empat aspek:
1. Mengidentifikasi
dan menetapkan spesifikasi serta kualifikasi perubahan perilaku yangdiharapkan.
Hal ini tentu mengacu pada standar kompetensi maupun pada kompetensilainnya
yang selanjutnya dijabarkan pada sejumlah kemampuan dasar siswa untukmenguasai
suatu kompetensi yang dimiliki siswa.
2. Memilih
cara pendekatan pembelajaran yang tepat untuk mencapai standar kompetensidengan
memperhatikan karakteristik siswa sebagai subjek belajar, termasuk
dalamkegiatan ini memahami tentang modalitas dan gaya belajar siswa secara
individualsiswa.
3. Memilih
dan menetapkan sejumlah prosedur, metode, dan tenik kegiatan pembelajaranyang
relevan dengan kebutuhan pengalaman belajar yang mesti ditempuh siswa.
4. Menetapkan
norma atau kriteria keberhasilan, sehingga dapat menjadi pedoman dalamkegiatan
pembelajaran, terutama menilai kemampuan suatu jenis konpetensi tertentu.
2.
Sarana dan sumber belajar
Sarana merupakan fasilitas yang mempengaruhi
secara langsung terhadapkeberhasilan siswa dalam kegiatan mencapai tujuan
pembelajaran. Sarana yang palingmembantu adalah sarana berupa media atau alat
peraga. Dalam pembelajaran kompetensimestinya guru menggunakan berbagai jenis
media pembelajaran disesuaikan denganpengalaman belajar yang akan ditempuh
siswa, sehingga berfungsi dapat memperjelaskonsep yang sedang dipelajari.
Berkenaan dengan sumber belajar harus
disesuaikan dengan materi dan tujuanpembelajaran yang diinginkan. Sumber
belajar utama yang dapat dipilih seperti buku,brosur, majalah, surat kabar,
poster, lembar informasi dan lingkungan sekitar.Lingkungan sebagai sumber
belajar dapat dibedakan menjadi: tiga bagian yaitulingkungan sosial, lingkungan
alam, lingkungan budaya. Keberadaan sarana dan sumberbelajar harus benar-benar
dimanfaatkan untuk menunjang penguasaan terhadap suatukompetensi yang dapat
dikembangkan dan dikuasai oleh siswa.
3. Model pendekatan pembelajaran
kompetensi
Proses pembelajaran berbasis kompetensi
merupakan program pembelajaran yangdirancang untuk menggali potensi dan
pengalaman belajar siswa agar mampu memenuhipencapaian kompetensi yang telah
ditetapkan. Materi yang diplih haruslah dapatmemberikan kecakapan untuk
memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-haridengan menggunakan
pengetahuan, sikap dan keterampilan , sehingga siswa terhidar darimateri yang
tidak menunjang pencapaian kompetensi.
Depdiknas (2002) menawarkan kepada sekolah
untuk melakukan beberapa modelpembelajaran kompetensi yaitu model pembelajaran
tematik dan pembelajaran bermakna.
Pendekatan tematik lebih sesuai untuk siswa sekolah dasar kelas rendah dan
pembelajaran bermakna dapat digunakan untuk siswa sekolah dasar kelas tinggi.
1)
Pembelajaran tematik
Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi
pembelajaran yang melibatkanbeberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman
yang bermakna kepada siswa.Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat
dari aspek proses atau waktu, aspekkurikulum, dan aspek belajar mengajar.
Adapun langkah-langkah pembelajaran tematikadalah: pelajari kompetensi dasar
pada kelas dan semester yang sama setiap matapelajaran, pilihlah tema yang
dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebutuntuk setiap kelas dan
semester, buatlah matrik hubungan kompetensi dasar dengan temasehingga
penyusunan kompetensi dasar pada sebuah mata pelajaran cocok dengan temayang
diusung, terakhir buatlah pemetaan pembelajaran tematik untuk melihat
kaitanantara tema dengan kompetensi dasar dari setiap mata pelajaran.
2) Pembelajaran bermakna
Pembelajaran yang
bermakna merupakan kegiatan pembelajaran yang menitikberatkan pada kegunaan
pengalaman belajar bagi kehidupan nyata siswa. Dalamhal ini guru dituntut
mampu meyakinkan secara realistik tentang suatu pengalamanbelajar dengan
menekankan pada siswa belajar secara aktif dan dapat memotivasi siswabelajar
yang lebih konsentrasi. Beberapa tahapan yang ditawarkan pada
pembelajaranbermakna (Puskur Balitbang Depdiknas, 2002) sebagai berikut:
a)
Apersepsi
Mengawali pembelajaran,
guru biasanya memperhatikan dan melakukan hal-hal berikut: pelajaran dimulai
dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami siswa, motivasi siswa ditumbuhkan,
dan siswa didorong agar tertarik untuk mengetahui hal-hal yang baru.
b)
Eksplorasi
Pengembangan sejumlah
pengalaman belajar hendaknya memperhatikan: keterampilan yang baru
diperkenalkan, kaitkan materi/pengalaman belajar dengan pengetahuan yang sudah
ada sebelumnya, dan pilihlah metodologi yang tepat dalam meningkatkan
penerimaan siswa akan pengalaman baru yang disajikan.
c) Konsolidasi pembelajaran
Pemantapan pengalaman
belajar siswa dapat dilakukan dengan cara: melibatkan siswa secara aktif dalam
menafsirkan dan memahami pengalaman atau materi baru, melibatkan siswa secara
aktif dalam pemecahan masalah, menekankan pada kaitan antara materi pengalaman
baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan di dalam lingkungan dan pilih
metodologi yang tepat sehingga pengalaman baru dapat terproses menjadi bagian
dari kehidupan siswa sehari-hari.
d)
Pembentukan
sikap dan perilaku
Proses internalisasi
suatu pengalaman baru dapat dilakukan dengan: mendorong siswa menerapkan konsep
atau pengertian baru yang dipelajari dalam kehidupan seharihari, membangun
sikap dan perilaku baru dalam kehidupan siswa sehari-hari berdasarkan
pengalaman belajarnya, pilih metodologi yang tepat agar terjadi perubahan pada
sikap dan perilaku siswa menuju perubahan yang lebih baik.
e)
Penilaian formatif
Untuk menentukan efektivitas serta
keberhasilan proses pembelajaran dapatdilakukan hal-hal berikut: kembangkan
cara-cara menilai hasil pembelajaran siswa secaravariatif, gunakan hasil
penilaian tersebut untuk dapat melihat kelemahan atau kekurangandan
maslah-masalah yang dihadapi baik oleh siswa maupun oleh guru, dan pilihmetodologi
penilaian yang paling tepat dan sesuai dengan tujuan yang mesti dicapai.
2.3
Pembelajaran Kontekstual
2.3.1 Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu proses
pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna
materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural)
sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat
diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/
konteks lainnya.
CTL
merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke
dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Pembelajaran
kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu
strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dengan
lima strategi pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning),
yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferrini
diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara maksimal.
Dalam
kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru
lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja ber-sama untuk menemukan
sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesu-atu yang baru datang dari
menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang
dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan-nya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidu-pan mereka sehari-hari, dengan
melibatkan tujuh komponen utama pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme
(constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat
belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya
(authentic assessment).
2.3.2 Landasan Filosofi Pembelajaran
Kontekstual
Para
pendidik yang menyetujuai pandangan ilmu pengetahuan bahwa alam semesta itu
tidak hidup,tidak diam ,dan alam semesta itu ditopang oleh tiga prinsip
kesaling ketergantungan,diferensiasi dan organisasi diri ,harus menerapkan
pandangan dan cara berfikir baru mengenai pembelajaran dan pengajaran.Menurut
JONHSON (2004) tiga pilar dalam system CTL antara lain :
1.
CTL mencerminkan prinsip kesaling ketergantungan
Kesaling
ketergantungan mewujudkan diri.Misalnya ketika para siswa bergabung untuk
memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekanya
.Hal ini tampak jelas ketika subyek yang berbeda dihubungkan dan ketika
kenitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas.
2. CTL
mencerminkan prinsip berdeferensiasi
Ketika CTL
menentang para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing ,untuk
menghormati perbedaan,untuk menjadi kreatif,untuk bekerja sama ,untuk
menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda ,dan untuk menyadari bahwa
keragaman adalah tabda kemantapan dan kekuatan.
3. CTL mencerminkan
prinsip pengorganisasian diri
Pengorganisasian
diri terlihat para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka
sendiri yang berbeda ,mendapat manfaat dari umpan balik yang diberiakan oleh
penilaian autentik,mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas
dan standar yang tinggi dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang
berpusat pada sisiwa yang membuat hati mereka bernyanyi.
Landasan
filosofi CTL adalah kontruktivisme,yaitu filosofi belajar yang menekankan
bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal .siswaharus mengkontruksi
pengetahuan dibenak mereka sendiri.Pengetahuan tidak dapat dipisahkan menjadi
fakta atau proposisi yang terpisah ,tetapi mencerminkan ketrampilan yang dapat
diterapkan.Kontruktivisme berakar pada filsafat pragmatiisme yang digagas John
Dewey pada awal abad ke-20 yaitu sebuah filosofi belajar yang menekankan pada
pengembangan minat dan pengalaman siswa.Anak akan belajar belajar lebih baik
jika lingkungan diciptakan alamiah.Belajar akan lebih bermakna jika anak
mengalami apa yang dipelajarinya bukan hanya mengetahuinya.
2.3.3
Tujuan Pembelajaran Kontekstual
Berikut
ini merupakan beberapa tujuan pembelajaran kontekstual, diantaranya adalah
untuk:
1. Memotivasi siswa untuk memahami
makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi
tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki
pengetahuan atu ketrampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari
permasalahan kepermasalahan lainya.
2.
Dalam
belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi perlu dengan adanya pemahaman
3.
Menekankan
pada pengembangan minat pengalaman siswa.
4.
Melatih
siswa agar dapat berfikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar
dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri
dan orang lain
5.
Pembelajaran
lebih produktif dan bermakna
6.
Mengajak
anak pada suatu aktivitas yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks
jehidupan sehari-hari
7.
Siswa
secara indinidu dapat menemukan dan mentrasfer informasi-informasi komplek dan
siswa dapat menjadikan informasi itu miliknya sendiri.
2.3.4 Strategi
Pembelajaran Kontekstual
Beberapa strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh guru secara
konstektual antara lain:
1.
Pembelajaran berbasis masalah.
Dengan
memunculkan problem yang dihadapi bersama,siswa ditantang untuk berfikir kritis
untuk memecahkan.
2. Menggunakan
konteks yang beragam.
Dalam CTL
guru membermaknakan pusparagam konteks sehingga makna yang diperoleh siswa
menjadi berkualitas.
3. Mempertimbangkan
kebhinekaan siswa.
Guru mengayomi
individu dan menyakini bahwa perbedaan individual dan social seyogianya
dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar saling menghormati
dan toleransi untuk mewujudkan ketrampilan interpersonal.
4. Memberdayakan
siswa untuk belajar sendiri.
Pendidikan
formal merupakan kawah candradimuka bagi siswa untuk menguasai cara belajar
untuk belajar mandiri dikemudian hari.
5. Belajar
melalui kolaborasi
Dalam
setiap kolaborasi selalu ada siswa yang menonjol dibandingkan dengan koleganya
dan sisiwa ini dapat dijadikan sebagai fasilitator dalam kelompoknya
6. Menggunakan
penelitian autentik
Penilaian
autentik menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara terpadu dan
konstektual dan memberi kesempatan pada siswa untuk dapat maju terus sesuai
dengan potensi yang dimilikinya
7. Mengejar
standar tinggi
Setiap
seyogianya menentukan kompetensi kelulusan dari waktu kewaktu terus
ditingkatkan dan setiap sekolah hendaknya melakukan Benchmarking dengan
melukan study banding keberbagai sekolah dan luar negeri
Berdasarkan
Center for Occupational Research and Development (CORD) Penerapan
strategi pembelajaran konstektual digambarkan sebagai berikut:
1.
Relatinng
Belajar
dikatakan dengan konteks dengan pengalaman nyata ,konteks merupakan kerangka
kerja yang dirancang guru untuk membantu peserta didik agar yang
dipelajarinya bermakna.
2.
Experiencing
Belajar
adalah kegiatan “mengalami “peserta didik diproses secara aktif dengan hal yang
dipelajarinya dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang
dikaji,berusaha menemukan dan menciptakan hal yang baru dari apa yang
dipelajarinya.
3.
Applying
Belajar
menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dengan dalam
konteks dan pemanfaatanya.
4.
Cooperative
Belajar
merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui kegiatan
kelompok,komunikasi interpersonal atau hubunngan intersubjektif.
5.
Trasfering
Belajar
menenkankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi
atau konteks baru.
2.3.5 Komponen
Pemebelajaran Kontekstual
Komponen-komponen model pembelajaran kontekstual ini antara lain :
1.
Kontruktivisme
Kontruktivisme
adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif
siswa berdasarkan pengalaman.Pembelajaran ini harus dikemas menjadi
proses”mengkontruksi”bukan menerima pengetahuan.
2.
Inquiry
Inquiry
adalah proses pembelajaran yang didasrkan pada proses pencarian penemuan
melalui proses berfikir secara sistematis.Merupakan proses pemindahan dari
pengamatan menjadi pemahaman sehingga siswa belajar mengunakan ketrampilan
berfikir kritis.Langkah-langkah dalam proses inquiry antara lain :
a. Merumuskan masalah
b. Mengajukan hipotesis
c. Mengumpilkan data
d. Menuji hipotesis
e. Membuat kesimpulan
3.
Bertanya
Bertanya dalah bagian inti belajar dan menemukan pengetahuan
.
4.
Masyarakat belajar
Menurut Vygotsky dalam masyarakat
belajar ini pengetahuan dan pengalaman anak banyak dibentuk oleh
komunikasi dengan orang lain.
5. Pemodelan
Pemodelan adalah proses pembelajaran
dengan memperagakan sebagai sustu contoh yang dapat ditiru oleh siswa.
6. Refleksi
Refleksi
adalah proses pengengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengerutkan dan
mengevalusi kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran telah dilaluinya untuk
mendapatkan pemahaman yang dicapai baik yang bersifat positif maupun bernilai
negative.
7. Penilaian
nyata
Penilaian
nyata adalah proses yang dilukan oleh guru untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa.
2.3.6 Langkah-Langkah
Pembelajaran Kontekstual
Langkah-langkah pembelajaran CTL
antara lain :
1. Mengembangkan pemikiran bahwa anak
akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,menemukan sendiri ,dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan
inquiri untuk semua topic
3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa
dengan bertanya
4. Menciptakan masyarakat belajar
5. Menghadirkan model sebagia contoh
belajar
6. Melakukan refleksi diakhir
pertemuan.
7. Melakukan penialain yang sebenarnya
dengan berbagai cara.
Ciri kelas
yang menggunakan pendekatan konstektual:
1. Pengalaman nyata
2. Kerja sama, saling menunjang
3. Gembira, belajar dengan bergairah
4. Pembelajaran terintegrasi
5. Menggunakan berbagai sumber
6. Siswa aktif dan kritis
7. Menyenangkan ,tidak membosankan
8. Sharing dengan teman
9. Guru kreatif
2.3.7 Keunggulan
dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstual
Keunggulan
pembelajaran kontekstual antara lain adalah sebagai berikut:
a. Memberikan kesempatan pada sisiwa
untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga
sisiwa terlibat aktif dalam PBM.
b. Siswa dapat berfikir kritis dan
kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan
guru dapat lebih kreatif.
c. Menyadarkan siswa tentang apa yang
mereka pelajari.
d. Pemilihan informasi berdasarkan
kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh guru.
e. Pembelajaran lebih menyenangkan dan
tidak membosankan.
f. Membantu siwa bekerja dengan efektif
dalam kelompok.
g. Terbentuk sikap kerja sama yang baik
antar individu maupun kelompok.
Kelemahan pembelajaran kontekstual
adalah :
a. Dalam pemilihan informasi atau
materi dikelas didasarkan pada kebutuhan siswa padahal,dalam
kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehinnga guru akan kesulitan
dalam menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak
sama.
b. Tidak efisien karena membutuhkan
waktu yang agak lama dalam PBM
c. Dalam proses pembelajaran dengan
model CTL akan nampak jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi
dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak
percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya.
d. Bagi siswa yang tertinggal dalam
proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus tertinggal dan sulit untuk
mengejar ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa
tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik
mengikuti setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang
tertinggal dan mengalami kesulitan.
e. Tidak setiap siswa dapat dengan
mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan
penggunaan model CTL ini.
f. Kemampuan setiap siswa berbeda-beda,
dan siswa yang memiliki kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk
mengapresiasikannya dalam bentuk lesan akan mengalami kesulitan sebab CTL ini
lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill daripada
kemampuan intelektualnya.
g. Pengetahuan yang didapat oleh setiap
siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
h. Peran guru tidak nampak terlalu
penting lagi karena dalam CTL ini peran guru hanya sebagai pengarah dan
pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk aktif dan berusaha sendiri
mencari informasi, mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru
di lapangan.
2.3.8 Contoh
Pembelajaran Kontekstual
Contoh
pembelajaran kontekstual (Rumpun IPS):
Topik : fungsi pasar
Kompetensi
dasar
: Siswa
memahami fungsi dan memahami fungsi dan jenis pasar
Indikator hasil belajar :
- Siswa
dapat menjelaskan pengertian pasar
- Siswa
dapat menjelaskan jenis-jenis pasar
- Siswa
dapat menjelaskan perbedaan karakteristik pasar tradisional dan pasar modern
- Siswa
dapat menyimpulakan fungsi pasar
-
Siswa
dapat membuat karangan terkait tenaga pasar.
Proses pembelajarannya
a. Pendahuluan
1) Guru
menjelaskan kompetensi yang harus dicapai sisiwa dan pentingnya materi ajar
dalam kehidupan ekonomi social.
2) Guru
menjelaskan prosedur pembelajaran CTL
a) Siswa dibagi kedalam
beberapa kelompok sesuai dengan jumlah
b) Tiap kelompok ditugaskan
untuk melakukan observasi kepasar tradisional dan pasar modern
c) Melalui instrument
observasi atau angket siswa diminta mencatat mengenai berbagai hal yang
ditemukan dipasar.
3) Guru
melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh siswa.
b. Kegiatan inti
Dilapangan
1) Siswa
melakukan observasi kepasar sesuai dengan pembagian tugas kelompok
2) Siswa
mencatat hal-hal yang mereka temukan dipasar sesuai alat observasi ,angket yang
telah mereka susun sebelumnya.
Didalam kelas
1)
Siswa
mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
2)
Siswa
melaporkan hasil diskusi
3)
Setiap
kelompok saling menjawab terhadap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok
lainya.
c. Penutup
1) Dipimpin oleh guru ,siswa
menyimpulkan hasil observasi dan diskusi tentang fungsi dan jenis pasar sesuai
dengan indicator belajr yang dicapai.
2) Guru menugaskan siswa untuk
membuatkarangan tentang pengalaman belajar mereka dengan team”pasar”.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Konstruksi Ideal
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
pembelajaran merupakan kegiatan belajar mengajar berlangsung antara pendidik
beserta peserta didik. Dalam berlangsungnya kegiatan pembelajaran ini
diharapkan tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai sesuai dengan harapan.
Tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai dengan baik apabila kegiatan
pembelajaran telah dilaksanakan dengan baik pula.
Kegiatan pembelajaran bukan hanya
sekedar kegiatan pemberian materi dari guru untuk peserta didik. Tetapi
kegiatan pembelajaran memiliki makna yang lebih luas. Kegiatan pempelajaran
harus disertai dengan strategi dalam pelaksanaannya. Hingga kini telah terdapat
banyak metode pembelajaran yang telah diterapkan meskipun belum banyak sekolah
yang menerapkannya dengan baik.
Metode pembelajaran yang dibahas kali
ini yaitu pembelajaran Kuantum, pembelajaran Kompetensi dan juga Pembelajaran
Kontekstual. Ketiga pembelajaran ini memiliki prinsip dan strategi yang berbeda
namun pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu mencapai tujuan belajar
yang ingin dicapai. Dalam pelaksanaan tipe pembelajaran apa pun, pendidik harus
dapat memahami dengan baik dulu prinsip, stretegi, dan juga cara
pelaksanaannya. Agar guru dapat memahami dengan baik inilah dibutuhkan
bantuan-bantuan dari sekolah, lembaga pendidikan, dan tentunya inisiatif dari
guru itu sendiri.
3.2 Deskripsi Masalah
Dalam dunia pendidikan pasti sering kali
terjadi masalah masalah baik dari segi pendidik, anak didik, system pendidikan,
maupun dari segi lembaga pendidikan itu sendiri. Suatu masalah yang terjadi
dalam dunia pendidikan akan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap
kondisi pendidikan di Indonesia.Tentu saja masalah yang terjadi ini memerlukan
tindakan yang tepat dan juga nyata dari berbagai pihak untuk menanggulangi
masalah ini agar tidak terulang kembali.
Sebagai seorang pendidik, selain
memiliki tanggung jawab dalam menjalankan tugas penyampaian materi seorang guru
juga memiliki tanggung jawab moral. Tanggung jawab moral seorang pendidik yaitu
agar anak didik memiliki akhlak yang baik. Untuk mewujudkan tujuan tersebut
pendidik perlu mencerminkan bagaimana akhlak yang baik itu agar anak didik
dapat mencontoh dari pendidiknya. Namun terkadang dikarenakan seorang pendidik juga
memiliki sifat egois, tanggung jawab yang seharusnya dijadikan prioritas justru
diabaikan demi kepentingan pribadi.
Pendidik merupakan salah satu faktor
penting dalam membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karen
aitu pendidik dituntut untuk terus berkembang dalam pelaksanaan proses
pembelajaran. Namun masalah yang belum teratasi hingga kini yaitu metode
pembelajaran guru yang belum banyak berkembang. Masih banyak guru yang terus
menerus menggunakan metode ceramah tanpa strategi khusus dalam melakasanakan
pembelajaran, padahal telah terdapat berbagai tipe pembelajaran yang telah
berkembang. Banyak pendidik yang menuntut peserta didiknya untuk lebih kreatif
dalam belajar, tuntutan ini seharusnya disertai dengan pendidik yang lebih dulu
untun mencontohkan sikap kreatif. Hal ini dapat diwujudkan dengan cara
menggunakan tipe pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan materi sekolah.
Tindakan-tindakan diatas merupakan
tindakan seorang pendidik yang mengabaikan tanggung jawabnya yang tentu saja
tidak sesuai dengan fungsi pendidikan yaitu seorang pendidik harus dapat
memimpin, membaur, dan juga mengawasi. Seorang pendidik yang melakukan tindakan
tidak bertanggung jawab seperti ini dapat disebabkan oleh beberapa factor.
Faktor-faktor ini dapat berupa adanya tekanan atau paksaan agar anak didiknya
dapat mencapai standar nilai yag ditentukan, dapat pula disebabkan karena
adanya hak pendidik yang tidak terpenuhi oleh sekolah sehingga dengan mudahnya
mengabaikan tanggung jawabnya, kepemimpinan kepala sekolah yang kurang bijak
juga dapat mempengaruhi tindakan tersebut.
Semua hal-hal diatas dapat menyebabkan
rendahnya kinerja seorang pendidik di Indonesia dan juga memperburuk citra
seorang pendidik. Sesuatu yang awalnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pendidkan karena kurangnya perhatian pemerintah dan kurangnya tanggung jawab
dari berbagai pihak justru menjadikan
semakin rendahnya kualitas pendidikan di Iindonesia. Kualitas pendidikan sangat
mempengaruhi kesejahteraan di suatu Negara karena semakin tinggi keberhasilan
pendidikan semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan Negara.
3.3 Analisis Masalah
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam menjalankan kewajibannya seorang
pendidik dipengaruhi berbagai factor. Dapat dilihat dalam kenyataannya sifat
moral seorang pendidik memiliki citra yang semakin memburuk walaupun masih ada
pendidik yang menjalankan tanggung jawabnya dengan baik. Terkadang orang-orang
yang menjadi seorang pendidik hanya memiliki tujuan financial padahal seorang
pendidik merupakan sebuah profesi yang sangat special. Dikatakan sangat special
kerana profesi pendidik adalah profesi yang sengat mulia, hal ini disebabkan
seorang pendidik memiliki amanah untuk membimbing anak didik baik dalam segi
akademik maupun moral yang nantinya merupakan bekal utama dalam kehidupan
dewasa peserta didik.
Tidak
dapat dipungkiri dalam menjalankan kewajibannya seorang pendidik dituntut untuk
terus berkreatif. Hal ini disebabkan karena tuntutan zaman yang mengharuskan
setiap negara terus berkembang disegala bidang termasuk bidang pendidikan.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan inilah tipe-tipe pembelajaran terus
dikembangkan. Namun dalam kenyataannya masih banyak sekolah di indonesia yang
masih menyepelekan mengenai penggunaan tipe pembelajaran. Salah satu contohnya
yaitu kasus disalah satu Sekolah Dasar di Jakarta dimana para pendidiknya hanya
bertumpu pada buku dari penerbit tanpa menggunakan memperhatikan metode
pembelajaran yang dibutuhkan para peserta didiknya. Hal ini dapat memberikan
berbagai pengaruh negative terhadap pendidik maupun peserta didik. Peserta
didik beserta pendidik menjadi kurang kreatif dalam belajar karena sumber
belajar yang digunakan hanya satu buku yaitu buku dari penerbit. Dampak lainnya
yaitu pengetahuan dari peserta didik yang tidak akan berkembang, padahal
sebagai penerus bangsa peserta didik dituntut untuk memiliki pengetahuan yang
luas mengenai berbagai hal.
Tindakan
pendidik yang seperti ini sangatlah merugikan, bukan hanya merugikan untuk para
peserta didik tetapi juga dapat merugikan sekolah bahkan negara. Dengan
penggunaan tipe pembelajaran yang hanya bertumpu pada satu buku dapat
menyebabkan murid kurang berkembang dan berdampak pada standar sekolah yang
tidak dapat meningkat atau bahkan dapat terjadi penurunan standar sekolah. Dari
penurunan standar sekolah inilah mutu pendidikan secara nasional pun dapat
mengalami penurunan pula. Padahal peserta didik merupakan harapan bangsa dalam
meningkatkan mutu sumber daya manusia.
Telah terdapat berbagai tipe
pembelajaran yang dapat diterapkan pendidik dalam mengajar. Setiap tipe
memiliki kelebihan dan kelemahan yang perlu disesuaikan dengan situasi dan
kondisi sekolah dan peserta didik. Oleh karena itu pendidik seharusnya dapat lebih
meningkatkan inisiatif untuk lebih mengembangkan pengetahuan akan tipe-tipe
pembelajaran.
Kasus :
Pelajaran
Bahasa Inggris Di SD Perlu Perbaikan
Pendidikan bahasa Inggris yang diperkenalkan
di jenjang sekolah dasar (SD), sebagai salah satu muatan lokal, di banyak
sekolah diajarkan dengan asal-asalan.
Pembelajaran bahasa Inggris kepada siswa SD, belum didasarkan
pada acuan yang jelas dan penyiapan guru yang tepat.
“Pendidikan bahasa Inggris di SD saat ini
justru semakin salah kaprah. Para guru tidak dilatih secara serius, untuk jadi
pengajar bahasa inggris bagi siswa SD. Akibatnya, para guru terjebak memakai
buku bahasa Inggris dari penerbit. Akibatnya tujuan pembelajaran bahasa Inggris
di SD melenceng dari tujuannya, sehingga pendidikan bahasa itu di SD dianggap
sebagai beban,” kata Itje Chodijah, pendidik dan pelatih guru bahasa Inggris
nasional, di Jakarta.
Penyediaan guru bahasa Inggris di berbagai sekolah bervariasi.
Ada yang menyerahkan kepada guru kelas, tanpa menyediakan pelatihan yang
memadai kepada pengajar. Ada juga yang menyediakan guru honor dari sarjana
bahasa Inggris.
Itje menjelaskan, pendidikan bahasa Inggris di tingkat SD
dikembangkan sebagai salah satu pilihan muatan lokal pada 1994. Sesuai panduan
dari pemerintah, pendidikan bahasa Inggris bisa boleh dilakukan mulai kelas
empat SD, dan ada pengajar yang memadai. Namun, panduan ini mulai diabaikan.
Pembelajaran bahasa Inggris di SD semakin dimulai di kelas
bawah, yang sebenarnya siswa masih harus berjuang untuk memantapkan penguasaan berkomuniaksi
yang baik dan benar dalam bahasa Indonesia.
Pendidikan bahasa Inggris di SD ini sederhana, mudah, dan
menyenangkan, untuk memupuk kesenangan siswa, dan menyadari ada bahasa asing
sebagai alternatif berkomunikasi.
“Karena guru tidak pernah disiapkan dan dilatih bagaimana
mengajarkan bahasa Inggris bagi siswa SD, orientasinya tetap pada tes. Ini
terjadi di banyak daerah, karena menganggap sekolah yang mengajarkan bahasa
inggris bakal diminati. Nyatanya, memang pembelajaran bahasa inggris ini jadi
gengsi untuk sekolah,” kata Itje, yang mengambil master di bidang English For
Young Learner (EYL) di Inggris.
Itje menilai, pendidikan bahasa Inggris untuk SD belum
terlaksana dengan baik. Praktik di dalam kelas lebih mengikuti materi di dalam
buku teks yang digunakan, dan mengindahkan persyaratan pembeljaran bahasa
Inggris yang seharusnya.
“Tes sering jadi tujuan utama dalam pengajaran bahasa Inggris.
Banyak guru yang mengutamakan tes dalam proses pembelajaran,” kata Itje.
Meskipun bahasa Inggris di SD sebagai muatan lokal, kata Itje,
pemerintah perlu membenahi dan memberikan acuan yang jelas.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Pembelajaran
kuantum merupakan sebuah falsafah dan metodologi pembelajaran yang umum yang
dapat diterapkan baik di dalam lingkungan bisnis, lingkungan rumah, lingkungan
perusahanan, maupun di dalam lingkungan sekolah (pengajaran). Secara
konseptual, falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum membawa angin segar
bagi dunia pembelajaran di Indonesia sebab karakteristik, prinsip-prinsip, dan
pandangan-pandangannya jauh lebih menyegarkan daripada falsafah dan metodologi
pembelajaran yang sudah ada (yang dominan watak behavioristis dan rasionalisme
Cartesiannya). Meskipun demikian, secara nyata, keterandalan dan kebaikan
falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum ini masih perlu diuji dan dikaji
lebih lanjut.
Pembelajaran kompetensi
menunjukan pada usaha siswa mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat
perlakuan guru dalam mengelola pembelajaran yang menekankan pada kemampuan
dasar yang dilakukan siswa pada tahap pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Pembelajaran kompetensi menekankan pencapaian standar kompetensi yang diurai
menjadi kemampuan dasar yang diurai menjadi beberapa materi pelajaran yang
cakupannya beberapa indikator.
Model
pembelajaran CTL ,dapat membantu meningkatkan hasil belajar karena strategi CTL
ini lebih memfokuskan pada pemahaman serta menekankan pada pengembangan minat
pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya sekedar hafalan
saja.Sehingga dengan strategi CTL ini siswa diharapkan dapat berfikir kritis
dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan
sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain.Sehinnga
pembelajaran dengan menggunakan strategi CTL ini pembelajaran akan lebih
produktif dan bermakna.
4.2 SARAN
Telah terdapat berbagai tipe pembelajaran yang dapat
diterapkan pendidik dalam mengajar. Setiap tipe memiliki kelebihan dan
kelemahan yang perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah dan peserta
didik. Oleh karena itu pendidik seharusnya dapat lebih meningkatkan inisiatif
untuk lebih mengembangkan pengetahuan akan tipe-tipe pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki.
1999. Quantum Learning: Membiasakan
Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Penerbit KAIFA.
DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki.
2000. Quantum Business: Membiasakan
Bisnis secara Etis dan Sehat. Bandung: Penerbit KAIFA.
DePorter, Bobbi, Mark Reardon, dan
Sarah Singer-Nourie. 2001. Quantum
Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung:
Penerbit KAIFA.
Dryden, Gordon dan Jeanette Vos.
1999. The Learning Revolution: To Change
the Way the World Learns. Selandia Baru: The Learning Web.
Giddens, Anthony. 2001. Runway World. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama.
Meier,
Dave. 2000. The Accelerated Learning
Handbook. New York: McGraw-Hill.
Silberman, Melvin L. 1996. Active Learning: 101 Step to Teach Any
Subject. Massachusetts: A Simon and Schuster Company.
Depdiknas. Direktorat Pembinaan SMA.
2009. Pengembangan Pembelajaran Yang
Efektif. Jakarta: Bahan Bimbingan Teknis KTSP..
Ibrahim
R, Syaodih S Nana. 2003. Perencanaan
Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses
Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru
Pembelajaran, Sebagai Referensi bagi
Pendidik dalam Impelementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas.
(Cet. II). Jakarta: Kencana.
Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. (Cet.
VII). Bandung: Alfabeta.
Sumiati dan Asra. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana
Prima.
Suprijono, Agus. 2011. Cooperatif Learning, Teori dan Aplikasi
PAIKEM. (Cet. V). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susdiyanto, Saat, dan Ahmad. 2009. Strategi Pembelajaran. (Modul Pendidikan
dan Latihan Profesi Guru). Makassar: Panitia Sertfikasi Guru Agama Rayon LPTK
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar.
0 Response to "Makalah Quantum Learning"
Posting Komentar
Termimakasih buat partisipasinya ya :)