Makalah Front Pembela Islam (FPI)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
            Fron Pembela Islam(FPI) merupakan salah satu organisasi islam yang cukup penting pasca reformasi Indonesia. Gerakannya yang kerap diwujudkan dalam tindakan –tindakan dan aksi-aksi yang radikal telah menimbulkan ketakutan dan bahkan menjadi momok bagi sebagian anggota masyarakat. FPI termasuk salah satu kelompok Islam fundamentalis. Jargon-jargon yang mereka pakai memang tidak jauh dari doktrin pembelaan kalimat Allah, lebih khusus lagi pemberlakuan syariat islam, dan penolakan mereka terhadap Barat. Organisasi ini dengan cepat dikenal masyarakat sejak beberapa tahun belakangan. Hal ini berhubungan erat dengan kegiatan utama mereka, yaitu merazia tempat-tempat hiburan yang mereka percaya sebagai sarang maksiat seperti klub malam, diskotik, kafe, dan kasino[1]. Kemunculan gerakan islam radikal ini disebabkan oleh dua factor:yang pertama Faktor internal dari dalam umat Islam itu sendiri. Factor ini dilandasi oleh kondisi internal umat islam sendiri telah terjadi penyimpangan norma-norma agama.yang kedua Factor eksternal diluar umat Islam, baik yang dilakukan rezim penguasa maupun hegomoni barat. Seperti di Ambon dan praktik kemaksiatan yang terjadi di masyarakat, telah mendorong gerakan islam bahwa syari’at islam adalah solusi terbaik terhadap krisis. Pada giliranyya, radikalisme dijadikan sebagai jawaban atas lemahnya aparat penegak hokum dalam enyelesaikan kasus yang terkait dengan umat Islam. Dalam hal ini FPI menjadi gerakan amar ma;ruf nahi munkar terhadap segala praktik kemaksiatan dan
Laskar Jihad di Ambon menjadi gerakan yang berada di belakang umat Islam Ambon yang sedang menghadapi konflik SARA.[2]
B. Rumusan Masalah
      Dari latar belakang di atas, penulis membatasi topik dengan dengan merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Sejarah Berdirinya FPI?
2.      Paham Keagamaan FPI?
C. Maksud dan Tujuan Penulisan
            Maksud dan Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui sepak terjang organisasi islam FPI di indonesia.






























BAB II
PEMBAHASAN

A.  Awal Mula Terbentuknya FPI
Ketika terjadinya proses reformasi,hapir tidak ada kekuatan sosial dominan yang bisa mengendalikan gerakan masyarakat.Bahkan,aparat negara juga tidak memiliki peran yang efektif untuk menjalankan fungsinya sebagai penjaga ketertiban sosial masyarakat.Yang terjadi adalah munculya anarki sosial,yang ditandai dengan maraknya kerusuhan diberbagai lapisan masyarakat.Setiap elemen masayrakat pada saat itu memiliki kesempatan untuk melakukan konsolidasi,membentuk kelompok-kelompok sosial guna mengekspresikan kepentingan masing-masing.
Dalam suasana dimana kekuasaan yang ada tidak mampu menjalankan fungsinya secara efektif,setiap kelompok dapat secara bebas memperjuangkan dan mengekspresikan kepentinganya,sekalipun harus bertentangan dengan aturan hukum.Konflik sosial yang diwarnai dengan berbagai tindakan kekerasan terjadi dimana-mana,mulai Aceh, Ambon, Irian, Poso,hingga Sanggau Ledo-Pontianak.Ada semacam tindakan balas dendam yang dilakukan oleh masyarakat terhadap negara dan juga terhadap kelompok sosial lainnya yang dianggap sebagai bagian dari negara.Reformasi merupakan arus balik gerakan sosial,dari dominasi kekuatan negara kekuatan rakyat.
Oleh karena itu tiadanya situasi yang kondusif yang tiadanya proses sosialisasi dan konsolidasi yang memadai,terjadinya arus balik ini tidak menyebabkan timbulnya iklim sosial politik yang kondusif bagi tumbuhya demokrasi dan justru sebaliknya,menjadi ajang balas dendam yang melahirkan konflik dan kekerasan sosial.Masing-masing kelompok saling berebut kepentingan dengan menjadikan reformasi dan demokrasi sebagai legitimasi bagai tindakan mereka masing-masing.Sekelompok masyarakat pada masa orde baru merasa ditindas dan diramapas hak-haknya serta diperlakukan secara tidak adil oleh negara,pada era reformasi mereka bangkit dan melakukan perlawanan untuk merebut kembali hak-hak mereka yang terampas.Sebaliknya,kelompok yang dulunya menjadi baagian dari negara berusaha menggunakan proses reformasi semaksimal mungkin untuk menghilangkan jejak dengan cara menyamar menjadi pejuang reformasi dan demokrasi.
Umat Islam,sebagai bagian terbesar dari bangsa ini,merasa bahwa reformasi adalah momentum yang sangat tepat untuk merebut posisi penting dalam kekuasaan.Ketika proses reformasi terjadi,sebagian umat Islam menggalang kekuatan untuk mengambil peran politik yang lebih strategis.Dengan hilangnya kekuatan dn aparaturnya,umat Islam memiliki kesempatan untuk menawarkan nilai-nilai Islam sebagai alternatif untuk menjawab problem bangsa tanpa harus khawatir dicurigai sebagai kelompok ekstrim kanan(kelompok fundamentalis)yang harus diberantas. Bahkan mereka merasa bangga dengan sebutan-sebutan tersebut.
Selain karena alasan tersebut,bangkitnya kekuatan Islam jenis ini juga didorong oleh suatu keinginan untuk menjaga dan mempertahankan martabat islam dan sekaligus umat Islam.Umat Islam tampaknya selalu bernasib kurang baik,selalu menjadi korban dari tatanan sosial yang ada Untuk menjaga martabat dan  wibawa Islam,kelompok ini memandang perlu melakukan konsolidasi kekuatan Islam guna membela umat Islam yang diserqang oleh kelompok lain.Atas dasar ini, lahirlah laskar-laskar Islam.Laskar-laskar ini banyak melakukan pelatihan kemiliteran untuk memberi pertlindungan kepada umat Islam di daerah-daerah konflik dan untuk memberantas kemaksiatan[3]
Akhirnya, Pada 17 Agustus 1998, bertepatan dengan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia  yang ke-53, sejumlah ustadz, kyai, dan ulama, sebagian besar dari Jabotebek, berkumpul di pesantren al-Umm Ciputat, Tangerang. Pertemuan ini di maksudkan untuk memperingati dan mensyukuri nikmatnya kemerdekaan sekaligus membicarakan berbagai persoalan yang terjadi di masyarakat, mulai dari ketidakadilan sampai dengan hak asasi manusia, dimana sebagian besar yang menjadi korban adalah umat Islam. Di antara mereka yang hadir adalah K.H. Cecep Bustomi, Habib Idrus Jamalullail, K.H. Damanhuri, Habib Muhammad Rizieq Syihab, dan K.H. Misbahul Anam, yang menjadi tuan rumah. Dalam pertemuan inilah dihasilkan sebuah kesepakatan untuk membentuk sebuah wadah yang bertujuan menampung aspirasi umat sekaligus mencarikan solusi terbaik atas persoalan-persoalan diatas. Dan pertemuan tersebut dianggap sebagai hari kelahiran FPI.[4]
Pemilihan nama”Front Pembela Islam” untuk organisasi yang baru dibentuk ini memiliki makna tersendiri. Kata “Front”menunjukkan bahwa organisasi ini selalu berusaha untuk berada digaris depan dan memiliki sikap tegas dalam setiap langkah perjuangan. Kata”Pembela”mengisyaratkan bahwa organisasi ini akan berperan aktif dalam membela dan memperjuangkan  hak Islam dan umat Islam. Sementara kata “Islam” mencirikan bahwa perjuangan organisasi tidak terlepas dari ikatan ajaran islam yang lurus dan benar. Dengan nama “Front Pembela Islam” , organisasi ini membela “nilai” dan “ajaran”, bukan orang atau kelompok tertentu. Artinya, sebagaimana dikatakan Habib Rizieq, pendiri sekaligus ketua FPI, sangat mungkin organisasi ini membela kelompok non-Muslim, karena menolong mereka adalah sebagian dari ajaran Islam.[5]
Situasi sosial-politik yang melatarbelaki berdirinya FPI dirumuskan oleh para aktivis gerakan ini sebagai berikut:
·      Pertama,adanya penderitaan panjang yang dialami umat Islam Indonesia sebagai akibat adanya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa.
·      Kedua, adanya kewajiban bagi setiap muslim untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta umat Islam.
·      Ketiga, adanya kewajiban bagi setiap muslim untuk dapat menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Dengan mencermati faktor-faktor yang melatarbelakangi lahirnaya FPI maka tampak jelas bahwa kelahiran FPI tidak bisa lepas dari peristiwa reformasi sebagai momentum perubahan sosial politik di Indonesia .Dengan demikian,keberadaan FPI merupakan bagian dari proses pergulatan sosial-politik yang terjadi di era reformasi.
B.  Faham Keagamaan FPI
          Azaz FPI adalah Islam ala Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja).Menurut para pemimpin FPI ,Aswaja yang dipahami oleh FPI tidaklah sama dengan yang dipahami oleh kalangan NU maupun Muhammadiyah.Aswaja yang dipahami para aktivis FPI lebih mendekati pemahaman Aswaja menurut kelompok Salafi yang dipimpin oleh Ustadz Ja’far Umar Thalib di Yogyakarta.Mmenurut kelompok ini,Aswaja adalah mereka yang telah sepakat untuk berpegang dengan kebenaran yang pasti sebagai mana tertera dalam Al-Qur’an dan al-hadits dan mereka itu adalah para sahabat dan tabi’in.
            Terdapat enam hal yang dijadikan alasan mengapa kaum Salafi,dimana FPI termasuk didalamnya ,selalu merujuk kepada para sahabat antara lain:
1.      Para sahabat nabi adalah orang-orang yang dicintai Allah dan mereka pun sangat cinta kepada Allah(QS.al-Fath[48]:18)
2.      Para sahabat nabi adalah umat yang adil,yang dibimbing langsung oleh Rasulullah dan menjadi pembimbingt sekalian umat manusia setelah rasul meninggal(QS.al-Baqarah[2]:143)
3.      Para sahabat adalah teladan utama setelah nabi (QS.al-Baqarah[2]:137)
4.      Kebaikan para sahabat tidak mungkin disamai(hadits nabi)
5.      Para sahabat adlah sebaik-baiknya generasi penerus(hadits nabi)
6.       Para sahabat nabi adlah orang-orang pilihan yang diciptakan Allah untuk mendampingi nabi-Nya.
Menurut kelompok ini,mengikuti jejak kaum salafus shalih harus dilakukan secara total,tanpa reserve.Apa yang dipahami ,dilakukan,dan difatwakan oleh para sahabat yang tercermin dalam diri para pemimpin agama diikuti secara utuh dan apa adanya,tidak mengurangi dan juga tidak menambah.Hal ini meliputi bidang akidah,hukum ,dan tingkah laku keseharian,seperti cara berpakaian ,makan,minum,dan shalat.Hal-hal inilah yang membedakan faham Ahlussunah wal Jamaah yang dianut oleh FPI dan kelompok Salafi pimpinan Ja’far Umar Thalib dengan paham Ahlissunah wal Jamaah yang dipahami kalangan NU dan Muhammadiyah. Meskipun paham Aswaja kelompok FPI dengan kelompok Salafi memiliki kesamaan,namun didalam penerapannya terdapat perbedaan.
Dalam paparan diatas tampak jelas bahwa paham keagamaan FPI tergolong bersifat skripturalis-simbolis,menjaga otentisitas ajaran sampai pada dataran yang paling simbolik,meski hal itu harus dilakukan dengan melanggar substansi dari ajaran itu sendiri.Dalam pemahaman kelompok ini .tidak ada pembagian antara yang usul(pokok) dan yang furu’(cabang),antara yang substansif dan yang simbolik.Pembagian urusan agama dalam dua tataran seperti itu dipandang sebagai bid’ah.Menurut mereka,semua persoalan agama,baik yang usul maupun yang furu’,baik yang simbolik maupun yang substantif adalah penting, terlebih lagi menghidup-hidupkan sunnah nabi adalah sesuatu yang sangat penting meski pada dataran yang paling simbolik sekalipun[6]
C.  Sikap FPI Terhadap Syiah Dan Wahabi
            Pandangan FPI terhadap SYIAH sebagai berikut: FPI membagi Syiah dengan semua sektenya menjadi TIGA GOLONGAN: Pertama, Syiah ghulat yaitu Syiah yang menuhankan/menabikan Ali bin Abi Thalib ra. atau meyakini Alquran sudah di-tahrif (dirubah/ditambah/dikurangi), dan sebagainya dari berbagai keyakinan yang sudah menyimpang dari usuluddin yang disepakati semua mazhab Islam. Syiah golongan ini adalah kafir dan wajib diperangi.
Kedua, Syiah rafidah yaitu Syiah yang tidak berkeyakinan seperti ghulat, tapi melakukan penghinaan/penistaan/pelecehan secara terbuka baik lisan atau pun tulisan terhadap para sahabat Nabi saw. seperti Abu Bakar ra. dan Umar ra. atau terhadap para istri Nabi saw. seperti Aisyah ra. dan Hafsah ra. Syiah golongan ini sesat, wajib dilawan dan diluruskan.
Ketiga, Syiah mu’tadilah yaitu Syiah yang tidak berkeyakinan ghulat dan tidak bersikap rafidah, mereka hanya mengutamakan Ali ra. di atas sahabat yang lain, dan lebih mengedapankan riwayat ahlulbait daripada riwayat yang lain, secara zahir mereka tetap menghormati para sahabat Nabi saw., sedang batinnya hanya Allah Swt. Yang Mahatahu, hanya saja mereka tidak segan-segan mengajukan kritik terhadap sejumlah sahabat secara ilmiah dan elegan. Syiah golongan inilah yang disebut oleh Prof. DR. Muhammad Said Al-Buthi, Prof. DR. Yusuf Qardhawi, Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili, Mufti Mesir Syekh Ali Jum’ah dan lainnya, sebagai salah satu mazhab Islam yang diakui dan mesti dihormati. Syiah golongan ketiga ini mesti dihadapi dengan dakwah dan dialog bukan dimusuhi.[7]
            Ada pun pandangan FPI terhadap wahabi sebagai berikut. FPI membagi Wahabi dengan semua sektenya juga menjadi tiga golongan; pertama, Wahabi takfiri yaitu Wahabi yang mengkafirkan semua muslim yang tidak sepaham dengan mereka, juga menghalalkan darah sesama muslim, lalu bersikap mujassim yaitu mensifatkan Allah Swt. dengan sifat-sifat makhluk, dan sebagainya dari berbagai keyakinan yang sudah menyimpang dari usuluddin yang disepakati semua mazhab Islam. Wahabi golongan ini kafir dan wajib diperangi.
Kedua, Wahabi khawarij yaitu yang tidak berkeyakinan seperti takfiri, tapi melakukan penghinaan/penistaan/pelecehan secara terbuka baik lisan mau pun tulisan terhadap para ahlulbait Nabi saw. seperti Ali ra., Fatimah ra., Al-Hasan ra. dan Al-Husain ra. mau pun itrah/zuriyahnya. Wahabi golongan ini sesat sehingga mesti dilawan dan diluruskan.
Ketiga, Wahabi mu’tadil yaitu mereka yang tidak berkeyakinan takfiri dan tidak bersikap khawarij, maka mereka termasuk mazhab Islam yang wajib dihormati dan dihargai serta disikapi dengan dakwah dan dialog dalam suasana persaudaraan Islam.
Dengan demikian, FPI sangat MENGHARGAI PERBEDAAN, tapi FPI sangat MENENTANG PENYIMPANGAN. Oleh karena itu semua, FPI menyerukan kepada segenap umat Islam agar menghentikan/membubarkan semua majelis/mimbar mana saja yang secara terbuka melecehkan/menghina/menistakan ahlulbait dan sahabat Nabi saw. atau menyebarluaskan berbagai KESESATAN atau melakukan PENODAAN terhadap agama, lalu menyeret para pelakunya ke dalam proses hukum dengan tuntutan PENISTAAN AGAMA. [8]




















BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
       FPI adalah salah satu organisasi atau gerakan yang didirikan sebagai respon terhadap kondisi social politik Indonesia, pada 17 Agustus 1998 resmi didirikan dan Muhammad Habib Rizieq sabagai pelopornya sekaligus sebagai ketua umum FPI, dalam upaya untuk menegakkan amar ma’ruf nahimunkar (memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran). Dalam metode amar ma’ruf mereka menggunakan metode lemah lembut, sementara dalam menegakkan nahi munkar mengutamakan metode yang keras dan tegas yaitu dengan merazia tempat-tempat hiburan yang mereka anggap sebagai sarang kemaksiatan seperti klub malam, diskotik, kafe, dan kasino.

















DAFTAR PUSTAKA
1.     Jamhari, Jajang Jahroni, 2004,Gerakan salafi radikal di Indonesia, Jakarta, PT Raja grafindo persada.
2.     Khamami Zada, 2002, Islam radikal, Jakarta, PT Teraju.
3.     Al-Zastrouw Ng, 2006, Gerakan Islam Simbolik, Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara.




[1] Jamhari, Jajang Jahroni,Gerakan salafi radikal di  Indonesia,Jakarta,PT Raja grafindo persada,2004,hlm.129.
[2] Khamami Zada,Islam radikal,Jakarta,PT Teraju,2002,hlm.95-96.
[3] Al-Zastrouw Ng,Gerakan Islam Simbolik,Yogyakarta:PT LKiS Pelangi Aksara ,2006,hlm:85-88
[4] Jamhari, Jajang Jahroni,Gerakan salafi radikal di  Indonesia,Jakarta,PT Raja grafindo persada,2004,hlm:129-130
[5] Ibid.,hlm:132-133
[6] Al-Zastrouw Ng,Gerakan Islam Simbolik,Yogyakarta:PT LKiS Pelangi Aksara ,2006,hlm:97-101
[7] http://ejajufri.wordpress.com/2010/02/19/sikap-fpi-terhadap-syiah-dan-wahabi/
[8] http://fpi.or.id/?p=detail&nid=98 

0 Response to "Makalah Front Pembela Islam (FPI)"

Posting Komentar

Termimakasih buat partisipasinya ya :)